Вы находитесь на странице: 1из 6

BAB I.

PENDAHULUAN

Veruka Vulgaris atau kutil tidak jarang ditemukan pada masyarakat. Kasus ini
terutama terdapat pada anak tetapi juga terdapat pada dewasa dan orang tua. Veruka
vulgaris atau common warts adalah hiperplasi epidermis pada kulit dan mukosa yang
disebabkan oleh human papilloma virus (HPV). Veruka dapat menyebar baik dengan kontak
langsung ataupun inokulasi. Tempat predileksinya terutama di ekstremitas bagian ekstensor,
mukosa mulut dan hidung.
Diagnosis veruka vulgaris didapatkan dari hasil anamnesis yang menunjukan gejala-
gejala dan pemeriksaan fisik pada kulit untuk mengetahui ujud kelainan kulit yang khas
pada verika vulgaris. Eflouresensi yang didapat adalah papula berbentuk bulat berwarna
abu-abu, besarnya lentikular atau apabila berkonfluensi berbentuk plakat, permukaan kasar
(verikurosa). Apabila dilakukan goresan, akan timbul inokulasi di sepanjang goresan atau
disebut juga dengan fenomena koebner.
Terapi dilakukan dengan tujuan destruksi sel-sel epidermis yang terimfeksi baik
menggunakan medika mentosa maupun tindakan invasif. Meski begitu veruka vulgaris
bersifat residif walaupun pengobatan telah dilakukan secara adekuat.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Veruka merupakan hiperplasia epidermis disebabkan oleh human papilloma virus
tipe tertentu. Di masyarakat, veruka disebut juga kutil atau common wart untuk veruka
vulgaris dan genital wart. untuk kondiloma akuminatum (Handoko, 2010).

B. EPIDEMIOLOGI
Veruka Vlgaris tersebar luas dalam populasi di seluruh dunia. Meskipun dalam
frekuensi yang tidak diketahui, penyakit ini diperkirakan mempengaruhi sekitar 7-12% dari
populasi. Pada anak-anak usia sekolah, prevalensinya 10-20%. Peningkatan frekuensi juga
terlihat di antara pasien imunosupresi. Veruka Vulgaris jarang muncul pada bayi dan anak
usia dini, peningkatan kejadian terjadi pada anak-anak usia sekolah, dan puncaknya pada
usia 12-16 tahun (Philip, 2016).

C. ETIOLOGI
Virus penyebabnya tergolong dalam virus papiloma (grup papova). Virus DNA
dengan karakteristik replikasi terjadi intranuklear (Handoko, 2010).

D. PATOFISIOLOGI
Infeksi HPV terjadi melalui inokulasi virus pada epidermis yang melalui defek pada
epitel. Meskippun reseptor seluler untuk HPV belum diidentifikasi, untuk mendapat infeksi yang
persisten, virus memasuki sel basal epidermis yang juga sel punca (sel stem) atau diubah oleh virus
menjadi sesuatu seperti selpunca. Ketika sel-sel ini membelah, genom virus juga bereplikasi,
kemudian ditransportasikan dalam sel yang bereplikasi saat mereka bermigrasi ke atas untuk
membentuk lapisan yang berdifferensiasi (Androphy et al.,2008).

Setelah eksperimen inokulasi HPV, veruka biasanya muncul dalam 2 sampai 9 bulan.
Observasi ini menunjukkan bahwa periode infeksi subklinis yang relatif panjang dan tidak terlihat.
Permukaan yang kasar dari kutil dapat merusak kulit yang berdekatan dan memungkinkan inokulasi
virus ke lokasi yang berdekatan, sehingga didapatkan perkembangan kutil yang baru dalam periode
minggu sampai bulan. Lesi yang baru diakibatkan paparan atau penyebaran dari kutil yang lain.
Tidak ada bukti yang mengatakan untuk penyebaran melalui darah. Autoinokulasi virus pada kulit
sering kali terlihat pada jari-jari yang berdekatan (Androphy et al.,2008).

E. GEJALA KLINIS
Menurut sifat progresinya, wujud kelainan kulit pada verika vulgaris adalah mula-
mula papula kecil seukuran kepala jarum, warna kulit seperti biasa, jernih, kemudian
tumbuh menonjol, permukaan papilar berwarna lebih gelap dan hiperkeratotik (Siregar,
2005).
F. PENEGAKAN DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Infeksi yang disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) ini terbatas pada epitel
dan tidak menyebabkan gangguan sistemik. Veruka vulgaris biasanya tidak langsung
menimbulkan gejala klinis, terdapat periode infeksi subklinik yang panjang. Benjolan biasa
muncul 2-9 bulan setelah inokulasi. Biasanya pasien mengeluhkan terdapat benjolan kecil
yang padat di daerah tangan dan kaki. Veruka vulgaris biasanya tidak disertai dengan gejala-
gejala prodromal. Gambaran klinis, riwayat penyakit, papul yang membesar secara perlahan
biasanya sudah sangat membantu untuk menegakan diagnosis veruka vulgaris (Janik, 2008).
b. Pemeriksaan fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien dengan veruka vulgaris
biasanya didapatkan papula berbentuk bulat berwarna abu-abu, besarnya lentikular atau
apabila berkonfluensi berbentuk plakat, permukaan kasar (verikurosa). Veruka vulgaris
dapat timbul di berbagai bagian tubuh terutama di kaki dan tangan. Apabila dilakukan
goresan, akan timbul inokulasi di sepanjang goresan atau disebut juga dengan fenomena
koebner (Handoko, 2010).

Gambar 1. Gambaran Klinis Veruka Vulgaris


Dikenal pula induk kutil yang pada suatu saat akan menimbulkan anak kutil dalam
jumlah banyak. Ada pendapat yang menggolongkan sebagai penyakit yang dapat sembuh
sendiri tanpa pengobatan. Varian veruka vulgaris yang terdapat di daerah muka dan kulit
kepala berbentuk seperti penonjolan yang tegak lurus pada permukaan kulit, dan
permukaannya verukosa, disebut juga sebagai verukosa filiformis (Handoko, 2010). Bentuk
kelainan kulit pada verika vulgaris adalah mula-mula papula kecil seukuran kepala jarum,
warna kulit seperti biasa, jernih, kemudian tumbuh menonjol, permukaan papilar berwarna
lebih gelap dan hiperkeratotik (Siregar, 2005).
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Apabila terdapat gambaran klinis yang tidak jelas pada pasien veruka vulgaris, dapat
dilakukan pemeriksaan histopatologik dengan cara biopsy kulit. Gambaran histopatologis
dapat membedakan berbagai macam papiloma.

Gambaran histopatologis epidermis pada veruka vulgaris akan didapatkan hyperkeratosis,


parakeratosis, pailomatosis, dan akantosis. Pada dermis akan didapatkan pelebaran
pembuluh daraha dan sebukan sel-sel radang kronik (Siregar, 2005).

Gambar 2. Gambaran Histopatologi Veruka Vulgaris

H. TATA LAKSANA
a. Medikamentosa
Sebagian veruka dapat mengalam involusi (sembuh) spontan dalam masa 1 atau 2
tahun. Pengobatan dapat berupa tindakan bedah atau nonbedah. Tindakan bedah antara lain
bedah beku N2 cair, bedah listrik dan bedah laser. Cara nonbedah antara lain dengan bahan
keratolitik, misalnya asam salisilat, bahan kaustik misalnya asam trikorasetat, dan bahan lain
misalnya kantaridin (Sjamsoe, 2005).
Farmakologis
1) Asam salisilat
Obat ini mempunyai efek keratolitik. Cara pemakaiannya dioleskan 2 tetes, 2
kali sehari. Obat ini hanya dioleskan pada kulit yang terkena veruka vulgaris saja.
2) Asam laktat
Obat ini mempunyai efek kaustik. Cara pemakaiannya dioleskan 1 tetes, 2 kali
sehari hanya pada kulit yang terkena veruka vulgaris.
3) Asam trikloroasetat 50-80%
Obat ini dapat menghancurkan protein dalam sel-sel tonjolan, setelah diolesi
dengan obat ini kulit akan terasa panas sesaat.

Tindakan invasif
1) Bedah beku
2) Bedah scalpel
3) Bedah listrik
4) Bedah laser

b. Non medikamentosa
Edukasi mengenai penyakit yang diderita oleh pasien hingga pencegahannya.

I. PENCEGAHAN
1. Tidak diperbolehkan melakukan tindakan-tindakan yang akan menyebabkan
timbulnya lesi pada area yang terdapat veruka vulgaris.
2. Bila pasien anak-anak, ingatkan selalu untuk rajin mencuci tangan dan kulit
secara teratur dan benar
3. Bila terdapat luka kecil atau luka parut, bersihkan dengan sabun dan air hangat
serta langsung dikeringkan
4. Kenakan selalu alas kaki, bila perlu alas kaki yang tahan air atau anti selip
terutama saat menggunakan fasilitas umum

J. PROGNOSIS
Dubia at bonam
Handoko, RP. Penyakit virus dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. ed. Djuanda A;
Edisi Keempat, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2005, p 110-18

http://emedicine.medscape.com/article/1133317-overview#a6

Androphy EJ, Lowy DR. 2008. Warts in Fitzpatricks Dermatology in General


Medicine. 7th Ed Vol 2. . USA: Mc Graw-Hill Companies. Hal 1914 1922

Siregar. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta : EGC.
Sjamsoe E S, Daili, Menaldi S L, Wisnu I M. 2005. Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia
Sebuah Panduan Bergambar. Jakarta : PT Medical Multimedia Indonesia.

Janik MP, Heffernan MP. Warts. Dalam: Freedeberg IM et al (ed). Fitzpatricks


Dermatology in General Medicine. Ed 7. Vol 2. New York: McGraw Hill Book Co. 2008;
1822-28.

Вам также может понравиться