Вы находитесь на странице: 1из 19

BAB I

LATAR BELAKANG

Pemerintah baru saja mengesahkan Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun


2014 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, yang merupakan
pengganti dari peraturan sebelumnya Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 jo
PP 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) merupakan kewajiban
bagi setiap individu penghasil limbah B3 sesuai dengan PP No. 101 Tahun
2014,Pasal 3 (1), bahwa Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3 wajib
melakukan Pengelolaan Limbah B3 yang dihasilkannya.
Masalah limbah menjadi perhatian serius dari masyarakat dan pemerintah
Indonesia, khususnya sejak decade terakhir ini, terutama akibat perkembangan
industri yang merupakan tulang punggung peningkatan perekonomian Indonesia.
Penanganan limbah merupakan suatu keharusan guna terjaganya kesehatan
manusia serta lingkungan pada umumnya. Namun pengadaan dan pengoperasian
sarana pengolah limbah ternyata masih dianggap memberatkan bagi sebagian
industri.
Pengelolaan Limbah B3 dimaksudkan agar Limbah B3 yang dihasilkan
dari aktivitas/kegiatan seminimalkan mungkin dan bahkan diupayakan sampai
dengan nol, yaitu dengan melakukan reduksi pada sumber dengan pengolahan
bahan, substitusi bahan, pengaturan operasi kegiatan, dan digunakannya teknologi
bersih. Jika masih dihasilkan Limbah B3 maka diupayakan pemanfaatan Limbah
B3, namun dengan tetap menjaga agar limbah B3 tersebut tidak mencemari
lingkungan dan membahayakan bagi kesehatan manusia dan makhluk hidup
lainnya.
Salah satu langkah yang bisa dilakukan untuk pengolahan limbah B3
adalah dengan metode daur ulang. Metode daur ulang ini diharapkan dapat
mereduksi/meminimalkan limbah B3 yang terbuang sehingga bisa digunakan
kembali atau dalam bentuk baru dengan penerapan teknologi teknologi khusus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sesuai dengan PP No. 101 Tahun 2014, pengertian Limbah B3 adalah sisa
suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3).
Sedangkan Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3
adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi,
dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk
hidup lain.
Pengelolaan Limbah B3 merupakan salah satu rangkaian kegiatan yang
mencakup penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, dan
pengolahan limbah B3 termasuk penimbunan hasil pengolahan tersebut.
Upaya pengelolaan limbah B3 dapat dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut:
Reduksi limbah dengan mengoptimalkan penyimpanan bahan baku
dalam proses kegiatan atau house keeping, substitusi bahan, modifikasi
proses, maupun upaya reduksi lainnya.
Kegiatan pengemasan dilakukan dengan penyimbolan dan pelabelan
yang menunjukkan karakteristik dan jenis limbah B3
Upaya pemanfaatan dapat dilakukan melalui kegiatan daur ulang (recycle),
perolehan kembali (recovery) dan penggunaan kembali (reuse) limbah B3 yang
dlihasilkan ataupun bentuk pemanfaatan lainnya. Pengolahan limbah B3 dapat
dilakukan dengan cara thermal, stabilisasi, solidifikasi secara fisika, kimia,
maupun biologi dengan cara teknologi bersih atau ramah lingkungan.

Beberapa metode penanganan limbah B3 yang umum diterapkan adalah


sebagai berikut (Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor, 2015):
2.1. Metode Pengolahan secara Kimia
Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk
menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid),
logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan
membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan tergantung jenis dan
kadar limbahnya.
Proses pengolahan limbah B3 secara kimia yang umum dilakukan
adalah stabilisasi/ solidifikasi. Stabilisasi/ solidifikasi adalah proses
mengubah bentuk fisik dan/atau senyawa kimia dengan menambahkan
bahan pengikat atau zat pereaksi tertentu untuk memperkecil/membatasi
kelarutan, pergerakan, atau penyebaran daya racun limbah, sebelum
dibuang. Definisi stabilisasi adalah proses pencampuran limbah dengan
bahan tambahan dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar
dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Solidifikasi
didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan
penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga
sering dianggap mempunyai arti yang sama. Contoh bahan yang dapat
digunakan untuk proses stabilisasi/solidifikasi adalah semen, kapur, dan
bahan termoplastik.
Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen,
kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di
lapangan ialah metoda in-drum mixing, in-situ mixing, dan plant mixing.
Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL
berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-
04/BAPEDAL/09/1995.
Apabila konsentrasi logam berat di dalam air limbah cukup tinggi,
maka logam dapat dipisahkan dari limbah dengan jalan pengendapan
menjadi bentuk hidroksidanya. Hal ini dilakukan dengan larutan kapur
(Ca(OH)2) atau natrium hidroksida (NaOH) dengan memperhatikan
kondisi pH akhir dari larutan. Pengendapan optimal akan terjadi pada
kondisi pH dimana hidroksida logam tersebut mempunyai nilai kelarutan
minimum. Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan
dengan membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang
berlawanan dengan muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan
koloid tersebut, sehingga akhirnya dapat diendapkan. Penyisihan logam
berat dan senyawa fosfor dilakukan dengan membubuhkan larutan alkali
misalnya air kapur, sehingga terbentuk endapan hidroksida logam-logam
tersebut atau endapan hidroksiapatit. Endapan logam tersebut akan lebih
stabil jika pH air > 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5. Khusus
untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom hidroksida
[Cr(OH)3], terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan
membubuhkan reduktor (FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).
Presipitasi adalah pengurangan bahan-bahan terlarut dengan cara
menambahkan senyawa kimia tertentu yang larut dan dapat menyebabkan
terbentuknya padatan. Dalam pengolahan air limbah, presipitasi digunakan
untuk menghilangkan logam berat, sufat, fluoride, dan fosfat. Senyawa
kimia yang biasa digunakan adalah lime, dikombinasikan dengan kalsium
klorida, magnesium klorida, alumunium klorida, dan garam garam besi.
Adanya complexing agent, misalnya NTA (Nitrilo Triacetic Acid) atau
EDTA (Ethylene Diamine Tetraacetic Acid), menyebabkan presipitasi
tidak dapat terjadi. Oleh karena itu, kedua senyawa tersebut harus
dihancurkan sebelum proses presipitasi akhir dari seluruh aliran, dengan
penambahan garam besi dan polimer khusus atau gugus sulfida yang
memiliki karakteristik pengendapan yang baik. Pengendapan fosfat,
terutama pada limbah domestik, dilakukan untuk mencegah
eutrophicationdari permukaan. Presipitasi fosfat dari sewage dapat
dilakukan dengan beberapa metode, yaitu penambahan slaked lime, garam
besi, atau garam alumunium.
Koagulasi dan Flokulasi digunakan untuk memisahkan padatan
tersuspensi dari cairan jika kecepatan pengendapan secara alami padatan
tersebut lambat atau tidak efisien. Proses koagulasi dan flokulasi adalah
konversi dari polutan-polutan yang tersuspensi koloid yang sangat halus
didalam air limbah, menjadi gumpalan-gumpalan yang dapat diendapkan,
disaring, atau diapungkan.
Beberapa kelebihan proses pengolahan kimia antara lain dapat
menangani hampir seluruh polutan anorganik, tidak terpengaruh oleh
polutan yang beracun atau toksik, dan tidak tergantung pada perubahan
konsentrasi. Pengolahan kimia dapat meningkatkan jumlah garam pada
effluent, meningkatkan jumlah lumpur sehingga memerlukan bahan kimia
tambahan akibatnya biaya pengolahan menjadi mahal.

2.2. Metode Pengolahan secara Fisik


Sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan,
dilakukan penyisihan terhadap bahan-bahan tersuspensi berukuran besar
dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung.
Penyaringan atau screening merupakan cara yang efisien dan murah untuk
menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi
yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses
pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini
adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam
bak pengendap.
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan
yang mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses
pengolahan berikutnya. Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara
penyisihan bahan-bahan tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur
endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas (air
flotation).
Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya
dilakukan untuk mendahului proses adsorbsi atau proses reverse osmosis-
nya, akan dilaksanakan untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel
tersuspensi dari dalam air agar tidak mengganggu proses adsorbsi atau
menyumbat membran yang dipergunakan dalam proses osmosa.
Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk
menyisihkan senyawa aromatik misalnya fenol dan senyawa organik
terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali air
buangan tersebut.
Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan
untuk unit-unit pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan
untuk menggunakan kembali air yang diolah. Biaya instalasi dan
operasinya sangat mahal.
Evaporasi pada umumnya dilakukan untuk menguapkan pelarut
yang tercampur dalam limbah, sehingga pelarut terpisah dan dapat
diisolasi kembali. Evaporasi didasarkan pada sifat pelarut yang memiliki
titik didih yang berbeda dengan senyawa lainnya.
Metode insinerasi atau pembakaran dapat diterapkan untuk
memperkecil volume limbah B3. Namun saat melakukan pembakaran
perlu dilakukan pengendalian agar gas beracun hasil pembakaran tidak
mencemari udara. Pengolahan secara insinerasi bertujuan untuk
menghancurkan senyawa B3 yang terkandung di dalamnya menjadi
senyawa yang tidak mengandung B3. Insinerator adalah alat untuk
membakar sampah padat, terutama untuk mengolah limbah B3 yang perlu
syarat teknis pengolahan dan hasil olahan yang sangat ketat. Ukuran,
desain dan spesifikasi insinerator yang digunakan disesuaikan dengan
karakteristik dan jumlah limbah yang akan diolah. Insinerator dilengkapi
dengan alat pencegah pencemar udara untuk memenuhi standar emisi.
Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar
90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini bukan solusi terakhir dari
sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya
memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas
yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi dalam
bentuk panas.
Kelebihan metode pembakaran adalah metode ini merupakan
metode hemat uang di bidang transportasi dan tidak menghasilkan jejak
karbon yang dihasilkan transport seperti pembuangan darat.
Menghilangkan 10% dari jumlah limbah cukup banyak membantu
mengurangi beban tekanan pada tanah. Rencana pembakaran waste-to-
energy (WTE) juga memberikan keuntungan yang besar dimana limbah
normal maupun limbah B3 yang dibakar mampu menghasilkan listrik yang
dapat berkontribusi pada penghematan ongkos. Pembakaran 250 ton
limbah per hari dapat memproduksi 6.5 megawatt listrik sehari (berharga
$3 juta per tahun).
Kerugian metode pembakaran adalah adanya biaya tambahan
dalam pembangunan instalasi pembakaran limbah. Selain itu pembakaran
limbah juga menghasilkan emisi gas yang memberikan efek rumah kaca.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan
energi atau heating value limbah. Selain menentukan kemampuan dalam
mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga
menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi.
Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah
padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single
chamber, multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit.
Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan
karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara
simultan.

2.3. Metode Pengolahan secara Biologi


Proses pengolahan limbah B3 secara biologi yang berkembang
dewasa saat ini dikenal dengan istilah bioremediasi dan fitoremediasi.
Bioremediasi adalah penggunaan bakteri dan mikroorganisme lain untuk
mendegradasi/ mengurai limbah B3. Sedangkan fitoremediasi adalah
penggunaan tumbuhan untuk mengabsorbsi dan mengakumulasi bahan-
bahan beracun dari tanah. Kedua proses ini sangat bermanfaat dalam
mengatasi pencemaran oleh limbah B3 dan biaya yang diperlukan lebih
murah dibandingkan metode kimia atau fisik. Namun, proses ini juga
masih memiliki kelemahan. Proses bioremediasi dan fitoremediasi
merupakan proses alami sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama
untuk membersihkan limbah B3, terutama dalam skala besar. Selain itu,
karena menggunakan makhluk hidup, proses ini dikhawatirkan dapat
membawa senyawa-senyawa beracun ke dalam rantai makanan di dalam
ekosistem.

BAB III
METODOLOGI

3.1. Daur Ulang Limbah B3 Besi Baja ( PT. Purna Baja Harsco,
2012)
Slag EAF merupakan produk samping dengan volume besar yang
terbentuk dalam proses pembuatan baja (15-20% dari kapasitas baja cair)
dimana masih mengandung sisa-sisa metal. Penanganan slag ini
sebelumnya sulit dan metodenya tidak efisien.
Teknologi slag atomizing (Slag Atomizing Technology: SAT)
merupakan sistem baru untuk membentuk slag cair menjadi butiran kecil
(atomize) dari Electric Arc Furnace (EAF) dengan efisiensi tinggi.
Material hasil dari proses SAT berbentuk bola dengan diameter dan ukuran
yang berbeda-beda, dan disebut PS (Precious Slag) ball.
SAT plant pertama beroperasi pada 1997 di Korea, sejak itu total
kapasitas terpasang telah meningkat menjadi 1,12 juta ton. Kapasitas yang
sedang dibangun dan diproyeksikan akan direalisasikan pada 2009 di
Korea Selatan, Afrika Selatan, Malaysia, Thailand, Taiwan, Indonesia,
Iran, Vietnam dan AS berjumlah 3,4 juta ton. Tanggal 1 Desember 2008
SAT Plant di PT Purna Baja Harsco (di dalam kawasan pabrik PT
Krakatau Steel) mulai beroperasi, dengan kapasitas 5.000 ton per bulan.
SAT merupakan proses merubah slag cair (1500-1550C) menjadi
bola-bola kecil dengan diameter berkisar antara 0.1 hingga 4.5 mm.
Prosesnya berupa sistem hembusan angin berkecepatan tinggi dengan
katalis dan air pada aliran slag cair yang ditumpahkan melalui tundish
menuju slag pitt. Dengan bantuan air, aliran udara berkecepatan tinggi
menghasilkan pertukaran panas yang cepat yang merubah aliran slag
menjadi bola-bola (ps ball) dengan permukaan yang mengkilap. Struktur
PS Ball dipisahkan berdasarkan ukurannya dalam suatu mesin pengayak.
Proses Atomizing

Proses Produksi PS Ball

Dalam proses SAT, slag cair didinginkan dengan cepat oleh udara
dan air berkecepatan tinggi. Berbagai unsur tidak stabil membentuk
CaO-Fe2O3, SiO2-Fe2O3 dan Mg-Fe2O3. Tidak ada CaO bebas di dalam
produk, dan permukaan akan mengkilap dengan adanya struktur spinel.
Struktur spinel merupakan bentuk kombinasi dari CaO-Fe2O3, CaO-SiO2.

Butiran PS Ball
Karakteristik PS Ball
PS Ball adalah singkatan dari Precious Slag Ball, material baru
yang dihasilkan dari slag EAF. PS Ball memiliki permukaan mengkilap
dengan struktur spinel yang stabil. PS Ball berbentuk bulat dengan
diameter antara 0.1 sampai 4.5 mm, material dengan tidak ada kapur
bebas.
PS Ball cocok untuk berbagai penerapan, berkat sifat fisik dan
kimianya. Yang paling penting adalah fakta bahwa PS Ball tidak
berbahaya dan ramah lingkungan yang dihasilkan oleh teknologi yang
bebas pengaruh negatif terhadap lingkungan.
PS Ball sangat unggul dibanding pasir dalam hal kekuatan tekan,
kekerasan, dan anti-weathering. Strukturnya sangat kuat, tahan cuaca dan
tidak mudah aus dengan bentuk bulat mengkilap.
Sebagai material baru, PS Ball memiliki keunggulan sifat-sifat fisik
dan kimia yang memberikan kemampuan untuk berbagai penerapan yang
luas, seperti pelapis genting metal, manholes, amplas, pemadatan jalan,
bahan pemberat, peredam suara dan pelindung radiasi, campuran semen,
bahan lantai, pemadat tanah, tiang pancang, pengolahan air dan air
buangan, bahan filter, bahan lantai yang tidak licin, bata dan bahan beton
prefabrikasi, ubin yang tidak mudah aus, campuran aspal, dan lain-lain.
PS Ball sebagai produk akhir sangat seragam (koefisien
keseragaman: 1,22 dibandingkan dengan pasir: 1,64) dengan kekuatan
tekan yang lebih besar (161% lebih tinggi dari pasir), tingkat kekerasan
740 Vickers (62 Rockwell).

3.2. Daur Ulang Limbah Oil Sludge ( Verdian, 2010 )

Teknologi plasma banyak diterapkan sebagai salah satu teknik


pengolahan limbah. Plasma umumnya dipergunakan pada pengolahan limbah
padat. Di negara maju seperti Jepang plasma dipergunakan untuk mengolah
logam atau limbah domestik pada insinerator sekaligus dapat mendaur ulang
limbah logam berat seperti timbal (Pb) dan seng (Zn) yang terkandung limbah
tersebut.
Teknologi plasma juga dapat diterapkan dalam mengolah limbah oil
sludge. Plasma tidak hanya dapat mengolah oil sludge, tapi sekaligus dapat
mendaur ulang limbah yang umumnya mengandung sekitar 40% minyak.
Dengan mengolah oil sludge akan menghasilkan light oil seperti minyak diesel
yang siap pakai, dan residu dari proses pengolahan siap dan aman untuk
dibuang (landfill).
Limbah dari proses penyulingan minyak mentah (crude oil) dalam
industri perminyakan sangatlah komplek. Limbah yang dihasilkan dapat
diklasifikasikan sebagai limbah gas, cair dan padat. Kandungan limbah gas
buangan seperti, volatile hydrocarbon, CO, NOx, dan SOx dapat mencemari
lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan masyarakat disekitarnya. Begitupula
dengan limbah cair dari sisa proses penyulingan umumnya memiliki
kandungan minyak, bahan-bahan kimia seperti, timbal, sulphide, phenol, dan
chloride yang merupakan limbah beracun berbahaya.
Limbah padat yang dihasilkan disebut oil sludge. Dimana minyak hasil
penyulingan (refines)dari minyak mentah biasanya disimpan dalam tangki
penyimpanan. Oksidasi proses yang terjadi akibat kontak antara minyak, udara
dan air menimbulkan adanya sedimentasi pada dasar tangki penyimpanan,
endapan ini adalah oil sludge. Oil sludge terdiri dari, minyak(hydrocarbon),
air, abu, karat tangki, pasir, dan bahan kimia lainnya. Kandungan dari
hydrocarbon antara lain benzene, toluene, ethylbenzene, xylenes, dan logam
berat seperti timbal (Pb) pada oil sludge merupakan limbah B3 yang dalam
pengelolaannya harus mengacu pada peraturan pemerintah no. 18 tahun 1999,
dimana limbah B3 harus diproses untuk mengubah karakteristik dan
komposisi limbah B3 menjadi tidak beracun dan berbahaya.
Sebenarnya banyak teknik pengolahan limbah oil sludge yang dapat
diaplikasikan seperti, incineration (pembakaran), centrifuges (pemisahan),
steam extraction (ekstraksi), danbioremediation (microbiologi). Namun,
kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa teknologi tersebut masih jauh dari
yang diharapkan, ditambah lagi dengan biaya operasional yang masih sangat
mahal.
Pemanfaatan plasma dengan suhu tinggi (thermal plasma) dalam
berbagai proses industri meningkat. Thermal plasma adalah gas yang
terionisasi (ionized gas), dengan suhu tinggi diatas 10.000C Thermal plasma
dapat dibuat dengan electric arc, yang terbentuk diantara dua elektroda, dalam
sebuah alat yang disebut plasma torch. Dengan memasukkan gas seperti,
udara, argon, nitrogen, steam dan lain sebagainya kedalamplasma torch, atom
atau molekul gas akan bertumbukan dengan elektron yang terbentuk dalam
electric arc. Hasil dari proses ini adalah panas dan gas terionisasi yang akan
memproduksi thermal plasma jet dengan temperature yang sangat tinggi.
Plasma yang dihasilkan dapat dipergunakan untuk mengolah dan
mendaur ulang limbah oil sludge. Plasma yang dihasilkan oleh plasma torch
dapat dioperasikan pada suhu 15.000C Plasma ini dapat dipergunakan untuk
menguapkan senyawa organik (hydrocarbon) yang terkandung dalam oil
sludge. Senyawa organik yang menguap dapat dibentuk kembali dalam bentuk
minyak, dan dapat dimanfaatkan.
Energi yang diperlukan dalam proses dibentuk dalam plasma torch.
Gas yang dipergunakan dalam torch adalah argon atau nitrogen (dalam hal ini
tidak ada oksigen). Gas organik yang yang terbentuk dalam reaktor bersamaan
dengan gas argon atau nitrogen kemudian dimasukkan kedalam kondensor,
untuk mengubah uap gas tadi menjadi cairan. Setelah melalui pendinginan
dalam kondensor cairan yang terbentuk dari gas organik tadi adalahlight oil
yang 100% dapat dipergunkan kembali. Gas argon atau nitrogen sendiri dapat
dipergunakan kembali dalam reaktor proses.
Kondisi dalam reaktor proses dikondisikan sedemikian rupa agar tidak
terjadi proses oksidasi pada material hydrocarbon dan dapat mendukung
proses pembentukan minyak pada condensator. Residu yang dihasilkan dari
proses ini akan bebas dari kandungan hydrocarbon, dan siap untuk dibuang ke
TPA dengan aman. Apabila pada oil sludge terkandung logam berat seperti
timbal proses lanjutan dengan plasma dapat dilakukan untuk mendaur ulang
logam tersebut.
Beberapa kelebihan dari pemanfaatan proses ini adalah energi
efisiensinya dapat mencapai 80%, hal ini jauh lebih tinggi dibandingkan pada
proses yang menggunakan gas atau bahan bakar minyak lain yang hanya dapat
mencapai 20%. Juga plasma proses akan lebih efektif jika diaplikasikan pada
limbah oil sludge yang memiliki kandungan hydrocarbon di atas 10%.
Selanjutnya, kandungan hydrocarbon pada residu yang dihasilkan berkisar
dibawah 0.01% dari total hydrocarbon.
Dengan menerapkan plasma proses pada limbah oil sludge diharapkan
pencemaran lingkungan dan dampaknya bagi kesehatan masyarakat dapat
dihindari. Lebih dari pada itu oil sludge dapat didaur ulang sehingga dapat
menjadikan nilai tambah bagi industri perminyakan nasional.

3.2.1. Daur Ulang Limbah Oil Sludge Di Jepang ( Marulil, 2015 )


Di Jepang salah satu teknologi yang dipakai untuk pengolahan limbah
adalah dengan pembakaran, pemanfaatan panas, kemudian menjadikannya listrik
yang dapat digunakan untuk keperluan mandiri pengolahan limbah atau juga dapat
dijual ke masyarakat.
Untuk proses pembakarannya dibantu dengan menggunakan limbah oli
bekas yang mempunyai nilai kalori tinggi, disamping juga kalor yang dihasilkan
dari limbah-limbah tersebut. Prinsip teknologinya adalah menggunakan sistem
rotary kiln atau tungku berputar untuk membakar limbah-limbah padatnya yang
kemudian dicampur dengan oli bekas untuk meningkatkan nilai kalornya. Proses
pembakaran ini akan menghasilkan gas pada suhu yang sangat tinggi mencapai
1000C yang kemudian dikirim ke ruang pembakaran sekunder dimana disini
limbah cair disemprotkan untuk mengontrol suhunya hingga turun menjadi sekitar
850C. Setelah itu gas panas ini kemudian disuplai ke boiler untuk memanaskan
air yang ada di dalamnya hingga menjadi uap. Uap yang dihasilkan ini kemudian
digunakan untuk menggerakkan turbin untuk kemudian dihubungkan ke generator
listrik sehingga didapatlah produksi listrik melalui sistem ini. Untuk pabrik
terbesar yang dipunyainya di Chiba, Jepang, dengan kapasitas 600 ton per hari
limbah bisa menghasilkan listrik hingga mencapai 4 MW. Listrik yang dihasilkan
sebagain digunakan sendiri untuk instalasi ini dan sisanya bisa dijual untuk
kemudian digunakan melistriki pabrik-pabrik yang ada di sekitar lokasi
pembangkit ini.

3.3. Daur Ulang Limbah Elektronik

Kehidupan manusia pada saat ini tidak terlepas dari peralatan elektronik
misalnya penggunaan pesawat televisi, komputer, kulkas, ponsel dan lain-lain.
Penggunaan peralatan elektronik akan semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk dan perkembangan teknologi peralatan
elektronik. Selama 10 tahun terakhir jumlah peralatan elektronik di Indonesia
mengalami peningkatan yang cukup drastis. Peningkatan ini mengakibatkan
limbah elektronik juga meningkat (Agus Pramono, 2006).
Peningkatan jumlah limbah elektronik tidak hanya terjadi di Indonesia
tetapi limbah elektronik sudah menjadi permasalahan negara-negara maju. Di
negara Jerman menghasilkan limbah elektronik sebanyak 1,8 juta Mg per
tahun. Di Austria menghasilkan limbah elektronik 85000 Mg per bulan dan
5000 Mg merupakan limbah yang berbahaya. Di Polandia menghasilkan 3000 Mg
per tahun sejak 2005 dan terjadi peningkatan 3-5 % per tahun sampai
sekarang (Gramatyka, Nowosielki, Sakiewicz, 2007).
Di Kota Guizu China terdapat 5500 industri rumahan yang mengolah
komponen-komponen yang berasal dari limbah elektronik (www.bermula.
wordpress.com). Mereka mengolah limbah elektronik dengan memisah-misahkan
tiap bagian dan mengelompokkannya, kemudian mengambil logam timah,
emas, tembaga, perak dan jenis logam lainnya dari sirkuit kabel, chip, dan
bahan plastik. Tujuan pengolahan limbah elektronik ini antara lain untuk
pengambilan logam- logam bernilai ekonomi tinggi atau logam berharga.
Mereka mengutamakan untuk pengambilan logam emas, perak dan
tembaga. Sebagai contoh perusahaan Yokohama Metal Co Ltd menemukan
bahwa satu ton ponsel bekas dapat menghasilkan 150 g emas, 100 kg tembaga, 3
kg perak dan logam-logam lain (www.bermula.wordpress.com, 2008).
Limbah elektronik dibagi menjadi 10 kategori yaitu (Gramatyka,
Nowosielki, Sakiewicz, 2007 dan Antrekowitcsh, dkk, 2006) :
- Peralatan rumah tangga yang berukuran besar(contoh: lemari
pendingin)
- Peralatan rumah tangga yang berukuran kecil(contoh: kompor listrik)
- Alat komunikasi dan teknologi informasi(contoh: komputer)
- Peralatan untuk kehidupan sehari-hari(contoh: TV)
- Peralatan untuk penerangan(contoh: lampu listrik)
- Peralatan industri dengan tenaga listrik(contoh: mixer)
- Permainan anak-anak(contoh: video game)
- Peralatan kedokteran (contoh: alat X-ray)
- Monitor
- Peralatan automatic bertenaga listrik
Sumber: Mechanical recycling of waste electric and electronic equipment: a review, 2003
Komponen B3 dalam limbah elektrik dan elektronik
Berbagai cara daur ulang limbah elektronik yang telah dilakukan oleh
beberapa negara adalah(Antrekowitsch, 2006):
- Pemisahan atau pemilahan secara mekanik
Pemisahan atau pemilahan komponen-komponen penyusun limbah
elektronik dilakukan sebagai langkah awal proses daur ulang. Pemisahan
komponen ini berdasarkan pada bahan-bahan yang dipisahkan yaitu bahan
plastik, logam, keramik, dan kaca. Setelah dilakukan pemisahan ini
dilakukan perlakuan terhadap masing-masing bahan. Bahan plastik,
keramik dan gelas dapat digiling dan dijadikan bahan dasar plastic,
keramik dan kaca yang dapat digunakan lagi. Bahan logam diproses secara
metalurgi untuk mendapatkan logam-logam murni tanpa tercampur logam- logam
lain (Marwati, Siti, 2009).

- Pirometalrgi
Pirometaurgi merupakan proses secara temal, biasanya menggunakan
insinerator atau alat pelebur suatu bahan pada suhu tinggi. Proses ini biasa
digunakan untuk melelehkan bahan plastik atau memisahkan komponen plastik
dengan komponen logam. Dalam proses pembakaran ini dapat digunakan untuk
mendapatkan konsentrat logam tembaga dan timbal. Untuk logam emas dan
perak dapat juga diperoleh pada proses ini tetapi pada proses yang memerlukan
waktu yang panjang akan merusak logam perak. Proses ini masih mempunyai
banyak kelemahan yaitu komponen barbahan plastik tidak dapat digunakan
lagi dan logam-logam yang diperoleh masih dalam bentuk logam campuran.
Selain itu dalam proses ini dihasilkan gas-gas yang berbahaya karena terjadi
kombnasi logam- logam berat dengan senyawa-senyawa organik dalam bahan
plastik yang bersifat volatil akibat adanya proses pada suhu tinggi(Marwati, Siti,
2009).

- Hidrometalurgi
Proses hidrometalurgi biasanya dilakukan setelah dilakukan proses
pemilahan antara bahan logam dan non logam. Proses ini merupakan proses
pelarutan logam-logam yang terdapat dalam limbah elektronik khususnya
komponen-komponen yang berukuran kecil misalnya pada pelarutan PCB
dan chip. Proses pelarutan ini menggunakan pelarut antara lain asam sulfat dan
peroksida, aquaregia, tiourea, larutan sianida, asam nitrat, asam klorida, natrium
oksida dan lain-lain. Proses ini cukup efektif dibandingkan dengan proses yang
lain karena dapat digunakan untuk recovery logam-logam dengan
kemurnian yang relatif tinggi. Proses recovery yang diawali dengan proses
hidrometalurgi dapat dilanjutkan dengan proses ekstraksi, pengendapan,
filtrasi, elektrolisis, dan lain-lain disesuaikan dengan logam yang akan diambil
lagi(Marwati, Siti, 2009).

- Elektrokimia
Proses elektrokimia merupakan metode yang sering digunakan untuk
pemurnian atau pengendapan dengan melibatkan larutann elektrolit dan arus
listrik. Proses ini dilakukan setealah proses hidrometalurgi karena melibatkan
larutan elektrolit. Hasil pelarutan logam-logam dalam limbah elektronik
difungsikan sebagai larutan elektrolit kemudian dilakukan pemisahan logam-
logam yang telah dilarutkan. Sebagai contoh proses elektrokimia yang dilakukan
untuk pengolahan limbah elektronik yaitu pada pengambilan logam emas dan
perak melalui proses elektroplating(Marwati, Siti, 2009).
Berbagai cara telah dilakukan untuk mengolah limbah elektronik. Cara-
cara tersebut mempunyai kekurangan dan kelebihan. Untuk proses pemisahan
atau pemilahan secara mekanik mempunyai kelebihan terpisahnya komponen-
komponen sesaui bahannya sehingga dapat dilakukan proses lanjutan untuk
penggunaan kembali komponen yang dihasilkan dari limbah elektronik.
Kelemahan dari cara ini adalah timbulya polusi berupa debu dan suara pada
saat proses penghancuran secara mekanik(Marwati, Siti, 2009).
Proses pirometalurgi juga mempunyai kelemahan yaitu proses ini
memerlukan energi tinggi dan menimbulkan gas-gas yang berbahaya.
Kelebihan dari proses ini adalah diperoleh logam-logam campuran dengan
kemurnian yang tinggi dan dapat dilanjutkan dengan pemisahan logam-logam
yang dikehendaki(Marwati, Siti, 2009).
Proses hidrometalurgi mempunyai kelebihan dapat diperoleh logam-
logam dengan kemurnian tinggi. Kelemahan dalam proses ini menimbulkan
pencemaran air yang dihasilkan dari pelarut yang bersifat korosif dan
toksik(Marwati, Siti, 2009).
Proses elektrokimia mempunyai kelebihan dapat memisahkan logam-
logam dengan kemurnian tinggi khususnya logam-logam berharga seperti emas
dan perak. Kekurangan proses ini memerlukan kondisi larutan elektrolit dan
kondisi elektrokimia yang optimum untuk menghasilkan hasil yang
maksimal(Marwati, Siti, 2009).
Berdasarkan kelebihan dan kekurangan proses daur ulang dan recovery
logam-logam dalam limbah elektronik maka diperlukan kombinasi proses daur
ulang dengan meninjau komponen yang akan diambil. Proses yang dilakukan juga
harus memperhatikan aspek ekonomi dan aspek ekologi(Marwati, Siti, 2009).
BAB IV
KESIMPULAN

Daur ulang limbah B3 besi baja bisa dilakukan dengan Teknologi Slag
Atomizing dengan produk akhir PS Ball;
Daur ulang limbah B3 Oil Sludge bisa dilakukan dengan Thermal plasma
dengan produk akhir berupa produksi listrik;
Daur ulang limbah B3 elektronik bisa dilakukan dengan:
- Pemisahan atau pemilahan secara mekanik
- Pirometalrgi
- Hidrometalurgi
- Elektrokimia

Вам также может понравиться