Вы находитесь на странице: 1из 29

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul Penyakit Membran Hialin ini. Referat ini dibuat untuk
memenuhi salah satu syarat dalam menjalankan kepaniteraan Radiologi di Rumah
Sakit Ibnu Sina periode 14 Maret 2 April 2016. Hyaline membrane disease
penyebab tersering dari gagal nafas pada bayi prematur yang merupakan salah
satu penyebab kematian pada bayi baru lahir. Karena itu, penulis menyadari
betapa pentingnya mempelajari penyakit ini sehingga nantinya kita dapat
mendiagnosa serta mengetahui penatalaksanaan dari penyakit ini.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih


kepada dr. St. Nasrah Azis, Sp. Rad yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan referat ini, serta teman-teman yang telah memberikan dorongan
semangat baik moral dan spiritual dalam pembuatan referat ini. Penulis
menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis
mengharapkan berbagai kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata
semoga referat ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan

Makassar, 24 Maret 2016

Penulis

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingkat kematian bayi di Indonesia masih tergolong tinggi jika


dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN. Angka kematian
bayi (AKB) menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
pada tahun 2002-2003 adalah 35 per 1000 kelahiran hidup. Persalinan
prematur merupakan penyebab utama kematian neonatal dini dan
memberikan kontribusi lebih dari 70% penyebab kematian perinatal pada
bayi tanpa kelainan bawaan. Pada bayi kurang bulan (prematur) sering
timbul penyulit yang berhubungan dengan kekurang-matangan organ.1
Penyakit membran hialin (PMH) merupakan masalah yang sering
dijumpai pada hari-hari pertama kehidupan BBL, ditandai dengan
takipnea, napas cuping hidung, retraksi interkostal, sianosis dan apnu.
PMH sebagian besar terjadi pada bayi kurang bulan. Insidens dan derajat
penyakit ini berhubungan erat dengan umur kehamilan. Keluaran PMH ini
beberapa tahun terakhir membaik dengan penggunaan steroid antenatal
untuk meningkatkan kematangan paru, terapi pasca natal dengan
pemberian surfaktan secara dini untuk kasus defisiensi surfaktan dan
teknik penggunaan ventilator yang baik yang dapat mengurangi kerusakan
paru yang masih imatur. Meskipun sudah menurun dan derajat beratnya
komplikasi masih menunjukkan morbiditas yang signifikan.2
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah menambah pengetahuan tentang
definisi, epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan
penunjang, diagnosis, dan penatalaksanaan HMD
1.3 Manfaat Penulisan
Referat ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam mendiagnosis dan
pengelolaan HMD.

BAB II

2
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Hyalin membran disease atau yang dikenal juga sebagai sindrom


gangguan napas pada bayi baru lahir adalah suatu penyakit paru-paru akut yang
disebabkan oleh defisiensi surfaktan yang dapat menyebabkan kolapsnya alveolar.
Kondisi ini terutama terlihat pada bayi prematur usia kehamilan dibawah 32
minggu.3

2.2 EPIDEMIOLOGI

Keadaan ini merupakan penyebab tersering kematian pada bayi bru lahir.
Diperkirakan 30% dari kematian neonatus diakibatkan oleh penyakit membran
hialin (PMH) atau komplikasinya. Di Amerika Serikat, 20% dari kematian
neonatus setiap tahunnya diakibatkan oleh penyakit membran hialin.4,5

PMH terutama terjadi pada bayi premature, insidennya berbanding terbalik


dengan umur kehamilan dan berat badannya. PMH ini 60-80% terjadi pada bayi
yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32 dan
36 minggu, sekitar 5% pada bayi yang lebih dari 37 minggu, dan jarang pada bayi
cukup bulan. Kenaikan frekuensi dihubungkan dengan bayi dari ibu diabetes,
persalinan sebelum usia kehamilan 37 minggu, kehamilan multi janin, persalinan
seksio sesarea, perslinan cepat, asfiksia, dan stres dingin. 1,4,6

Selain berhubungan dengan usia kehamilan, angka kejadian PMH juga


berhubungan dengan berat badan lahir. Lima puluh sampai enam puluh persen
bayi yang lahir kurang dari usia kehamilan 29 minggu menderita PMH, dan 44%
kasus didapatkan pada bayi dengan berat lahir antara 5011500 gram. Penelitian
yang dilakukan Wardhani dkk menyebutkan bahwa PMH meningkatkan risiko
kematian bayi dengan berat lahir 1000-<2500 gram yang dirujuk ke RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta.1

3
Gambar 1. dikuti dari pustaka no. 10

2.3 ETIOLOGI

Defisiensi surfaktan diperkenalkan pertamakali oleh Avery dan Mead pada


1959 sebagai faktor penyebab terjadinya PMH. Defisiensi surfaktan (penurunan
produksi dan sekresi) adalah penyebab utama dari PMH. Konstituen utama
surfaktan adalah dipalmitoyl fosfatidilkolin (lesitin), phosphatidylglycerol
apoprotein (protein surfaktan SP-A,-B,-C,-D), dan kolesterol. Dengan
pertambahan usia kehamilan, jumlah fosfolipid yang disintesis meningkat dan
disimpan dalam sel alveolar tipe II. Bahan aktif-permukaan ini akan dilepaskan ke
dalam alveoli, di mana mereka akan mengurangi tegangan permukaan dan
membantu mempertahankan stabilitas alveolus dengan mencegah runtuhnya
ruang udara kecil pada akhir ekspirasi. Jumlah yang dihasilkan atau
dilepaskan mungkin tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pasca kelahiran
karena immaturitas. Surfaktan yang hadir dalam konsentrasi tinggi pada paru
janin mengalami homogenasi pada usia kehamilan 20 minggu, tetapi tidak
mencapai permukaan paru-paru sampai nanti. Ia muncul dalam cairan amnion

4
pada waktu di antara 28 dan 32 minggu. Tingkat maturitas dari surfaktan paru
biasanya terjadi setelah 35 minggu.4,7

Meskipun jarang, kelainan genetik dapat berkontribusi untuk


terjadinya gangguan pernapasan. Kelainan pada gen protein surfaktan B dan C
serta sebuah gen bertanggung jawab untuk mengangkut surfaktan melintasi
membran (ABC transporter 3 [ABCA3]) berhubungan dengan penyakit
pernapasan berat dan sering mematikan yang diturunkan. Sebagian sintesis
surfaktan bergantung pada pH normal, suhu, dan perfusi. Asfiksia, hipoksemia,
dan iskemia paru, khususnya terkait dengan hipovolemia, hipotensi, dan stres
dingin, dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan epitel paru-paru juga dapat
terluka oleh konsentrasi oksigen yang tinggi dan efek dari manajemen respirator,
sehingga mengakibatkan pengurangan surfaktan yang lebih lanjut.4,8

2.4 PATOFISIOLOGI

Sampai saat ini penyakit membran hialin dianggap terjadi karena


defisiensi pembentukan zat surfaktan pada paru bayi yang belum matang. Teori
surfaktan ini didukung oleh beberapa fakta yang memperlihatkan bahwa : (1)
secara epidemiologik kejadian yang tertinggi penyakit ini ditemukan pada bayi
kurang bulan, (2) rendahnya kadar lesitin dalam cairan amnion, (3) kejadian
penyakit akan menurun apabila terjadi perangsangan pematangan paru pada
seperti pada kehamilan stress kronik yang menimbulkan gangguan pertumbuhan
janin atau pada ibu yang mendapatkan pengobatan steroid pada masa pranatal.
Peranan surfaktan adalah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga
tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi. Kurangnya zat surfaktan menyebabkan
terganggunya fungsi paru bayi setelah lahir. Pada keadaan defisiensi ini paru bayi
akan gagal mempertahankan kestabilan alveolus pada akhir ekspirasi, sehingga
pada saat insirasi berikutnya dibutuhkan tekanan yang lebih besar untuk
mengembangkan alveolus yang mengalami kolaps. Kelainan tadi menyebabkan
terjadinya gangguan pertukaran gas dalam paru sehingga timbul hipoksemia pada
bayi. 6

5
Kegagalan untuk mencapai kapasitas residu fungsional (Fungsional
Residual Capacity [FRC]) yang memadai dan kecenderungan paru-paru yang
terkena untuk menjadi atelektatik berkorelasi dengan tegangan permukaan yang
tinggi dan tidak adanya surfaktan paru. Atelektasis alveolar, pembentukan
membran hialin, dan edema interstisial membuat paru-paru kurang komplians,
sehingga tekanan lebih besar diperlukan untuk mengembangkan alveoli dan
saluran-saluran napas yang kecil. Pada bayi yang sudah terkena PMH, bagian
bawah dinding dada ditarik ke dalam apabila diafragma menurun, dan tekanan
intratoraks menjadi negatif, sehingga membatasi jumlah tekanan intratoraks yang
dapat diproduksi, hasilnya akan terjadi atelektasis. Dinding dada yang sangat
komplians pada bayi prematur memberikan ketahanan lebih rendah dari bayi yang
matur dengan kecenderungan paru-paru untuk kolaps. Dengan demikian, pada
akhir ekspirasi, volume toraks dan paru-paru cenderung untuk mendekati volume
residu, dan atelektasis dapat terjadi.4,8

Kekurangan sintesis atau pelepasan surfaktan, bersama-sama dengan unit


pernapasan kecil dan dinding dada yang komplians, menghasilkan atelektasis dan
menghasilkan alveoli yang diperfusi tetapi tidak berventilasi, yang menyebabkan
hipoksia. Penurunan komplians paru-paru, volume tidal yang kecil, peningkatan
ruang mati fisiologis, peningkatan kerja pernapasan, dan ventilasi alveolar yang
tidak memadai pada akhirnya menyebabkan hiperkapnia. Kombinasi
hiperkapnia, hipoksia, dan asidosis mengakibatkan vasokonstriksi arteri
pulmonari dengan peningkatan shunting kanan-ke-kiri melalui foramen ovale dan
duktus arteriosus dan dalam paru-paru itu sendiri. Hipoksia yang terjadi pada
bayi dapat pula menimbulkan kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus
alveolus. Kerusakan ini menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveolus dan
terbentuknya fibrin. Fibrin bersama sama dengan jaringan epitel yang nekrotik
akan membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin.4,8

Hipoksia, asidosis, hipotermia, dan hipotensi dapat mengganggu


produksi dan/atau sekresi surfaktan. Pada sebagian neonatus, toksisitas oksigen
dengan barotrauma dan volutrauma pada paru-paru mereka yang belum matang

6
secara struktural menyebabkan influks sel inflamasi, yang memperburuk cedera
vaskular, menyebabkan displasia bronkopulmonal (Bronchopulmonary Dysplasia
[BPD]). Kekurangan antioksidan dan cedera radikal bebas memperburuk
kecederaan. Pada evaluasi makroskopik, paru-paru bayi baru lahir yang terkena
tampak pengap dan kemerahan (yaitu, seperti hepar). Oleh karena itu, paru-paru
memerlukan peningkatan tekanan pembukaan yang penting untuk mengembang.
Atelektasis difus rongga udara distal bersama dengan distensi saluran napas distal
dan daerah perilimfatik dapat diamat isecara mikroskopis. Atelektasis progresif,
barotrauma atau volutrauma, dan toksisitas oksigen merusak sel-sel endotel dan
epitel pada lapisan saluran udara distal ini, mengakibatkan eksudasi matriks fibrin
yang berasal dari darah. Membran hialin yang melapisi alveoli (lihat gambar di
bawah) dapat membentuk dalam waktu setengah jam setelah kelahiran. Pada bayi
prematur lebih besar, epitel mulai menyembuh dalam waktu 36-72 jam setelah
lahir, dan sintesis surfaktan endogen dimulai. Fase pemulihan ditandai dengan
regenerasi sel-sel alveolar, termasuk sel tipe II, dengan peningkatan dalam
aktivitas surfaktan. Proses penyembuhan ini adalah kompleks. Sebuah proses
kronis sering terjadi kemudian pada bayi yang sangat immatur dan sakit berat dan
pada bayi lahir dari ibu dengan korioamnionitis, sehingga menyebabkan BPD.
Pada bayi yang sangat prematur, penghentian dalam pengembangan paru-paru
sering terjadi selama tahap sakular, mengakibatkan penyakit paru-paru kronis
yang disebut BPD baru.5,8

7
Gambar 2. Patofisiologi penyakit membran hialin5

2.5 GEJALA KLINIS

Temuan fisik konsisten dengan maturitas bayi yang dinilai dengan


menggunakan pemeriksaan Dubowitz atau modifikasi dengan Ballard.
Tanda-tanda gangguan pernafasan progresif dicatat segera setelah lahir
dan termasuk yang berikut:7,8

Takipnea

Ekspirasi merintih (dari penutupan sebagian glotis)

Retraksi subcostal dan interkostal

Sianosis

Napas cuping hidung

8
Pada neonatus yang sangat immatur dapat terjadi apnea dan/atau
hipotermia.

Tanda-tanda PMH biasanya muncul dalam beberapa menit selepas


lahir, meskipun mereka mungkin tidak disadari untuk beberapa jam pada
bayi prematur lebih besar sampai pernapasan yang cepat dan dangkal
telah meningkat menjadi 60 kali/menit atau lebih. Sebuah onset
terlambat dari takipnea harus menunjukkan kondisi lain. Beberapa pasien
membutuhkan resusitasi pada saat lahir karena asfiksia intrapartum atau
gangguan pernapasan yang parah terdahulu(terutama dengan berat lahir
1.000 g <). Secara karakteristik, takipnea, menonjol (sering terdengar)
merintih, retraksi interkostalis dan subcostal, napas cuping hidung, dan
kepucatan dicatat. Sianosis meningkat dan relatif sering tidak responsif
terhadap pemberian oksigen. Bunyi nafas mungkin normal atau berkurang
dengan kualitas tubular yang keras dan, pada inspirasi dalam, ronki halus
dapat didengar, terutama pada bagian posterior basal paru-paru.4

Perjalanan alami PMH yang tidak diobati ditandai dengan


memburuknya sianosis secara progresif dan dyspnea. Jika kondisi ini
tidak diobati, tekanan darah bisa turun, kelelahan, sianosis, dan
kepucatan meningkat, dan rintihan berkurang atau hilang seiring dengan
kondisi yang memburuk. Apnea dan respirasi tidak teratur terjadi karena
bayi kelelahan dan merupakan tanda buruk yang memerlukan intervensi
segera. Pasien juga mungkin memiliki asidosis metabolik-respiratorik
campuran, edema, ileus, dan oliguria. Kegagalan pernapasan dapat terjadi
pada bayi dengan perkembangan penyakit yang cepat. Dalam kebanyakan
kasus, gejala dan tanda-tanda mencapai puncaknya dalam waktu 3 hari,
setelah itu membaik secara bertahap. Perbaikan sering dikatakan oleh
diuresis spontan dan kemampuan untuk mengoksigenisasi bayi pada kadar
oksigen inspirasi yang rendah atau ventilator dengan tekanan rendah.
Kematian jarang pada hari pertama penyakit, biasanya terjadi antara hari
ke 2 dan 7, dan berhubungan dengan kebocoran udara alveolar (emfisema

9
interstisial, pneumotoraks), perdarahan paru, atau intraventricular
hemorrhage (IVH). Kematian mungkin tertunda beberapa minggu atau
bulan jika BPD berkembang pada bayi dengan PMH yang parah yang
dipasang ventilasi mekanik.4,10

Scoring system yang sering digunakan pada bayi preterm dengan PMH
adalah skor downes

Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi napas <60 kali/menit 60-80 kali/menit >80 kali/menit
Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi berat
retraksi
Sianosis Tidak ada Stenosis hilang Sianosis menetap
sianosis dengan O2 walaupun diberikan
O2
Air entry Udara masuk Penurunan Tidak ada udara masuk
ringan udara
masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar tanpa
dengan alat bantu
stetoskop
Sumber : Wood DW,Downes JJ Locks HI. Dikutip dari pustaka no. 2

EVALUASI
Total Diagnosis
1-3 Sesak napas ringan
4-5 Sesak napas sedang
6 Sesak napas berat
Sumber : Wood DW,Downes JJ Locks HI.
Dikutip dari pustaka no. 2

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


2.6.1 Gambaran Laboratorium

10
Kelainan kimia darah yang ditemukan disebabkan karena adanya
asidosis metabolik pada bayi. Pada pemeriksaan akan terlihat peninggian
asam laktat dan asam organik lain. Tinggi rendahnya asam laktat tersebut
tergantung dari berat ringannya penyakit. Bila kadarnya lebih dari 45
mg/dl, maka prognosis penyakit akan buruk. Pada pemeriksaan gas darah
akan ditemukan pula tanda asidosis metabolik lainnya seperti
merendahnya bikarbonat standar, adanya defisit basa dan penurunan pH.
Gambara pH darah kadang-kadang dapat menentukan prognosis bayi; pH
darah kadang-kadang dapat menentukan prognosis bayi; pH darah yang
menetap dibawah 7,20 untuk beberapa jam menandakan proses asidosis
yang berat dan prognosisnya buruk. Pemeriksaan gas darah menunjukkan
PaO2 yang menurun disebabkan berkurangnya absorpsi dalam paru dan
adanya pirau venoarterial, dan pCO2 akan meningkat.6

Pemeriksaan fungsi paru membutuhkan alat yang lengkap dan tim


yang berpengalaman. Peningkatan frekuensi pernafasan pada penyakit
ini akan memperlihatkan perubahan pada fungsi paru lainnya seperti
tidal volume menurun, lung compliance berkurang, penurunan
functional residual capacity disertai vital capacity yang terbatas.
Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi paru akan terganggu.6

Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler kateterisasi jantung


memperlihatkan beberapa perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa
duktus arteriosus paten, pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri
(bergantung pada lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan
sistemik.6

Gambaran patologi/histopatologi pada otopsi menunjukkan adanya


atelektasis dan membran hialin di dalam alveolus atau duktus alveolaris.
Di samping itu terdapat pula bagian paru yang mengalami emfisema.
Membran hialin yang ditemukan terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang
mungkin berasal dari darah atau sel epitel alveolus yang nekrotik. 6

11
2.6.2 Gambaran Radiologi

Derajat Berat/Ringan Temuan Radiologi Toraks


I Ringan Kadang normal atau gambaran granuler,
homogen, tidak ada air bronchograms
II Ringan Sedang Seperti tersebut di atas plus gambaran air
bronchograms
III Sedang Berat Seperti tersebut di atas plus batas jantung
kabur
IV Berat White Lung: paru putih menyeluruh
Sumber: Neonatology NICU reference Guide respiratory System dikutip dari
pustaka no. 2

Sebuah foto rontgen dada AP harus diperoleh untuk semua


bayi dengan gangguan pernapasan dengan durasi apa pun. Temuan
radiografi khas pada PMH adalah pola retikulogranular yang seragam,
disebut sebagai gambaran ground-glass, disertai dengan bronkogram
udara perifer. Selama perjalanan klinis penyakit, gambaran foto dada
sekuensial dapat mengungkapkan kebocoran udara sekunder yang
disebabkan intervensi ventilasi mekanik serta timbulnya perubahan yang
sesuai dengan BPD. Dalam PMH, temuan radiografi dada klasik terdiri
dari hypoaerasi yang jelas, opasitas reticulogranular yang menyebar secara
bilateral pada parenkim paru, dan bronkogram udara yang meluas ke
perifer. Retikulogranularitas ini terjadi karena superimposisi beberapa
nodul asinar yang disebabkan oleh alveoli yang atelektatik.3,5,6

Perkembangan bronkogram udara tergantung pada koalesensi


daerah atelektasis asinar sekitar bronkus dan bronkiolus yang teraerasi.
Pada bayi yang tidak diintubasi, didapatkan kubah sefalika dari
diafragma dan hypoekspansi. Fitur radiografi klasik PMH terlihat pada
gambar 3.

12
Gambar 3. Klasik penyakit membran hialin (PMH). Dada berbentuk lonceng adalah
karena kurang aerasi umum. Volume paru-paru berkurang, parenkim paru-paru
memiliki pola retikulogranular menyebar, dan terdapat bronkogram udara perifer

memperluas.3

Gambar 4.Penyakit membran hialin (PMH) sedang-berat. Pola retikulogranular lebih


menonjol dan distribusinya lebih seragam dari biasanya. Paru-paru hipoaerasi. Air

bronchogram yang meningkat diamati. 3

13
Gambar 5. Penyakit membran hialin (PMH) berat. Kekeruhan reticulogranular
didapatkan sepanjang kedua lapang paru-paru, dengan air bronchogram menonjol dan
mengaburkan bayangjantung secara total. Daerah kistik di paru-paru kanan dapat

mewakili alveoli yang melebar atau emfisema paru interstisial(PIE) awal . 3

Spektrum radiologis dari PMH berkisar dari ringan sampai berat


(seperti terlihat pada gambar 4 dan gambar 5) dan biasanya berkorelasi
dengan keparahan dari temuan klinis. Pada tahap awal penyakit ini,
bronkogram udara kurang menonjol, karena bronkus utama terletak
padabagian yang lebih anterior dari paru-paru dan karena atelektasis
alveolus cenderung untuk melibatkan daerah paru-paru yang dependen,
di mana merupakan bagian posterior pada bayi yang terlentang.
Namun, gambaran gelembung, yang mewakili distensi berlebihan dari
bronkiolus dan saluran alveolar dapat diamati. 3

Sewaktu PMH berlangsung, pola retikulogranular menjadi


menonjol karena koalesensi daerah atelektatik yang kecil. Koalesensi ini
mengarah kepada peningkatan opasitas daerah paru-paru yang lebih
besar. Sewaktu bagian anterior dari paru-paru terjadi microatelectasis,
distribusi granularitas menjadi merata, dan bronkogram udara dapat
dilihat. Dengan peningkatan keparahan penyakit, opasifikasi yang
progresif dari bagian anterior paru-paru menyebabkan bayang-bayang

14
jantung tidak kelihatan dan pembentukan bronkogram udara menjadi
lebih menonjol. Pada penyakit yang lebih berat, paru-paru muncul
opak dan bronkograms udara menjadi jelas, dengan bayang-bayang
cardiomediastinal tidak kelihatan sama sekali. 3

Pada bayi dengan PMH ringan sampai sedang, hipoaerasi dan


opasitas retikulogranular menetap selama 3-5 hari. Penurunan opasitas
terjadi dari perifer ke daerah medial dan dari lobus superior ke lobus
inferior dimulai pada akhir minggu pertama. Bayi dengan PMH berat
mengalami hipoaerasi progresif dan opasitas bilateral yang difus.
Perdarahan parenkim yang jelas juga didapatkan. Jenis PMH yang parah
dan progresif sering menyebabkan kematian, biasanya dalam waktu 72
jam. 3

Temuan radiografi dari PMH tergantung waktu pemberian


surfaktan. Jika awal, meskipun pencegahan dengan surfaktan, paru-
paru sudah mengalami hipoaerasi dan memiliki pola retikulogranular
karena cairan interstitial dan alveoli yang atelectatik. Administrasi
surfaktan biasanya menghasilkan sedikit perbaikan, yang mungkin
simetris atau asimetris; yang asimetri biasanya menghilang dalam 2-5 hari.
Bayi yang sedang diberikan ventilasi dengan tekanan positif intermiten
dengan tekanan akhir-ekspirasi positif mungkin memiliki paru-paru
yang mempunyai aerasi baik tanpa bronkogram udara. Bayi dengan
penyakit yang berat mungkin tidak dapatmengembangkan paru-paru
mereka, mereka memiliki radiograf yang opak total. Pada akhir perjalanan
penyakit, edema paru, kebocoran udara, atau perdarahan paru dapat
mempengaruhi gambaran radiografik. Dengan ventilasi tekanan-positif,
opasitas paru-paru menurun, dan timbul perbaik secara radiografik.
Namun, tekanan positif diperlukan untuk mengaerasi paru-paru dapat
mengganggu epitelium, menghasilkan edema interstisial dan alveolar. Hal
ini juga dapat menyebabkan diseksi udara ke septae interlobar dan saluran
limfatik, menghasilkan emfisema interstisial opasitas (pulmonary

15
interstitial emphysema [PIE]), yang memiliki gambaran berliku-liku, 1 -
untuk 4-mm linier lusen yang berukuran relatif seragam. Ini memancar
keluar dari daerah hilus.Setelah mendapat dukungan ventilasi selama
berhari-hari, fibrosis interstisial terjadi akibat dari efek kumulatif dari
beban terapeutik pada parenkim paru. Fibrosis ini sering disertai dengan
nekrosis eksudatif dan gambaran sarang lebah dari paru-paru pada
radiografi dada. Kondisi ini disebut sebagai displasia bronkopulmonalis
(bronchopulmonary dysplasia [BPD]). Penampilan sarang lebah
menunjukkan kelompok alveolar yang mengalami distensi secara fokal
pada paru-paru terluka dan immatur. 3

Pada bayi dengan PMH biasanya mengalami hipoksia karena


duktus arteriosus mungkin masih tetap paten. Pada peringkat awal
penyakit, shunting adalah dari kanan ke kiri. Pada akhir minggu pertama,
shunting menjadi kiri ke kanan disebabkan tekanan arteri pulmonalis
yang menurun karena peningkatan komplians dari paru-paru sedang dalam
fase penyembuhan. Edema paru interstisial dapat berkembang. Karena
itu, ketika pola granular dari penyakit membran hialin berubah ke
gambaran opak yang homogen, edema paru terjadi akibat duktus
arteriosusyang paten (patent ductus arteriosus [PDA]) atau awal dari
perubahan paru kronis harus dicurigai. Jika foto dada pada bayi prematur
menunjukkan opasitas retikulogranular, PMH boleh didiagnosa dengan
keyakinan sehingga 90%.3

Ultrasonografi3,8

Opaksifikasi yang homogen pada paru-paru adalah karena


konsolidasi lobus inferior yang boleh dilihat pada ultrasonografi
abdominal bagian atas. Selain itu, ultrasonografi sangat berguna dalam
mendiagnosa atau menyingkirkan efusi pleura yang timbul bersamaan
atau sebagai komplikasi.

16
2.6.3 Uji Kematangan Paru7

Tes yang dipercaya saat ini untuk menilai kematangan paru janin adalah
tes kematangan paru yang biasanya dilakukan pada bayi prematur
yang mengancam jiwa untuk mencegah terjadinya Neonatal Respiratory
Distress Syndrome (RDS).

Tes biokimia (Rasio lecithin-sphingomyelin)

Paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah


fosfolipid dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan,
sebagai tolok ukur kematangan paru, dengan cara menghitung rasio lesitin
dibandingkan sfingomielin dari cairan amnion. Tes ini merupakan salah
satu tes yang sering digunakan dan sebagai standarisasi tes dibandingkan
dengan tes yang lain. Sfingomyelin merupakan suatu membran lipid
yang secara relatif merupakan komponen non spesifik dari cairan
amnion. Gluck dkk menemukan bahwa L/S untuk kehamilan normal
adalah < 0,5 pada saat gestasi 20 minggu dan meningkat secara bertahap
pada level 1 pada usia gestasi 32 minggu. Rasio L/S = 2 dicapai pada usia
gestasi 35 minggu dan secara empiris disebutkan bahwa Neonatal RDS
sangat tidak mungkin terjadi bila rasio L/S > 2. Beberapa penulis telah
melakukan pemeriksaan rasio L/S dengan hasil yang sama. Suatu studi
yang bertujuan untuk mengevaluasi harga absolut rasio L/S bayi immatur
dapat memprediksi perjalanan klinis dari neonatus tersebut dimana rasio
L/S merupakan prediktor untuk kebutuhan dan lamanya pemberian
bantuan pernapasan. Dengan melihat umur gestasi, ada korelasi terbalik
yang signifikan antara rasio L/S dan lamanya hari pemberian bantuan
pernapasan.
Adanya mekonium dapat mempengaruhi hasil interpretasi dari tes ini.
Pada studi yang dilakukan telah menemukan bahwa mekonium tidak
mengandung lesithin atau sfingomyelin, tetapi mengandung suatu bahan

17
yang tak teridentifikasi yang susunannya mirip lesithin, sehingga hasil
rasio L/S meningkat palsu.

Tes biofisika (Shake test)

Shake test ini bardasarkan sifat dari permukaan cairan fosfolipid yang
membuat dan menjaga agar gelembung tetap stabil. Pada janin, cairan
paru biasanya ditelan sehingga aspirasi dari cairan lambung dalam 30
menit setelah lahir sebagian besar terdiri dari cairan paru yang ditelan atau
cairan amnion. Oleh karena itu, aspirasi dari cairan lambung dapat
digunakan untuk evaluasi apabila surfaktan terdapat pada paru-paru janin
sewaktu lahir. Dengan mengocok cairan aspirat lambung 0.5 cc, NaCl
0.9% 0.5 cc dan alkohol 1 cc lalu dikocok dengan keras dan didiamkan
selama 15 menit. Dengan mengocok cairan amnion dengan alkohol akan
terjadi hambatan pembentukan gelembung oleh unsur yang lain dari
cairan amnion seperti protein, garam empedu dan asam lemak bebas. Pada
alkohol dengan konsentrasi 47.5%, stable bubble yang dibentuk oleh
karena pengocokan akan menetap oleh karena adanya lechitin.

Bila didapatkan ring yang utuh dengan pengenceran lebih dari 2 kali
(cairan amnion: alkohol) atau hasil positive gelembung (+), maka
merupakan indikasi maturitas paru janin

18
Gambar. 3 Cara melakukan shake test7

2.7 DIAGNOSIS BANDING8

Kondisi yang perlu dipertimbangkan dalam diagnosis diferensial dari penyakit


membran hialin adalah sebagai berikut:

Kelainan metabolik
Kelainan hematologik
Kebocoran udara paru
Anomali kongenital dari paru-paru
Antara diagnosis differensial penyakit membran hialin adalah:
Anemia, akut
Sindrom Aspirasi
Reflux gastroesofageal
Hipoglikemia
Pneumomediastinum
Pneumonia
Pneumotoraks
Polisitemia
Sindrom Kematian Bayi Mendadak

19
Takipnea Transien dari Bayi

2.8 PENATALAKSANAAN6,7

Dasar tindakan pada penderita adalah mempertahankan penderita dalam


suasana fisiologik yang sebaik-baiknya, agar bayi mampu melanjutkan
perkembangan paru dan organ lain, sehingga ia dapat mengadakan adaptasi
sendiri terhadap sekitarnya. Tergantung dari ringannya penyakit maka tindakan
yang dapat dilakukan terdiri dari tindakan umum dan tindakan khusus.

Tindakan umum ini terutama dilakukan pada penderita ringan atau sebagai
tindakan penunjang pada penderita ringan atau sebagai tindakan penunjang pada
penderita berat. Termasuk dalam tindakan ini adalah mengurangi manipulasi
terhadap penderita dan mengusahakan agar penderita ada dalam suasana
lingkungan yang paling optimal. Suhu bayi dijaga agar tetap normal (36,3 37C)
dengan meletakkan bayi dalam inkubator antara 70 80%.
Makanan peroral sebaiknya tidak diberikan dan bayi diberi cairan intravena yang
disesuaikan dengan kebutuhan kalorinya. Adapun pemberian cairan ini bertujuan
untuk memberikan kalori yang cukup, menjaga agar bayi tidak mengalami
dehidrasi, mempertahankan pengeluaran cairan melalui ginjal dan
mempertahankan keseimbangan asam basa tubuh. Dalam 48 jam pertama
biasanya cairan yang diberikan terdiri dari glukosa/dekstrose 10% dalam jumlah
100 ml/KgBB/hari. Dengan pemberian secara ini diharapkan kalori yang
dibutuhkan (40 kkal/KgBB/hari) untuk mencegah katabolisme tubuh dapat
dipenuhi. Tergantung ada tidaknya asidosis, maka cairan yang diberikan dapat
pula berupa campuran glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1,5% dengan
perbandingan 4 : 1. Untuk hal ini pemeriksaan keseimbangan asam basa tubuh
perlu dilakukan secara sempurna. Disamping itu pemeriksaan elektrolit perlu
diperhatiakn pula.

20
Tindakan khusus meliputi :

1.Pemberian O2

Oksigen mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap bayi baru lahir.


Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi yang tidak
diinginkan seperti fibrosis paru, kerusakan retina (retrolental fibroplasta) dan lain-
lain. Untuk mencegah timbulnya komplikasi ini, pemberian O2 sebaiknya diikuti
dengan pemeriksaan tekanan O2 arterial (PaO2) secara teratur. Konsentrasi O2
yang diberikan harus dijaga agar cukup untuk mempertahankan tekanan PaO2
antara 80 100 mmHg. Untuk mencapai tekanan O2 ini kadang-kadang
diperlukan konsentrasi oksigen sampai 100% yang diberikan melalui sungkup.
Pada penderita yang sangat berat kadang-kadang diperlukan ventilasi mekanis
dimana O2 diberikan dengan respiratoar. Tindakan ini dilakukan apabila bayi
yang telah mendapatkan O2 dengan konsentrasi 100% masih memperlihatkan
PaO2 kurang dari 40mmHg, pCO2 lebih dari 70 mmHg, pH darah kurang dari 7,2
atau masih adanya serangan apnea berulang.

Dasar ventilasi mekanis adalah menguahakan agar O2 yang diberikan


dapat memperbaiki pertukaran gas tubuh. Beberapa cara pemberian ventilasi
mekanis ini adalah :

a. Pemberian O2 dengan secara tekanan positif yang konstan terhadap


dinding toraks. Pemberian dengan cara iniakan mengurangi terjadinya
atelektasis alveolus disertai perbaikan PaO2 darah
b. Pemberian O2 dengan venulasi tekanan positif yang intermitten
(IPPV). Dengan cara ini pertukaran gas tubuh dapat diatur
c. Pemberian O2 dengan ventilasi aktif ini dapat dilakukan pula dengan
bermacam cara, misalnya pemberian O2secara hiperbarik,IPPV,dll.

Asidosis metabolik yang selalu dijumpai pada penderita memerlukan


pemeriksaan teratur keseimbangan asam-basah tubuh. Natrium bikarbonat
sebaiknya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan defisit basa yang
ditemukan pada penderita

21
2. Pemberian Antibiotik

Setiap penderita PMH perlu mendapat antibiotika untuk menegah


terjadinya infeksi sekunder. Antibiotik diberikan adalah yang mempunyai
spektrum luas penisilin (50.000 U-100.000 U/KgBB/hari) atau ampicilin (100
mg/KgBB/hari) dengan gentamisin (3-5 mg/KgBB/hari). 3,4
Antibiotik diberikan selama bayi mendapatkan cairan intravena sampai gejala
gangguan nafas tidak ditemukan lagi.

3.Pemberian Surfaktan Buatan

Pengobatan lain yang membuka harapan baru berdasar atas penelitian


Fujiwara (1980) dan Morley (1981). Dengan dosis 100mg/kg sudah dapat
memberikan oksigenasi dan ventilasi yang baik, dan menurunkan angka kematian
neonatus dibandingkan dosis kecil, tapi dosis yang lebih besar dari 100mg/kg
tidak memberikan keuntungan tambahan.
Surfaktan diberikan secara intratrakeal melalui endotrakeal tube (ETT)
dengan bantuan NG tube. Cateter (NG tube) dapat dimasukkan tanpa
melepasventilator dengan melalui lubang penghisap sekret pada ETT. Sebagai
alternatif, NGT dapat dimasukkan dengan terlebih dahulu melepas dengan cepat
sambugan antara ETT dengan slang ventilator.
2.9 KOMPLIKASI8

Komplikasi akut dari penyakit membran hialin termasuk sebagai berikut:

Ruptur alveolar
Infeksi
Perdarahan intrakranial dan leukomalasia periventrikular
Patent ductus arteriosus (PDA) dengan meningkatnya pirau kiri-ke-
kanan
Perdarahan paru-paru
Necrotizing enterocolitis (NEC) dan / atau perforasi
gastrointestinal (GI)
Apnea pada bayi prematur

22
Komplikasi kronis penyakit membran hialin meliputi:
Bronchopulmonary dysplasia (BPD)

Retinopati pada bayi prematur (RBP)

Gangguan neurologis

a. Ruptur alveolar

Diduga terjadi kebocoran udara (misalnya, pneumomediastinum,


pneumopericardium, emfisema interstisial, pneumotoraks) ketika
bayi dengan penyakit membrane hialin tiba-tiba memburuk dengan
hipotensi, apnea, atau bradikardia atau ketika asidosis metabolik
menjadi persisten.

b. Infeksi

Infeksi dapat mempersulit penatalaksanaan penyakit membrane hialin


dan dapat bermanifestasi dalam berbagai cara, termasuk kegagalan
untuk memperbaiki, pemburukan secara tiba-tiba, atau

perubahan jumlah sel darah putih atau trombositopenia. Juga,


prosedur invasif (misalnya, venipuncture, insersi kateter,
penggunaan peralatan pernapasan) dan penggunaan steroid pasca
kelahiran memberi akses untuk organisme menyerang hos dengan
kekebalan tubuh yang sudah terkompromi.Dengan munculnya terapi
surfaktan, bayi kecil dan sakit dapat bertahan, dengan peningkatan
insiden terjadi septikemia sekunder bagi staphylococcal
epidermidis dan / atau infeksi candida. Ketika septicaemia dicurigai,
dapatkan kultur darah dari 2 lokasi dan mulakan pemberian antibiotik
yang tepat sampai hasil kultur diperoleh.

c. Perdarahan in trakranial dan leukomalacia periventrikular

Perdarahan intraventricular diamati pada 20-40% bayi prematur,


dengan frekuensi yang lebih besar pada bayi dengan penyakit

23
membrane hialin yang membutuhkan ventilasi mekanik.
Ultrasonografi kranial dilakukan pada minggu pertama dan
selanjutnya seperti yang diindikasikan pada neonatus prematur
yang lebih muda dari usia kehamilan 32 minggu. Profilaksis
terapi indometasin dan steroid antenatal telah menurunkan
frekuensi perdarahan intrakranial pada pasien dengan PMH.
Hypokarbia dan korioamnionitis dikaitkan dengan peningkatan
leukomalacia periventrikular.

d. Patent ductus arteriosus dengan meningkatnya pirau kiri-ke-kanan

Pirau ini dapat mempersulit perjalanan penyakit membrane hialin,


terutama pada bayi yang disapih cepat setelah terapi surfaktan. Bayi
diduga mempunyai patent ductus arteriosus (PDA) pada setiap bayi
yang mengalami perburukan setelah perbaikan awal atau
mempunyai sekret trakeal yang berdarah. Meskipun membantu dalam
diagnosis PDA, murmur jantung dan tekanan nadi yang lebar tidak
selalu jelas pada bayi yang kritis. Ekokardiogram memungkinkan
dokter untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Tatalaksana PDA dengan
ibuprofen atau indometasin, yang dapat diulang selama 2 minggu
pertama jika PDA membuka kembali. Dalam insiden penyakit
membrane hialin yang refraktori atau pada bayi yang memiliki
kontraindikasi terapi medis, dilakukan operasi penutupan PDA.

e. Perdarahan paru

Kejadian perdarahan paru meningkat pada bayi prematur kecil,


terutama setelah terapi surfaktan. Tingkatkan tekanan akhir ekspirasi
positif (PEEP) pada ventilator dan berikan epinefrin intratrakeal
untuk mengelola perdarahan paru. Pada beberapa pasien, perdarahan
paru mungkin terkait dengan PDA; perdarahan paru pada individu
tersebut harus segera mengobati.

24
f. NEC dan/atau perforasi GI

Pada setiap bayi dengan temuan abdominal abnormal pada


pemeriksaan fisik dicurigai menderita NEC dan / atau perforasi
gastrointestinal. Radiografi perut membantu dalam
mengkonfirmasikan adanya penyakit tersebut. Perforasi spontan (tidak
harus sebagai bagian dari NEC) kadang terjadi pada bayi prematur
yang sakit kritis dan telah dikaitkan dengan penggunaan steroid dan /
atau indometasin.

g. Apnea prematuritas

Apnea prematuritas adalah umum pada bayi belum matang, dan


insiden telah meningkat dengan terapi surfaktan, mungkin karena
ekstubasi dini. Tatalaksana apnea prematuritas dengan metilxantin
(kafein) dan / atau tekanan aliran udara yang positif melalui nasal
(CPAP) atau dengan ventilasi yang dibantu pada insiden yang
refraktori. Septikemia, kejang, refluks gastroesophageal, dan
penyebab metabolik dan lainnya harus disingkirkan pada bayi
prematur dengan apnea.

h. Bronkopulmonary displasia

BPD adalah penyakit paru-paru kronis yang didefinisikan sebagai


kebutuhan oksigen pada usia kehamilan 36 minggu yang sudah
dikoreksi. BPD terkait langsung dengan volume tinggi dan / atau
tekanan yang digunakan untuk ventilasi mekanis atau untuk mengelola
infeksi, peradangan, dan kekurangan vitamin A. Insiden BPD
meningkat pada usia kehamilan yang semakin rendah. Penggunaan
terapi surfaktan postnatal, ventilasi yang tidak berlebihan, vitamin A,
steroid dosis rendah, dan inhalasi oksida nitrat dapat mengurangi
keparahan BPD.

25
i. Retinopati pada bayi prematur (RBP)

Bayi dengan penyakit membran hialin yang memiliki nilai tekanan


parsial oksigen (PaO2) lebih dari 100mm Hg mempunyai resiko tinggi
untuk menderita RBP. Oleh karena itu, harus dipantau ketat PaO2 dan
dijaga agar nilai PaO2 tetap pada 50-70mm Hg. Meskipun
oksimetri nadi digunakan pada semua bayi prematur, ia tidak
membantu dalam mencegah RBP.

j. Gangguan neurologis

Gangguan neurologis terjadi pada sekitar 10-70% dari bayi dan


berhubungan dengan usia kehamilan bayi, tingkat dan jenis patologi
intrakranial, dan apa adanya hipoksia dan infeksi. Cacat
pendengaran dan penglihatan dapat menganggu perkembangan pada
bayi yang menderita penyakit tersebut. Pasien dapat
mengembangkan ketidakmampuan belajar yang spesifik dan perilaku
yang menyimpang. Oleh karena itu, bayi ini harus ditindaklanjuti
secara berkala untuk mendeteksi bayi yang mempunyai gangguan
neurologis, dan dapat dilakukan intervensi yang tepat.

2.10 PENCEGAHAN2

Yang paling penting adalah pencegahan prematuritas, termasuk


menghindarkan seksio sesaria yang tidak perlu atau kurang sesuai waktu
manajemen yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran beresiko tinggi, dan
ramalan serta kemungkinan pengobatan imaturitas paru dalam uterus. Pada seksio
sesaria atau intervensi kelahiran yang tepat waktu,perkiraan lingkaran kepala janin
dengan ultrasonograf dan penentuan kadar lesitin terhadap sfingomielin (L/S)
mengurangi kemungkinan persalinan bayi prematur. Pemantapan intrauteri pada
masa antenatal dan pemantauan intrapartum serupa dapat menurunkan risiko
asfiksia janin, yang dihubungkan dengan insidens dan keparahan penyakit
membran hialin.

26
Pemberian kortikosteroid yang dilakukan pada persalinan prematur kurang
dari 37 minggu yang dapat ditunda selama 48 jam ternyata menurunkan angka
kejadian penyakit membran hialin dan merangsang pembentukan surfaktan pada
paru yang belum matang.

2.11 PROGNOSIS6

Tergantung dari beratnya penyakit, prognosis penderita pun berbeda. Pada


penderita yang ringan penyembuhan dapat terjadi pada hari ke 3 atau ke 4, dan
pada hari ke 7 terjadi penyembuhan sempurna. Pada penderita yang lanjut,
mortalitas diperkirakan 20-40%. Dengan perawatan yang intensif dan cara
pengobatan terbaru mortalitas ini dapat menurun.

Prognosis jangka panjang sulit diramalkan. Kelainan yang timbul di hari


kemudian lebih condong disebabkan komplikasi pengobatan yang diberikan dan
bukan akibat dari penyakit itu sendiri. Komplikasi tersebut antara lain adalah
displasia bronkopulmoner yang umumnya disebabkan tekanan positif yang terus
menerus serta fibroplasia retrolental sebagai akibat pemberian O2 yang tidak
semestinya.

27
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Hyalin membran disease atau yang dikenal juga sebagai sindrom
gangguan napas pada bayibaru lahir adalah suatu penyakit paru-paru akut yang
disebabkan oleh defisiensi surfaktan yang dapat menyebabkan kolapsnya alveolar.
Kondisi ini terutama terlihat pada bayi prematur usia kehamilan dibawah 32
minggu. Keadaan ini merupakan penyebab tersering kematian pada bayi bru lahir.
Diperkirakan 30% dari kematian neonatus diakibatkan oleh penyakit membran
hialin (PMH) atau komplikasinya. PMH terutama terjadi pada bayi premature,
insidennya berbanding terbalik dengan umur kehamilan dan berat badannya.

Tanda-tanda PMH biasanya muncul dalam beberapa menit selepas lahir


yaitu takipnea, menonjol (sering terdengar) merintih, retraksi interkostalis dan
subcostal, napas cuping hidung, serta sianosis meningkat dan relatif sering
tidak responsif terhadap pemberian oksigen. Temuan radiografi khas pada
PMH adalah pola retikulogranular yang seragam, disebut sebagai gambaran
ground-glass, disertai dengan bronkogram udara perifer.

Penatalakasanaan PMH meliputi tindakan umum dan tindakan khusus


guna mempertahankan penderita dalam suasana fisiologik yang sebaik-baiknya,
agar bayi mampu melanjutkan perkembangan paru dan organ lain, sehingga ia
dapat mengadakan adaptasi sendiri terhadap sekitarnya.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Alifah Anggraini,dkk. 2013. Faktor Risiko Kematian Neonatus dengan


Penyakit Membran Hialin dalam Sari Pediatri Vol. 15 No. 2. Jogjakarta;
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UGM
2. Kasim, Sholeh,dkk. 2010. Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir dalam
Buku Ajar neonatologi Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
3. McClure PC. Hyaline Membrane Disease Imaging. Updated: May 25 th,
2011. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/409409-
overview. Accessed on March, 20th, 2016
4. Behrman,dkk. 2000. Penyakit Membran Hialin dalam Ilmu Kesehatan
Anak Nelson Edisi 15 Vol 1. Jakarta; EGC
5. Intensive Care Nursery House Staff Manual. 2004. Respiratory distress
Syndrome. University of California
6. Markum,dkk. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta; Balai
Penerbit FK UI
7. Nur A, Etika R, Damanik SM dkk. Pemberian Surfaktan Pada Bayi
Prematur Dengan Respiratory Distress Syndrome. Available from:
www.pediatrik.com/buletin/06224113905-76sial.doc. Accessed on March
19th 2016
8. Pramanik AK, dkk. Respiratory Distress Syndrome. Updated: Oct 10th,
2011. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/976034-
overview . Accessed March 20th 2016
9. Tobing,Ramona. 2004. Kelainan Kardiovaskular pada Sindrom Gawat
NafasNeonatus. Medan; Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU
10. Chapter 19: Respiratory Distress Syndrome in Newborn.
Available from: https://www.thoracic.org/patient-resources/breathing-in-
america/resoources/Chapter-19-Respiratory-Distress-Syndr.pdf. Accessed
March 20th 2016

29

Вам также может понравиться