Вы находитесь на странице: 1из 5

Hakikat Ibadah

Tujuan manusia hidup adalah untuk beribadah, ini sesuai dengan tujuan diciptakannya
manusia oleh Allah SWT

Allah berfirman :

Wa maa khalaqtul jinna wal insa illa liyabuduun

( Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali hanya untuk beribadah kepadaKU )

Maka manusia haruslah mengisi seluruh kegiatan hidupnya dengan ibadah, dari bangun
tidur sampai tidur lagi bahkan didalam tidur itu sendiri.

Lalu bagaimanakah hingga semua kegiatan manusia bisa disebut ibadah?

Seperti apakah ibadah yang dimaksudkan oleh Allah pada firmanNya dalam Al quran
diatas ?

Untuk itulah kita harus mengetahui maksud dari firman Allah diatas.kita harus
mengetahui definisi ibadah dari ayat diatas dan ilmu ibadah kepada Allah itu sendiri,
sehingga menjadi jelas semuanya bagi kita.

Jika seseorang sampai tidak mengetahui maksud dari ibadah dalam pandangan Allah dan
tujuan serta ilmu dalam beribadah, maka sudah dapat dipastikan bahwa orang tersebut
tidak akan tahu tujuan penciptaannya didunia dan hakikat ibadah yang sebenarnya.

Sehingga Nabi SAW bersabda:

Uthlubul ilmi fariidlatun ala kulli muslimin wa muslimatin

(menuntut ilmu itu sangat wajib bagi orang muslim laki laki dan muslim
perempuan)

Maka yang dimaksud ilmu yang sangat wajib dicari oleh Nabi SAW diatas adalah ilmu
ibadah.

Ilmu ibadah itu sendiri terdiri dari 3 bagian yaitu :

1. Ilmu yang bertujuan untuk mengenal Dzat yang disembah ( ALLAH SWT )
disebut Ilmu tauhid
2. Ilmu tata cara beribadah kepada Allah disebut ilmu fiqih ( syariat )
3. Ilmu yang bertujuan untuk memperbaiki akhlaq dan adab dalam beribadah
kepada Allah disebut ilmu tashawuf

Maka ketiga ilmu ini tidak bisa ditinggalkan salah satunya, sebab bila hilang salah
satunya, maka tidaklah sempurna ibadah seseorang kepada Allah SWT.

Bentuk ibadah sendiri dibagi dalam 2 dimensi yaitu :

1. Dimensi ibadah yang ditentukan cara dan waktunya ( mengenal waktu )


2. Dimensi ibadah yang tidak mengenal waktu dan tempat.

Bentuk ibadah dengan dimensi tata cara dan waktu adalah ibadah ibadah seperti Shalat
baik wajib maupun sunnah, zakat, Puasa baik wajib maupun sunnah, Haji juga ditentukan
tata cara dan waktunya. Bentuk ibadah ini dilaksanakan secara lahiriyah dan bathiniyah

Dengan kata lain, tata cara peribadatan dilakukan secara lahiriyah sesuai ajaran syariat
islam, sedangkan bathiniyahnya dituntut atau diharuskan untuk dapat menghadap dan
sambung ( melakukan komunikasi ) dengan Allah SWT.

Pada awal doa iftitah yang kita baca ketika sholat disebutkan

Inni wahjahtu wajhiya lilladzii fatharas samaawati wal ardla..

( sesunguhnya aku menghadapkan wajah hati ini kepada Dzat yang telah menciptakan
tujuh langit dan bumi .. )

Pertanyaannya adalah dapatkah sholat kita khusyu bila kita belum mengenal Allah
( melalui ilmu tauhid ) yaitu mengenal Dzat Allah, sebab saat sholat kita menghadap Dzat
Allah, bukan menghadap namaNYa.

Kembali pada masalah dimensi ibadah

Sedangkan dimensi ibadah yang tidak ditentukan waktunya atau tidak mengenal batas
waktu, bisa dikatakan sampai ajal kita tiba yaitu Dzikrullah ( dzikir kepada Allah ).

Banyak ayat dalam Al quran yang menyebutkan tentang dzikir, seperti dzikir pada waktu
pagi dan petang, dzikir sebanyak banyaknya, dzikir dalam keadaan apapun, baik berdiri,
duduk atau berbaring dan dimanapun kita berada.

Ibadah dzikir itu juga dituntut agar hati kita ini selalu menghadap Allah, bukan
menghadap pada makhluk. Walaupun secara lahiriyah kita sedang melakukan aktivitas
kehidupan apa saja ( kerja, bersama keluarga dan sahabat, bermasyarakat ) tetapi hati kita
tetap menghadap kepada Allah SWT.

Kesamaan dari kedua dimensi ibadah diatas adalah sama sama di tuntut untuk
selalu dapat ingat dan menghadap Allah

Itulah dzikir paling utama, jadi dapat dikatakan bahwa dzikrullah merupakan inti,
esensi atau ruh semua ibadah

Dasar ibadah untuk mendapatkan hakikat ibadah

Allah berfirman dalam Qs Al Bayinah 5

Wa maa umiru illa liyabudullaha muhlishina lahuddiin

( dan tidaklah mereka disuruh, kecuali hanya untuk beribadah kepada Allah, dengan
mengihlashkan ketaatan pada Allah,

Pada ayat diatas dapat diambil pemahaman

bahwa dasar kita beribadah haruslah mengihlashkan ketaatan pada Allah,


maksudnya adalah bahwa kita harus taat pada perintah Allah, hanya sekedar
menjalankan perintah dengan ihlash, tanpa pamrih apapun. Redaksi dari surat
diatas disebut dengan mengihlashkan ini berarti ada yang memberatkan kita
untuk ihlash yaitu nafsu ( keinginan baik duniawi maupun ukhrawi ), sehingga
kita di tuntut untuk melepaskan nafsu ( keinginan kita ) yang selain Allah, hingga
hanya Allah semata tujuan kita.

Syeikh Al Fudhail bin iyad rahimahullah, ketika ditanya orang tentang ihlash,
maka beliau menjawab: kalau engkau meninggalkan amal karena seseorang,
maka engkau riya, kalau engkau mengerjakan amal karena seseorang, maka
engkau syirik, sedang ihlash adalah kalau engkau diselamatkan oleh Allah
dari dua hal diatas.

Maka dapat diambil kesimpulan hakikat ibadah yang sebenarnya adalah

Mengerti dan paham sepenuhnya tentang 3 ilmu ibadah diatas, sebagai landasan
dalam menjalankan setiap bentuk ibadah.

Melaksanakan semua dimensi ibadah, baik yang ditentukan tata cara dan
waktunya maupun ibadah dzikir yang tidak mengenal batas waktu dalam
pelaksanaannya
Memenuhi syarat ibadah yaitu bathiniyah kita harus dapat menghadap kehadirat
Allah, nyambung dan berkomunikasi langsung pada Allah tanpa perantara

Memenuhi dasar untuk beribadah yaitu ihlash hanya karena Allah, bukan karena
seseorang atau karena pengharapan agar Allah memberinya sesuatu yang
diinginkan

Tanda tanda seseorang telah mendapatkan hakikat ibadahnya adalah perubahan


pada Akhlaqnya baik akhlaq kepada Allah dan akhlaq kepada makhluq, seperti

Tidak akan menuntut pada Allah tentang takdir pada dirinya dan orang lain

Menerima segala pemberian Allah dan takdir Allah dengan Ridla, karena telah
sangat paham dan mengetahui bahwa pilihan Allah itu lebih baik baginya, sehat
dan sakit semua dari Allah, tetapi tetap menjalankan tata cara syariat yaitu
berobat, didasarkan hanya untuk beribadah karena perintah Allah, bukan untuk
mencari kesembuhan. Dia juga berdoa tapi doanya adalah untuk persembahan
bagi Allah, bukan untuk menuntut pemberian Allah berupa kesembuhan.

Bersifat dengan sifat yang dicontohkan Nabi SAW, tidak ada dendam, tidak
pernah mencela makhluk Allah berupa apapun, sangat menghormati dan sayang
terhadap semua makhluk. Penyabar ( karena Allah beserta orang yang sabar )

Hatinya selalu luar biasanya tenang,selalu sejuk dan menyejukkan, tidak takut
terhadap sesuatu apapun, tidak was was dan khawatir tentang duniawi seperti
makanan, harta dan rezeki yang harus dicari, yang diketauhinya adalah bekerja
sebagai ibadah karena perintah Allah, bukan untuk mencari rezeki atau supaya
kaya, semua diserahkan pada Allah.

Вам также может понравиться