Вы находитесь на странице: 1из 23

Arsitektur dekonstruksi

Deconstructivism, atau deconstructivist architecture atau yang lazim disebut dekonstruksi hadir
pada tahun 1970an melengkapi berbagai langgam arsitektur yang masuk
dalam postmodernism atau langgam post-modern.

Arsitektur dekonstruksi merupakan suatu pendekatan desain bangunan yang merupakan usaha-
usaha percobaan untuk melihat arsitektur dari sisi yang lain

Arsitektur dekonstruksi juga telah menggariskan beberapa prinsip penting mengenai arsitektur:

1. Tidak ada yang absolut dalam arsitektur, sehingga tidak ada satu langgam yang dianggap
terbaik sehingga semuanya memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang.

2. Tidak ada pendewaan tokoh dalam arsitektur sehingga tidak timbul kecenderungan
pengulangan ciri antara arsitek satu dan yang lain hanya karena arsitek yang satu
dianggap dewa yang segala macam karyanya harus ditiru.

3. Dominasi pandangan dan nilai absolut dalam arsitektur harus diakhiri, sehingga
perkembangan arsitektur selanjutnya harus mengarah kepada keragaman pandangan dan
tata nilai.

4. Pengutamaan indera pengelihatan sebagai tolok ukur keberhasilan suatu karya dalam
arsitektur harus diakhiri. Potensi indera lain harus dapat dimanfaatkan pula secara
seimbang.

Dekonstruksi dalam desain

Arsitektur modern seringkali menyebut dirinya sebagai arsitektur yang paling rasional, arsitektur
yang paling memiliki teknologi tinggi, dan arsitektur yang memiliki sistem fungional yang
sempurna sehingga pada waktu itu tidak ada alternatif pemikiran lain di dalam arsitektur selain
berpikir monoton seperti halnya paham fungsional yang dimiliki oleh arsitektur modern.

Pengaruh dari suatu fenomena dari fungsi-fungsi yang dijanjikan dapat dirasakan pada bentukan
yang terjadi, sehingga menghasilkan bentukan-bentukan yang tidak berkembang, seperti desain
yang penuh dengan kotak-kotak sederhana.

Makin lama keadaan ini menimbulkan kejenuhan, sehingga mulai timbul konflik penyangkalan
dan usaha-usaha untuk keluar dari jalur yang ada.
Dekonstruksi merupakan salah satu jalan keluar yang patut dipertimbangkan dari permasalahan-
permasalahan yang timbul dari kejenuhan akan arsitektur modern.

Sehingga dapat dihasilkan pemahaman dan perspektif baru tentang arsitektur.

Pada arsitektur dekonstruksi yang ditonjolkan adalah geometri 3-D bukan dari hasil proyeksi 2-D
sehingga muncul kesan miring dan semrawut yang menunjuk kepada kejujuran yang sejujur-
jujurnya.

Penggunakan warna sebagai aksen juga ditonjolkan dalam komposisi arsitektur dekonstruksi
sedangkan penggunaan tekstur kurang berperan.

Bangunan yang menggunakan langgam arsitektur dekonstruksi memiliki tampilan yang terkesan
tidak masuk akal, dan memiliki bentukan abstrak yang kontras melalui permainan bidang dan
garis yang simpang siur.

Pada arsitektur dekonstruksi yang dikomunikasikan adalah:

a. unsur-unsur yang paling mendasar, essensial, substansial yang dimiliki oleh arsitektur.

b. Kemampuan maksimal untuk berarsitektur dari elemen-elemen yang essensial maupun


substansial.

Arsitektur dekonstruksi tidak mengikatkan diri kedalam salah satu dimensi Waktu
(Timelessness). Pandangan seperti ini mengakibatkan timbulnya pandangan terhadap
Dekonstruksi yang berbunyi "Ini merupakan kesombongan dekonstruksi."

Pelaksana arsitektur dekonstruksi

Kejenuhan terhadap kemonotonan mampu mengusik beberapa arsitek . Sehingga beberapa


arsitek mulai membuat karya mutakhir yang desebut arsitektur dekonstruksi. Seperti yang
dilakukan Peter Eisenman dengan koleganya Richard Meier pada thun 1970an. Beberapa
bangunanpun sudah dianggap menjadi icon dari arsitektur dekonstruksi.

Seiring perkembangan arsitektur dekonstruksi, makin berkembang pula arsitek-arsitek yang


menghasilkan karya karya yang luar biasa.

Diantara dari mereka adalah Frank O. Gehry, Zaha Hadid, Morphosis, Bernard Tschumi, Daniel
Libeskind, Michael Soekin, Coop Himmelbau, Gunter Behnisch, Lebbeus Woods, Kazuo
Shinohara.
ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI DALAM BANGUNAN

Beberapa karya besar dari arsitek-arsitek yang menjunjung langgam dekonstruksi dapat dilihat
pada uraian berikut.

VILA OLIMPICA HOTEL ARTS

Arsitek : Frank O. Gehry

Lokasi : Barcelona, Spanyol

The Vila Olimpica Hotel Arts berlokasi di Olympic Village yang memiliki luas 150.000
square feet. Dengan waktu pelaksanaan yang cukup lama (1989-1992), bangunan ini
menjadi sebuah karya yang unik.

Dengan menampilkan bentukan bentukan trimatra , bangunan yang merupakan


transformasi dari bentuk ikan yang direalisasikan dalam sebuah konstruksi sepanjang 54
meter dengan ketinggian 35 meter. Dengan bentukan dan dimensi seperti ini, bangunan
ini menjadi landmark bagi daerah sekitar.
Bangunan ini memamerkan penonjolan konstruksi yang mutakhir sebagai daya tarik yang
menjadikan bangunan ini lebih hidup dan berirama. Pengkomunikasian antara hasil
teknologi dan pemilihan bahan mampu berperan dalam meningkatkan elemen elemen
artistic dan estetik yang dominan pada bangunan ini.

Selain unsur unsur yang lepas dari keteraturan, masih dapat kita amati bagian bagian
yang tak lepas dari peninggalan pendahulunya, yaitu arsitektur modern. Hal ini nampak
pada hadirnya unsur unsur geometris yang terdapat pada sisi podium.

Sehingga dapat kita amati bagaimana arsitek melakukan perjalanan untuk menghasilkan
karya, langkah langkah apa yang menjadi pemikiran arsitek sebelum masuk kedalam
dekonstruksi.

DENVER ART MUSEUM

Arsitek : Daniel Libeskind

Lokasi : Denver, Colorado USA

Bangunan ini didirikan diatas lahan seluas 146.000 square feet dan menjadi bangunan
yang memiliki konstruksi paling unik bagi lingkungan sekitarnya.

Hal yang pertama kali nampak pada bangunan ini adalah proyeksi trimatra yang nampak
kontras namun menjadikan bangunan ini lebih berirama.
Bentukan yang penuh dengan bidang mencuat yang dikantilever menjadi daya tarik
utama dari bangunan ini. Penggunaan metal, kaca, titanium dan batu-batu alam dianggap
menambah sifat artistic dari bangunan ini.

Untuk dapat menghasilkan bentukan seperti ini tentunya juga mengandalkan kemampuan
teknologi dan pemilihan bahan yang tepat dan memiliki spesifikasi yang tepat dan
tentunya berkualitas tinggi.
Bangunan ini lebih cenderung mencerminkan massa daripada ruang yang ada
didalamnya.

Sehingga eksprisi sang arsitek dapat dituangkan secara lugas tanpa ada batasan apapun.

VITRA INTERNATIONAL HEADQUARTERS

Arsitek : Frank O. Gehry

Lokasi : Basel, Switzerland


Bangunan ini berlokasi didaerah sub-urban di luar kota Basel yang dipenuhi oleh
bangunan industri seperti pabrik serta apartment yang diperuntukkan sebagai pelengkap
daerah baru yang sedang berkembang.

Sebagai bangunan yang berlokasi di daerah yang sedang berkembang, maka diperlukan
hal hal yang mampu menjadi daya tarik bagi keperluan komersial bangunan itu sendiri,
terlebih bangunan ini juga diperuntukkan sebagai bangunan industri.

Karenanya pada bangunan ini, unsur ruang masih diperhatikan dalam penggarapan
desainnya, sehingga muncul bentukan yang lebih sederhana jika dibandingkan dengan
contoh kasus pada Denver Art Museum pada pembahasan sebelumnya. Bangunan ini
nampak memperatahankan bentukan geometrisnya .

Meskipun bentukan yang terjadi lebih sederhana, namun tidak mengurangi eksistensi
bangunan sebagai bagian dari arsitektur dekonstruksi. Permainan bidang masih menjadi
unsur penangkap bagi eksistensi tersebut .

Unsur penangkap lain dapat dihadirkan dari permainan penggunaan bahan pada fasade
eksterior bangunan. Nampak penggunaan metal dan permainan warna menjadi daya tarik
dari bangunan ini.

THE TOWER OF BIEL AND OPEN ARCHITECTURE:

The Power and The Freedom

Arsitek : Coop Himmelbau

Lokasi : Forum Arteplage Biel, Switzerland


Menara-menara ini merupakan simbolisasi dari kekuatan dan kebebasan, disusun
perbagian hanya dalam jangka waktu sebulan.

Desain konsep berorientasi pada konstruksi urban yang memberi kesan ringan namun
kokoh.
Buah karya Wolf D. Prix, Helmut Swiczinsky and partner ini dibuat untuk keperluan The
6th Swiss National Exhibition tanggal 15 May 2002 hingga 20 October 2002. Dengan
bentukan seperti ini nampak jelas bahwa bangunan ini mampu menjadi landmark yang
memancarkan power dan kebebasan penuh.

Dapat dilihat bahwa bangunan ini sangat berani dalam permainan olahan bentuk, baik
permainan bidang, garis dan massa. Permainan sense indera yang tidak hanya terpaku
pada segi visual juga berperan dalam peletakan massa dan penggabungan massa menjadi
nilai tambah yang pantas diperhitungkan.

Merupakan proyeksi karya 3 dimensi yang murni, tidak tampak seperti hanya sebuah
kotak persegi namun lebih terlihat hidup dan berirama.
Bangunan ini sepenuhnya merupakan penuangan dari kreativitas tim arsitek sehingga
nampak lepas tanpa adanya batasan.

Estetika arsitekturalnya nampak pada pemanfaatan kecanggihan teknologi dan pemilihan


bahan yang memiliki spesifikasi yang tepat sehingga dapat mendukung tampilan fisik
bangunan.

Ketepatan menggunakan baja sebagai rangka yang di tutup oleh kaca dan terekspos pada
malam hari akibat dari pendaran lampu makin menambah eksistensi bangunan ini.
tampak bangunan

site plan
potongan

DER NEUE ZOLLHOF

Arsitek : Frank O. Gehry

Lokasi : Dusseldorf, Germany

Bangunan ini berlokasi di tepi sungai Rheine di daerah publik yang berskala urban.
Menempati lahan seluas 28.000 meter persegi menjadikan kompleks bangunan ini
mampu menghadirkan sesuatu tanpa memikirkan keterbatasan ruang.

Letaknya yang berada di tepi dermaga sungai menjadi nilai tambah karena
memungkinkan terbentuknya open space di bagian muka kompleks bangunan yang
membuat perpaduan visualisasi bentuk bangunan terekam dengan komposisi yang baik.

Desain ketiga bangunan ini nampak berorientasi kepada ruang didalamnya mengingat
fungsi bangunan.

Namun batasan tersebut tidak lantas membatasi bentukan yang terjadi. Unsur simpang
siur yang menjadi salah satu ciri dari arsitektur dekonstruksi masih nampak jelas .
Ketiga bangunan ini memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lainnya , namun tetap
memberikan kesan dinamis pada kesatuannya.

Penampilan bentukan 3 dimensi membuat eksistensi bangunan ini sebagai bangunan yang
berlanggam dekonstruksi tampak nyata. Permainan bidang bidang menjadi salah satu
pemicunya.
Selain permainan bidang bidang geometris , permainan kecangihan teknologi
konstruksi juga ditonjolkan dalam desain pada bangunan ini.

Hal ini ditunjang dengan pemanfaatan material yang tepat sehingga menunjang kesan
yang hadir .

PENUTUP

Setelah melihat pembahasan dari contoh diatas, jelas bahwa arsitektur dekonstruksi
menghembuskan kesegaran dengan menunjukkan eksistensinya sebagai alternatif pemikiran
lain .

Namun hal ini tidak berhenti sampai disini dan menganggap dekonstruksi sebagai puncak dari
kesempurnaan dalam desain arsitektur sehingga tidak menutup untuk munculnya langgam
langgam baru yang merupakan sanggahan , pembetulan , perkembangan , bahkan penolakan dari
arsitektur dekonstruksi.
SEJARAH ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI
Sejak pameran mengenai Arsitektur Dekonstruksi yang diadakan di Museum Seni Modern di
New York pada bulan Juli dan Agustus 1988, Dekonstruksi menjadi sebuah aliran baru dalam
Arsitektur dan dapat meneruskan atau menggantikan gaya Internasional (International Style),
yang dalam tahun tigapuluhan juga diperkenalkan dalam Museum yang sama. Tentu ini
merupakan sukses besar bagi para dekonstruktivis yang ikut pameran itu, yaitu : Frank O.
Gehry, Daniel Libeskind, Ren Koolhaas, Peter Eisenman, Zaha M. Hadid, Coop Himmelblau
dan Bernard Tschumi. Sebenarnya yang memperkasai untuk menerapkan konsep dekonstruksi
dalam bidang arsitektur pertama kali adalah Bernard Tschumi. Selanjutnya, bersama mantan
mahasiswanya yang bernama Zaha Hadid dan Peter Eisenman, mencoba memperkenalkannya
melalui pameran dengan nama Deconstruction Architecture.

Pada sebuah simposium di Tate Gallery di London dalam bulan Maret 1988 terjadi beda
pendapat antara pihak yang berpegangan pada hubungan Dekonstruksi dengan filsafat dan
pihak yang memandang Dekonstruksi sebagai perkembangan Sejarah Seni dan
Konstruktivisme Rusia. Sukses ini berkat kombinasi filsafat Dekonstruksi; Jacques Derrida dan
Konstruktivisme Rusia. Karena itu penting untuk meninjau pertalian antara teori dan praktek,
antara renungan dan rancangan. Pada bulan Oktober tahun 1985 pada Colloquium di Paris
duapuluh orang Arsitek, filsuf dan kritisi membicarakan peran teori dalam Arsitektur dari arti
Arsitektur bagi filsafat.

Aliran Dekonstruksi tidak terdapat dalam Arsitektur saja, bahkan Jacques Derrida telah
menemukan logik yang bertentangan dalam akal dan implikasi, dengan tujuan untuk
menunjukkan bahwa sebuah teks tidak pernah setepatnya mengandung arti yang hendak
dikatakannya atau tidak mengatakan yang dimaksudkan. Derrida berpendapat bahwa kegiatan
Tschumi dan Eisenman dalam Arsitektur sama dengan perbuatannya dalam filsafat, yaitu
kegiatan Dekonstruksi.

PENGERTIAN ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI


Dekonstruksi adalah istilah yang digunakan pertama kalinya pada tahun 1967, oleh Jacques
Derrida, seorang ahli bahasa yang juga filsuf dan budayawan Perancis kelahiran Algeria, tahun
1930. Pakar ini menelaah secara radikal teori ilmu bahasa yang pada waktu itu menganut
Strukturalisme yang pernah dikembangkan oleh Ferdinand deSaussure antara tahun 1906-
1911. Dekonstruksi juga merupakan reaksi terhadap modernisme dalam perkembangan ilmu
pengetahuan, seni dan filsafat. Modernisme dalam perkembangan filsafat ilmu berdasar pada
ratio, logos dalam intelektual manusia. Sebagaimana peranan logos, yaitu menciptakan,
mengorganisasi, menyusun suatu jalan pikiran dengan sistem yang jelas, maka hal-hal yang
kecil, hal-hal yang dasar menjadi hilang. Pengalaman individual, pengalaman pribadi yang
begitu kaya biasanya dihilangkan demi mencapai suatu konstruksi yang jelas, tegas dan tepat.

Kata dekonstruksi dipergunakan Derrida dalam buku De la Grammatologie, di mana kata


tersebut merupakan terjemahan dari istilah Heidegger, yaitu: destruktion dan abbau. Dalam
konteks ini, keduanya mempunyai kesamaan pengertian sebagai: operasi yang dilakukan atas
struktur atau arsitektur tradisional dari konsep dasar ontology atau metafisik barat (occidental).
Tetapi dalam bahasa Perancis, istilah destruction mengimplikasikan suatu pengancuran total,
tetapi Derrida tidak menginginkan adanya penghancuran yang total itu. Untuk itulah Derrida
memakai kata deconstruction yang diketemukannya dalam Littre untuk menandai maksudnya
dalam bahasa Perancis.

Rumusan Derrida mengenai dekonstruksi (deconstruction) tidak pernah secara definitif


diperoleh. Kesulitan terletak pada Phenomenon deconstruction sebagai gejala mengada yang
tidak pernah menuju ke arah kebakuan. Derrida mengatakan bahwa dekonstruksi bukan
semata-mata metoda kritis. Metoda kritis perlu diartikan sebagai memiliki sifat kritis terhadap
dirinya sendiri. Dengan hakekat kritis ini maka wilayah jelajah dekonstruksi tidak dibatasi pada
konteks filosofi saja. Selain itu, oleh Derrida dekonstruksi juga dianggap bukanlah merupakan
metoda berpikir yang destruktif, karena senantiasa membongkar habis struktur-struktur makna
dan bangun suatu konsep. Menurut Derrida sikap dekonstruksi senantiasa afirmatif dan tidak
negatif, sebab sesuatu yang negatif tidaklah membuka diri pada pencarian pemahaman lebih
utuh.

PEMBACAAN DEKONSTRUKSI PADA GEDUNG MESINIAGA

KONSEP RANCANGAN GEDUNG MESINIAGA

Penafsiran atas marka-lingkungan dari pencakar langit milik perusahaan besar yang
mencengangkan ini, menjelajahi arah baru dari tipe bangunan yang biasanya tidak bersahabat.
Pihak arsitek menjuluki tipe baru ini bangunan tinggi beriklim-bio dan memberinya
pengendalian iklim serta penghematan energi yang peka. Yang patut dicatat adalah adanya dua
spiral taman angkasa yang berputar ke atas sambil memberi bayangan dan kontras visual
terhadap permukaan baja dan alumunium dari gedungnya. Rangka beton pra tekan pada
gedung itu selanjutnya ditingkahi oleh dua tipe penangkis sinar matahari serta tirai baja dan
kaca yang membuat citra High Tech yang organik, apalagi setelah dilengkapi dengan mahkota
logam dan umpak pada bagian landasan bangunannya. Menara Mesiniaga merupakan sebuah
penelitian arsiteknya atas prinsip-prinsip iklim-bio bagi perancangan gedung tinggi di daerah
beriklim tropis. Menara Mesiniaga memiliki langgam arsitektur campuran dari langgam kolonial,
Cina, Eropa dan Malaysia.

bangunannya diperlihatkan seluruhnya dan penyejukannya dilakukan memlaui Gedung


Mesiniaga merupakan buah penelitian arsiteknya atas prinsip-prinsip iklim-bio bagiperancangan
gedung tinggi di daerah beriklim tropis. Yang ditampilkan adalah suatu organisasi spasial
memanjang yang diisi dengan hirarki tertentu. Bangunan tersebut memiliki tiga bagian struktur
yaitu : umpak berselimut unsur hijau yang terangkat, badan yang bernuansa spiral dengan
balkon untuk teras taman dan tirai yang memberi bayangan, dan bagian puncak tempat fasilitas
rekreasi berupa kolam renang serta teras beratap. Struktur beton pratekan dan rangka
bajapengudaraan alami dan buatan.

Sejalan dengan penjelasan diatas pembahasan selanjutnya berusaha untuk mengetahui sejauh
mana pengertian dekonstruksi yang tanpa disadari oleh perancangan terdapat pada bangunan
tersebut. Pembacaan dekonstruksi Gedung Mesiniaga karya Kenneth Yeang dalam
pembahasan ini digunakan dengan menerapkan beberapa asas-asas dekonstruksi yang
digunakan seperti apa yang telah dilakukan oleh Benedikt dalam meninjau Museum Kimbell.
Dengan demikian mudah-mudahan dekonstruksi pada Gedung Mesiniaga ini dapat terbaca.

PEMBACAAN DEKONSTRUKSI GEDUNG MESINIAGA


KONSEP DIFFERENCE PADA RANCANGAN MESINIAGA

Konsep difference-nya Derrida nampaknya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan


metafisikanya sebuah pohon raksasa-nya gedung Mesiniaga , dimana dengan pemaknaan
bahwa tanda menghadirkan sesuatu yang tidak hadir. Dengan menempatkan konsep taman
secara memutar dan kontiniu (continuous planting spiraling up), hal ini telah memberikan suatu
makna ingin menghadirkan suatu bangunan yang di metafora-
kan sebagai sebuah pohon raksasa.

Taman yang memutar dan bentuk bangunan yang berbentuk lingkaran adalah sebuah tanda
yang menghadirkan sesuatu yang tidak hadir yaitu sebuah pohon yang dilengkapi dengan
dedaunan. Sedangkan pohon itu sendiri merupakan tanda ketidakhadiran yang tertunda dari
apa yang semestinya dihadirkan.

Pohon pada konsep bangunan ini merupakan sebuah metafora dari apa yang seharusnya hadir
dalam sebuah pelestraian alam, dimana pohon merupakan suatu unsur yang terpenting dalam
memberikan seuatu keseimbangan alam.

Spiral taman angkasa yang dikembangan di dalam perencanaan bangunan Mesiniaga ini,
dimana taman tersebut berputar ke atas dipakai sebagai alat yang memberikan bayangan yang
kontras visual kepada permukaan baja dan alumunium dari gedung tersebut, hal ini juga
merupakan sebuah metafor dari apa yang seharusnya hadir yaitu sebuah alam yang ditumbuhi
oleh beberapa tanaman yang hijau dan asri.

Konsep sebuah pohon, yaitu sebuah unsur alam yang hidup dan tumbuh serta berdiri pada
sebuah bidang tanah, merupakan sebuah konsep yang dipergunakan oleh Ken Yeang untuk
membuat dan membangun Gedung Mesiniaga. Metafisikanya sebuah pohon terlihat jelas
sekali pada bangunan ini, dimana penundaan kehadiran yang seharusnya hadir, sudah
merupakan sebuah bukti adanya defference-nya Derrida ada di obyek ini.

Site yang ditata sedemikian rupa dan teratur dan ditumbuhi sebatang pohon pada areal sekitar
site tersebut. Pohon-pohon menumbuhkan cabang-cabangnya, kolom-kolom menumbuhkan
balok-balok. Pertumbuhan terus berlanjut, batang-batang menumbuhkan dedaunan. Bentuk
yang sedang bertumbuh ini dapat kita lihat pada bangunan Gedung Mesiniaga dimana kolom-
kolom tersebut dapat kita lihat karena berada luar bangunan. Selanjutnya kehadiran mahkota
baja yang berada pada puncak bangunan ini juga dapat di metaforkan sebagai puncak sebuah
pohon yang selalu dipenuhi oleh dedaunan, dimana pemaknaan tersebut merupakan sebuah
tanda menghadiran sesuatu makna yang tidak hadir. Sebuah puncak pohon yang selalu
dipenuhi dengan dedaunan tersebut merupakan sebuah tanda ketidakhadiran, dimana
kehadirannya ditandai dengan hadirnya sebuah rangka baja yang menyerupai sebuah
mahkota.

Seperti telah diungkapkan pada pembahasan terdahulu tentang penataan tapak, bahwa
tanaman di sekitar bangunan yang ditata membentuk spiral pada kulit bangunan juga
dipandang sebagai alam yang hijau. Ini sesuai dengan teori Yoshinibu Ashihara, bahwa untuk
membentuk sebuah tatanan ruang luar, kita dapat memperlakukan tanaman di taman sebagai
masa yang dapat juga membentuk ruang luar, sama seperti masa bangunan, jadi kedudukan
masa bangunan dan masa tanaman memang sama bila ditinjau dari pembentukan ruang luar.
Kenneth Yeang mengatakan konsepnya tentang rancangannya ini sebagai proses bangunan
bio - klimatik, tetapi apa yang terlihat ternyata melangkah lebih jauh dari proses terjadinya
sebuah bentuk. Bila kita melihat sketsa dari tema space of one hundred columns kita seolah
diajak untuk membayangkan bahwa bentuk tersebut tumbuh dari site itu sendiri. Hal ini terlihat
pada site dimana bangunan seakan muncul dari dalam tanah pada sebuah perbukitan.

Konsep Continuous PalntingSpiraling Up dari Gedung Mesiniaga


Penerapan konsep tersebut dengan menempatkan taman secara memutar keatas dan diakhiri
oleh sebuah mahkota.

Terlihat dikejauahan, memperlihatkan seakan-akan bangunan tersebut tumbuh dari sebuah


perbukitan

PEMBALIKAN HIRARKI PADA RANCANGAN MESINIAGA

Filsafat modern dengan metafisika kehadirannya sangat menekankan kepastian yang tak
tertunda karena segala sesuatu harus bisa diselesaikan dengan logika. Diferensiasi secara
ketat menghasilkan perbedaan dua kutub yang dipertentangkan secara diamatral (oposisi)
binari). Elemen yang pertama dianggap yang penting dan mendominasi yang kedua, secara
hirarkis yang kedua sub-ordinansi terhadap yang pertama, sehingga kalau yang kedua harus
ada, maka ia hanya berperan sebagai perlengkap penderita. Derrida melakukan dekonstruksi
terhadap pandangan oposisi ini dengan menempatkan kedua elemen tersebut tidak secara
hirarkis yang satu dibawah yang lain, tetapi sejajar sehingga secara bersama-sama dapat
menguak makna (kebenaran) yang lebih luas, lebih mendalam pada suatu bingkai tanpa batas.

Dalam konteks ini dan melihat konsep perencanaan Gedung Mesiniaga ada beberapa bagian
yang dapat dilihat secara pembalikan hirarki dekonstruksi. Salah satunya yaitu sebuah konsep
penempatan fungsi penampungan air yang biasanya berada di dasar bangunan atau pada
halaman sebuah bangunan, dalam hal ini sang arsitek Kenneth Yeang mengadakan suatu
pembalikan hirarki dengan menempatkan sesuatu yang semestinya berada dibawah dalam hal
ini diletakkan diatas bangunan, atau pada puncak bangunan lantai 20. Biasanya pada
bangunan-bangunan pencakar langit, pada lantai puncak diletakkan fungsi darurat yanitu
meletakan Helipaid. Fungsi penampungan air ini, digunakan sebagai media yang memberikan
sumber kehidupan bagi taman angkasa yang diciptakan Ken Yeang pada bangunan tersebut
Perletakkan penampungan air hujan yang berfungsi sebagai penyuplai air bagi taman angkasa
spiral

Dengan menggunakan sifat air yang selalu berjalan ketempat yang lebih rendah maka dengan
meletakkan penampungan air diatas bangunan maka air tersebut dapat memberikan sumber
kehidupan bagi taman angkasa yang berbentuk spiral.

KONTEKS PUSAT DAN MARJINAL PADA RANCANGAN MESINIAGA

Perbedaan antara pusat dan marjinal merupakan konsekuensi dari adanya hirarki yang
ditimbulkan oposisi binari. Yang marjinal adalah yang berada pada btas pad tepian, berada
diluar (outside), karenanya dianggap tidak penting. Sementara yang pusat adalah yang
terdalam yang dijantung daya tarik dan makna dimana setiap gerakan berasal dan merupakan
tujuan gerakan dari yang marjinal.

Derrida mempertanyakan keabsahan posisi ini dalam konsep parergon (para : tepi, ergon :
karya), yaitu bingkai lukisan. Kalau hanya untuk membingkai lukisan selalu dibuat demikian
bagus berukir. Bukankah pembingkaian (framing) ini mempunyai nilai sendiri terlepas dari nilai
lukisan yang dibingkainya ?.
Dinding pada umumnya berfungsi sebagai kulit luar dari sebuah bangunan. Dinding pada
umumnya berada pada bagian luar (outside), dan merupakan bagian yang digunakan sebagai
batas dari sebuah ruang. Dibalik dinding dapat dipastikan ada sebuah ruang, pada ruang
tersebut ada bermacam-macam komponen penyusun ruang, antara lain perabotan. Apabila
pada sebuah bangunan tinggi biasanya pada sebuah ruang ada salah satu unsur yang cukup
penting sebagai struktur pendukung bangunan yanitu tiang, dimana biasanya tiang ini pada
ruang-ruang tertentu muncul dan berada di dalamnya. Selanjutnya pada suatu perencanaan
dapat juga memperlihatkan bahwa posisi tiang dan dinding berada pada dimensi yang sama.

Melihat rancangan Ken Yeang, dimana posisi keduanya yaitu antara tiang dan dinding telah
dibedakan dalam peletaknya. Pada konteks dekonstruksi tentang pusat dan marjinal , dan
melihat pengertian dari konsep parergon-nya Derrida, maka penempatan dinding yang
seharusnya berada pada marjinal pada gedung tersebut ditempatkan seolah-olah pada pusat
bangunan yang dilindungi oleh beberapa buah tiang yang melindunginya. Peran tiang yang
merupakan fungsi struktur bangunan tinggi diusahakan juga berperan sebagai alat pelindung
dinding yang ditarik kepusat untuk menghindari pencahayaan yang berlebihan.

Dinding-dinding bangunan yang selama ini dibiarkan sebagai komponen yang tidak berguna
tetapi pada bangunan Gedung Mesiniaga peranan dinding yang ditarik kepusat tersebut
mempunyai peran yang sangat sentral dalam mengatur pencahayaan yang masunk kedalam
gedung. Dinding-dinding tersebut dipenuhi oleh kaca-kaca yang berfungsi untuk memasukkan
berkas-berkas cahaya sehingga kegelapan didalamnya terusir dan masuklah roh yang
memberikan kehidupan pada bangunan ini sehingga terjadilah proses kehidupan yang terjadi
pada pembahasan sebelumnya. Cahaya ini terus masuk pada siang hari dari bukaan- bukaan
yang ada pada kulit-kulit bangunan dan
diarahkan oleh lempengan-lempengan logam yang berada diluar dinding tersebut. Tetapi pada
malam

hari kita melihat proses sebaliknya, keluarnya roh itu dari dalam gedung Mesiniaga. Keluarnya
cahaya dari bangunan sangat kuat terasa pada bangunan tengah. Dan pengeluaran cahaya ini
terasa sangat memberikan arti bahwa bangunan tersebut mengisyaratkan pada lingkungan
bahwa di dalamnya ada suatu roh dan kehidupan. Cahaya disini tidak sekedar merasuk
kedalam ruang tetapi juga keluar dari ruangan, sehingga bentuk di sini adalah wadah dari roh,
seperti falsafah Lao Tze tentang ruang. Bahwa yang penting adalah yang ada di dalam,
kekosongan yang ada di dalam itu, dan ini semakin diperkuat dengan adanya aliran kehidupan
dari keluar-masuknya cahaya tersebut.

Secara jelas terlihat peranan dinding yang berada dipusat dari lingkaran luar bangunaan
tersebut sangat sentral dan penting sekali di dalam mengatur pencahayaan alami Gedung
Mesiniaga, dalam hal ini sang dinding meninggalkan sang tiang yang tetap dengan
kemarjinalannya.
Pada rancangan denah Gedung Mesiniaga terlihat perletakan kolom yang berada diluar dari
dinding gedung tersebut. Proses penukaran antara pusat dan marjinal terlihat pada bagian ini

PENGULANGAN DAN MAKNA PADA RANCANGAN MESINIAGA

Suatu kata atau tanda memperoleh maknanya dalam suatu proses berulang (iteratif) pada
konteksyang berbeda dimana secara konotif maupun denotif artinya akan memperoleh struktur
yang stabil. Dalam arsitektur, penggunaan metafora secara berulang-ulang akan membuka
pemahaman yang lebih baik terhadap makna yang dimaksudkannya.

Pengulangan/ serangkaian titik menunda kehadiran makna yang akan dimunculkan (dalam
konteks bahasa). Ia juga merupakan waktu istirahat, jedah, memperlambat tempo atau
mengarah padaketidakthuan. Serangkaian tanda tanya menunda kehadiran makna tentang
kebingungan, kegalauan, ketidakpastian, dan seterusnya. Serangkaian tanda seru menunda
kehadiran makna tentang kemarahan, kegeraman dan seteruanya. Dengan demikian
pengulangan/ serangkaian titik, tanda tanya, tanda seru merupakan metafora dari ketidkthuan,
kebingunan dan kemarahan.

Pada bangunan Gedung Mesiniaga, pengulangan alat penangkis sinar matahari yang terbuat
dari logam merupakan suatu tanda tanya tentang kehadiran suatu makna yang tersembunyi
dibalik kehadirannya. Ibarat kepala seorang manusia yang ditutupi sebuah topi, artinya manusia
tersebut melindungi kepal dari sengatan sinar matahari, tetapi selain topi dibutuhkan pula suatu
bentuk dari topi tersebut sebuah penangkis cahaya yang dapat menghindarkan mata dari
silaunya matahari. Kemudian apa bila seorang manusia merasa silau terhadap sinar matahari
sedangkan dia tidak menggunakan topi, secara reflek tangannya akan digunakan sebagai
penangkis sinar matahari. Kalau penangkis sinar matari tersebut hanya diletakkan cuma
sebuah pada bangunan Gedung Mesiniaga tersebut, maka belum memberikan makna
metafora dari sebuah tangan manusia untuk
menangkis matahari dari silaunya cahaya matahari, tetapi karena diberi secara berulang-ulang
maka makna penangkis tersebut semakin jelas namun kehadiran makna sebenarnya dari
sebuah tangan manusia tetap tertunda dibalik kehadirannya, apalagi penempatannya berada
pada bagian-bagian tertentu yang memang dibutuhkan akibat fungsi yang diembannya. Oleh
karena itu akibat pemunculan lempengan tersebut semakin jelaslah makna melalui metafora
tangan manusia yang sedang menahan silaunya sinar matahari.

Pada gambar terlihat lempengan baja yang diletakkan pada bagian-bagian tertentu secara
berulang. Kehadirannya sebagai sebuah tanda tanya menunda sebuah kehadiran makna dari
tangan manusia yang sedang menahan silaunya matahari yang menyinari mata manusia
tersebut.

Gambar yang memperlihatkan sebuah konsep Penempatan penangkis sinar matahari sebagai
Sebuah metafora tangan manusia yang sedang Dari silaunya cahaya matahari

Вам также может понравиться