Вы находитесь на странице: 1из 2

Koagulan

Pemisahan koloid dapat dilakukan dengan cara penambahan koagulan sintetik


atupun koagulan alami yang diikuti dengan pengadukan lambat pada proses flokulasi
sehingga menyebabkan pengumpalan partikel-partikel koloid yang kemudian sebagian
besar dapat dipisahkan dengan sedimentasi (Tebbut, 1982).
Koagulan sintetik adalah garam logam yang bereaksi dengan air yang bersifat
alkali (basa) untuk menghasilkan flok logam hidroksida yang tidak larut, dimana flok
yang terbentuk tidak dapat digolongkan sebagai partikel koloid. Pengendapan yang baik
adalah tebentuknya flok-flok yang menghasilkan padatan yang dapat turun (Yuliastri,
2010).

Pada prosesnya, koagulasi dipengaruhi oleh stabilitas koloid yang bergantung pada
besar relatifnya gaya tarik-menarik atau tolak-menolak partikel koloid yang disebabkan
oleh gaya van der Waals dan gaya elektrostatik dispersi koloid. Dimana gaya-gaya ini
diukur sebagai zeta potensial (). Semakin besar zeta potensial (), maka gaya tolak-
menolak antar partikel akan semakin besar. Nilai zeta potensial () dipengaruhi oleh nilai
q/D yang merupakan karakteristik penambahan koagulan. Dengan menambahkan
koagulan, maka nilai q/D akan semakin kecil. Dengan kata lain, zeta potensial berbanding
terbalik dengan konsentrasi koagulan. Semakin kecil zeta potensial, maka jumlah partikel
koloid yang akan menjadi flok terendapkan akan semakin besar dan konsentrasi koloid
akan semakin kecil. Pada percobaan ini digunakan koagulan alami berupa tanaman kelor.

Tanaman kelor (Moringa oleifera) yang berasal dari familia Moringaceae merupakan
jenis tumbuhan perdu (jenis tumbuhan tingkat tinggi) dengan tinggi batang sekitar 7-11
meter, berbatang lunak dan rapuh dengan daun sebesar ujung jari berbentuk bulat telur
dan tersusun majemuk (Adieska, 2010).

Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Ordo : Brassicales

Family : Moringaceae

Genus : Moringa

Species : M. oleifera

Budidaya tanaman kelor tidak memerlukan pemeliharaan yang rumit karena tanaman
kelor cepat bertumbuh hinggia ketinggian 4-10 meter dan dapat menghasilkan buah hanya
dalam 1 tahun sejak ditanam. Selain itu, kelor pun dapat tumbuh pada lahan yang gersang
dan tidak subur sehingga baik bila dikembangkan di lahan-lahan kritis yang musim
kekeringan yang panjang (Schwarz, 2000).

Biji Moringa oleifera memiliki banyak kegunaan, salah satunya pada pengolahan air.
Secara tradisional, pengolahan air dalam skala rumah tangga menggunakan biji kelor
telah diterapkan di beberapa wilayah pedalaman di Sudan. Biji kelor ditumbuk menjadi
serbuk lalu dimasukkan ke dalam kantong kain kecil. Kantong ini kemudian dicelupkan
dan diputar dalam wadah yang berisi air sungai. Proses inilah yang sekarang dinamakan
koagulasi dengan menggunakan biji kelor sebagai koagulan (Yuliastri, 2010).
Biji kelor berperan sebagai koagulan yang efektif karena adanya zat aktif 4-alfa-4-
rhamnosyloxy-benzil-isothicyanate yang terkandung dalam biji kelor. Zat aktif tersebut
mampu mengadsorbsi partikel-partikel air limbah. Fungsi zat aktif akan bekerja seperti
bahan sintetik yang bermuatan positif dan dapat digunakan sebagai koagulan polimer
sintetik. Dengan pengubahan bentuk menjadi bentuk yang lebih kecil, maka zat aktif dari
biji kelor tersebut akan semakin banyak karena luas permukaan biji kelor semakin besar. .
Ketika Moringa oleifera yang sudah diolah dimasukkan kedalam air kotor, protein yang
terdapat dalam biji kelor akan mengikat partikulat-partikulat yang bermuatan negatif
sehingga partikulat ini menyebabakan kekeruhan. Apabila kandungan air dalam biji kelor
besar, maka kemampuannya dalam menyerap limbah cair semakin kecil karena zat aktif
tersebut tidak berada di permukaan biji kelor tetapi tertutupi oleh air sehingga
kelembaban biji kelor harus kecil (Yuliastri, 2010).

Gambar 1. Struktur molekul 4-alfa-4-rhamnosyloxy-benzil-isothicyanate

Вам также может понравиться