Вы находитесь на странице: 1из 12

TUGAS INDIVIDU

TOKSIKOLOGI, ANALISIS RISIKO, DAN DAMPAK LINGKUNGAN

BISPHENOL A

Oleh :

Dyah Prabaningrum

NPM 150 670 5001


1. Karakteristik BPA
Bisphenol A (BPA) atau 4,4'-isopropylidenediphenol merupakan senyawa organik
sintetik dengan rumus kimia C15H16O2. BPA memiliki berat molekul 228 g/mol, titik didih
adalah 220oC pada tekanan 4 mmHg dan 398 oC pada tekanan 760 mmHg. Titik leleh
adalah 150-155oC. BPA merupakan senyawa lipofilik dan memiliki aktivitas meniru
hormon estrogen. Ketika BPA meleleh pada suhu yang tinggi pada saat pembuatan, BPA
yang terlepas ke lingkungan umumnya larut dalam air atau dalam bentuk partikulat, dan
memiliki kelarutan di air sebanyak 120-300 mg/L. BPA merupakan senyawa organik
sintetis yang banyak ditemukan di lingkungan dengan struktur kombinasi 2 mol fenol
dengan 1 mol aseton, sepeti pada gambar di bawah ini (Staples et al., 1998).

BPA dapat berbentuk bubuk kering,cairan, padatan, dan pellet kristal. Warnanya
dapat berupa warna putih, Kristal, maupun putih hamper ke krem. Bau BPA seperti bau
fenol ringan. Ketika didekomposisi dengan menggunkan panas, BPA akan mengeluarkan
asap yang tajam dan membuat iritasi. BPA dapat larut dalam asam asetat, larutan alkali,
alcohol, aseton, dan karbon tetraklorida.
BPA banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam plastik
polikarbonat yang digunakan untuk wadah makanan, wadah air, botol susu bayi, CD, dan
peralatan rumah tangga lainnya, epoksi resin yang digunakan untuk pelapis antara
makanan dengan wadah kaleng, serta untuk dental sealants (OEHHA, 2009). Senyawa
ini memiliki volatilitas rendah,pada suhu ambien, dapat berada di sedimen, memiliki
tingkat kelarutan sedang, tidak persisten karena bisa terbiodegradasi dengan cepat, tidak
terbioakumulasi dalam organisme air (Staples et al., 1998).
BPA diproduksi dengan dua metode. Metode pertama adalah dengan
mengkondensasi fenol dengan aseton dalam pH rendah dan dalam kondisi suhu tinggi
dengan bantuan katalisator, dan metode kedua hampir sama dengan metode pertama,
namun menggunakan katalis yang berbeda dan menggunakan teknologi purifikasi
sehingga limbah yang dihasilkan tidak banyak (Staples et al., 1998). BPA juga bisa
terlepas ke lingkungan sebagai emisi debu pada saat proses penanganan dan transportasi.
BPA yang terlepas itu dapat berada di air permukaan, air limbah, dapat pula berada
sebagai bentuk padat yang dibuang di landfill.
BPA merupakan zat yang diklasifikasikan sebagai Endocrine Disruptor
Compound (EDC) yang memiliki aktivitas seperti hormon estrogen.

2. Distribusi BPA di Lingkungan


99% BPA diproduksi untuk digunakan dalam kegiatan manufaktur yang
menghasilkan produk plastik polikarbonat atau resin epoksi (Staples et al., 1998). BPA
terdapat dalam peralatan rumah tangga yang digunakan sehari-hari seperti plastik dengan
kode 7, kemasan galon air, plastik jerigen, CD, casing komputer, dan beberapa jenis botol
susu bayi. Penggunaan BPA dalam kehidupan sehari-hari menyebabkan semakin
rentannya manusia terpajan agent tersebut. Hasil studi menyebutkan bahwa kadar BPA
dalam urin dan air di negara berkembang ternyata tidak jauh berbeda dengan negara
maju, dan menyarankan bahwa negara berkembang dan negara maju memiliki kerentanan
yang sama terhadap pajanan BPA dan agar dilakukan studi lebih lanjut (Baluka and
Rumbeiha, 2016).
BPA dalam bentuk debu partikulat berasal dari lingkungan kerja dimana BPA
digunakan dalam kegiatan produksi, dan bukan merupakan kontributor signifikan pada
pajanan lingkungan. Uap BPA yang terlepas ke lingkungan juga cepat didegradasi oleh
sinar matahari. BPA yang ada di instalasi pengolahan air limbah juga dapat
terbiodegradasi sekitar 92-98% pada instalasi activated sludge (Staples et al., 1998). Oleh
OECD, BPA dikategorikan sebagai bahan yang cepat terbiodegradasi. Hal ini yang
mempengaruhi keberadaan BPA di lingkungan.
Jalur kontaminasi utama dari BPA adalah pada lingkungan akuatik, seperti
instalasi pengolahan limbah cair, dan landfill (Kang et al., 2006). Sumber pencemaran
BPA dari kegiatan industri, seperti daur ulang kertas, produksi kertas termal. Efluen
limbah cair dan leachate produk plastik dari landfill dapat masuk ke lingkungan.
Walaupun BPA terdapat banyak di sungai dan IPAL, degradasi dan pengenceran dapat
menyebabkan kadar BPA menjadi turun dan semakin menjauh dari sumber
pencemarannya (Kim et al., 2004, Suzuki et al., 2004). BPA juga dapat terbiodegradasi
akibat aktivitas bakteri yang banyak tersebar di lingkungan akuatik (Suzuki et al., 2004).
Menurut pendekatan modeling Mackay Level, distribusi BPA di lingkungan dapat
dihipotesakan menurut ukuran unit-dunia. Unit tersebut terdiri dari atmosfer, tanah, air
permukaan, sedimen, padatan tersuspensi, dan biota akuatik (Staples et al., 1998).
Adapun distribusi BPA dapat di lihat pada table di bawah ini.
Tabel 1. Distribusi BPA di lingkungan
menurut pemodelan Mackay Level 1 (Staples et al., 1998)
Kompartemen Volume (m3) Densitas Media Persen
(Kg/m3)
Udara 6E+9 1,19 <<1
Tanah 4,5E+4 2400 25
Air 7E+6 1000 52
Biota 7 1000 <1
Padatan tersuspensi 35 1500 <1
Sedimen 2,1E+4 2400 23

Berdasarkan pemodelan tersebut, 50% dari BPA yang tidak terdegradasi di lingkungan
terikat pada sedimen atau tanah dan sebagian berada di air. Jejak BPA dapat diasosiasikan
dengan keberadaannya pada padatan tersuspensi dan biota. Sisanya yang berjumlah sedikit
diasosiasikan dengan keberadaannya di atmosfer. Walaupun jejak BPA dapat berada di dalam
biota, jumlahnya kemungkinan sedikit karena bioakumulasi dari BPA yang rendah, dan
organisme mungkin telah memetabolisme BPA sehingga jumlahnya sedikit (Staples et al.,
1998). Dengan menggunakan permodelan Equilibrium Criterion (EQC), dapat disimpulkan
bahwa BPA dengan volatilitas rendah berjumlah sangat sedikit di atmosfer, terdegradasi di
lingkungan dengan sangat cepat di air dan tanah sekitar 4,5 hari dan kurang dari 1 hari di
udara, dan biokonsentrasi di air tergantung pada metabolism di organisme akuatik yaitu
kurang dari 1 hari (Cousins et al., 2002). BPA juga dapat terdegradasi dengan cahaya
(photodegradation). Dalam foto-oksidasi, foton menginisiasi proses pemecahan kimiawi yang
mewakili jalur transformasi yang penting bagi banyak polutan organik di permukaan air dan
tanah (Im and Lffler, 2016).
Sebagian besar pajanan BPA pada manusia adalah melalui makanan dan minuman.
BPA dapat terlepas ke makanan dari pemanasan plastic yang digunakan sebagai wadah
makanan dan minuman atau melalui lapisan epoksi resin yang ada dalam produk makanan
olahan. Pemanasan plastic seperti dalam microwave, meningkatkan kebocoran BPA dalam
bentuk cair (OEHHA, 2009). Migrasi BPA dalam kadar tinggi bisa terjadi karena hidrolisis
rantai karbonat karena terkena air panas atau pH alkali, yang berarti BPA dapat bermigrasi
dari plastic setelah terkena larutan alkali atau air panas atau uap panas (Kang et al., 2006).

3. Rute Pajanan BPA terhadap Manusia


a. Melalui saluran pernapasan
Kemungkinan kecil manusia dapat terpajan BPA melalui jalur pernafasan, karena
jumlahnya yang sedikit di udara. BPA diketahui bisa berada dalam udara indoor maupun
outdoor (Vandenberg et al., 2007), namun, lingkungan kerja industri yang menggunakan
BPA adalah pengecualian. Hasil penelitian menunjukkan adanya tingkat BPA yang lebih
tinggi pada pekerja penyemprot epoksi resin dibandingkan dengan pekerja yang tidak
kontak dengan BPA (Hanaoka et al., 2002).
b. Melalui penyerapan oleh permukaan kulit
Kontak langsung dengan BPA dapat menimbulkan Allergic Contact Dermatitis
(ACD). Kontak langsung dengan BPA melalui kulit berisiko terjadi pada pekerja pabrik
plastic. Umumnya reaksi alergi terjadi pada bagian tubuh yang kontak langsung yaitu
tangan. Namun juga bisa terjadi pada kaki dan wajah. Tingkat keparahan ditentukan oleh
lama pajanan (Kanerva et al., 2000).
c. Melalui pencernaan
Jalur pajanan BPA yang paling mungkin adalah melalui rute oral, walaupun
pajanan melalui rute transdermal dari air yang mengandung BPA masuk melalui kulit dan
rute melalui inhalasi juga mungkin terjadi walaupun kemungkinannya kecil (Vandenberg
et al., 2007). BPA masuk ke dalam jalur pencernaan melalui konsumsi makanan dan
minuman yang terkontaminasi. Sebagian besar kontaminasi BPA pada makanan
disebabkan perpindahan BPA yang terkandung dalam wadah makanan ke makanan.
Epoksi resin yang ada dalam kaleng dan plastic polikarbonat adalah wadah yang
mengandung BPA yang digunakan dalam penyimpanan makanan dan minuman. Dalam
makanan kalengan, factor yang mempengaruhi BPA mencemari makanan adalah suhu
saat produksi dan temperature pemanasan. Lama penyimpanan makanan dan jenis cairan
pada bahan makanan yang dikemas juga mempengaruhi kebocoran BPA ke makanan.
Untuk wadah makanan dalam plastic, suhu dan pH mempengaruhi potensi pajanan BPA
dari wadah ke makanan dan minuman (Kang et al., 2006).

4. Pajanan perinatal
BPA dalam bentuk aktif maupun inaktif dapat menembus plasenta dan mencapai janin. Pada
janin, bentuk BPA inaktif dapat diubah menjadi bentuk aktif karena hati dan jantung janin
dapat menghasilkan enzim yang dapat mengubah senyawa konjugat BPA-glukoronid menjadi
BPA estrogenic yang toksik.

5. Toksikokinetika
a. Absorpsi
Sebagian besar pajanan BPA pada manusia melalui oral dan masuk ke dalam
saluran pencernaan, dan sedikit melalui kontak langsung dermal (Staples et al., 1998).
BPA masuk melalui oral melalui makanan dan minuman yang mengandung BPA. Pada
manusia, BPA cepat diserap dan ditransformasi. BPA mengalami glukuronidisasi oleh
UDP-glucuronyltransferase UTG2B15 menjadi BPA-glukuronid pada metabolisme awal
di dinding usus dan akan terjadi lagi di organ target, yaitu hati, dimana enzim ini ada
pada manusia namun tergantung pada usia manusia tersebut, dan sulfasi BPA dibantu
oleh enzim SULT 1A1 (Mielke and Gundert-Remy, 2012).
b. Distribusi
Organ target BPA adalah hati (Mielke and Gundert-Remy, 2012). BPA yang
masuk melalui oral akan diserap melalui dinding usus untuk kemudian didistribusi darah
ke organ target. BPA adalah senyawa lipofilik dan akan berikatan dengan protein plasma
dari darah untuk menuju ke organ target, dan kadar BPA dalam darah mencerminkan
uptake jaringan.
c. Metabolisme
BPA akan mengalami glukuronidisasi oleh UDP-glucuronyltransferase UTG2B15
menjadi BPA-glukuronid di hati (Mielke and Gundert-Remy, 2012), dan merupakan jalur
metabolism yang terjadi di manusia (Vlkel et al., 2002). BPA-glukoronid tidak memiliki
aktivitas endrokin dan bersifat larut dalam air sehingga secara cepat akan dieksresikan
melalui urin dalam waktu kurang dari 6 jam (Vlkel et al., 2002, Tominaga et al., 2006).
BPA-glukoronid, BPA konjugat, dan BPA sulfat dapat diukur kadarnya dalam tubuh. BPA
yang berpotensi merusak kesehatan hanya bentuk BPA aktif.
d. Eksresi
Lebih dari 80% dari BPA yang masuk dibersihkan dari tubuh dalam waktu 5 jam
berupa bentuk konjugat dari BPA yang tanpa aktivitas endokrin (WHO, 2009). BPA
dieksresikan melalui urin dalam bentuk BPA glukuronid (82%), unconjugated BPA
(14%), dan BPA sulfat (4%) (European Communities, 2010)

6. Mekanisme aktivitas
BPA diketahui dapat mengganggu fungsi endokrin dengan berikatan secara lemah
dengan beberapa reseptor steroid termasuk reseptor estrogen, seperti juga dengan reseptor
hirmon tiroid dan androgen. BPA memiliki afinitas ikatan yang kuat dengan trans-membran
ER, reseptor 30 pasangan protein-G (GPR30), dan orphan nuclear receptor, ERRy. BPA juga
dapat mengaktivasi transkripsi seperti reseptor x peroksisom (PXR) dan reseptor aril
hidrokarbon (AhR) yang sering terlibat dengan reseptor steroid.

7. Efek Kesehatan
BPA dalam dosis rendah di lingkungan memiliki kemungkinan mengakibatkan
penyakit metabolik kronis, kerusakan sistem reproduksi (Fenichel et al., 2013), gangguan
saraf dan penyakit akibat gangguan endokrin lainnya.
a. Sistem Imun
BPA diketahui mengganggu kerja hormone tiroid dan fungsi estrogen, dan secara
potensial dapat mengganggu kerja sistem imun. Pada uji hewan diketahui bahwa BPA
meningkatkan respon imun bawaan dengan meningkatkan produksi cytokine termasuk
faktor nekrosis tumor (TNF) dan IL-1 pada makrofag dan merangsang sel T dan B dalam
respon adaptif (OEHHA, 2009) .

b. Penyakit Metabolik Kronik


Pada hewan uji dan kultur sel serta studi epidemiologi diketahui bahwa pajanan BPA
berkontribusi pada naiknya insiden penyakit diabetes tipe 2. Pajanan BPA dapat
menyebabkan hiperinsulinemia dan resistensi insulin (Alonso-Magdalena et al., 2006).
Kerusakan ini diakibatkan oleh sel pancreas dan sinyal transduksi insulin pada jaringan
perifer seperti otot, hati, lemak. BPA juga menginduksi oksidatif stress dengan
mengurangi ekspresi enzim antioksidatif (Bindhumol et al., 2003). BPA meningkatkan
basal dan aktivasi insulin transport glukosa dengan menstimulasi ekspresi GLUT4.
c. Sistem Saraf
BPA memiliki efek langsung dan tidak langsung pada sistem saraf. BPA dapat
mempengaruhi perkembangan otak karena BPA mempengaruhi kerja hormone tiroid yang
juga berperan penting dalam perkembangan otak baik dalam prenatal maupun neonatal.
Sebagai contoh adalah hipotiroidisme yag menyebabkan kerusakan fungsi kognitif seperti
rusaknya memori, persepsi spasial, dan attention disorder. BPA juga menunjukkan
menghasilkan oksidatif stress dan merangsang apoptosis pada sel saraf. BPA juga
memiliki dampak signifikan pada sistem dipaminergis dan hippocampal yang terkait
dengan fungsi kognitif yang memiliki efek yang sama dengan neurodegenerative
(OEHHA, 2009).
d. Potensi Kanker
BPA merupakan karsinogen terhadap manusia karena kemampuannya untuk
mengembangkan susceptibilitas tumor dan meningkatkan pembentukan tumor pada
payudara dan kelenjar prostat (Seachrist et al., 2016). Dikuatkan dengan bukti bahwa
BPA adalah estrogenik dan dari studi pada manusia menunjukkan bahwa estrogen sintetis
Dietilstilbestrol (yang secara struktur senyawa sama dengan BPA) menginduksi sel
adenocarcinoma pada vagina dan meningkatkan risiko kanker payudara (Herbst et al.,
1971, Hoover et al., 2011).
Menurut hasil studi review mengenai potensi karsinogenik BPA (Seachrist et al., 2016)
untuk pajanan dosis rendah dibawah RfD, didapatkan hasil :
BPA berperan sebagai EDC dengan efek estrogenic pada kelenjar susu hewan
pengerat
Pajanan prenatal dosis rendah mengubah morfogenesis kelenjar susu hewan pengerat,
termasuk apoptosis dan proliferasi, sehingga berpotensi menjadi kanker
Pajanan sejak early life dapat mengubah pola methylasi dari beberapa ekspresi gen
pada prostat dan kelenjar susu hewan pengerat
BPA memiliki kemungkinan karsinogen pada manusia
e. Perubahan mutasional terhadap sistem reproduksi
Meskipun BPA-glukoronid merupakan metabolit utama dari BPA, beberapa penelitian
menghasilkan bahwa sebagian BPA dimetabolisme menjadi BPA terhidroksilasi dengan
formasi menjadi bisphenol-o-kuinon melalui bisphenol semikuinon dengan sistem
aktivasi peroksidase atau hepatic microsomal cytochrome-P-450. Bentuk kuinon dan
semikuinon dapat membentuk DNA adducts dan menginduksi perubahan mutasional
(Atkinson and Roy, 1995). Kondisi patologis karena pajanan BPA mungkin berkaitan
dengan munculnya spesies oksigen reaktif dan radikal bebas yang disebabkan
metabolism BPA dan/atau sistem mediasi reseptor estrogen, sehingga berpotensi
mempengaruhi reproduksi dan karakteristik seksual melalui perusakan sistem
pengendalian redoks (Kabuto et al., 2003).
8. Biomarker
a. Biomarker susceptibility
Darah perifer : UGT1A6-Arg184Ser dan SULT1A1-Arg213His polimorfisme
b. Biomarker efek
Urin : BPA terkonjugasi dan BPA bebas

9. Pengukuran Kadar BPA dalam sampel biologi


Untuk mengukur kadar BPA dalam urin, cara pengukuran dengan menggunakan on-line
solid-phase extraction (SPE) dan digabungkan dengan isotope dilution High-Performance
Liquid Chromatograph/Tandem Mass Spectrometry (HPLC/MS) dengan persiapan sampling
sebelum dilakukan pemeriksaan. Untuk mengajust pengenceran urin, nilai BPA diambil nilai
Specific Gravity (SG) menggunakan handheld refractometer (Urine-Specific-Gravity-
Refractometer-PAL-10-S-P14643C0;TAGOUSA, Inc.,Bellevue,WA). Formula yang
digunakan adalah : Chemicalc = BPA x ((mean SG 1)/(individual SG 1)) dimana
Chemicalc adalah konsentrasi kimia SG terkoreksi dalam satuan g/L. (Ye et al., 2011, Kato
et al., 2005, Perera et al., 2016).
Dapat juga menggunakan High-Performance Liquid Chromatograph/Fluoroscense
Detection (HPLC/FD). Sodium asetat dan glukoronidase ditambahkan pada tiap sampel urin,
dicampur, dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 3 jam. Untuk memeriksa BPA bebas,
setelah diinkubasi, sampel ditambah dengan HCL dan diekstrasi dengan etilasetat. Setelah
diekstraksi, larutan tadi dievaporasi. Residu dicairkan dengan asetonitril 60% lalu resultan
diinjeksikan ke alat HPLC/FD dengan eksitasi 275 nm dan emisi 300nm (Yang et al., 2003).
Untuk pengukuran biomarker susceptibility, DNA genomic diisolasi dari darah perifer
menggunakan kit tertentu, seperti Wizard Genomic Purification Kit (Yang et al., 2003) atau
Puregene Gentra System Genomic Isolation. Setelah itu dilakukan beberapa tahapan proses,
yaitu : DNA akan diisolasi dengan rangkaian proses tertentu dengan Restriction Fragment
Length Polymorphism (RFLP), kemudian diamplifikasi, pemotongan dengan enzim, dan
elektroferosis dengan Polymorphism Chain Reaction (PCR).

10. Pengukuran kadar BPA di Lingkungan


Sampel BPA dari lingkungan dapat dianalisis dengan Gas Chromatograph-Mass
Spectrometry (GC-MS). Tahap pertama adalah sampel akan dimasukkan kedalam injeksi
untuk dipanaskan hingga menjadi uap. Setelah itu, analit yang melalui kolom kapiler akan
diionisasi. Ada dua tahap ionisasi yaitu electron impact ionization dan chemical ionization.
Setelah analit keluar dari kolom kapiler, akan diionisasi dengan tegangan listrik. Ion yang
muncul akan terdorong ke quadrupoles atau mass filter. Pada quadrupoles, ion-ion akan
dikelompokkan sesuai dengan gelombang radio dan menuju detector yang terbagi dua jenis.
Ketika electron yang lebih positif melewati electron multiplier detector, akan banyak
electron yang terlepas dan menyebabkan sebuah aliran dan kemudian sinyal arus dibuat oleh
detektor proporsional terhadap jumlah ion yang menuju detektor.
Analisis sampel BPA dari lingkungan juga bisa dengan High-Performance Liquid
Chromatograph .

11. Batas aman BPA (WHO, 2009)


a. European Food Safety Authority
NOAEL : 5 mg/kg bw/day
TDI : 0.05 mg/kg bw
b. US Food and Drug Administration
NOAEL : 5 mg/kg bw/day
c. Japan Food Sanitation Act
TDI : 0.05 mg/kg bw
Toksisitas akut BPA didefinisikan dengan nilai LC50 yang diukur dari banyak organisme
akuatik, dengan nilai LC50 berkisar dari 1000 hingga 20.000 mikrogram/L (Staples et al.,
1998), dengan No Adverse Aquatic Effects pada konsentrasi dibawah 100 mikrogram/L.
Daftar Pustaka
Alonso-Magdalena, P., Morimoto, S., Ripoll, C., Fuentes, E. & Nadal, A. 2006. The estrogenic effect of bisphenol
a disrupts pancreatic -cell function in vivo and induces insulin resistance. Environmental Health
Perspectives, 114, 106-112.
Atkinson, A. & Roy, D. 1995. In vivo DNA adduct formation by bisphenol A. Environmental and Molecular
Mutagenesis, 26, 60-66.
Baluka, S. A. & Rumbeiha, W. K. 2016. Bisphenol A and food safety: Lessons from developed to developing
countries. Food and Chemical Toxicology, 92, 58-63.
Bindhumol, V., Chitra, K. C. & Mathur, P. P. 2003. Bisphenol A induces reactive oxygen species generation in the
liver of male rats. Toxicology, 188, 117-124.
Cousins, I. T., Staples, C. A., Kleka, G. M. & Mackay, D. 2002. A multimedia assessment of the environmental
fate of bisphenol A. Human and Ecological Risk Assessment, 8, 1107-1135.
European Communities 2010. European Union Risk Assessment Report : Bisphenol A.
Fenichel, P., Chevalier, N. & Brucker-Davis, F. 2013. Bisphenol A: An endocrine and metabolic disruptor.
Annales d'Endocrinologie, 74, 211-220.
Hanaoka, T., Kawamura, N., Hara, K. & Tsugane, S. 2002. Urinary bisphenol A and plasma hormone
concentrations in male workers exposed to bisphenol A diglycidyl ether and mixed organic solvents.
Occupational and Environmental Medicine, 59, 625-628.
Herbst , A. L., Ulfelder , H. & Poskanzer , D. C. 1971. Adenocarcinoma of the Vagina. New England Journal of
Medicine, 284, 878-881.
Hoover , R. N., Hyer , M., Pfeiffer , R. M., Adam , E., Bond , B., Cheville , A. L., Colton , T., Hartge , P., Hatch ,
E. E., Herbst , A. L., Karlan , B. Y., Kaufman , R., Noller , K. L., Palmer , J. R., Robboy , S. J., Saal , R.
C., Strohsnitter , W., Titus-Ernstoff , L. & Troisi , R. 2011. Adverse Health Outcomes in Women Exposed
In Utero to Diethylstilbestrol. New England Journal of Medicine, 365, 1304-1314.
Im, J. & Lffler, F. E. 2016. Fate of Bisphenol A in Terrestrial and Aquatic Environments. Environmental Science
and Technology, 50, 8403-8416.
Kabuto, H., Hasuike, S., Minagawa, N. & Shishibori, T. 2003. Effects of bisphenol A on the metabolisms of active
oxygen species in mouse tissues. Environmental Research, 93, 31-35.
Kanerva, L., Jolanki, R., Estlander, T., Maj-Len, H.-E., Tuomi, M.-L. & Tarvainen, K. 2000. Airborne
Occupational Allergic Contact Dermatitis from Triglycidyl-p-Aminophenol and Tetraglycidyl-4,4`-
Methylene Dianiline in Preimpregnated Epoxy Products in the Aircraft Industry. Dermatology, 201, 29-
33.
Kang, J.-H., Kondo, F. & Katayama, Y. 2006. Human exposure to bisphenol A. Toxicology, 226, 79-89.
Kato, K., Silva, M. J., Needham, L. L. & Calafat, A. M. 2005. Determination of 16 phthalate metabolites in urine
using automated sample preparation and on-line preconcentration/high-performance liquid
chromatography/tandem mass spectrometry. Analytical Chemistry, 77, 2985-2991.
Kim, D.-M., Nakada, N., Horiguchi, T., Takada, H., Shiraishi, H. & Nakasugi, O. 2004. Numerical simulation of
organic chemicals in a marine environment using a coupled 3D hydrodynamic and ecotoxicological
model. Marine Pollution Bulletin, 48, 671-678.
Mielke, H. & Gundert-Remy, U. 2012. Physiologically Based Toxicokinetic Modelling as a Tool to Support Risk
Assessment: Three Case Studies. Journal of Toxicology, 2012, 11.
OEHHA 2009. Toxicological Profile for Bisphenol A.
Perera, F., Nolte, E. L. R., Wang, Y., Margolis, A. E., Calafat, A. M., Wang, S., Garcia, W., Hoepner, L. A.,
Peterson, B. S., Rauh, V. & Herbstman, J. 2016. Bisphenol A exposure and symptoms of anxiety and
depression among inner city children at 1012 years of age. Environmental Research, 151, 195-202.
Seachrist, D. D., Bonk, K. W., Ho, S.-M., Prins, G. S., Soto, A. M. & Keri, R. A. 2016. A review of the
carcinogenic potential of bisphenol A. Reproductive Toxicology, 59, 167-182.
Staples, C. A., Dome, P. B., Klecka, G. M., Oblock, S. T. & Harris, L. R. 1998. A review of the environmental
fate, effects, and exposures of bisphenol A. Chemosphere, 36, 2149-2173.
Suzuki, T., Nakagawa, Y., Takano, I., Yaguchi, K. & Yasuda, K. 2004. Environmental Fate of Bisphenol A and Its
Biological Metabolites in River Water and Their Xeno-estrogenic Activity. Environmental Science and
Technology, 38, 2389-2396.
Tominaga, T., Negishi, T., Hirooka, H., Miyachi, A., Inoue, A., Hayasaka, I. & Yoshikawa, Y. 2006.
Toxicokinetics of bisphenol A in rats, monkeys and chimpanzees by the LCMS/MS method. Toxicology,
226, 208-217.
Vandenberg, L. N., Hauser, R., Marcus, M., Olea, N. & Welshons, W. V. 2007. Human exposure to bisphenol A
(BPA). Reproductive Toxicology, 24, 139-177.
Vlkel, W., Colnot, T., Csandy, G. A., Filser, J. G. & Dekant, W. 2002. Metabolism and Kinetics of Bisphenol A
in Humans at Low Doses Following Oral Administration. Chemical Research in Toxicology, 15, 1281-
1287.
WHO 2009. Bisphenol A (BPA) - Current state of knowledge andfuture actions by WHO and FAO.
Yang, M., Kim, S.-Y., Lee, S.-M., Chang, S.-S., Kawamoto, T., Jang, J.-Y. & Ahn, Y.-O. 2003. Biological
Monitoring of Bisphenol A in a Korean Population. Archives of Environmental Contamination and
Toxicology, 44, 0546-0551.
Ye, X., Wong, L.-Y., Bishop, A. M. & Calafat, A. M. 2011. Variability of Urinary Concentrations of Bisphenol A
in Spot Samples, First Morning Voids, and 24-Hour Collections. Environmental Health Perspectives, 119,
983-8.

Вам также может понравиться