Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh
KELOMPOK 2
3. Patofisiologi
Aktivitas mengejan saat eliminasi, batuk kronis, mengangkat benda
yang berat dan obesitas menyebabkan lokus minoris resisten terangsang
sehingga membuat tekanan intraabdomen meningkat. Hal tersebut
mengakibatkan kanalis inguinalis tertekan oleh isi abdomen/usus sehingga
membuat kanalis inguinalis terbuka dan membuat isi abdomen/usus masuk
ke dalam kanalis inguinalis sehingga disebut sebagai hernia inguinalis.
Pada hernia inguinalis lateral terjadi penonjolan isi perut di lateral
pembuluh epigastrik inferior dan mengakibatkan regangan mesentrium
sehingga isi segmen masuk ke kantung hernia. Hal tersebut mengakibatkan
nyeri pada daerah inguinal (Mansjoer, 2001).
Pada hernia inguinalis lateral juga terjadi obstruksi usus sehingga
mengakibatkan gangguan pada aliran isi dan vaskuler usus yang berakhir
pada hernia strangulate sehinggaperlu dilakukan hemioraphy serta
gangguan peristaltic usus yang dapat mengakibatkan diare/konstipasi.
Hernia inguinalis lateral juga dapat mengakibatkan pembesaran skrotum
akibat usus masuk kedalam skrotum (Mansjoer, 2001).
5. Komplikasi
a. Inguinalis reponibel
Terjadi bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau
mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak
ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus (Nurarif dan Kusuma,
2013);
b. Inguinalis ireponibilis
Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan isi kantung hernia
sehingga isi kantung hernia tidak dapat dikembalikan lagi, keadaan ini
disebut hernia. Pada keadaan ini belum ada gangguan penyaluran isi
usus. Isi hernia yang tersering menyebabkan keadaan ireponibilis,
adalah omentum, karena mudah melekat pada dinding hernia dan isinya
dapat menjadi lebih besar karena infiltrasi lemak. Usus besar lebih
sering menyebabkan ireponibilis dari pada usus halus (Nurarif dan
Kusuma, 2013)
c. Inguinalis strangulata
Terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat banyaknya usus yang
masuk. Keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus di ikuti
dengan gangguan vascular ( proses strangulasi ) (Nurarif dan Kusuma,
2013);
d. Timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang kemudian menekan
pembuluh darah dan kemudian timbul nekrosis (PPNI, 2009);
e. Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung,
muntah (PPNI, 2009);
f. Kerusakan pada pasokan darah, testis atau saraf jika pasien laki-laki
(PPNI, 2009);
g. Pendarahan yang berlebihan/infeksi luka bedah (PPNI, 2009);
h. Komplikasi lama merupakan atropi testis karena lesi (PPNI, 2009);
i. Bila isi perut terjepit dapat terjadi: shock, demam, asidosis metabolik,
abses (PPNI, 2009).
6. Pemeriksaan Khusus
Data yang diperoleh atau dikali tergantung pada tempat terjadinya,
beratnya, apakah akut atau kronik, pengaruh terhadap struktur di
sekelilingnya dan banyaknya akar syaraf yang terkompresi.
a. Aktivitas/istirahat
Tanda dan gejala: > atropi otot , gangguan dalam berjalan riwayat
pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk dalam waktu
lama.
b. Eliminasi
Gejala: konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi adanya
inkontinensia atau retensi urine.
c. Integritas ego
Tanda dan gejala: Cemas, depresi, menghindar ketakutan akan
timbulnya paralysis, ansietas masalah pekerjaan, finansial keluarga.
d. Neuro sensori
Tanda dan gejala: penurunan reflek tendon dalam kelemahan otot
hipotonia, nyeri tekan, kesemutan, ketakutan kelemahan dari tangan
dan kaki.
e. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala: sikap, perubahan cara berjalan, nyeri seperti tertusuk paku,
semakin memburuk dengan batuk, bersin membengkokkan badan.
f. Keamanan
Gejala: adanya riwayat masalah punggung yang baru saja terjadi.
(Doenges, 2000, hal 320 321)
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut
(Yudha, 2011) :
1. Herniografi
Teknik ini, yang melibatkan injeksi medium kontras ke dalam kavum
peritoneal dan dilakukan X-ray, sekarang jarang dilakukan pada bayi untuk
mengidentifikasi hernia kontralateral pada groin. Mungkin terkadang
berguna untuk memastikan adanya hernia pada pasien dengan nyeri kronis
pada groin.
2. USG
Sering digunakan untuk menilai hernia yang sulit dilihat secara klinis,
3. CT dan MRI
Berguna untuk menentukan hernia yang jarang terjadi
7. Penatakaksanaan
1) Terapi Konservatif
a) Reposisi, hanya dilakukan pada hernia reponibel dengan memakai
kedua tangan, tangan yang satu melebarkan leher hernia, tangan
yang satu lagi memasukan isi hernia lewat leher hernia tersebut.
Pada asien yang takut operasi (anak-anak) dengan hernia
irreponibel dapat dicoba dengan cara : bagian hernia dikompres
dingin, diberi vallum 10 mg, pasien posisi trendelenberg (supine
dengan kepala lebih rendahdari badan), lakukan reposisi manual.
b) Suntikan, dilakukan seteah reposisi berhasil dengan cara menyuntik
ekitar tempat hernia dengan zat sklerotik (phenot atau alcohol)
untuk memperkecil pintu hernia.
c) Sabuk hernia, digunakan jika pasien menolak operasi dan pintu
hernia kecil. Sabuk ini juga dipakai ketika reposisi berhasil.
Penggunaan sabuk dilakukan pada pagi hari atau ketika pasien
menjalankan aktivitasnya dan akan dilepas ketika pasien
beristirahat atau malam hari.
2) Terapi Operatif
Hernia yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif
maka diperlukan tindakan operatif. Pembedahan secepat mungkin
setelah diagnosa ditegakkan. Adapun prinsip pembedahan hernia
inguinal lateralis sebagai berikut.
a) Herniotomi: dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke
lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada
perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit ikat
setinggi mungkin dan selanjutnya dipotong.
b) Herniorraphy : mengikat leher hernia dan menggantungkannya
pada conjoint tendon supaya tidak keluar masuk lagi.
c) Hernioplasty : member kekuatan pada dinding perut dengan cara
mengikat conjoint ke ligamen inguinal. Hal ini tidak dilakukan
pada pasien anak-anak.
Herniorraphy
1. Pengertian
Herniorraphy adalah operasi hernia yang terdiri dari operasi
herniotomi dan hernioplasti. Herniotomi adalah operasi pembebasan
kantong hernia sampai ke lehernya, kantong hernia dibuka dan isi
hernia dibebaskan jika ada perlengketan, kemudian direposisi,
kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
Hernioplasti adalah tindakan memperkuat daerah defek, misalnya
hernia inguinalis, tindakannya adalah mempersempit cincin inguinal
interna dan memperkuat dinding posterior kanalis inguinalis.
2. Indikasi
Herniotomi dilakukan pada pasien yang mengalami hernia dimana
tidak dapat kembali dengan terapi konservatif.
3. Teknik
a) Herniorraphy secara Lichtenstien
Teknik tension free herniorraphy pada Lichtenstien adalah dengan
menggunakan polypropylene mesh dengan ukuran 10x5 cm
diletakkan diatas Trigonom Hasselbach dan dibawah spermatik
kord. Selanjutnya dilakukan penjahitan dengan benang non
absorbsi 3/0 ke arah perios tuberkulum pubikum di medial,
melingkari korda spermatik di lateral, pada konjoin tendon di
superior, dan pada liganmentum inguinal di inferior. Kemudian
Aponeurosis MOE dijahit dengan cromik 2/0 secara kontinous
suture.
8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Data yang perlu dikaji
a) Anamnesis
1) Identitas pasien, meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, No.
RM, dan tanggal MRS.
2) Keluhan utama, biasanya terdapat benjolan pada selangkangan
dan nyeri pada area benjolan.
3) Riwayat penyakit sekarang, Hernia terjadi karena kongenital dan
acquired (didapat).
4) Riwayat penyakit dahulu.
5) Riwayat penyakit keluarga.
b) Data fokus (berdasarkan pemeriksaan fisik)
1) Sistem pernafasan
Gangguan pernafasan, menurunnya vital kapasitas,
menggunakan otot-otot pernafasan tambahan.
2) Sistem kardiovaskuler
Takikardia, hipertensi, orthostatic hipotensi.
3) Sistem neurologi
Keluhan pusing atau sakit kepala mungkin muncul, dapat
mengalami demam.
4) Sistem gastrointestinal
Pengosongan lambung yang lama, ileus paralitik, tidak ada
bising usus, stress ulcer, feses keras atau inkontinensia, mual,
muntah, abdomen hipertimpani.
5) Sistem urinaria
Retensi urine, inkontinensia.
6) Sistem muskuloskletal
Spasme otot, menurunnya kekuatan otot.
7) Sistem integumen
Adanya kemerahan pada daerah yang tertekan akibat tirah
baring (tanda awal decubitus), luka pada selangkangan, mukosa
kering.
8) Sistem reproduksi dan seksualitas.
Impoten, gangguan ereksi, ejakulasi, menstruasi tidak teratur.
c) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik hernia adalah secara inspeksi, palpasi, dan
auskultasi sebagai berikut (ganong, 1995 dalam Iscan, 2010;
Sabiston, 1994; Swartz, 1995).
1) Inspeksi: ketika pasien diminta mengedan akan terlihat benjolan
pada lipat paha, bahkan benjolan bisa saja sudah nampak
meskipun pasien tidak mengedan.
2) Palpasi: dapat meraba benjolan yang kenyal, isinya mungkin
berupa usus, omentum atau ovarium. Palpasi juga dapat
menentukan apakah hernia tersebut dapat didorong masuk
dengan jari (direposisi).
3) Auskultasi: pada pemeriksaan secara auskultasi, bila isi hernia
berupa usus maka bising usus dapat terdengar.
Pemeriksaan fisik dengan menggunakan metode finger tip test:
hanya dapat dilakukan pada pria dan pada hernia reponiblis. Tujuan
utamanya adalah untuk membedakan hernia inguinalis lateralis atau
medialis, di samping dapat menentukan diameter dan ketebalan
cincin hernia. Cara pemeriksaan adalah dengan sebelumnya
meminta pasien untuk mendorong masuk hernianya, kemudian salah
satu jari tangan pemeriksan dimasukkan menelusuri jalan masuk
hernia. Pasien kemudian diminta mengedan. Jika hernia teraba atau
menyentuh ujung jari berarti ini adalah hernia lateralis, dan bila
hernia menyentuh bagian samping jari berarti hernia medialis.
d) Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan radiologi (foto rontgen sinar X).
2) Pemeriksaan laboratorium (tes darah lengkap, pemeriksaan
feses, pemeriksaan urine).
3) Pemeriksaan EKG.
4) Pencitraan (MRI, CT scan)
C. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
2) Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot akibat penekakan oleh
isi hernia
3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
terkait prosedur operasi
b. Intra Operasi
1) Kerusahan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi
2) Resiko syok berhubungan dengan hipovolemia
c. Post Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik luka post op
2) Resiko Infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit
akibat prosedur operasi
nutrisi kurang dari
Faktor pencetus : aktivitas berat, kelemahan dinding abdomen, peningkatan kebutuhan tubuh
tekanan intraabdominal, kelainan kongenital,Pathway
usia Gangguan rasa
nyaman
kelemahan otot Mual muntah
distensi
Lengkung usus keluar melalui kanalis inguinalis eksternus dan mengikuti
korda spermatikus (pria) atau ligamen sekitar (wanita).
peningkatan
asam lambung isi usus
Hernia Inguinal Lateralis (HIL) atau Hernia Inguinal Indirek
tertahan
Benjolan pada selangkangan (region inguinal) pre operasi
kantong
Prosedur pembedahan (herniotomi, herniorraphy) Kurangnya informasi hernia berisi obstruksi usus
usus
Kerusakan
Insisi bedah Kurang
integritas kulit Ancaman kematian
pengetahuan Spasme
Terputusnya kontinuitas jaringan syaraf paristaltik usus otot
mmenurun
Hilangnya efek
LukaPost
Luka post Operasi
operasi Krisis situasional
anastesi
Nyeri akut
Kesadaran
terjaga Resiko syok
Capernito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Doenges, E. Marliynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta: Media
Aescuapius FK UI.