Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB I
PENDAHULUAN
Masih lekat dalam kenangan kita bagaimana konflik dan bencana tsunami di
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) mampu memporak porandakan Provinsi yang
terkenal dengan nama tanah rencong tersebut. Konflik yang telah terjadi selama ini bukan
hanya sudah memakan banyak korban jiwa tetapi bagi rakyat Aceh sendiri kebebasan
mereka, hubungan dengan dunia luar dan kehidupan yang damai telah direnggut oleh
peperangan. Hal ini tentu saja memicu trauma bukan hanya pada orang-orang yang
merasakan langsung peristiwa tersebut; akan tetapi juga orang-orang yang menjadi saksi
mata, termasuk juga anak-anak.
Konflik yang terjadi di NAD sendiri sudah berlangsung sejak tahun 1976.
Konflik yang di cetuskan oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) demi lepas dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini telah menyebabkan jatuhnya hampir sekitar
15.000 jiwa. Belum lagi terhitung warga sipil yang menjadi korban pelanggaran HAM
yang dilakukan oleh tentara Republik Indonesia sendiri. (WIKIPEDIA, 2008).
Kabupaten Pidie yang dianggap sebagai daerah pusat pemerintahan GAM, dengan
luas daerah 4.160,55 km dan tingkat kepadatan penduduknya mencapai 124,71 jiwa/km,
merupakan daerah yang memiliki kasus pelangaran HAM terbesar di Aceh.
Jumlah 47 5 7 12 0 31 6 108
Tabel 1.1.1.b
Sumber data: Koalisi NGO HAM Aceh 3 Februari 2002
Gambar 1.2 a : Anak-anak Aceh yang Gambar 1.2 b : Latihan tentara GAM
akrab dengan senjata melibatkan ayah dan anak remaja mereka
Sumber data : Koran Serambi, Anak miet Sumber data : Koran Serambi, Anak miet
GAM. Serambi, Nanggroe Aceh GAM. Serambi, Nanggroe Aceh
Darussalam, edisi 21 juni 2006 Darussalam, edisi 21 juni 2006
Apabila tidak segera ditanggulangi hal ini dikhawatirkan akan berdampak pada
tumbuh kembang anak-anak tersebut. Dari data Klinik Jiwa DR. Wardoyo (2006),
menunjukkan bahwa dampak yang diakibatkan oleh konflik dan bencana Tsunami pada
anak dan orang dewasa di Pidie; dari beberapa kasus yang berbeda adalah di antaranya:
rasa takut yang berlebihan, menutup diri dalam pergaulan, anak menjadi hiperaktif,
cenderung berbuat kasar, memiliki jiwa pemberontak, sulit untuk mandiri. Dan beberapa
kasus yang lain menunjukan rasa trauma sudah mengganggu fisik mereka; seperti tidak
punya selera makan, enggan ke luar rumah dan sebagainya.
1.5 Tujuan
Merancang gedung Pusat Rehabilitasi Trauma yang bisa mewadahi kegiatan
penanggulangan trauma konflik dan Tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam secara
terpusat, dengan mengaplikasikan konsep alam sebagai acuan desain.
1.6 Sasaran
- Melakukan studi tentang Pidie Nanggroe Aceh Darussalam.
- Melakukan studi tentang penanggulangan trauma.
- Melakukan studi tentang konsep alam.
- Melakukan studi tentang Pusat Rehabilitasi Trauma yang mengacu pada bangunan
panti rehabilitasi mental.
Data arsitektural
dan
non arsitektural