Вы находитесь на странице: 1из 40

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, dijelaskan bahwa

tingkat kemandirian sangat penting dalam upaya perawatan kualitas

hidup pada lansia dimana hal itu dapat mempengaruhi tingkat

kemandirian lansia dalam kualitas hidupnya. Oleh sebab itu, tinjauan

pustaka dalam penelitian ini akan membahas beberapa konten,

diantaranya :

2.1 Konsep Lansia


2.1.1 Definisi Lansia
Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia

tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berlkembang dari bayi,

anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal,

dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan

yang terjadi pada semua orang pada saat metmereka mencapai

usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Lansia merupakan

suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua

merupakan masa hidup manusia terakhir. Dimasa ini seseorang

mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial secara bertahap.


Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998 tentang

kesejahteraan lanjut usia pada bab 1 pasal 1 ayat 2, yang

dimaksud lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60

tahun keatas. Dra.Ny. Jos Masdani; Nugroho, 2000 mengemukakan


bahwa lansia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan

dapat dibagi menjadi 4 bagian pertama fase iufentus antara 25 dan

40 tahun, kedua fase verilitas, antara 40 dan 50 tahun, ketiga fase

prasenium antara 55 dan 65 tahun dan keempat fase senium,

antara 65 hingga tutup usia.


Pengertian lansia beragam tergantung kerangka pandang

individu. Orang tua yang berusia 35 tahun dapat dianggap tua oleh

anaknya dan tidak mudah lagi. Orang sehat aktif berusia 65 tahun

mungkin menganggap usia 75 tahun sebagai permulaan lanjut usia

(Brunner dan Sudart, 2001). Menurut surini dan sutomo (2003),

lanjut usia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut

dari suatu proses kehidupan yang akan dijalani semua individu,

ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi

dengan stress lingkungan(Azizah, 2011).


Menurut Reimer et al (1999); Stanley and Beare (2007),

mendefinisikan lansia berdasarkan karakteristik sosial masyarakat

yang menganggap bahwa orang tua jika menunjukkan cirri fisik

seperti rambut beruban, kerutan kulit, dan hilangnya gigi. Dalam

peran masyarakat tidak bisa lagi melaksanakan fungsi peran orang

dewasa, seperti pria yang tidak lagi terikat dalam kegiatan ekonomi

produktif, dan untuk wanita tidak dapat memenuhi tugas rumah

tangga. Kriteria simbolik seseorang dianggap tua ketika cucu

pertamanya lahir. Dalam masarakat kepulauan pasifik, seseorang


dianggap tua ketika ia berfungsi sebagai kepala dari garis

keturunan keluarganya (Azizah, 2011)


2.1.2 Batasan Lanjut Usia
WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia

kronolgis/biologis menjadi 4 kelompok yaitu usia pertengahan

(middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly)

berusia antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia tua (old) usia75 sampai

90 tahun, dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

Sedangkan Nugroho (2000) menyimpulkan pembagian umur

berdasarkan pendapat beberapa ahli, bahwa yang disebut lanjut

usia adalah orang yang telah berumur 65 tahun ke atas.


Menurut prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia

dikelompokkan menjadi usia dewasa muda (elderly adulthood), 18

atau 29-25 tahun, usia dewasa penuh (middle years) atau

maturitas, 25-60 tahun atau 65 tahun, lanjut usia (geriatric age)

lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang dibagi lagi dengan 70-75

tahun (young old), 75-80 tahun (old), lebih dari 80 tahun (very old).
Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 seorang dapat dinyatakan

sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan

mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya

mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan

menerima nafkah dari orang lain. UU No. 13 tahun 1998 tentang

kesejahteraan lansia bahwa lansia adalah seseorang yag mencapai

usia 60 tahun keatas (Azizah, 2011).


2.1.3 Tugas Perkembangan Lanjut Usia
Seiringa tahap kehidupan, lansia memiliki tugas perkembangan

khusus. Hal ini didiskripsikan oleh Burnside (1979) dan Havighurst

(1953) dikutip oleh potter dan perry (2005). Tujuh kategori utama

tugas perkembangan lansia meliputi :


1. Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan

kesehatan
Lansia harus menyesuaikan dengan perubahan fisik seiring

dengan terjadinya penurunan dan penuaan sistem tubuh,

perubahan penampilan dan fungsi tubuh. Hal ini tidak

dikaitkan dengan penyakit, tetapi itu merupakan suatu proses

yang normal yang dialami oleh lansia. Bagaimana

meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit pada lansia

dengan cara hidup yang sehat.


2. Menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan

pendapatan
Lansia umumnya mengalami masa pensiun dari pekerjaan,

oleh karena itu mungkin perlu untuk menyesuaikan dan

membuat perubahan karena kehilangan pendapatan dan

hilangnya peran bekerja. Bagaimanapun, karena pensiunan ini

biasanya telah diantisipasi, seseorang dapat berencana

kedepan untuk untuk berpartisipasi dalam mengatasi

aktivitasnya sehari-hari, mencari minat dan hobi baru maupun

kesibukan sehari-hari, dan bila perlu melanjutkan

pendidikannya. Meskipun kebanyakan lansia diatas garis

kemiskinan, sumber financial secara jelas mempengaruhi


permasalahan dalam masa pensiun. Sekarang ini orang yang

pensiun akan mempunyai ketergantungan sosial, financial,

selain juga kehilangan prestice, kewibawaan, peranan-

peranan sosial, dan sebagainya, yang akan merupakan stress

bagi orang-orang tua tadi. Untuk menghadapi masa pensiun,

dengan stress yang sekecil mungkin timbul suatu pemikiran

dalam rangka masa persiapan pensiun tadi, yaitu

mengadakan pensiun bertahap atau yang disebut stepwise

employment plan" (Nishio, 1977; dikutip oleh darmojo dan

martono, 2004). Ini dikerjakan secara bertahap untuk

mengurangi jam dinas sambil memberikan kesiapan

pengaturan kea rah macam pekerjaan yang aka dijalankan

sesudah pensiun. Hal ini dapat membantu lansia untuk

beradaptasi dan menyesuaikan terhadap masa pensiun

relative lebih muda.


3. Menyesuaikan terhadap kematian pasangan
Mayoritas lansia dihadapkan pada kematian pasangan,

teman, dan kadang anaknya. Kehilangan ini sering sulit

diselesaikan oleh lansia, apalagi bagi lansia yang

menggantungkan hidupnya dengan seorang teman yang

sangat berarti bagi dirinya. Dengan membantu lansia melalui

proses berduka, dapat membantu mereka menyesuaikan diri

terhadap kehilangan.
4. Menerima diri sendiri sebagai individu lansia
Beberapa lansia menemukan kesulitan untuk menerima diri

sendiri selama penuaan. Mereka dapat memperlihatkan

ketidakmampuannya sebagai koping dengan menyangkal

penurunan fungsi, meminta cucunya untuk memanggil

mereka dengan sebutan nenek atau menolak meminta

bantuan dalam tugas yang menempatkan keamanan mereka

pada resiko yang besar.


5. Mempertahankan kepuasaan pengaturan hidup
Lansia dapat mengubah rencana kehidupannya, misalnya,

kerusakan fisik dapat mengharuskan pindah ke rumah yang

lebih kecil dan untuk seorang diri. Beberapa masalah

kesehatan lain mungkin mengharuskan lansia untuk tinggal

dengan keluarganay atau dengan temananya. Perubahan

rencana kehidupan bagi lansia mungkin membutuhkan waktu

untuk menyesuaikan selama lansia memerlukan bantuan dan

dukungan profesional perawatan kesehatan dan keluarga.


6. Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa
Lansia sering memerlukan penetapan hubungan kembali

dengan anak-anaknya yang telah dewasa. Masalah-masalah

keterbalikan peran, ketergantungan, konflik, perasaan

bersalah, dan kehilangan memerlukan pengenalan dan

resolusi.
7. Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup
Lansia harus belajar menerima aktivitas dan minat baru untuk

mempertahankan kualitas hidupnya. Seorang lansia yang

sebelumnya aktif secara sosial sepanjang hidupnya mungkin


merasa relative mudah untuk bertemu dengan orang baru

dan minat baru. Akan tetapi, seseorang yang introvert dengan

sosialisasi terbatas, mungkin menemui kesulitan bertemu

dengan orang yang baru maupun minat yang baru selama

pensiun.
Dengan mengetahui tugas perkembangannya, orang tua

diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan menurunnya

kesehatan secara bertahap, mencari kegiatan untuk

mengganti tugas-tugas terdahulu yang menghabiskan

sebagian besar waktu saat mereka masih muda. Bagi

beberapa orang yang berusia lanjut, kewajiban untuk

menghadiri rapat yang menyangkut kegiatan sosial sangat

sulit dilakukan karena kesehatan dan pendapatan mereka

yang menurun setelah pensiun, mereka sering mengundurkan

diridari kegiatan sosial. Disamping itu, sebagian besar orang

yang berusia lanjut perlu mempersiapkan dan menyesuaikan

diri dengan peristiwa kehilangan pasangan, perlu membangun

ikatan dengan anggota dari kelompok usia mereka untuk

menghindari kesepian dan menerima kematian denga tenang

dan tentram (Azizah, 2011).


2.14 Proses Penuaan
Mengapa menjadi tua, tahap dewasa merupakan tahap tubuh

mencapai titik perkembangan yang maksimal. Setelah itu

tubh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel-

sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga


akan mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan.

Itulah yang dikatakan proses penuaan.


Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses

menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan

untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan

fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap

infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita

(Constantinides,1994). Sering dengan proses menua tersebut,

tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan atau

yang biasa disebut sebagai penyakit degenerative (Maryam

dkk, 2012).
2.15 Teori-teori Proses Penuaan
Ada beberapa teori yang menyatakan dan berkaitan

dengan proses penuaan, yaitu teori biologi, teori psikologis,

teori sosial, dan teori spiritual.


1. Teori biologi
Teori biologi mencakup teori genetik dan mutasi,

immunology slow theory. Teori stress, teori radikal bebas,

dan teori rantai silang.


Teori genetic dan mutasi
Menurut teori genetic dan mutasi, menua terprogram

secara genetic untuk spesies-spesies tertentu.

Menua terjadi sebagai aikbat dari perubahan

biokimia pada tubuh yang deprogram oleh molekul-

molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan

mengalami mutasi.
Pada teori biologi dikenal istilah pemakaian dan

perusakan (wear and tear) yang terjadi karena

kelebihan usaha dan stress yang menyebabkan sel-

sel tubuh menjadi lelah (pemakaian). Pada teori ini

juga didapatkan terjadinya peningkatan jumlah

kolagen dalam tubuh lansia, tidak ada perlindungan

terhadap radiasi, penyakit dan kekurangan gizi

(Maryam dkk, 2012).


Immunology slow theory
Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya

usia dan masuknya virus kedalam tubuh yang dapat

menyebabkan kerusakan organ tubuh (Maryam,dkk

2012).
Teori stress
Teori stress mengungkapkan menua terjadi akibat

hilangnya sel-sel yang bisa digunakan tubuh.

Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan

kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan

stress yang menyebabkan sel-sel tubuh lelah

terpakai.
Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak

stabilnya radikal bebas (kelompok atom)

mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan

organic seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini

menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan


regenerasi pembentukan sel-sel yang baru (Maryam,

2012).
Teori rantai silang
Teori ini menjelaskan, bahwa sel-sel yang tua atau

using, reaksi kimianya dapat menyebabkan ikatan

yang kuat, khsusunya jaringan kolagen, ikatan ini

menyebabkan elastisitas berkurang dan menurunya

suatu fungsi dari sel itu (Murwani dan Priyantari,

2011).
2. Teori psikologis
Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara ilmiah

seiring dengan penambahan usia. Perubahan psikologis

yang terjadi dapat dihubungkan dengan keakuratan mental

dan keadaan fungsional yang efektif. Menurut Maslow

Hierareky Human Needs Theory, teori maslow ini

mengungkapkan hirarki kebutuhan manusia yang meliputi

5 hal (kebutuhan fisiologi dasar, keamanan dan

kenyamanan, kasih saying, harga diri, dan aktualisasi diri)

(Murwani dan Priyantari, 2011).


3. Teori sosial
Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses

penuaan yaitu teori interaksi sosial (social exchange

theory), teori penuaan diri (disengament theory), teori

aktivitas (activity theory), teori kesinambungan(continuity

theory), teori perkembangan (development theory), dan

teori stratifikasi usia (age stratification theory).


Teori interaksi sosial
Menurut Mauss (1954), hommans (1961), dan blau

(1964, mengemukakan bahwa interaksi sosial terjadi

berdasarkan atas hukum pertukaran baranng dan

jas. Sedangkan meurut pakar lain Simmons (1945),

mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk

terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci

untuk mempertahankan status sosialnya atas dasar

kemampuannya untuk melakukan tukar-menukar.


Pokok-pokok teori interaksi sosial adalah

sebagai berikut :
Masyarakat terdiri atas aktor-aktor sosial yang

berupaya mencapai tujuannya masing-masing.


Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai,

seorang aktor harus mengeluarkan biaya


Aktor senantiasa berusaha mencari

keuntungan dan mencegah terjadinya kerugian


Hanya interaksi yang ekonomis saja yang

dipertahankan olehnya (Maryam dkk, 2012)


Teori penarikan diri
Teori ini merupakan teori sosial tentang penuaan

yang paling awal dan pertama kali dikenalkan oleh

Gumming dan Henry (1961). Kemiskinan yang

diderita lansia dan menurunnya derajat kesehatan

mengakibatkan seorang lansia secara perlahan-lahan

menarik diri dari pergaulan di sekitarnya. Selain hal

tersebut, masyarakat juga harus mempersiapkan


kondisi agar para lansia tidak menarik diri. Proses

penuaan mengakibatkan interaksi sosial lansia mulai

menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas.


Pada lansia juga terjadi kehilangan ganda

(triple loss), yaitu : kehilangan peran (loss of roles),

hambatan kontak sosial (restriction of contacts and

relation ships), berkurangnya komitmen (reduced

commitment to social moralres and values).


Menurut teori ini seorang lansia dinyatakan

mengalami proses penuaan yang berhasil apabila ia

menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat

memusatkan diri pada persoalan pribadi serta

mempersiapkan diri dalam rangka menghadapi

kematiannya.
Pokok-pokok teori menarik diri adalah sebagai

berikut :
Pada pria, kehilangan peran hidup terutama

terjadi pada masa pensiun. Sedangkan pada

wanita terjadi pada masa ketika peran dalam

keluarga berkurang, misalnya saat anak

menginjak dewasa serta meninggalkan

rumahuntuk belajar dan menikah.


Lansia dan masyarakat mampu mengambil

manfaat dari hal ini, karena lansia dapat

merasakan bahwa tekanan sosial berkurang,


sedangkan kaum muda memperoleh kerja yang

lebih luas.
Tiga aspek utama dalam teori ini adalah proses

menarik diri yang terjadi sepanjang hidup.

Proses ini tidak dapat dihindari serta hal ini

harus diterima lansia dan masyarakat.


Teori aktivitas
Teori aktivitas dikembangkan oleh palmore (1965)

dan lemon et al (1972) yang menyatakan bahwa

penuaan yang sukses bergantung dari bagaimana

seorang lansia merasakan kepuasan dalam

melakukan aktivitasnya serta mempertahankan

aktivitas tesebut lebih penting dibandingkan

kuantitas dan aktivitas yang dilakukan. Dari satu sisi

aktivitas lansia dapat meurun, akan tetapi di lain sisi

dapat dikembangkan.
Pokok-pokok teori aktivitas adalah :
Moral dan kepuasan berkaitan dengan

interaksi sosial dan keterlibatan sepenuhnya

dari lansia di masyarakat


Kehilangan peran akan menghilangkan

kepuasan seseorang lansia.

Penerapan teori aktivitas ini sangat positif dalam

penyusunan kebijakan terhadap lansia, karena

memungkinkan para lansia untuk berinteraksi

sepenuhnya di masyarakat (Maryam dkk, 2012).


Teori kesinambungan
Teori ini banyak dianut oleh banyak pakar sosial.

Teori ini mengemukakan adanya kesenimbungan

dalam siklus kehidupan lansia. Pengalaman hidup

seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya

kelak. Teori kesinambungan merupaka teori

pergerakan dan proses banyak arah, bergantung dari

bagaimana penerimaan seseorang terhadap status

kehidupannya.
Pokok-pokok teori kesinambungan adalah

sebagai berikut :
Lansia tak disarankan untuk melepaskan peran

atau harus aktif dalam proses penuaan, tetapi

berdasarkan pada pengalamannya dimasa

lalu, lansia harus memilih peran apa yang

harus dipertahankan atau dihilangkan


Peran lansia yang hilang tak perlu digantikan
Lansia berkesempatan untuk memilih berbagai

macam cara untuk beradaptasi (Maryam dkk,

2012).
Teori perkembangan
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa

yang telah dialami oleh lansia pada saat muda

hingga dewasa. Havighurst dan Duvali menguraikan

tujuh jenis tugas perkembangan (developmental


tasks) selama masa hidup yang harus dilaksanakan

oleh lansia, yaitu :


Penyesuaian terhadap penuruna kemampuan

fisik dan psikis


Penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan

pendapatan
Menemukan makna kehidupan
Mempertahankan pengaturan hidup yang

memuaskan
Menemukan kepuasan dalam hidup

berkeluarga
Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan

meninggal dunia
Menerima dirinya sebagai lansia.

Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses

menjadi tua merupakan suatu tantangan dan

bagaimana jawaban lansia terhadap berbagai

tantangan tersebut bernilai positif atau negative.

Akan tetapi, teori ini tidak menggariskan bagaimana

cara menjadi tua yang diinginkan atau yang

seharusnya diterapkan oleh lansia tersebut.

Pokok-pokok dalam teori perkembangan adalah

sebagai berikut :

Masa tua merupakan saat lansia merusmuskan

seluruh masa kehidupannya


Masa tua merupakan masa penyesuaian diri

terhadap kenyataan sosial yang baru, yaitu

pensiun/menduda/menjanda
Lansia harus menyesuaikan diri sebagai akibat

dari perannya yang berakhir didalam keluarga,

kehilangan identitas dan hubungan sosialnya

akibat pensiun, serta ditinggal mati oleh

pasangan hidup dan teman-temannya

(Maryam,2012).
Teori stratifikasi usia
Wiley (1971) menyusun stratifikasi usia berdasarkan

usia kronologisyang menggambarkan serta

membentuk adanya perbedaan kapasitas, peran,

kewajiban, dan hak mereka berdasarkan usia.


Pokok-pokok dari teori stratifikasi usia adalah sebagai

berikut :
Arti usia dan posisi kelompok usia bagi

masyarakat
Terdapatnya transisi yang dialami oleh

kelompok
Terdapatnya mekanisme pengalokasian peran

di antara penduduk (Maryam, 2012).


4. Teori spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada

pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan

persepsi individu tentang arti kehidupan.


James Fowler mengungkapkan tujuh tahap

perkembangan kepercayaan (wong, et al, 1999). Fowler


juga meyakini bahwa kepercayaan/ demesia spiritual

adalah suatu kekeuatan yang memberi arti bagi kehidupan

seseorang.
Fowler menggunakan istilah kepercayaan sebagai

suatu bentuk pengetahuan dan cara berhubungan dengan

kehidupan akhir. Menurutnya, kepercayaan adalah suatu

fenomena timbal balik, yaitu suatu hubungan aktif antara

seseorang dengan orang lain dalam menanamkan suatu

keyakinan, cinta kasih, dan harapan.


Fowler meyakini bahwa perkembangan kepercayaan

antara orang dan lingkungan terjadi karena adanya

kombinasi antara nilai-nilai dan pengetahuan. Fowler juga

berpendapat bahwa perkembangan spiritual pada lansia

berada pada tahap penjelmaan dari prinsip cinta dan

keadilan (Maryam, 2012).

2.16 Perubahan-perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik,

sosial, dan psikologis

1. Perubahan fisik
Sel : jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan

tubuh menurun, dan cairan intraseluler menurun


Kardiovaskuler : katup jantung menebal dan kaku,

kemampuan memompa darah menurun (menurunnya kontraksi dan

volume), elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya


resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah

meningkat.
Respirasi : otot-otot pernafasan kekuatannya menurun

dan kaku, elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat

sehingga menarik napas lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya

menurun, kemampuan batuk menurun, serta terjadi penyempitan

pada bronkus
Persarafan : saraf panca indra mengecil sehingga

fungsinya menurun serta lambat dalam merespons dari waktu

bereaksi khususnya yang berhubunga dengan stress. Berkurangnya

atau hilangnya lapisan meilin akson, sehingga menyebabkan

berkkurangnya respons motorik dan reflex.


Musculoskeletal : cairan tulang menurun sehingga mudah

rapuh (osteoporosis), bungkuk (kifosis), persendian membesar dan

menjadi kaku (atrofi otot), kram, tremor, tendon mengerut dan

mengalami sklerosis.
Gastrointestinal : esophagus melebar, asam lambung menurun,

lapar menurun, dan peristaltic menurun sehingga daya absorbsi

juga ikut menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ

aksesori menurun sehingga menyebabkan berkurangnya produksi

hormon dan enzim pencernaan.


Genitourinaria : ginjal : mengecil, aliran darah ke ginjal

menurun, penyaringan di glomerulus menurun, dan fungsi tubulus

menurun sehingga kemampuan mengonsentrasi urine ikut

menurun.
Vesika urinaria : otot-otot melemah, kapasitasnya menurun,

dan retensi urine. Prostat : hipertrofi pada 75% lansia


Vagina : selaput lender mongering dan sekresi menurun
Pendengaran : membrane timpani atrofi sehingga terjadi

gangguan pendengaran. Tulang-tulang pendengaran mengalami

kekakuan.
Penglihatan : respons terhadap sinar menurun, adaptasi

terhadap gelap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang

menurun dan katarak.


Endokrin : produksi hormone menurun
Kulit : keriput serta kulit kepala dan rambut menipis.

Rambut dalam hidung dan telinga menebal. Elastisitas menurun,

vaskularisasi menurun, rambut memutih (uban), kelenjar keringat

menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan

seperti tanduk.
Belajar dan memori : kemampuan belajar masih ada tetapi relative

menurun karena proses enconding menurun.


Intelegensi : secara umum tidak banyak berubah
Personality dan adjustment (pengaturan): tidak banyak perubahan,

hampir seperti saat muda.


Pencapaian (achievement): sains, filosofi, seni, dan music sangat

mempengaruhi
2. Perubahan sosial
Peran : post power syndrome, single woman,

dan sigle parent


Keluarga (emptiness) : kesendirian, kehampaan
Teman : ketika lansia lainnya meninggal, maka muncul

perasaan kapan akan meninggal. Berada dirumah terus menerus akan

cepat pikun (tidak berkembang).


Abuse : kekerasan berbentuk verbal (dibentak)

dan nonverbal (dicubit, tidak diberi makan).


Masalah hukum : berkaitan dengan perlindungan asset dan

kekayaan pribadi yang dikumpulkan sejak masih muda.


Pensiun : kalau menjadi PNS akan ada tabungan (dana

pensiun). Kalau tidak, anak dan cucu yang akan member uang.
Ekonomi : kesempatan untuk mendpatkan pekerjaan

yang cocok bagi lansia dan income security


Rekreasi : untuk ketenangan batin
Keamanan : jatuh, terpeleset
Transportasi : kebutuhan akan sistem transportasi

yang cocok bagi lansia


Politik : kesempatan yang sama untuk terlibat

dan memberikan masukan dalam sistem politik yang berlaku


Pendidikan : berkaitan dengan pengentasan buta aksara

dan kesempatan untuk tetap belajar sesuai dengan hak asasi manusia
Agama : melaksanakan ibadah
Panti jompo : merasa dibuang/diasingkan
3. Perubahan psikologis
Perubahan psikologis pda lansia meliputi short term memory,

frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi

kematian, perubahan keinginan, depresi, dan kecemasan.


Dalam psikologi perkembangan, lansia dan perubahan yang

dialaminya akibat proses penuaan digambarkan oleh hal-hal berikut.


Masalah-masalah umum yang sering dialami oleh lansia
Keadaan fisik lemah dan tak berdaya, sehingga harus

bergantung pada orang lain


Status ekonominya sangat terancam, sehingga cukup

beralasan untuk melakukan berbagai perubahan besar

dalam pola hidupnya


Menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan

status ekonomi dan kondisi fisik


Mencari teman baru untuk menggantikan suami atau istri

yang telah meninggal atau pergi jauh dan/ atau cacat


Mengemmbangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu

luang yang semakin bertambah


Belajar untuk memperlakukan anak yang sudah besar

sebagai orang dewasa


Mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat yang secara

khusus direncanakan untuk orang dewasa


Mulai merasakan kebahagiaan dari kegiatan yang sesuai

untuk lansia dan memiliki kemauan untuk mengganti

kegiatan lama yang berat dengan yang lebih cocok


Menjadi sasaran atau dimanfaatkan oleh para penjual obat,

buaya darat, dan kriminalitas karena mereka tidak sanggup

lagi untuk mempertahankan diri (Maryam, 2012).


Perubahan-perubahan umum dalam penampilan lansia
Bagian kepala : bentuk mulut berubah akibat kehilangan gigi

atau karena harus memakai gigi palsu, penglihatan agak

kabur, mata tak bercahaya dan sering mengeluarkan cairan,

dagu mengendur tampak berlipat, pipi berkerut, kulit berkerut

dan kering, bintik hitam pada kulit tampak lebih banyak, serta

rambut menipis dan berubah menjadi putih abu-abu.


Bagian tubuh : bahu membungkuk dan tampak mengecil,

perut membesar dan tampak membuncit, pinggul tampak

mengendur dan lebih lebar dibandingkan dengan waktu

sebelumnya, garis pinggang melebar menjadikan badan


tampak seperti terisap, serta payudara bagi wanita menjadi

kendur.
Bagian persendian : pangkal tangan menjadi kendur dan

terasa berat, sedangkan ujung tangan tampak mengerut. Kaki

menjadi kendur dan pembuluh darah balik menonjol,

terutama ada di sekitar pergelangan kaki. Tangan menjadi

kurus kering dan pembuluh vena di sepanjang bagian

belakang tangan menonjol. Kaki membesar karena otot-otot

mengendur, timbul benjolan-benjolan, serta ibu jari

membengkak dan bisa meradang serta timbul kelosis. Kuku

tangan dan kaki menebal, mengeras, dan mengapur.


Beberapa kemunduran organ tubuh seperti yang disebutkan

oleh kartari (1990), diantaranya adalah sebagai berikut :


Kulit : kulit berubah menjadi lebih tipis, kering, keriput,

dan elastisitas menurun. Dengan demikian, fungsi kulit sebagai

penyekat suhu lingkungan dan perisai terhadap masuknya kuman

terganggu.
Rambut : rontok, warna putih, kering, dan tidak mengkilap. Ini

berkaitan dengan perubahan degenerative kulit.


Otot : jumlah sel otot berkurang, ukurannya mengecil atau

atrofi terjadi atrofi sementara jumlah jaringan ikat bertambah, volume

otot secara keseluruhan menyusut, fungsinya menurun, serta

kekuatannya berkurang.
Jantung dan pembuluh darah : pada usia lanjut kekuatan mesin

pompa jantung berkurang. Berbagai pembuluh darah penting

khususnya di jantung dan otak mengalami kekakuan. Lapisan intima


menjadi kasar akibat merokok, hipertensi, diabetes mellitus, kadar

kolesterol tinggi, serta hal lain yang memudahkan timbulnya

penggumpalan darah dan thrombosis.


Tulang : pada proses menua, kadar kapur (kalsium) dalam

tulang menurun, akibatnya tulang menjadi keropos (oesteoporosis) dan

mudah patah.
Seks : produksi hormone seks pada pria dan wanita

menurun dengan bertambahnya umur.


Menurut Boedhi Darmojo (2004), menjadi tua bukanlah suatu

penyakit atau sakit, tetapi suatu proses perubahan dimana

kepekaan bertambah atau batas kemampuan beradaptasi

menjadi berkurang yang sering dikenal dengan geriatric

giant, dimana lansia akan mengalami 13 I, yaitu imobilisasi,

instabilitas (mudah jatuh), intelektualitas terganggu

(demensia), isolasi (depresi), inkontinensia, impotensi,

imunodefisiensi, infeksi mudah terjadi, impaksi (konstipasi),

iatrogenesis (kesalahan diagnosis), insomnia, impairment of

(gangguan pada), penglihatan, pendengaran, pengecapan,

penciuman, komunikasi, dan integritas kulit, inaniation

(malnutrisi).
Perubahan umum fungsi pancaindra pada lansia
Sistem penglihatan : ada penurunan yang konsisten dalam

kemampuan untuk melihat ojek pada tingkat penerangan yang

rendah serta menurunnya sensitivitas terhadap warna


Orang berusia lanjut pada umumnya menderita presbiop

atau tidak dapat melihat jarak jauh dengan jelas yang terjadi

karena elastisitas lensa mata berkurang.


Sistem pendengaran : orang berusia lanjut kehilangan

kemampuan mendengar bunyi dengan nada yang sangat tinggi

sebagai akibat dari berhentinya pertumbuhan saraf dan

berakhirnya pertumbuhan organ basal yang mengakibatkan

matinya rumah siput di dalam telinga. Mereka pada umumnya

tetap dapat mendengar pada suara rendah daripada nada

sejelas orang yang lebih muda. Menurut pengalaman, pria

cenderung lebih banyak kehilangan pendengaran pada masa

tuanya dibandingkan dengan wanita.


Sistem perasa : perubahan penting dalam alat perasa pada

usia lanjut adlah sebagai akibat dari berhentinya pertumbuhan

tunas perasa yang terletak di lidah dan di permukaan bagian

dalam pipi. Saraf perasa yang berhenti tumbuh ini semakin

bertambah banyak sejalan dengan bertambahnya usia. Selain

itu, terjadi penurunan sensitivitas papil-papil pengecap terutama

terhadap rasa manis dan asin.


Sistem penciuman : daya penciuman menjadi kurang tajam

sejalan dengan bertambahnya usia, sebagian karena

pertumbuhan sel di dalam hidung berhenti dan sebagian lagi

karena semakin lebatnya bulu rambut di lubang hidung.


Sistem peraba : kulit menjadi semakin kering dank eras,

maka indra peraba di kulit semakin peka. Sensitivitas terhadap


sakit dapat terjadi akibat penurunan ketahanan terhadap rasa

sakit. Rasa sakit tersebut berbeda untuk setiap bagian tubuh.

Bagian tubuh yang ketahanannya sangat menuurn, sedangkan

pada kaki tidak seburuk kedua organ tersebut.


Perubahan umum kemampuan motorik pada lansia
Kekuatan motorik : penurunan kekuatan yang paling nyata

adalah pada kelunturan otot-otot yang menopang tegaknya

tubuh. Orang berusia lanjut lebih cepat merasa lelah dan

memerlukan waktu yang lebih lama untuk memulihkan diri dari

keletihan dibanding orang yang lebih muda.


Kecepatan motorik : penurunan kecepatan dalam bergerak

bagi lansia dapat dilihat dari tes terhadap waktu, reaksi, dan

ketrampilan dalam bergerak seperti dalam menulis. Kecepatan

dalam bergerak tampak sangat menurun setelah usia 60-an


Belajar ketrampilan baru : bahkan pada waktu orang

berusia lanjut percaya bahwa belajar ketrampilan baru akan

menguntungkan pribadi mereka, mereka lebih lambat dalam

belajar dibanding orang yang lebih muda dan hasil akhirnya

cenderung kurang memuaskan.


Kekakuan motorik : lansia cenderung menjadi canggung

dan kaku. Hal ini menyebabkan sesuatu yang dibawa dan

dipegangnya tertumpah dan terjatuh. Lansia melakukan sesuatu

dengan tidak hati-hati dan dikerjakan secara tidak teratur.

Kerusakan dalam ketrampilan motorik terjadi dengan susunan

terbalik terhadap berbagai keterampilan yang telah terjadi

dipelajari. Keterampilan yang lebih dulu dipelajari justru lebih


sulit dilupakan dan keterampilan yang baru dipelajari lebih cepat

dilupakan (Maryam, 2012).

2.2 Konsep Kemandirian Lansia

2.2.1 Pengertian

Menurut Mutadin (2002), kemandirian mengandung pengertian

yaitu suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat bersaing

untuk maju demi kebaikan dirinya, mampu mengambil keputusan dan

inisiatif untuk mengatasi masalah yan dihadapi, memiliki kepercayaan

diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya, bertanggung jawab terhadap

apa yang dilakukan.

Fungsi kemandirian pada lansia mengandung pengertian yaitu

kemampuan yang dimiliki oleh lansia untuk tidak bergantung pada

orang lain dalam melakukan aktivitasnya, semuanya dilakukan sendiri

dengan keputusan sendiri dalam rangka memnuhi kebutuhannya

(Alimul, 2004).

Selain itu kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat dari

kualitas hidup. Kualitas hidup orang lanjut usia dapat dinilai dari

kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Aktivitas

kehidupan sehari-hari (AKS) menurut Setiati (2000) dikutip oleh Ratna

(2004) ada 2 yaitu AKS standar AKS instrumental. AKS standar

meliputi kemampuan merawat dari seperti makan, berpakaian, buang

air besar/kecil, dan mandi. Sedangkan AKS instrumental meliputi


aktivitas yang komplek seperti memasak, mencuci, menggunakan

telepon, dan menggunakan uang.

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian orang

lanjut usia

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian lansia meliputi :

1. Kondisi kesehatan
Lanjut usia yang memiliki tingkat kemandirian tertinggi adalah

mereka yang secara fisik dan psikis memiliki kesehatan yang

cukup prima. Prosentase yang paling tinggi adalah mereka yang

mempunyai kesehatan baik. Dengan memiliki kesehatan yang

baik mereka bisa melakukan aktivitas apa saja dalam

kehidupannya sehari-hari seperti : mengurus dirinya sendiri,

bekerjadan rekreasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Setiati

(2000) bahwa kemandirian bagi lansia dapat dilihat dari kualitas

kesehatan yang dimiliki sehingga dapat melakukan aktivitas

kehidupan sehari-hari (AKS). Sedangkan pada lanjut usia dengan

kesehatan sedang cenderung tidak mandiri. Hal ini disebabkan

karena kondisi kesehatan mereka baik fisik maupun psikis yang

kadang-kadang sakit atau mengalami gangguan, sehingga

aktivitas sehari-hari tidak semuanya dapat dilakukan sendiri.

Pada beberapa kegiatan mereka memerlukan bantuan dari orang

lain, misalnya mengerjakan pekerjaan yang berat atau

mengambil keputusan.
Orang lanjut usia yang memiliki kondisi kesehatan sedang

cenderug memilih aktivitas yang memerlukan sedikit kegiatan

fisik. Untuk mengerjakan beberapa aktivitas fisik dan psikis yang

berat mereka memerlukan bantuan maupun pertolongan dari

orang lain. Dampak dari menurunnya kondisi kesehatan

seseorang secara bertahap dalam ketidakmampuan secara fisik

mereka hanya tertarik saja pada kegiatan yang memerlukan

sedikit tenaga dan kegiatan fisik (Hurlock, 1994).


2. Kondisi Ekonomi
Lanjut usia mandiri pada kondisi ekonomi sedang karena mereka

dapat menyesuaikan kembali dengan kondisi yang mereka alami

sekarang. Misalnya perubahan gaya hidup. Dengan

berkurangnya pendapatan setelah pensiun, mereka denga

terpaksa harus menghentikan atau mengurangi kegiatan yang

dianggap menghamburkan uang (Hurlock, 2002). Pekerjaan jasa

yang mereka lakukan misalnya mengurus surat-surat,

menyampaikan undangan hajatan dari ornag lain baik undangan

secara lisan maupun berupa surat undangan. Walaupun upah

yang mereka terima sedikit, tetapi mereka puas dengan apa

yang diperolehnya. Karena ternyata dirinya masih berguna bagi

orang lain di usianya yang tidak mandiri juga berada pada

ekonomi sedang. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mereka

tidak bekerja, tetapi mendapat bantuan dari anak-anak atau

kelurga. Bantuan tersebut berupa uang atau kebutuhan-


kebutuhan lain seperti makan, pakaian, kesehatan atau

kebutuhan untuk acara sosial. Sikap anak yang telah dewasa

terhadap orang tua yang sudah usia lanjut dan sering

berhubungan dengan mereka dapat menciptakan penyesuaian

sosial dan personal yang baik bagi orang-orang berusia lanjut

(Hurlock, 2002).
3. Kondisi sosial
Kondisi penting yang menunjang kebahagiaan orang lanjut usia

adalah menikmati kegiatan sosial yang dilakukan dengan kerabat

keluarga dan teman-teman (Hurlock, 2002). Hubungan sosial

antara orang lanjut usia dengan anak yang telah dewasa adalah

menyangkut keeratan hubungan mereka dan tanggung jawab

anak terhadap orang tua yang menyebabkan orang lanjut usia

menjadi mandiri. Tanggung jawab anak yang telah dewasa baik

yang telah berumah tangga maupun yang belom berumah

tangga atau yang masih tinggal bersama orang tuanya, tidak

tinggal dengan orang tuanya namun masih dekat dengan

lingkungan rumah atau yang tinggal berjauhan masih memiliki

kewajiban bertanggung jawab terhadap kebutuhan hidup orang

lanjut usia seperti kebutuhan sandang, pangan, kesehatan dan

sosial. Hal ini merupakan kewajiban anak untuk menyantuni

orang tua mereka sebagai tanda terimah kasih atas jerih payah

orangtua yang telah membesarkan merek. Anak-anak lanjut usia

juga bersikap adil dan berprikemanusiaan (sesuai dengan sila ke


2 dari pancasila) dalam merawat dan mendampingi orang tuanya

yang sudah lanjut usia. Sebagaimana pendapat Hurlock (2002)

yang menjelaskan bahwa sikap anak yang telah dewasa

terhadap orang tuanya yang sudah berusia lanjut dan sering

berhubungan dengan mereka dapat menciptakan penyesuaian

sosial dan personal yang baik bagi orang-orang berusia lanjut.


Selain itu, tingkat kemandirian lansia juga dipengaruhi oleh

faktor-faktor dibawah ini :


1. Usia
Terdapat empat tahap batasan umur menurut organisasi

kesehatan dunia WHO, diantaranya : usia pertengahan

(middle age) yaitu kelompok usia 45-59 tahun, usia lanjut

(elderly), yaitu antara usia 60-74 tahun, usia lanjut tua (old)

yaitu antara usia 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old)

yaitu diatas 90 tahun. Berdasarkan batasan umur tersebut,

dapat disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah

mencapai umur 60 tahun atau lebih. Secara alami dengan

bertambahnya usia khususnya untuk usia diatas 45 tahun

(batasan lansia menurut Dinas Kesehatan) akan mengalami

penurunan fungsi atau kemampuan organ-organ tubuh.

Penurunan fungsi organ tubuh ini akan lebih dirasakan pada

usia diatas 60 tahun (Posbindu Lansia, 2012). Sedangkan

lansia yang telah memasuki usia 70 tahun ialah lansia resiko

tinggi. Biasanya akan mengalami penurunan dalam berbagai


hal termasuk tingkat kemandirian dalam aktivitas sehari-hari

(Maryam. R.Siti, 2008)


2. Imobilitas
a. Pengertian adalah ketidakmampuan untuk bergerak

secara aktif akibat berbagai penyakit atau imparment

(gangguan pada alat organ tubuh) yang bersifat fisik

atau mental (Lueckenotte, 1998:261)


b. Etiologi
1. Gangguan sendi dan tulang
Penyakit rematik seperti pengapuran sendi atau

patah tulang tentu akan menghambat pergerakan

(imobilisasi)
2. Penyakit saraf
Adanya stroke, penyakit Parkinson dan gangguan

saraf
3. Penyakit jantung atau pernafasan
4. Gangguan penglihatan
5. Masa penyembuhan
c. Manifestasi klinis
1. Penurunan toleransi aktivitas
2. Penurunan kapasitas kebugaran
3. Penurunan masa otot tubuh
4. Penurunan kekuatan otot
5. Penurunan kemandirian
6. Atropi muscular
d. Patofisiologi
Keletihan atau kelemahan, batasan karakteristik

intoleransi aktivitas telah diketahui sebagai penyebab

paling umum yang paling sering terjadi dan menjadi

keluhan pada lansia. Imobilisasi untuk sebagian besar

orang tidak terjadi secara tiba-tiba, bergerak dari

imobilisasi penuh sampai ketergantungan fisik total atau


ketidak efektifan, tetapi berkembang secara

perlahandan tanpa disadari.


e. Komplikasi
Imobilisasi dapat menimbulkan berbagai masalah

sebagai berikut :
1. Infeksi saluran kemih
2. Sembelit
3. Infeksi paru
4. Gangguan aliran darah
5. Luka tekan sendi dan kaku
f. Pemeriksaan fisik
1. Mengkaji skeletal tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan

tulang yang abnormal akibat tumor tulan.

Pemendekan ekstremitas , amputasi dan bagain

tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis.

Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan

pada titik selain sendii biasanya menandakan adanya

patah tulang.
2. Mengkaji tulang belakang
a) Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang

belakang)
b) Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian

dada)
c) Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang

bagian tulang pinggang berlebih)


3. Mengakaji sistem persendian
Gerakan luas di evaluasi baik aktif maupun pasif,

deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya

kekakuan sendi.
4. Mengkaji sistem otot kemampuan mengubah posisi,

kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-


masing otot. Lingkaran ekstremitas untuk memantau

adanya edema atau atrofi, nyeri otot.


5. Mengakaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak

normal. Bila salah satu ekstremitas lebih pendek dari

yang lain. Berbagai kondisi neurologis yang

berhubungan dengan cara berjalan abnormal (missal:

Cara berjalan spastic hemiparasis stroke).


3. Mudah Terjatuh
Jatuh pada lansia merupakan masalah yang paling sering

terjadi penyebabnya multi faktor. Banyak yang berperan

didalamnya, baik faktor ekstrinsik maupun instrinsik.


Faktor intrinsik, misalnya :
1. Gangguan jantung atau sirkulasi darah
2. Gangguan sistem susunan saraf
3. Gangguan sistem anggota gerak
4. Gangguan penglihatan dan pendengaran
5. Gangguan psikologis
6. Gangguan gaya berjalan
7. Vertigo
8. Atritis lutut

Faktor ekstrinsik, misalnya :

1. Cahaya ruangan yang kurang terang


2. Lingkungan yang asing bagi lanjut usia
3. Lantai yang licin
4. Turun tangga
5. Kursi roda yang tak terkunci
Memang tidak dapat dibantah bila seseorang

bertambah tua, kemampuan fisiknya atau mentalnya pun

perlahan pasty menurun. Akibatnya aktifitas hidupnya

akan terpengaruh, yang pada akhirnya akan dapat

mengurangi ketegangan dan kesigapan seseorang. Sekitar


30-50 % dari populasi lanjut usia (yang berusia 65 tahun)

keatas mengalami jatuh setiap tahunnya. Separuh dari

angka tersebut mengalami jatuh berulang, perempuan

lebih sering jatuh dibanding dengan lanjut usia laki-laki

(Nugorho, 2008:41).
Adanya instabilitas membuat seseorang beresiko

untuk jatuh. Kemampuan untuk mengontrol posisi tubuh

dalam ruang merupakan suatu interaksi kompleks sistem

saraf dan musculoskeletal yang dikenal sebagai sistem

kontrol postural, jatuh terjadi saat sistem oengontrol

postural tubuh gagal mendeteksi pergeseran dan tidak

mereposisi pusat gravitasi terhadap landasan penompang

(kaki) pada waktu yang tepat untuk menghindari hilangnya

keseimbangan. Kondisi ini sering kali merupakan keluhan

utama yang menyebabkan pasien berobat (Nugroho,

2008). Jatuh adlah suatu kejadian yang mengakibatkan

seseorang mendadak terbaring atau terduduk di lantai

atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa

kehilangan kesadaran atau luka.


Untuk lebih dapat memahami faktor resiko jatuh,

harus mengerti bahwa stabilitas tubuh ditentukan atau

dibentuk oleh :
1. Sistem sensori
Pada sistem ini, yang berperan adalah penglihatan dan

pendengaran. Semua gangguan atau perubahan pada


mata akan menimbulkan gangguan penglihatan, begitu

pula semua penyakit telinga akan menimbulkan

gangguan pendengaran.
2. Sistem Saraf Pusat (SSP)
Penyakit SSP sehingga berespons tidak baik terhadap

input sensori
3. Kognitif
Pada beberapa penelitian, demensia diasosiasikan

dengan meningkatnya resiko jatuh.


4. Muskuloskeletal
Faktor ini berperan besar pada terjadinya jatuh pada

lanjut usia (faktor murni). Gangguan muskuloskeletal

meyebabkan gangguan gaya berjalan dan hal ini

berhubungan dengan proses menua yang fisiologis,

misalnya :
a) kekakuan jaringan penyambung
b) berkurangnya massa otot
c) perlambatan kondisi saraf
d) penurunan visus atau lapang pandang

Semua ini menyebabkan :

a. penurunan range of motion (ROM) sendi


b. penurunan kekuatan otot, terutama ekstremitas
c. perpanjangan waktu reaksi
d. goyangan badan
semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan

bergerak, langkah yang pendek, penurunan irama, kaki

tidak dapat menapak dengan kuat, dan cenderung

gampang goyang, susah atau terlambat mengantisipasi

bila terjadi gangguan seperti : terpeleset, tersandung,

kejadian tiba-tiba sehingga mudah jatuh.


2.2.3 Tingkat Kemandirian

Menurut pendapat Lovinger dikutip oleh Yuliana (2009), tingkat

kemandirian adalah sebagai berikut :

1. tingkat impulsive dan melindungi


adalah sikap cepat bertindak secara tiba-tiba menurut gerak hati

dan mencari keadaan yang mengamankan diri. Ciri-ciri tingkatan

pertama ini adalah :


a. peduli kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari

interaksinya dengan orang lain.


b. Mengikuti aturan oportunisik (orang yang suka memanfaatkan

orang lain) dan hedonistic (orang yang suka hidupnya untuk

senang-senang tanpa tujuan yang jelas).


c. Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu.
d. Cenderung melihat kehidupan sebagai zero sum game.
e. Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta

lingkungannya
2. Tingkat komformistik
Ciri tingkatan kedua ini adalah :
a. Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial.
b. Cenderung berpikir stereotif (anggapan) dan klise (tidak nyata).
c. Peduli akan komformitas (orang yang hati-hati dalam

mengambil keputusan) terhadap aturan eksternal.


d. Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh

pujian.
e. Menyamarkan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya

instropeksi.
f. Perbedaan kelompok didasarkan atas cirri-ciri eksternal.
g. Takut tidak diterima kelompok
h. Tidak sensitive terhadap individu.
i. Merasa berdosa jika melanggar aturan
3. Tingkat sadar diri
Adalah merasa tahu dan ingat pada keadaan diri sebenarnya. Cirri-

ciri tingkatan ketiga adalah :


a. Mampu berpikir alternative dan memikirkan cara hidup
b. Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada
c. Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi
d. Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah
e. Penyesuaian terhadap situasi dan peranan.
4. Tingkat sesama (conscientious)
Seksama berarti cermat dan teliti. Ciri-ciri tingkatan keempat ini

adalah :
a. Bertindak atas dasar nilai-nilai internal.
b. Mampu melihat dari berbagai pembuatan pilihan dan perilaku

tindakan
c. Mampu melihat keragaman emosi dan motif diri sendiri maupun

orang lain.
d. Sadar akan tanggung jawab dan mampu melakukan kritik dan

penilaian diri.
e. Peduli akan hubungan mutualistik (hubungan saling

menguntungkan).
f. Memiliki tujuan jangka panjang
g. Cenderung melihat peristiwa dakam konteks sosial
h. Berfikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis
5. Tingkat individualistic
Adalah keadaan atau sifat-sifat khusus sebagai individu dari semua

ciri-ciri yang dimiliki seseorang yang membedakannya dari orang

lain. Ciri-ciri tingkatan kelima adlah :


a. Peningkatan kesadaran individualistic
b. Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dengan

ketergantungan.
c. Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
d. Mengenal eksistensi perbedaan individual.
e. Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam

kehidupan
f. Mampu membedakan kehidupan internal dengan eksternal

dirinya.
6. Tingkat mandiri
Adalah suatu sikap mampu berdiri sendiri. Ciri-ciri tingkatan

keenam ini adalah :


a. Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan
b. Cederung bersikap realistic dan objektif terhadap diri sendiri

maupun orang lain.


c. Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial
d. Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan
e. Toleran terhadap ambiguitas (keadaan yang sama atau mirip

dalam seseorang).
f. Peduli terhadap pemenuhan diri.
g. Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal.
h. Respon positif terhadap kemandirian orang lain.

2.2.4 Mengukur kemandirian lansia dengan menggunakan Indeks

Barthel

Indeks Barthel merupakan suatu instrument pengkajian yang

berfungsi mengukur kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri

dan mobilitas serta dapat juga digunakan sebagai kriteria dalam

menilai kemampuan fungsional bagi pasien-pasien yang mengalami

gangguan keseimbangan. Untuk mengukur kemandirian dalam

pemenuhan ADL digunakan Indeks Barthel dengan kriteria :

Tabel 2.1 Indeks Barthel (Joseth J. Galuh, 1998)

No Kriteria Dengan Mandiri

bantuan
1. Makan 5 10

2. Minum 5 10
3. Berpindah dari kursi ke tempat 10 15

tidur atau sebaliknya


4. Personal hygiene (cuci muka, 0 5

menyisir rambut, gosok gigi)


5. Keluar masuk toilet (mencuci 5 10

pakaian, menyeka tubuh,

menyiram)
6. Mandi 5 15

7. Jalan dipermukaan datar 0 5

8. Naik turun tangga 5 10

9. Mengenakan pakaian 5 10

10. Kontrol bowel (BAB) 5 10


11. Mengontrol bladder (BAK) 5 10
12. Olahraga/latihan 5 10
13. Rekreasi/ pemanfaatan waktu 5 10

luang
Keterangan : 130 = Mandiri

65-125 = Ketergantungan sebagian

60 = Ketergantungan total

Вам также может понравиться