Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku/bangsa, tanggal mrs, tanggal
pengkajian, ruangan, diagnosa medis no. rekam medik)
b. Identitas penanggung jawab (nama orang tua, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
umur)
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
- Keluhan utama
Pasien dengan DBD biasanya datang dengan keluhan panas tinggi dengan keluhan
yang menyertai demam, anoreksia, mual-muntah, perdarahan terutama perdarahan
dibawah kulit.
b. Riwayat kesehatan dahulu
- Kaji penyakit yang pernah diderita. Pada DBD biasanya pasien bisa
mengalami serangan ulang DBD dengan tipe virus yang lain
- Kaji riwayat kehamilan/persalinan (prenatal, natal, neonatal, posnatal, riwayat
tumbang, dan riwayat imunisasi.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah dalam keluarga pernah mengalami penyakit yang sama atau penyakit
lainnya.
d. Riwayat sosial
Kaji hubungan pasien dengan keluarganya
e. Riwayat kesehatan lingkungan
Pasien DBD biasanya berada dilingkungan yang kurang bersih dan padat
penduduknya.
f. Kebutuhan dasar
- Pola nafas : Frekuensi pernafasan meningkat
- Nutrisi : Pasien dengan DBD mengalami anoreksia, mual dan muntah
- Eliminasi : - Bak : Pada grade IV sering terjadi hemafuria
- Bab : Pada grade III-IV sering terjadi melena
- Istirahat dan tidur : Pada tidur pasien mengalami perubahan karena hipertermia dan
pengaruh lingkungan rumah sakit yang ribut
- Aktifitas : Pergerakan yang berhubungan dengan sikap aktifitas pasien terganggu
- Kebersihan dan kesehatan tubuh : Pemenuhan kebersihan dan kesehatan tubuh pasien
dibantu.
g. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum : Lemah
- Kesadaran : - Grade I : Compos mentis
- Grade II : Compos mentis
- Grade III : Apatis
- Grade IV : Koma.
- TTV : TD : Menurun
RR : Meningkat
N : Menurun
SB : Meningkat
- Wajah : Ekspresi wajah meringis
- Kulit : Adanya petekia, turgor kulit menurun
- Kepala : Terasa nyeri
- Mata : Anemis
- Hidung : Kadang mengalami perdarahan
- Mulut : Mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri tekan
- Dada : Bentuk simetis dan kadang-kadang sesak, ronchi.
- Abdomen : Nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali)
- Ekstremitas : Akral dingin, sering terjadi nyeri otot, sendi, dan tulang.
Virus hanya dapat hidup dalam sel hidup sehingga harus bersaing dengan sel
manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat bergantung pada daya
tahan manusia.
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan kemudian
bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibody, dalam sirkulasi akan
mengaktivasi sistem komplemen (Suriadi & Yuliani, 2001). Akibat aktivasi C3 dan C5 akan
dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan
mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan
menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang
biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak, bila seseorang
mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi
bila seseorang setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue
lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga
menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) yang tinggi .
Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia yang
mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal
diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia
tenggorokan dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti
pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan
karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit, pembesaran hati (Hepatomegali) dan
pembesaran limpa (Splenomegali). Peningkatan permeabilitas dinding kapiler
mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan
hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan
adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk
patokan pemberian cairan intravena.Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler
dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga
peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan
melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus
dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal
jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami
kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami
renjatan. Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah pemberian
plasma/ekspander plasma yang efektif, sedangkan pada autopsi tidak ditemukan kerusakan
dinding pembuluh darah yang destruktif atau akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa
perubahan fungsional dinding pembuluh darah mungkin disebabkan mediator farmakologis
yang bekerja singkat. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia
jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik.
Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler,
trombositopenia dan gangguan koagulasi. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan
berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding
kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system
kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya
volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan
renjatan. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi
trombosit dan kelainan fungsi trombosit.Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin
disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran
darah.
Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya
memang tebukti terganggu oleh aktivasi system koagulasi. Terjadinya trombositopenia,
menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen)
merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan saluran
gastrointestinal pada DHF. Trombositopenia yang dihubungkan dengan menungkatnya
megakariosit muda dalam sum-sum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit
menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit. Penyidikan dengan radioisotop
membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadinya dalam sistem
retikuloendotelial. Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas
dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia
dan diathesis hemorrhagic, renjatan terjadi secara akut. Nilai hematokrit meningkat
bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan
hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik.