Вы находитесь на странице: 1из 56

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN EKG

MONITORING PADA KASUS KRITIS

Oleh Kelompok 4:

Ni Nyoman Muni 131411123043


Kathleen Elvina H 131411123046
Triyana Puspa Dewi 131411123047
Titis Eka A 131411123049
Inas Husnun H 131411123051
Achmad Ali Basri 131411123053
Indriani Kencana W 131411123055

PROGRAM STUDIBA
PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


EKG monitoring adalah suatu alat pemantauan irama jantung yang dapat
digunakan secara terus-menerus selama klien dirawat atau selama diperlukan
pemantauan. Pemantauan jantung digunakan pada berbagai kasus. Biasanya
digunakan di ruang ICU dan ruang operasi. Saat ini pemantau jantung digunakan
pada pasien diruang lain yang perlu pemantauan denyut dan irama jantung atau
efek terapi secara kontinu. Selain itu, pemantau jantung digunakan diluar rumah
sakit pada tempat-tempat seperti ambulan paramedis, pusat pembedahan, program
rehabilitasi pasien rawat jalan, dan klinik pemantauan via telepon.
Meskipun tipe monitor pada setiap tempat berbeda, semua sistem
pemantauan mempunyai tiga komponen dasar diantaranya adalah sistem tampilan,
kabel pemantau, dan elektroda. Elektroda diletakkan pada dada pasien untuk
menerima sinyal listrik dari jaringan otot jantung. Sinyal listrik kemudian dibawa
oleh kabel pemantau ke layar, yang kemudian diperbesar dan ditampilkan.
Tampilan dapat diambil dari samping pasien atau dari pemantau pusat, bersama
dengan tampilan dari monitor pasien lain.
Setiap denyut jantung adalah hasil dari implus listrik. Implus ini, berawal di
nodus sinoatrial atrium kanan, dikonduksi melalui jaringan serat-serat (sistem
konduksi) dalam jantung dan menyebabkan jantung berkontraksi. Impuls listrik
yang sama ini menyebar keluar dari jantung ke kulit, di mana impuls ini dapat
dideteksi melalui elektroda yang dilekatkan pada kulit. EKG adalah suatu displai
kerja listrik jantung. Ada beberapa tipe EKG yaitu pemantau-kontinu, 12-lead,
dan EKG sinyal rata-rata. Melalui analisis bentuk gelombang EKG, gangguan
frekuensi jantung, irama, atau konduksi dapat diidentifikasi.
Prosedur ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya infark miokard atau
jenis angina tertentu, disritmia, pembesaran jantung dan penyakit inflamasi
jantung, menilai efek obat-obatan, dan mengidentifikasi ketidakseimbangan
elektrolit terutama kalsium dan kalium. Dalam melaksanaan tindakan ini
diupayakan klien agar tenang dan dilakukan dengan senyaman mungkin.
Dengan diketahuinya monitoring EKG sangatlah penting kegunaannya
dalam mengetahui kondisi klien, khususnya klien-klien dengan masalah kritis,
diharapkan makalah ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam memberikan asuhan
keperawatan bagi pasien dengan EKG monitoring pada pasien kritis.

1.2 Masalah Penulisan


Adapun rumusan masalah yang kelompok angkat dalam makalah ini,
antara lain:
1 Bagaimana konsep EKG monitoring?
2 Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada klien dengan EKG
monitoring?
3 Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan EKG monitoring?

2
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
1 Menjelaskan konsep EKG monitoring.
2 Menjelaskan konsep asuhan keperawatan pada klien dengan EKG
monitoring.
3 Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan EKG
monitoring
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi EKG monitoring.

2. Menjelaskan indikasi EKG monitoring.

3. Menjelaskan bentuk gelombang elektroda.

4. Menjelaskan prosedur EKG monitoring.

5. Menjelaskan gambaran peralatan EKG monitoring.

6. Menjelaskan jenis gangguan irama jantung

7. Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan EKG


monitoring

8. Menjelaskan WOC EKG monitoring.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Elektrokrdiogram (EKG) adalah grafik hasil pencatatan aksi potensial
atau perubahan kelistrikan yang dihasilkan oleh kontraksi otot jantung (atrium
dan ventrikel). Aksi potensial adalah aktivitas listrik yang menyebabkan
kontraksi otot. Kondisi ini berlangsung karena adanya konduktivitas sel

3
miokard. Konduktivitas merupakan kemampuan sel-sel otot jantung untuk
mengirimkan impuls sepanjang membrane-membran selnya (Udjianti, 2010).
Monitoring EKG adalah pemantauan frekuensi dan irama jantung pasien
atau efek terapi. Sistem pemantau menggunakan tiga komponen dasar, yaitu
sistem display oskiloskop, kabel pemantau, dan elektroda-elektroda. Elektroda
diletakkan pada dada pasien untuk menerima arus listrik dari jaringan otot
jantung. Sinyal listrik kemudian dibawa oleh kabel pemantau ke oskiloskop,
dimana gambar diperbesar 1.000 kali dan didisplaikan (Hudak & Gallo, 2010).

2.2 Indikasi EKG Monitoring


Indikasi Pemasangan EKG
1. Evaluasi aritmia dan gangguan denyut jantung yang terdeteksi pada
auskultasi
2. Riwayat sinkop (pingsan) atau kelemahan episodik
3. Pemantauan jantung selama anestesi
4. Pemantauan jantung pada pasien kritis
5. Perubahan Pemantauan di tingkat dan irama karena obat administratif
6. Menilai perubahan EKG morfologi dan denyut jantung karena
ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan penyakit extracardiac
atau toksisitas obat

Menurut Udjianti (2011) tujuan pencatatan elektrokardiogram dilakukan untuk


mengetahui hal-hal berikut ini :
1. Kelainan irama denyut jantung
2. Gangguan konduksi miokard (heart block)
3. Kelainan miokardiium (iskemia dan infark miokard, serta hipertrofi atrium
dan ventrikel)
4. Efek pemberian obat-obatan terutama golongan quinide dan digitalis
5. Gangguan elektrolit (terutama kalium dan kalsium) yang biasanya juga
mempengaruhi kemampuan kontraksi miokard, proses inflamasi pada
jaringan miokard (perikarditis, miokarditis, endokarditis) dan kelainan
katup jantung.

Selain itu, EKG mungkin juga dapat membantu untuk mengidentifikasi perubahan
anatomis akibat hipertrofi miokard atau dilatasi, dan mendeteksi penyakit
perikardial

4
2.3 Bentuk Gelombang dan Interval
Selama siklus jantung, bentuk-bentuk gelombang dan interval berikut
dihasilkan pada gambaran permukaan EKG :
a. Gelombang P : Defleksi kecil menunjukkan depolarisasi dari atrium.
Ini secara normal terlihat sebelum kompleks QRS pada interval yang
konsisten.
b. Interval PR : Interval yang menunjukkan waktu konduksi melalui
atrium, nodus AV, berkas HIS, dan cabang berkas, sampai ke titik
aktivasi dari jaringan otot ventrikel. Interval diukur dari mulainya
gelombang P sampai mulainya QRS. Interval PR normal 0,12 sampai
0,,20 detik.
c. Kompleks QRS : Bentuk gelombang besar yang menunjukkan
depolarisasi ventrikel. Tiap-tiap komponen dari bentuk gelombang
mempunyai sebuah konotasi spesifik. Defleksi negatif awal adalah
gelombang Q, defleksi positif awal adalah gelombang R, dan defleksi
negatif setelah gelombang R adalah gelombang S. Tidak semua
kompleks QRS memiliki tiga komponen, meskipun kompleks secara
umum disebut sebagai kompleks QRS. Lebar kompleks QRS normal
adalah 0,06 sampai 0,11 detik.
d. Segmen ST : Segmen diantara akhir kompleks QRS dan mulainya
gelombang T. Normalnya ini adalah isoelektris pada garis dasar tetapi
dapat elevasi atau depresi pada berbagai kondisi.
e. Gelombang T : Defleksi yang menunjukkan repolarisasi ventrikel atau
pemulihan. Ini tampak setelah kompleks QRS. Gelombang T atrium
mencerminkan repolarisasi tetapi biasanya tidak terlihat karena terjadi
pada saat yang bersamaan dengan QRS.
f. Gelombang U : Kecil, biasanya defleksi positif setelah gelombang T.
Signifikansinya tidak tentu, tetapi secara khas terlihat pada
hipokalemia.
g. Interval QT : Interval yang menunjukkan durasi total dari sistolik
listrik ventrikel. Interval QT diukur dari mulainya kompleks QRS
sampai akhir gelombang T. Karena QT bervariasi dengan denyut

5
jantung, maka penting untuk menggunakan tabel yang memuat
interval QT untuk berbagai frekuensi jantung. Bila tidak tersedia tabel,
perbaikan interval QT (corrected QT interval [QTc]) dihitung untuk
membandingkan dengan nilai normal. QTc normal biasanya tidak lebih
dari 0,42 detik pada pria dan 0,43 detik pada wanita. Metode yang
cepat untuk mendapatkan QTc adalah dengan menggunakan setengah
dari interval RR terdahulu.

Gambar 2.1 Gambaran skematik impuls listrik saat melewati sistem


konduksi, mengakibatkan depolarisasi dan repolarisasi
miokard.
Irama Sinus Normal
Definisi
Irama sinus normal adalah irama normal jantung. Impuls dimulai pada nodus
sinus dalam irama teratur frekuensi 60-100 denyut/menit. Gelombang AP muncul
sebelum tiap kompleks QRS. Interval PR dalam batas normal (0,12-0,2 detik) dan
QRS sempit (<0,12 detik) kecuali ada defek konduksi intraventrikular.

Gambar 2.2 Irama sinus normal


Langkah-Langkah Dalam Mengkaji Strip Irama
Berikut ini menunjukkan pendekatan sistematik untuk analisis strip
irama jantung. Meskipun metode ini atau metode yang digunakan, yang

6
penting mengambil waktu untuk melalui tiap langkah, karena banyak disritmia
tidak tampak seperti awalnya.
1. Identifikasi kompleks QRS.
2. Perhatikan gelombang P :
- Jika ada, apakan semua konfigurasinya sama ?
- Adakah gelombang P untuk setiap kompleks QRS ?
3. Ukur interval PR :
- Apakah normal ?
- Apakah sama pada setiap strip atau bervariasi ?
4. Evaluasi kompleks QRS :
- Apakah lebarnya normal atau lurus ?
- Apakah semua kompleks sama konfigurasinya ?
5. Tentukan frekuensi atrium dan ventrikel :
- Apakah dalam batas normal ?
- Apakah frekuensi atrium sama dengan frekuensi ventrikel ? Jika tidak,
adakah hubungan antara keduanya (misalnya apakah satu adalah
perkalian dari yang lainnya).
6. Ukur interval PP dan PR :
- Apakah interval-interval teratur atau tidak teratur ?
- Apakah interval PP atau RR sama ?
7. Identifikasi irama dan tentukan makna kliniaklnya :
- Apakah pasien simtomatik ? (Periksa kulit, status neurologis, fungsi
ginjal, sirkulasi koroner, status hemodinamik/tekanan darah).
- Apakah disritmia mengancam hidup ?
- Apa konteks klinisnya ?
- Apakah disritmia baru /kronis ?

2.4 Prosedur
2.4.1 Kertas EKG
Sebuah gambaran EKG merupakan rekaman grafik dari aktivitas
listrik jantung. Kertas terdiri dari garis-garis horizontal dan vertical,
masing-masing 1 mm. Garis horizontal menunjukkan pengukuran waktu.

7
Pada saat kertas dengan kecepatan 25 mm/detik, tiap kotak kecil sama
dengan 0,04 detik, dan kotak besar (lima kotak kecil) sama dengan 0,20
detik. Tinggi atau voltase diukur dengan menghitung kotak secara
vertical. Kebanyakan kertas EKG juga ditandai pada interval 3 detik
disepanjang bagian atas dasarnya untuk penghitungan frekuensi.

2.4.2 Penggunaan Elektroda


Persiapan kulit yang tepat dan penggunaan elektroda sangat
penting dalam pemantauan EKG yang baik. Perunutan EKG yang
memadai harus menggambarkan :
1. Garis dasar yang stabil dan kecil
2. Tidak adanya distorsi atau noise
3. Amplitude yang sesuai dengan kompleks QRS untuk mengaktifkan
kecepatan dan system alarm dengan tepat
4. Identifikasi gelombang P
Jenis elektroda yang saat ini digunakan untuk pemantauan EKG
adalah elektroda lempeng perak atau nikel yang dilapisi kertas perekat
berbentuk lingkaran atau busa karet. Kebanyakan elektroda telah diberi
perekat oleh pabriknya. Elektroda mungkin mengandung kabel sekali
pakai yang dipasang pada elektroda atau kabel berkali-kali pakai yang
dipasang pada elektroda. Elektroda harus nyaman untuk pasien. Jika
dilekatkan dengan tidak tepat, dapat menyebabkan gambaran yang tidak
tepat dan alarm palsu.
Ketika menempel elektroda, prosedur dibawah ini harus diikuti:
1. Pilih posisi yang stabil. Hindari tonjolan tulang sendi dan lipatan
pada kulit. Area tempat melekatnya otot pada tulang menghasilkan
artifak gerakan yang paling sedikit.
2. Cukur rambut tubuh yang berlebihan pada area pemasangan.
3. Gosok area yang akan dicukur dengan kassa kering untuk
menghilangkan minyak dan debris selular. Diperlukan persiapan
kulit dengan alcohol untuk kulit berminyak, tunggu alcohol sampai
kering sebelum memasang elektroda. Ikuti petunjuk penggunaan dari

8
pabrik karena reaksi kimia antara alcohol atau material persiapan
kulit lain dan zat perekat yang digunakan dapat menyebabkan iritasi
kulit atau menyebabkan elektroda tidak menempel pada kulit.
4. Lepaskan kertas penutup pada elektroda dan tempelkan elektroda
pada kulit dengan perkuat dengan cara menekan dengan halus
menggunakan jari dengan arah melingkar. Hubungkan setiap
elektroda dengan kabel penghubung pada EKG. Kadang-kadang
perlu untuk merekatkan kabel penghubung atau menekan dengan
kabel untuk memfiksasi.
5. Ganti elektroda setiap 2 sampai 3 hari, dan pantau adanya iritasi.

2.4.3 Penghitungan Frekuensi Jantung


Terdapat lima hal yang perlu diperhatikan untuk menilai EKG,
yaitu:
a. Rate
Frekuensi jantung yang normal ialah : 60-100x/menit
Lebih besar dar 100 x/menit : (sinus) takikardia
Kurang dari 60x/menit : (sinus) bradikarida
140-250 x/menit : takikardia abnormal
250-350 x/menit : flutter
Lebih besar dari 350 x/menit : fibrilasi
Frekuensi jantung dapat ditentukan secara cepat dengan
memperhatikan interval RR (begitu juga interval PP) sebagai berikut:
Tentukan satu gelombang R (atau P) yang tepat berimpit pda
garis vertikal kotak
Cari puncak gelombang R (atau P) ke II
Hitung jarak antara R pertama dna kedua dalam ukran kotak
sedang (begitu juga gelombang P)
Ada 3 metode yaitu:
1. Tiqa ratus (300) dibagi jumlah kotak besar antara R-R.
2. Seribu lima ratus (1500) dibagi jumlah kotak kecil antara R-R.
3. Hitung jumlah gelombang QRS dalam 6 detik, kemudian dikalikan
10, atau dalam 12 detik dikalikan dengan 5.

9
Morfologi Gelombang P
Berbagai morfologi gelombang P dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Menentukan interval PR.


Evaluasi tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri/kanan serta cari apakah
terdapat morfologi blok cabang berkas kiri atau blok cabang berkas kanan.
b. Rhythm (Irama)

10
Irama jantung normal ialah irama yang ditentukan oleh simpul SA dan
disebut irama sinus, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
Frekuensi : antara 60-100x/m
Teratur
Gelombang P negatif di aVR dan positif di lead II
Tiap gelombang P diikuti kompleks QRS-T
c. Axis
Setiap vektor jantung mempunyai :
Polaritas
Arah
Ukuran/intensitas
Sumbu vektor P normal : +15o - + 75o
Sumbu vektor T normal : 0o - + 90o
Sudut QRS T normal : 45o 60o
Analisis kompleks QRS
Analisis terdiri dari:
Menentukan aksis jantung
Sumbu jantung (aksis) ditentukan dengan menghitung jumlah resultan
defleksi positif dan negatif kompleks QRS rata-rata di sadapan I sebagai
sumbu X dan sadapan aVF sebagai sumbu Y. Aksis normal berkisar antara
-30 sampai + 110.
Beberapa pedoman yang dapat digunakan untuk menentukan aksis jantung
adalah:
a. Bila hasil resultan sadapan I positif dan aVF posit if. maka sumbu
jantung (aksis) berada pada posisi normal.
b. Bila hasil resultan sadapan I positif dan aVF negatif. jika resultan
sadapan II positif: aksis normal. tetapi jika sadapan II negatif maka
deviasi aksis ke kiri (lAD=left axis deviation). berada pada sudut -30
sampai -90.
c. Bila hasil resultan sadapan I negatif dan aVF positif. maka deviasi
aksis ke kanan (RAD=right axis deviation) berada pada sudut + 11 O
sampai + 180.
d. Bila hasil resultan sadapan I negatif dan aVF negatif. maka deviasi

11
aksis kanan atas, berada pada sudut -90 sampai + 180. Disebut juga
daerah no man's land.

Hitung durasi kompleks QRS.


d. Tanda tanda hipertrofi

12
Hipertrofi atria dapat ditentukan dengan menilai gelombang P di
sandapan II dan V1, dimana :
Pembesaran atrium kanan akan tampak sebagai gelombang P
yang tinggi dan tajam (tall & peaked P) di sandapan II
(amplitudo > 3 mm ) dan gelombag P yang lebih positif di V1.
Gelombang P patologis ini sering disbut P Pulmona.
Pembesaran atrium kiri akan tampak sebagai gelombang P yang
lebar & lekuk di sandapan II (lebar gelombang P > 0,11 detik)
dan lebih negatif di sandapan V1. Gelombang P patologis ini
sering disebut P mitral
Hipertrofi ventrikel kiri ditandai dengan gelmbang R pada
V5/V6 lebih dari 27 mm atau gelombang S di V1 ditambah
gelombang R di V5 /V6 lebih dari 35 mm, left axis deviasi.
Hipertrofi ventrikel kanan ditandai dengan gelombang R lebih
jelas dari gelombang S pada lead perikordial kanan (V1. V2,
V3), atau rasio gelombang R dan S lebih dari 0,03 detik di V1.
Gelombang S menetap di V5/V6, right axis deviasi
e. Tanda iskemia
Iskemia ditandai dengan adanya depresi segmen ST atau
gelombang T terbalik di aVR.
Infark ditandai dengan adanya gelombang Q patologis.
Infark fase akut ditandai dnegan Q patologis disertai elevasi
segmen ST atau hanya elevasi segmen ST saja.
Infarkfase sub akut atau recent ditandai dengan Q patologis
disertai gelombang T terbalik.
Infark lama ditandai dengan Q patologis dan lainnya kembali
normal.
Lokasi iskemia atau infark harus ditemukan di dua tempat
pasangannya.
f. Efek pengaruh obat/elektrolit
Efek obat digitalis ditemukan depresi segmen ST, interval PR
memanjang, dan sinus bradikardi
Efek obat antiaritmia ditemukan Q memanjang

13
Efek hiperkalemi ditemukan gelombang T tinggi dan tajam,
interval PR memanjang, dan bila sangat tinggi kaliumnya dapat
terjadi asistole.
Efek hipokalemi ditemukan depresi segmen ST, interval QT
memanjang, dan T rata sehingga muncul gelombang U yang
nyata.
Efek hiperkalsemi ditemukan interval QT dan ST memendek
Efek hipokalsemi ditemukan interval QT memanjang dan
segmen ST mendatar dan bertambah lebar

2.5 Gambaran Peralatan


1. Sistem Pemantau Hard-Wire
Monitor hard-wire yang umumnya digunakan diruang ICU,
mengharuskan pasien dihubungkan langsung ke monitor jantung melalui kabel
EKG. Informasi ditampilkan dan direkam disamping tempat tidur pasien
dengan tampilan yang simultan dan direkam pada pemantau pusar. Karena
jenis pemantau jantung ini membatasi mobilitas pasien, pasien yang
menggunakan sistem ini biasanya dibatasi aktivitasnya dengan tirah baring
atau diperbolehkan bangun hanya ditempat tidur. Monitor hard-wire bekerja
dengan listrik tetapi diisolasi dengan baik sehingga air, darah, dan cairan lain
tidak menimbulkan bahaya listrik selama mesin digunakan dengan tepat.
2. Sistem Pemantau Telemetri
Pada pemantauan telemetri, tidak diperlukan kabel penghubung
langsung antara pasien dan layar tampilan EKG. Elektroda dihubungkan oleh
kabel monitor pendek ke transmitter yang bekerja dengan baterai kecil yang
dibawa pasien pada kantong sekali pakai yang menempel pada tubuh pasien.
EKG kemudian dikirim oleh sinyal radio frekuensi ke penerima yang
memperbaiki dan menampilakan sinyal pada osiloskop, baik disamping
tempat tidur atau pada pusat perekam yang terpisah. Antena dibuat ke
penerima dan dapat ditempelkan disekitar penerima untuk memperluas
rentang pengambilan sinyal. Sumber kekuatan transmitter adalah baterai,
sehingga memungkinkan untuk menghindari bahaya listrik dengan
mengisolasi sistem pemantau dari kemungkinan kebocoran dan kecelakaan

14
yang mendadak. Sistem telemetri digunakan khususnya untuk memonitor
pasien yang hampir bergerak, seperti aritmia yang diawasi atau unit perawatan
progresif. Karena pasien bergerak, perunutan EKG stabil sering lebih sulit
didapatkan. Beberapa sistem hard-wire ada dalam kapasitas telemetri sehingga
pasien dapat dengan mudah memilih salah satu sistemm dari berbagai sistem
dari berbagai sesuai perubahan kebutuhan pemantauan.

Gambar 2.3
3. Sistem Tampilan
Teknologi elektronik modern terus membuat para ahli meningkatkan
peralatan pemantauan, dan sistem tampilan saat ini memasukkan fitur
berikut :
a. Mode pembeku/penahan, yang membuat pola EKG ditahan untuk evaluasi
yang lebih detail.
b. Kemampuan penyimpanan yang mempermudah pencarian informasi
tentang aritmia.
c. Dokumentasi grafik otomatis, yang mengaktifkan perekam EKG dengan
alarm atau interval yang diatur.
d. Sistem alarm untuk keragaman parameter.
e. Lead multiple atau tampilan EKG 12 lead, yang memfasilitasi interpretasi
aritmia kompleks.
f. Analisis segmen ST untuk pemantauan iskemia.
g. Tampilan multiparameter, yang menampilkan tampilan tekanan
hemodinamik, temperatur, tekanan intracranial, dan pernafasan.

15
h. Sistem komputer yang menyimpan, menganalisis dan memonitor data
terbaru memberi informasi kapanpun untuk mendiagnosis dan untuk
mencatat kecenderungan pada status pasien.
i. Alat komunikasi nirkabel yang dibawa oleh perawat yang menyediakan
data dan alarm.

4. Sistem Pemantau Lead


Semua sistem pemantauan jantung menggunakan lead untuk merekam
asal aktivitas listrik oleh jaringan jantung. Tiap lead terdiri dari elektroda
positif atau perekam, elektroda negative, atau elektroda ketiga digunakan
sebagai ground. Saat jantung berdepolarisasi, gelombang aktivitas listrik
bergerak ke atas, karena rute normal depolarisasi bergerak dari nodus
sinoatrial (SA) dan atrium, kebawah melalui nodus AV, sistem his-purkinje,
dan ventrikel, dan kekiri saat massa oto jantung kiri lebih menonjol dari
jantung kanan. Tiap sistem lead memperlihatkan gelombang depolarisasi ini
dari lokasi yang berbeda pada dinding dada dan kemudian menghasilkan
gelombang P dan kompleks QRS dengan berbagai konfigurasi.
Sistem pemantauan jantung saat ini dipasaran beraneka ragam dari alat
telemetri elektroda dua dan tiga sampai sistem hard-wire elektroda tiga,
empat, dan lima. Sistem ini memberikan pilihan terbatas tentang standara lead
ekstremitas untuk perekaman saluran tunggal, untuk kemungkinan adanya
standar 12 lead EKG pada perekaman multisaluran.

Gambar 2.4

16
5. Sistem Elektrode-Tiga
Pemantau yang memerlukan elektroda tiga menggunakan elektroda
positif, negative, dan ground yang ditempatkan dilengan kanan (LKa), lengan
kiri (LKi), dan posisi kaki kiri (KKi) pada dada seperti dibuat dengan
menandai kabel pemantau. Bila elektroda ditempatkan secara tepat, standar
lead ekstremitas equivalen dapat diperoleh dengan menggerakkan selector
lead pada oskiloskop tempat tidur pada posisi lead I, II, atau III. Selektor lead
secara otomatis menentukan lead mana yang positif, yang negative, dan mana
yang ground untuk mendapatkan gambaran yang tepat. Lead ekstremitas yang
sama dapat diperoleh secara manual dengan menggunakan lead LKi sebagai
elektroda positif, lead LKa sebagai elektroda negative, dan lead KKi sebagai
ground dan secara manual menggambarkan tiap elektroda pada posisi yang
tepat sementara selector lead dipertahankan pada posisi lead I.
Bentuk modifikasi dari lead standar dada juga dapat diperoleh bila
menggunakan sistem elektroda tiga. Dengan menempatkan elektroda negative
(LKa) dibawah klavikula kiri dan elektroda positif (LKi) pada posisi V yang
tepat pada dada dan dengan selector lead pada posisi lead I, lead dada yang
dimodifikasi (modified chest lead [MCL]) dapat dibuat. Dua lead dada yang
dimodifikasi yang paling sering digunakan adalah MCL1, dimana elektroda
positif ditempatkan pada ruang interkostal keempat ke kanan sternum, dan
MCL6, dimana elektroda positif ditempatkan pada garis midaksila, ruang
interkostal kelima.

17
Gambar 2.5

6. Sistem Elektroda-Empat dan Lima


Elektroda empat, seperti juga elektroda lima, sistem ini meningkatkan
kemampuan pemantau lebih dari sistem elektroda tiga. Pemantau elektroda
empat memerlukam elektroda kaki kanan (KKa) yaitu ground untuk semua
lead yang digambarkan pada sistem elektroda tiga. Pemantau elektroda lima
menambah ekplorasi elektroda dada yang memungkinkan seseorang
mendapatkan satu dari enam lead dada yang dimodifikasi seperti pada lead
standar ekstremitas. Perlu menggunakan sistem tipe ini bila perekaman
multilead diinginkan.

Gambar 2.6

2.6 Jenis Gangguan Irama Jantung


2.6.1 Disritmia dari Nodus Sinus
1. Sinus Takikardi
Definisi
Pada Sinus takikardi, nodus sinus mempercepat dan menimbulkan impuls
pada frekuensi 100 kali/menit atau lebih. Batas tertinggi dari sinus takikardi 160-
180 denyut/menit. Semua karakteristik EKG lainnya, kecuali untuk frekuensi
jantung, sama dengan irama sinus normal.
Menurut Udjianti (2011), Takikardia sinus mempunyai karakteristik
sebagai berikut :

18
Site of origin : SA Node
Frekuensi : 100-150 bpm
Irama : reguler
Gelombang P : selalu ada sebelum QRS, ukuran dan bentuk sama
Interval PR : 0,12-0,20 detik
Komples QRS : < 0,12 detik, bentuk dan ukuran sama

Etiologi
Sinus takikardi biasanya disebabkan karena faktor-faktor yang berhubungan
dengan peningkatan tonus simpatetik. Stres, latihan, dan stimulant seperti kafein
dan nikotin dapat menghasilkan disritmia ini. Sinus takikardi juga dihubungkan
dengan masalah-masalah klinis seperti demam anemia, hipertiroidisme,
hipoksemia, gagal jantung kongestif (GJK), dan syok. Obat-obatan seperti
atropine (yang memblok tonus vagal) dan katekolamin (misalnya isoproterenol,
epinefrin, dopamin) juga dapat menghasilkan irama ini.
Makna Klinis
Penyebab sinus takikardi dan status dasar dari miokard menentukan
prognosisnya. Sinus takikardi pada tidak menyebabkan atau bukan merupakan
disritmia yang mematikan tetapi sering merupakan sinyal masalah dasar yang
harus ditindaklanjuti. Selain itu frekuensi yang cepat dari sinus takikardi
meningkatkan kebutuhan oksigen pada otot-otot jantung dan menurunkan waktu
pengisian ventrikel. Pada orang-orang yang telah menurunkan cadangan
jantungnya, iskemia, atau GJK, menetapnya frekuensi cepat dapat memperburuk
kondisi dasar.
Tindakan
Tindakan biasanya ditujukan utuk menghilangkan penyebab dasar.
Tindakan-tindakan khusus termasuk sedasi, pemberian okdigen, digitalis jika ada
gagal jantung, atau propanolol jika takikardia karena tirotoksikosis.

19
Gambar 2.6 Sinus Takikardi

2. Sinus Bradikardi
Definisi
Sinus Bradikardi didefnisikan sebagai irama dengan impuls yangberasal dari
nodus sinus dengan frekwensi kurang dari 60 denyut/menit. Irama (interval RR)
dapat menjadi kurnag teratur sebagai berlakunya frekwensi jantung lebih lambat;
sebaiknya parameter yang lain normal.
Menurut Udjianti (2011), sinus bradikardi mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
Site of origin : SA Node
Frekuensi : < 60 bpm
Irama : reguler
Gelombang P : selalu ada sebelum QRS, ukuran dan bentuk sama
Interval PR : 0,12-0,20 detik
Komples QRS : < 0,12 detik, bentuk dan ukuran sama
Etiologi
Sinus bradikardi umum diantara semua kelompok usia dan ada paa jantung
normal dan penyakit jantung. Dapat terjadi selama tidur dan pada atlit dengan
latihan tinggi, juga pada nyeri berat, infark miokard dinding inferior, cedera akut
pada medula spinalis dan obat-obatan tertentu (mis: digitalis, -blocker,
verapamil, diltiazem).
Makna Klinis
Frekuensi lambat di toleransi dnegan baik pada rang-prang dengan jantung
yang sehat. Pada penyakit jantung berat, namun demikian, jantung tidak dapat
mengkompensasi frekwensi lambat dengan meningkatkan volume darah yang
dipompakan per denyut. Pada situasi ini, sinus bradikardi akan menyebabkan
curah jantung rendah.
Tindakan

20
Tidak ada pengobatan yang diindikasikan kecuali ada gejala-gejala. Jika
denyut sangat lambat dan ada gejala, tindakan yang tepat meliputi pemberian
atropin (untuk memblok efek vagal), iso proterenol, atau pacu jantung.

Gambar 2.7 Sinus bradikardia

3. Sinus Aritmia
Definisi
Gangguan irama ini dikatakan ada jika interval RR pada strip EKG
bervariasi lebih dari 0,12 detik, dari interval RR terpendek sampai yang
terpanjang. Disritmia ini karena ketidakteraturan pada muatan nodus sinus,
seringkali berhubungan dengan fase dari siklus pernafasan. Nodus sinus secara
bertahap dipercepat dengan inspirasi dan secara bertahap melambat dengan
ekspirasi. Juga terdapat bentuk non-respirasi dari disritmia ini.
Menurut Udjianti (2011), sinus disritmia mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
Frekuensi : 60-100 bpm
Irama : ireguler, variasi kira-kira 0,12 detik atau lebih antara
interval R-R terpendek dan terpanjang.
Gelombang P : normal, selalu ada sebelum QRS, ukuran dan bentuk sama
Interval PR : 0,12-0,20 detik
Komples QRS : < 0,12 detik, bentuk dan ukuran sama
Etiologi
Sinus aritmia merupakan fenomena normal, khususnya terlihat pada orang
muda dengan frekwensi jantung yang lebih rendah. Ini juga terjadi setelah
peningkatan tonus vagal (mis: digitalis, morfin).
Makna Klinis
Sinus aritmia adalah hasil normal dan sehingga tidak menyatakan adanya
penyakit dasar. Gejala-gejala tidak umum kecuali ada penghentian lama yang
berlebihan.

21
Tindakan
Biasanya tidak diperlukan tindakan

Gambar 2.8 Sinus aritmia


4. Sinus Arrest dan Blok Sinoatrial
Definisi
Sinus arrest adalah gangguan pembentukan impuls, nodus sinus gagal untuk
memuat 1 atau lebih impuls, menghasilkan penghentian (pause) dari dalam
berbagai panjang karena takadanya depolarisasi atrial, gelombang P tidak ada dan
menyebabkan interval PP bukan merupakan perkalian dari interval dasar PP.
Penghentian berakhir pada saat lepasnya pacemaker dari pengambilalihan
junction atau ventrikel atau kembalinya fungsi nodus sinus.
Blok sinoatrial seringkali sulit untuk dibedakan dari sinus aarrest pada
gambaran EKG. Pada blok SA, nodus sinus tercetus tetapi impuls diperlambat
atau diblok dari keluaran nodus sinus. Jika blok komplit, lamanya penghentian
merupakan kelipatan dari interval dasar PP
Etiologi
Kedua disritmia dapat karena keterlibatan nodus sinus oleh infark,
perubahan degeneratif serabut fibrotik, efek obat-obatan (digitalis, -blocker,
blocker saluran kalsium), atau rangsangan vagal yang berlebihan
Makna Klinis
Irama ini biasanya sementara dan tidak bermakna kecuali pacu jantung yang
lebih rendah gagal untuk mengambil alih untuk memacu ventrikel.
Tindakan
Tindakan diindikasikan jika pasien adalah simptomatis. Tujuannya untuk
meningkatkan frekwensi ventrikel, yang mungkin membutuhkan penggunaan
atropin atau, adanya gangguan hemodinamik serius, penggunaan pacu jantung.

22
Gambar 2.9 Blok SA

5. Sick Sinus Syndrome


Definisi
Sick sinus syndrome adalah bentuk kronis dari penyakit nodus sinus. Pasien
memperlihatkan deperesi nodus derajat berat, meliputi tanda sinus bradikardia,
blok SA, atau sinus arrest. Seringkali, disritmia atrial cepat, seperti atrial flutter
atau fibrilasi (sindrom takiakrdia-bradikardia) menyertai dan berselang dengan
periode depresi nodus sinus.
Tindakan
Penatalaksanaan kondisi ini memerlukan kontrol terhadap disritmia atrium
cepat dengan terapi obat dan pada kasus-kasus tertentu, kontrok terhadap
frekwensi jantung yang amat lambat, sering memerlukan implantasi pacu jantung
permanen.

Gambar 2.10 Sick sinus syndrome


2.6.3 Disritmia atrial
1. Kontraksi Atrium Prematur
Definisi

23
Kontraksi atrium prematur terjadi ketika impuls atrial ektopik keluar secara
prematur dan, pada kebanyakan kasus, impuls ini di konduksi dalam gaya normal
melalui sistem konduksi AV ke ventrikel. Pada gambaran EKG, gelombang P
telihat prematur dan bahkan dapat terbenam pada gelombang T terdahulu;
gelombang ini berbeda dalam konfigurasi dari gelombang P sinus. Kompleks ORS
biasanya merupakan konfigurasi yang normal tetapi, oleh karena waktunya, dapat
terlihat melebar dankacau bila dihubungkan dengan beberapa derajat pelambatan
KAP aberans (kontraksi atrial prematur) atau tidak terlihat sama sekali bila impuls
atrial di blok dari konduksi ke ventrikel (blok KAP). Penghentian yang pendek
terjadi, biasanya kurang dari kompensasi
Menurut Udjianti (2011), Kontraksi atrium prematur mempunyai
karakteristik sebagai berikut :
Site of origin : atria
Frekuensi : bervariasi tergantung irama yang mendasari
Irama : denyutan prematur (PAC) muncul lebih dini dibanding
waktu denyutan normal. Setelah PAC didapatkan masa pause sebelum
muncul denyutan normal berikutnya.
Gelombang P : mungkin bentuknya abnormal atau inversi; berbeda dari
gelombang P lainnya
Interval PR : 0,12-0,20 detik
Komples QRS : < 0,12 detik, bentuk dan ukuran sama
Etiologi
Ini merupakan disritmia yang umum terlihat pada semua kelompok. Ini
dapat terjadi pada orang normal dan pada pasien dengan penyait jantung rematik,
penyakit jantung iskemik, atau hipertiroidisme. Ini sering terlihat pada pasien
dengan gagal jantung kongestif (GJK).
Makna Klinis
Kontraksi atrium prematur mungkin suatu prekusor pada takikardia atrium,
menandakan peningkatan iritabilitas atrium. Kontraksi tersebut juga menandakan
peningkatan iritabilitas atrium. Kontraksi tersebut juga menandakan kondisi dasar
(mis: GJK). Pasien dapat mengalami sensasi penghentian atau skip pada
irama dimana ada KAP
Tindakan

24
Pada beberapa kasus, tidak diperlukan tindakan. Pasien harus dipantau dan
frekwensi denyut prematur dicatat. Selain itu, pasien harus dikaji untuk kondisi
seperti digitalis atau quinidin mungkin diprogramkan

Gambar 2.11 Kontraksi atrium premature

2. Takikardia Supraventrikular Paroksimal


Definisi
Takikardia supraventriular paroksimal (PSVT) menggambarkan irama
atrium yang cepat dengan frekwensi 150 250 denyut/menit. Takikardia mulai
dengan mendadak, pada kebanyakan kasus dengan KAP, dan ini berakhir dengan
tiba-tiba. Gelombang P mungkin terlihat mendahului QRS tetapi pada frekwensi
yang lebih cepat mungkin tersembunyi dalam QRS atau mendahului gelombang T.
(Bila beberapa gelombang P tidak diikuti dengan QRS, maka hal ini disebut
sebagai PSVT dengan blok, dan biasanya terjadi karena toksisitas digitalis).
Gelombang P biasanya negatif di lead II, III, aVF karena konduksi retrograd dari
nodus AV ke atrium. QRS biasanya normal kecuali ada masalah dasar pada
konduksi intrabentrikular. Irama teratur dan paroksisme dapat berakhir dari
beberapa detik sampai beberapa jam bahkan beberapa hari.
Istilah PSVT digunakan untuk mengidentifikasi irama sebelumnya
menunjukkan takikardia atrial paraksosimal (TAP) dan takikardia nodus
paroksimal (TNP) atau takikardia nodus paroksismal (TNP) atau takikardia nodus
jangsional (TNJ), irama-iramanya mirip dalam beberapa hal kecuali sisi asalnya.
PSVT juga dikenal sebagai nodal reentrant tachycardia AV karena
mekanismenya yang paling umum bertanggung jawab terhadap disritmia ini
adalah sirkuit reentrant atau gerakan kacau pada tingkat nodus AV.

25
Takikardia supraventrikular paroksismal harus dibedakan dari
takikardiakarena penyempitan QRS (supraventriular) lainnya. Pernyataan berikut
membantu diagnosis PSVT versus sinus takikardia.
- Denyut atrial premature seringkali mengawali irama
- Denyut mulai dan berakhir dengan tiba-tiba
- Frekuensi seringkali lebih cepat dari sinus takikardia dan cenderung
menjadi lebih teratur dari menit kemenit
- Pada respons terhadap manuver vagal, seperti masase pada carotid ,
takikardia ektopik juga tidak akan mempengaruhi atau kembali pada irama
sinus normal: sinus takikardia bagaimanapun agak lambat dalam berespon
terhadap peningkatan tonus vagal
Menurut Udjianti (2011), Takikardia supraventrikular paroksimal
mempunyai karakteristik sebagai berikut :
Site of origin : diatas Bundle of His. Tachycardia timbul dari
atria-paroxysmal atrial tachcardi (PAT) atau AV
Junction-paroxysmal junction tachycardi (PJT)
Frekuensi : 151-250 bpm
Irama : reguler
Gelombang P : sulit diidentifikasi, tersembunyi atau tenggelam
dalam gelombang T
Interval PR : tidak dapat diukur
Komples QRS : < 0,12 detik, bentuk dan ukuran sama
Onset : mulai dan berhenti mendadak

Etiologi
Takikardia supraventrikular paroksismal seringkali terjadi pada orang
dewasa dengan jantung normal demikian juga pada KAP. Jika ada abnormalitas
penyakit jantung rematik, IMA, dan intoksikasi digitalis dapat merupakan latar
belakang pada disritmia ini.

Makna klinis
Pada pasien dengan tanpa penyakit jantung, hanya merasakan adanya
palpitasi dan sakit kepala ringan tergantung pada frekuensi dan durasi PSVT. Pada
pasien dengan penyakit jantung, dispnea, angina pectoris dan GJK dapat terjadi
pada waktu pengisian ventrikel, maka curah jantung menurun.
Tindakan.
Stimulasi vagal, masase carotid atau gerakan valsava seringkali digunakan
untuk mengakhiri PSVT. Verapamil intravena diberikan apabila stimulasi vagal

26
tidak berhasil. Diltiazem, - bloker dan adenosine juga diindikasikan. Kardioversi
atau pemacuan dengan kendali yang berlebihan dapat menjadi indikasi bila
pengobatan tidak berhasil. Beberapa terapi profilaksis juga dapat diberikan.

Gambar 2.12 Takikardia supraventriular paroksimal (PSVT) yang dimulai dengan


kontraksi atrium prematur

3. Flutter Atrial
Definisi
Merupakan irama ektopik atrium cepat dengan frekuensi 250-350x/ menit.
Kecuali ada jalur konduksi AV yang abnormal, ventrikel dapat berespon hanya
setengah dari frekuensi atrium yang dikenal dengan flutter 2:1
Menurut Udjianti (2011), Atrial Flutter mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
Site of origin : satu sisi atrial
Frekuensi : a. Frekuensi atrial : 250-350 bpm
b. frekuensi ventrikular biasanya 60-100 bpm
tergantung pada blok. AV node tidak mampu
mengkonduksikan semua impuls atria dan memblok
setiap impuls ke 2,3,4.
Irama : reguler
Gelombang P : tidak tampak, ditempati gelombang flutter yang
berbentuk seperti gigi gergaji diantara QRS
kompleks
Interval PR : tidak dapat diukur
Komples QRS : < 0,12 detik, bentuk dan ukuran sama

Etiologi

27
Pada penyakit arteri koroner, kor pulmonalis dan penyakit jantung rematik,
atrial flutter sering ditemukan.
Makna klinis
Gangguan hemodinamik dalam berbagai derajat akan muncul sebagai akibat
dari frekuensi ventrikel yang cepat sehingga ruang ventrikel tidak dapat mengisi
secara adekuat.
Tindakan
Tindakan segera untuk mengontrol frekuensi atau mengembalikan irama ke
mekanisme yang diindikasikan jika frekuensi ventrikel cepat. Namun tindakan
tidak segera dilakukan apabila flutter dengan blok AV derajat tinggi sehingga
frekuensi ventrikel menetap dalam batas normal.Beberapa obat-obatan yang
menjadi pilihan antara lain digitalis, diltiazem atau verapamil yang meningkatkan
derajat blok AV sehingga mengontrol frekuensi ventrikel lambat. Setelah frekuensi
ventrikel diperlambat, maka quinidin dapat mengubah flutter menjadi sinus
normal. Flutter tidak diinginkan dalam jangka panjang karena respon ventrikel
seringkali sulit dikontrol: sinkronisasi kardioversi diperlukan untuk mengubah
irama ke irama sinus atau ke irama fibrilasi atrial yang lebih stabil.

Gambar 2.13 Flutter atrial

4. Fibrilasi Atrial
Definisi
Menurut Udjianti (2011), Atrial fibrilasi mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
Site of origin : atria (lebih dari satu fokus ektopik)
Frekuensi : a. Frekuensi atrial 350-500 atau lebih
b. frekuensi ventrikuler
<60 bpm (respons ventrikel lambat/slow AF)
60-100 bpm (AF terkontrol)
101-150 bpm (respons ventrikel cepat/fast AF)
>150 bpm (AF tidak terkontrol)
Irama : ireguler

28
Gelombang P : tidak tampak, ditempati oleh gelombang fibrilasi di antara
kompleks QRS
Interval PR : tidak dapat diukur
Komples QRS : < 0,12 detik, bentuk dan ukuran sama
Etiologi
Fibrilasi atrial dapat saja terjadi pada orang sehat sebagai disritmia
sementara. Namun fibrilasi atrial permanen selalu dihubungkan dengan penyakit
jantung. Kedua tanda seperti penyakit otot-otot atrium atau distensi atrium yang
bersamaan dengan penyakit nodus sinus dapat muncul salah satu dari keduanya
ataupun bersamaan.
Makna klinis
Curah jantung berkurang pada fibrilasi atrial oleh karena frekuensi cepat
yang mengakibatkan berkurangnya waktu bagi ventrikel untuk mengisi dan
hilangnya efektivitas kontraksi atrium. Tanda-tanda dan gejala gangguan
hemodinamik dapat muncul pada pasien dengan fungsi jantung borderline, selain
itu nadi radial lebih rendah daripada nadi apical karena beberapa akontraksi
sistolik lemah dan tidak terpalpasi pada arteri perifer. Risiko emboli termasuk
stroke merupakan risiko pada fibrilasi atrial oleh karena dilatasi atrium pasif,
trombus dapat terbentuk pada dinding atrium dan terlepas.
Tindakan
Terapi obat-obatan digunakan lebih dulu ketika curah jantung masih cukup
dan pasien tidak mengalami hipotensi atau gangguan jantung yang bermakna.
Digitalis bermanfaat untuk meningkatkan AV blok dan memungkinkan lebih
banyak waktu untuk untuk pengisian diastolik ventrikel, iramanya juga dapat
berubah menjadi sinus. Diltiazem atau verapamil juga memiliki pengaruh yang
sama, sedangklan quinidine dapat mempertahankan irama sinus normal. Bila
pengobatan initidak memberikan dampak positif dan timbul gangguan
hemodinamik, maka dapat diberikan kardioversi.

Gambar 2.14 Fibrilasi atrial

29
5. Takikardi Atrial Multifokal
Definisi
Merupakan irama atrium cepat dengan berbagai bentuk gelombang P oleh
karena penembakan tiga atau lebih fokus-fokus atrial. Frekuensi atrium lebih dari
100x/menit dengan irama tidak teratur. Bentuk gelombang P bervariasi, begitu
pula dengan interval PR tergantung pada dekatnya fokus terhadap nodus AV.
Kompleks QRS normal kecuali jika impuls dihantarkan tidak biasanya.
Etiologi
Irama TAM khas pada pasien dengan penyakit pulmonalis berat dengan
adanya hipoksemia, hipokalemi, perubahan pH serum atau hipertensi pulmonalis.
Makna klinis
Pasien biasanya menunjukkan adanya gejala penyakit-penyakit dasar dari
disritmia.
Tindakan
Kontrol terhadap penyakit dasar dan memperlambat frekuensi ventrikel jika
dibutuhkan.

Gambar 2.15 Takikardi atrial multifokal

2.6.4 Disritmia Pertemuan (Junctional)


Denyut Prematur Pertemuan
Definisi
Denyut prematur pertemuan (DPP) didefinisikan sebagai impuls ektopik dari
sebuah fokus pada pertemuan AV, terjadi secara prematur, sebuah impuls sinus
berikutnya. Saat semua asal irama pada pertemuan AV, QRS akan menyempit (<
0,12 detik), mencerminkan konduksi AV normal. Pada kejadian yang jarang
terjadi, QRS melebar jika inpuls dikonduksi secara aberans. Atrium di depolarisasi
dalam gaya retrograd pada kecepatan yang hampir sama dengan ventrikel,
ventrikel menghasilkan gelombang P dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah

30
kompleks QRS. Gelombang P ini seringkali terbalik pada lead II, lead III, dan
AVF karena konduksi retrograd pada atrium.
Karakteristik :
a. Irama : teratur
b. Frekuensi jantung : >100x/menit
c. Gelombang P : tidak ada atau terbalik didepan atau dibelakang
gelombang QRS
d. Interval PR : tidak dapat dihitung atau memendek
e. Gelombang QRS : normal

Etiologi
Seperti pada KAP, DPP dapat terjadi pada orang normal atau yang
mengalami penyakit jantung. Iskemia atau infark dapat merangsang fokus ektopik
pada pertemuan, juga stimulan seperti nikotin atau kafein atau agen farmakologis
(mis., digitalis).
Klinis
DPP yang sering dapat mengindikasikan peningkatan iritabilitas dan menjadi
prekusor dari takikardi pertemuan. Pasien biasanya asimtomatik, mekipun mereka
mengalami skipped beat.
Tindakan
Tidak ada tindakan yang perlu untuk DPP. Peningkatan iritabilitas dapat
mendahului takikardi pertemuan.

Gambar 2.16 Denyut premature pertemuan

2.6.5 Disritmia Ventrikel


1. Denyut Ventrikel Prematur
Definisi

31
Denyut ventrikel prematur (DVP) adalah denyut ektopik yang timbul secara
prematur pada tingkatan ventrikel. Impuls ini juga menunjukkan KPV (kontraksi
prematurventrikel) atau KVP (kontraksi ventrikelprematur). Karena denyut
berasal dari ventrikel, ini tidak akan berjalan melalui sistem konduksi normal.
QRS tidak hanya prematur, tetapi akan melebar dan aneh dengan gelombang T
yang berlawanan defleksinya dengan kompleks QRS.
Perhentian kompensasi sering menyertai denyut prematur saat jantung
menunggu rangsangan berikutnya dari nodus sinus. Perhentian dipertimbangkan
merupakan kompensasi penuh jika siklus denyut normal dan prematur sama
dengan waktu dua siklus jantung normal.
Denyut ventrikel prematur dapat digambarkan oleh pola frrekuwensinya.
Denyut ini jarang, kadang-kadang, atau sering, meskipun ini optimal untuk
menggambarkannya dalam jumlah DPV/menit. Jika DVP terjadi setelah tiap-tiap
denyut sinus, berarti ada ventrikular bigemini. Ventrikel trigemini adalah DVP
yang terjadi setelah dua buah denyut sinus berurutan. Jika DVP muncul hanya
dalam satu bentuk disebut uniformed, versus multiformed, jika ada dua atau lebih
bentuk kompleks QRS. Dua DVP di dalam satu baris disebut couplet, sebaliknya
tiga dalam satu baris adalah triplet, seperti pada rentang pendek takikardia
ventrikel.
Etiologi
Denyut prematur ventrikel paling umum dari denyut ektopik dan dapat
terjadi pada semua kelompok umur, dengan atau tanpa penyakit jantung.
Khususnya umum pada orang dengan penyakit miokard (hipokalemia,
peningkatan kadar katekolamin, atau iritasi mekanik dengan kawat atau kateter).
Makna Klinis
Adanya DVP merupakan tanda iritabilitas dari miokard ventrikel dan pada
beberapa pasien dapat terjadi takikardi ventrikel (TV) atau fibrilasi ventrikel (FV).
Ciri penyakit jantung dasar pasien lebih bermakna daripada adanya DVP seperti
akan menentukan prognosis. Denyut ventrikel prematur mendekati puncak dari
gelombang T (fenomena R on T) tidak terlihat kritis pada terjadinya TV dan FV
daripada penurunan dari gelombang T pada kebanyakan situasi.
Tindakan

32
Jika jarang, DVP terisolasi tidak memerlukan tindakan. DVP multipel atau
berurutan diatasi dengan agen antiaritmia. Dalam kondisi kedaruratan, lidokain
diikuti dengan prokainamid merupakan obat-obat pilihan. Banyak agen-agen
antiaritmia tersedia untuk terapi kronis (quinidin, prokainamid, amiodaron). Jika
kalium serum rendah, pemberian kalium dapat megoreksi disritmia. Jika disritmia
akibat keracunan digitalis, penghentian obat-obat dapat memperbaikinya.

Gambar 2.17 Ventrikel bigemini

2. Takikardia Ventrikel
Definisi
Pada gelombang P biasanya tidak terlihat dan jika terlihat tidak
berhubungan dengan QRS. TV dapat terjadi sebagai irama yang pendek, tidak
terus menerus atau lebih panjang dan terus menerus.
Karakteristik :
a. Irama : teratur
b. Frekuensi jantung : >100x/menit
c. Gelombang P : tidak terlihat
d. Interval PR : tidak ada
e. Gelombang QRS : lebar > 012 detik
Etiologi
Takikardi ventrikel jarang pada orang dewasa dengan jantung normal, tetapi
umum sebagai komplikasi dari infark miokard. Penyebab lain sama seperti
digambarkan pada DVP.
Makna Klinis

33
Takikardi ventrikel adalah prekusor dari VF, tanda dan gejala dari gangguan
hemodinamik (nyeri dada, iskemik, hipotensi, edema pulmonalis, dan
ketidaksadaran) dapat terlihat jika frekuwensi cepat dan takikardi terus-menerus.
Progresi disritmia serius tergantung pada penyakit jantung dasar.
Tindakan
Jika pasien secara hemodinamik stabil dengan disritmia, lidokain adalah
terapi pilihan. Jika pasien menjadi tidak stabil, kardioversi sinkronisasi (atau pada
situasi kedaruratan, kardioversi unsynchronized) diindikasikan. Tindakan jangka
panjang untuk disritmia ini dapat melibatkan penggunaan AICD (automatic
implantable cardioverter defribrillator).

Gambar 2.18 Takikardi ventrikel

3. Torsades De Pointes
Definisi
Torsades de points (pemilinan ujung adalah tipe spesifik dari takikardi
ventrikel. Istilah merujuk pada poaritas kompleks QRS, yang berubah dari positif
ke negatif dan sebaliknya.
Morfologi QRS dicirikan oleh kompleks QRS yang besar, aneh, dan banyak
bentuk atau multi formed dari berbagai amplitudo dan arah, seringkali bervariasi
dari denyut ke denyut dan menyusun ulang torsio di sekitar garis isoelektrik.
Frekuwensi dari takikardi 100 sampai 180 tapi dapat lebih cepat 200 sampai 300
denyut/menit. Irama biasanya sangat tidak stabil; ini dapat berakhir dengan FV
atau kembali menjadi irama sinus. Bentuk TV ini paling mungkin terjadi pada
penyakit miokard berat bila interval QT dasar telah memanjang.

34
Etiologi
Torsades de points berkenaan dengan kondisi dimana interval QT
memanjang. Contoh termasuk bradikardi berat, terapi obat, khususnya dengan
agen antiaritmia tipe IA (mis., quinidin, prokainamid), dan gangguan elektrolit,
seperti hipokalemia hipomagnesemia. Faktor-faktor lain yang dapat mempercepat
disritmia ini termasuk penyakit jantung intrinsik, pemanjangan QT dalam
keluarga, gangguan sistem syaraf pusat, dan hipotermia.
Makna Klinis
Torsades dapat berakhir secara spontan dan dapat berulang sendiri setelah
beberapa detik atau menit, atau dapat berubah bentuk menjadi FV.
Tindakan
Tindakan untk distrimia ini terdiri dari pemendekan periode refraktori (dan
kemudian interval QT) dari irama dasar. Isoproterenol intravena dan alat pacu
dapat digunakan pada situasi ini. Selain itu, tindakan diarahkan pada memperbaiki
masalah dasar seperti mengatasi kekurangan elektolit atau menghentikan agen
farmakologi yang tidak tepat. Kardioversi kedaruratan diindikasikan bila torsades
tidak kembali secara spontan pada irama sinus.

Gambar 2.19 Torsades de pointes


4. Fibrilasi Ventrikel
Definisi
Karateristik :
a. Irama : tidak teratur
b. Frekuensi jantung : tidak dapat dihitung
c. Gelombang P : tidak ada
d. Interval PR : tidak dapat dihitung, bergelombang dan tidak teratur
e. Gelombang QRS : tidak terlihat
f. Terdapat dua macam ventrikel fibrilasi yaitu :
Fibrilasi ventrikel kasar (coarse)
Fibrilasi ventrikel halus (fine)
Etiologi
Fibrilasi ventrikel dapat terjadi pada situasi: iskemia dan infark miokard,
manipulasi kateter pada ventrikel, gangguan karena kontak dengan listrik,

35
pemanjangan interval QT, atau sebagai irama akhir pada pasien dengan kegagalan
sirkulasi.
Makna Klinis
Seperti pada asistol, kehilangan kesadaran terjadi dalam beberapa detik pada
kondisi FV. Pasein mengalami pelemahan denyut dan tidak ada curah jantung.
Fibrilasi ventrikel adalah paling umum menyebabkan kematian tiba-tiba dan tafal
bila resusitasi tidak dilakukan dengan segera.
Tindakan
Jika FV terjadi, defibrilasi cepat harus segera dilakukan. Jika arrest terlihat,
pukulan (thump) prekordial diberikan sebelum pasien didefibrilasi. Pasien harus
didukung dengan resusitasi jantung paru dan obat0obatan jika tidak ada respons
dari defibrilasi. AICD dapat diberikan untuk penangan jangka panjang dari
masalah ini.

Gambar 2.20 Fibrilasi ventrikel

5. Percepatan Irama Idioventrikular


Definisi
Percepatan irama idioventrikular dihasilkan oleh percepatan dari sel-sel
pacu jantung ventrikel, yang secara normal mempunyai frekuensi intrinsik dari 20
sampai 40 denyut/menit.
Karakteristik :
a. Irama : teratur
b. Frekuensi jantung : 20-40x/menit
c. Gelombang P : tidak terlihat
d. Interval PR : tidak ada
e. Gelombang QRS : lebar > 0,12 detik
Etiologi

36
Secara khas, irama ini terlihat pada infark miokard akut, seringkali pada
situasi terapi perfusi ulang pasca-trombotik arteri koroner. Dan jarang terjadi
sebagai akibat iskemia atau intoksikasi digitalis.

Makna klinis
Pasien biasanya tidak simtomatik pada distrimia ini. Curah jantung adekuat
dapat dipertahankan dan jarang menjadi ventrikel takikardi yang cepat.
Tindakan
Pada kebanyakan kasus, tidak diperlukan tindakan.

2.6.6 Blok Atrioventrikular


Blok atrioventrikular disebabkan oleh gangguan pada beberapa bagian
sistem konduksi AV. Sinus-denyut awal diperlambat atau secara lengkap diblok
dari pengaktivasi ventrikel. Blok dapat terjadi pada tingkat nodus AV, berkas His,
atau cabang berkas karena sistem konduksi AV derajat pertama dan kedua, blok
ini tidak komplit, dimana beberapa atau semua impuls akhirnya dikonduksi ke
ventrikel. Pada blok AV derajat ketiga atau blok jantung komplit, tidak ada sinus
impuls yang dikonduksi.
Berikut adalah jenis blok atrioventrikular :
1. Blok AV Derajat Pertama
Definisi
Pada blok derajat pertama, konduksi AV diperpanjang tetapi semua impuls
akhirnya dikonduksi ke ventrikel. Gelombang P ada dan mendahului tiap-tiap
QRS dengan perbandingan hubungan 1:1. Interval PR konstan tetapi durasi
melebihi diatas batas 0,12 detik.
Karakteristik :
a. Irama : teratur
b. Frekuensi jantung : biasanya antara 60-100x/menit
c. Gelombang P : normal, selalu diikuti gelombang QRS
d. Interval PR : memanjang > 0,20 detik
e. Gelombang QRS : normal

Etiologi

37
Tipe blok ini terjadi pada semua usia dan pada jantung normal atau penyakit
jantung. Disebabkan PR yang memanjang dapat disebabkan oleh obat-obatan
seperti digitalis, -bloker, penghambat saluran kalsium, serta panyakit arteri
koroner, berbagai penyakit infeksi, dan lesi kongenital.

Makna klinis
Blok derajat pertama tidak ada konsekuensi hemodinamik pada pasien tetapi
harus dilihat sebagai indikator terjadinya gangguan sistem konduksi AV. Kondisi
ini dapat berkembang menjadi blok AV derajat kedua atau derajat ketiga.
Tindakan
Tidak ada tindakan yang diindikasikan pada blok AV derajat pertama.
Interval PR harus dimonitor ketat terhadap kemungkinan blok lebih lanjut.
Kemungkinan dari efek obat juga harus dievaluasi.

Gambar 2.21 Blok AV derajat-pertama

2. Blok AV Derajat kedua Mobitz I (Wenckebach)


Definisi
Pada tipe blok AV derajat kedua ini, konduksi AV diperlambat secara
progresif pada masing-masing sinus sampai akhirnya impuls ventrikel diblok
secara komplit. Siklus kemudian berulang dengan sendirinya.

38
Pada gambaran EKG, gelombang P ada dan berhubungan dengan QRS di
dalam sebuah pola siklus. Interval PR secara progresif memanjang pada tiap-tiap
denyut sampai kompleks QRS tidak dikonduksi. Kompleks QRS mempunyai
bentuk yang sama seperti irama dasar. Interval antara kompleks QRS berturut-
turut memendek sampai terjadi penurunan denyut.
Karakteristik :
a. Irama : tidak teratur
b. Frekuensi jantung : 60-100x/menit atau <60x/menit
c. Gelombang P : normal, tetapi ada satu gelombang P yang tidak diikuti
gelombang QRS
d. Interval PR : makin lama nakin panjang sampai ada gelombang P yang
tidak diikuti gelombang QRS kemudian siklus makin panjang diulang
e. Gelombang QRS : normal

Etiologi
Blok Wenckebach atau mobitz tipe I biasanya dihubungkan dengan blok
diatas berkas His. Demikian juga beberapa obat atau proses penyakit yang
mempengaruhi nodus AV, seperti digitalis atau infark dinding inferior dari
miokard dapat mengahasilkan blok derajat kedua tipe ini.
Makna klinis
Pasien jarang menunjukkan gejala pada blok AV dengan derajat kedua tipe
ini karena frekuensi ventrikel biasanya adekuat. Sering kali ini terjadi sementara
dan bila berlanjut ke blok derajat ketiga, pacu jantung pertemua (junctional) pada
frekuensi 40 sampai 60 denyut/menit biasanya akan mengambil alih pacu
ventrikel. Dari kedua tipe blok derajat kedua ini, mobitz I paling umum.
Tindakan
Tidak ada tindakan diperlukan untuk irama ini kecuali menghentikan obat
jika ini merupakan agen yang menggangu. Pasien harus dipantau terhadap
berlanjutnya blok.

39
Gambar 2.22 Blok derajat kedua-Mobitz I

3. Blok AV Derajat Kedua Mobitz II


Definisi
Blok mobitz tipe II digambarkan sebagai blok intermitten pada konduksi AV
sebelum perpanjangan interval PR. Ini ditandai oleh interval PR fixed jika
konduksi AV ada dan gelombang P tidak tidak dikonduksikan saat blok terjadi.
Blok ini dapat terjadi kadang-kadang atau berulang dengan pola konduksi 2:1,
3:1, atau bahkan 4:1. Karena tidak ada gangguan pada nodus sinus, interval PP
teratur. Seringkali ada bundle branch blok (BBB), blok cabang berkas) yang
menyertai, sehingga QRS akan melebar.
Karakteristik :
a. Irama : umumnya tidak teratur, kadang bisa teratur
b. Frekuensi jantung : biasanya lambat, <60x/menit
c. Gelombang P : normal, ada satu atau lebih gelombang P yang tidak
diikuti gelombang QRS
d. Interval PR : normal/memanjang secara konstan kemudian ada blok
e. Gelombang QRS : normal

Etiologi
Adanya pola mobitz II menyatakan blok dibawah berkas His. Ini terlihat
pada infark dinding anterior miokard dan berbagai penyakit jaringan konduksi.
Perbandingan blok atrioventrikular (AV) Derajar Kedua
Morbitz I (Wenckebach) Morbitz II
Lesi AV di atas berkas His Lesi di bawah berkas His, di dalam system
cabang berkas
Berhubungan dengan IM, toksisitas digitalis, Berhubungan dengan IM anterior, lesi kronik
lesi kronik dari system konduksi dari system konduksi
Digambarkan sebagai bentuk iskemik, dapat Digambarkan sebvagai bentuk nekrotik

40
pulih, dan sementara
Penurunan kompleks QRS didahului oleh Penurunan kompleks QRS didahului oleh
pemanjangan progresif interval PR interval PR fixed
Interval PP teratur Interval PP teratur
QRS biasanya menyempit QRS biasanya melebar
Biasanya berespons baik pada intervensi Biasanya tidak responsive terhadap intervensi
farmakologis farmakologis
Mungkin memerlukan pacu jantung sementara Sering memerlukan pacu jantung
pada pasien simtomatik
IM infark miokard. Diambil dari Vinsant MO, Spence MI: Commonsense
Approach to Coronary Care, 4th ed. P 310. St Louis, CV Mosby. 1995.

Makna Klinis
Blok Morbitz II secara potensial lebih berbahaya daripada Morbitz I. Ini
sering terjadi secara permanen, dan dapat memburuk dengan cepat menjadi blok
jantung derajat ketiga dengan respons ventrikel yang lambat 20 sampai 40
denyut/menit.
Tindakan
Pemantauan yang konstan dna observasi terhadap perkembangan menjadi
blok jantung derajat ketiga. Obat-obatan seperti, atropine atau isopreterenol, atau
pacu jantung mungkin diperlukan jika pasien menunjukkan gejala-gejala atau jika
blok terjadi dalam situasi infark miokard akut pada dinding anterior.

Gambar 2.23 Blok derajat kedua-Mobitz II

4. Block AV Derajat-Ketiga (Komplit)


Definisi
Pada blok jantung komplit atau derajat-ketiga, nodus sinus terus member
cetusan secara normal, tetapi tidak ada implus yang mencapai ventrikel. Ventrikel
dirangsang dari sel-sel pacu jantung yang keluar dan di pertemuan (frekuensi 40-

41
60 denyut/menit) atau pada ventrikel (frekuensi 20-40 denyut/menit), tergantung
pada tingkat blok AV.
Karakteristik :
a. Irama : teratur
b. Frekuensi jantung : <60x/menit
c. Gelombang P : normal, tetapi gelombang P dan gelombang QRS
berdiri sendiri-sendiri, gelombang P kadang diikuti gelombang QRS
kadang tidak
d. Interval PR : berubah-ubah
e. Gelombang QRS : normal atau > 0,12 detik

Etiologi
Penyebab dari blok jantung komplit adalah sama seperti blok AV dengan
derajat yang lebih kecil.
Makna Klinis
Blok jantung komplit kurang ditoleransi bila pelepasan irama berasal dari
ventrikel, biasanya lambat dan tidak dapat dipercaya. Pasien dapat tetap
asimtomatik bila pelepasan irama mendukung curah jantung normal.
Tindakan
Terapi meliputi pemerian atropine atau isoproterenol, tetapi pacu jantung
sementara atau permanen sering diperlukan.

Gambar 2.24 Blok derajat-tiga (blok AV komplit). Panah menunjukkan


gelombang P.

5. Blok Cabang Berkas


Definisi
Blok cabang berkas (block bundle branch [BBB]) terjadi bila terdapat blok
patologis atau fungsional pada salah satu cabang-cabang utama dari system
konduksi intraventrikel. Pada sat konduksi melalui berkas di blok, implus berjalan

42
sepanjang berkas yang tidak terganggu dan mengaktifkan satu ventrikel secara
normal. Implus terlambat mencapai ventrikel yang lainnya, karena ini berjalan
keluar dari serat-serat konduksi yang normal. Ventrikel kanan dan kiri kemudian
terdepolarisasi secara berurutan dalam pola normal yang simultan. Aktivitas
abnormal menghasilkan kompleks QRS yang lebar.
Blok cabang berkas kanan (Right Bundle Branch Block [RBBB]) dan blok
cabang berkas kiri (Left Bundle Branch Block [LBBB]) didiagnosa pada 12-lead
EKG tetapi juga dapat diindentifikasi pada pemantauan di tempat tidur dengan
menggunakan gambaran V1 atau MCL1. Untuk mengidentifikasi adanya BBB,
durasi QRS harus diperpanjang sampai 0,12 detik atau lebih besar. RBBB
mempunyai konfigurasi rSR1 pada V1, dimana LBBB akan merefleksikan qS atau
kompleks rS yang dalam. Gelombang T berubah sekunder terhdap
ketidaknormalan pada depolarisasi dan ini terjadi berlawanan dengan arah
kompleks QRS. Pembaca dianjurkan melihat teks EKG untuk kriteria tambahan
dalam interprestasi 12-lead EKG.
Identifikasi Blok Cabang Berkas pada Gambaran MCL1
RBBB
1. QRS 0,12 detik

2. Konfigurasi rSR1 pada V1

3. Irama : teratur
4. Frekuensi jantung : ummumnya antara 60-100x/menit
5. Gelombang P : normal, setiap gelombang P selalu diikuti gelombang QRS
6. Interval PR : normal
7. Gelombang QRS : lebar > 0,12 detik
Catatan : adanya bentu rsR (M shape) di V1 dan V2 yang lebar dan dalam dilead I,
II, aVL dan V6. Perubahan ST segmen dan gelombang T di V1 dan V2
LBBB
1. QRS 0,12 detik

2. Negatif besar konfigurasi qS atau rS pada V1

3. Irama : teratur
4. Frekuensi jantung : umumnya normal antara 60-100x/menit
5. Gelombang P : normal, setiap gelombang P selalu diikuti gelombang QRS dan T
6. Interval PR : normal
7. Gelombang QRS : lebar > 0,12 detik

43
Etiologi
Penyebab yang paling umum dari BBB adalah infark miokard, hipertensi,
dan kardiomiopati. Blok cabang berkas kanan lebih umum terlihat dan juga dapat
ditemukan pada orang yang normal dengan tidak ada tanda klinis penyakit jantung
dan dengan lesi congenital yang melibatkan septum. Blok cabang kiri kurang
umum dan biasanya bergabung dengan beberapa tipe dari penyakit jantung dasar.
Makna Klinis
Blok cabang berkas menandakan penyakit dasar dari system konduksi
intraventrikular. Pasien harus dipantau terhadap keterlibatan verkas-berkasiaktan
lain atau terhadap progresi blok jantung komplit. Progresi dari blok mungkin
sangat lambat atau cepat tergantung kepada kondisi klinis.
Tindakan
Penyakit jantung dasar menentukan tindakan dan prognosis.

Gambar 2.25 Blok cabang berkas kanan (atas) dan blok cabang berkas kiri
(bawah) pada gambaran MCL

2.6.7 Efek Efek Abnormalitas Elektrolit Serum Pada Elektrokardiogram


Pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit adekuat merupakan
prioritas utama pada perawatan pasien di unit-unit perawatan medis, bedah atau
unit perawatan koroner intensif. Pasien yang dilakukan tindakan terhadap
penyakit ginjal atau kardiovaskuler secara khusus rentan terhadap
ketidakseimbangan elektrolit. Pengobatan yang dilakukan lebih buruk daripada
penyakit bila abnormalitas elektrolit tidak terdeteksi atau terabaikan karena
abnormalitas keseimbangan tersebut sering disebabkan oleh pengobatan daripada
oleh penyakitnya sendiri. Dialisa dapat menyebabkan perpindahan elektrolit

44
mayor. Tentu saja, bahaya penurunan kadar kalium pada pasien jantung yang
menggunakan digitalis yang mendapat diuretik diketahui dengan baik. Diuretik
juga sering digunakan untuk mengontrol hipertensi. Selain itu, penghentian atau
pengantian terapi diuretik memerlukan pengawasan ketat elektrolit serum.
Riwayat adanya masalah tersebut diatas harus mewaspadakan perawat
untuk memeriksa elektrolit serum pasien secara terus-menerus.
Kalium dan kalsium merupakan dua elektrolit yang paling penting didalam fungsi
jantung dalam mempengaruhi fungsi tepat dari jantung. Karena efek-efeknya pada
impuls listrik jantung, kelebihan atau kekurangan dari elektrolit ini sering kali
menyebabkan perubahan pada EKG. Perawat yang menyadari dan mampu
mengenali perubahan dapat mengetahui dengan baik abnormalitas elektrolit
sebelum hasil laboratorium atau gejala klinis tampak dan membahayakan
terjadinya disritmia.
1. Kalium
Kalium merupakan kation intraseluler utama yang dijumpai di tubuh.
Didalam sel jantung, kalium penting untuk repolarisasi dan untuk
mempertahankan kondisi stabil, status polarisasi.
1) Hiperkalemi
Tanda-tanda yang paling awal dari hiperkalemi pada EKG adalah
perubahan gelombang T. Gelombang ini biasanya digambarkan sebagai
penampilan yang tinggi, sempit, dan peaked atau tenting. Sesuai
dengan meningkatnya kalium serum, amplitudo gelombang P menurun dan
interval PR memanjang. Terjadi asitole atrium, bersamaan pelebaran QRS.
Pada suatu ketinggian, mendekati kadar letal kalium, QRS lebar bergabung
dengan gelombang T dan mulai menyusun ulang gelombang sinus.
Berbagai distrimia dapat terjadi selama waktu ini, dengan kemajuan
menjadi FV dan asistol. Secara klinis, gambaran perubahan gelombang T
mulai terlihat pada kadar serum 6-7 mEq/ltr; pelebaharan QRS terlihat
pada kadar serum 8-9 mEq/ltr. Tindakan cepat harus diberikan untuk
mengubah kondisi ini karena kematian mendadak dapat terjadi setelah
kadar ini tercapai.

45
Perubahan EKG pada hiperkalemi mungin berhubungan dengan
kondisi lainnya. Gelombang T yang tinggi dan memuncak mungkin hasil
yang normal atau dapat terjadi pada tahap dini infrak miokard. Pelebara
QRS dapat terlihat pada toksisitas prokainamid dan quinidine.

Gambar 2.26 Efek hiperkalemia pada EKG. (A) Gelombang ini dihasilkan ketika
kalium serum dibawah rentang dibawah normal biasanya sekitar
3,5-5 mEq/L. (B) Ketika kadar kalium serum meningkat di atas 5,5
mEq/L, gelombang T mulai mencapai puncak, gelombang P dan
komplek QRS normal. (C) Ketika kadar Kalium melebihih 6,5
mEq/L, gelombang P melebar dan amplitudonya turun. (D) Ketika
kadar kalium mencapai 10 mEq/L, gelombang P hampir tidak dapat
dibedakan, kompleks QRS tidak jelas dan lebar. (E) Ketika rentang
kadar kalium 10-12 mEq/L, gelombang P tidak terdeteksi karena
atrium tidak dapat lagi dirangsang. (F) Ketika kadar kalium
melebihi 12 mEq/L, kompleks QRS tidak dapat diidentifikasi.

2) Hipokalemi
Hipokalemi dihubungkan dengan gelombang U. Meskipun
keberadaaan gelombang U dapat normal pada beberapa orang, dapat juga
sebagai tanda awal adanya hipokalemi. Biasanya mudah dikenali (paling
baik terlihat pada lead V3), gelombang U dapat mengganggu gelombang T
dan tidak dapat dikenali. Gelombang T dapat terlihat menonjol atau
memanjang jika gelombang ini menyembukan gelombang U, memberikan
penampilan interval QT yang memanjang. Pada peningkatan kekurangan
kalium, gelombang U menjadi lebih menonjol dima gelombang T menjadi
lebih berkurang. Gelombang T menjadi datar dan mungkin inversi.
Segmen ST cendenrung menjadi depresi, memberikan kembali efek
digitalis pada EKG. Hanya pada kadar serum yang sangat rendah terdapat
korelasi antara perubahan EKG dan konsentrasi kalium serum. Gelobang

46
U dapat menonjol pada hubungannya dengan digitalis, quinidine,
hipertropi ventrikel kiri dan bradikardi.
Hipokalemia yang tidak teratasi meningkatkan ketidakstabilan pada
sel miokard. Denyut denyut ventrikel prematur merupakan manifestasi
yang paling umum dari ketidakseimbangan ini, tetapi distrimia
supraventrikular, masalah-masalh konduksi, dan akhirnya TV dan FV
dapat terlihat. Hipokalemi juga meningkatkan sensitifitas jantung terhadap
digitalis dan menyertai distrimia, bahkan pada kadar serum normal dari
obat-obatan.

Gambar 2.27 Efek Hipokalemia pada EKG. (A) Ketika kadar kalium normal,
biasanya dianggap nilainya berkisar antara 3,5-5 mEq/L, gelombang
T lebih tinggi dari gelombang U. (B) Ketika kadar kalium turun
menjadi 3 mEq/L, gelombang T dan U hampir sama tinggi. (C)
Ketika kadar kalium turun menjadi 2 mEq/L, gelombang U lebih
tinggi daripada gelombang T. (D) Ketika kadar kalium menjadi 1
mEq/L, gelombang U menjadi menyerupai gelombang T.

2. Kalsium
Seperti kalium, kalsium penting pada fungsi jantung normal. Ini penting
untung pemulaan dan perkembangan dari impuls listrik dan untuk
kontraktilitas miokard. Kadar kalsium abnormal jarang terlihat kecuali
dihubungkan dengan penyakit dasar, dan oleh karenanya abnormalitas ini
tidak seumum pada abnormalitas kalium.

1) Hiperkalsemia
Hasil EKG mayor yang ditemukan pada gangguan ini adalah
memendeknya interval QT. Karena QRS dan gelombang T biasanya tidak

47
dipengaruhi oleh perubahan kadar kalsium serum, pemendekan QT akibat
dari pemendekan segmen ST. Pemendekan QT juga terlihat pada pasien
yang menggunakan digitalis. Segmen ST kadang-kadang menjadi depresi
dan inversi gelombang T dapat terlihat.
2) Hipokalsemia
Pada EKG, kadar kalsium serum yang rendah menyebabkan interval
QT memanjang sejalan sendiri tdengan pemanjangan segmen ST.
Gelombang T itu sendiri tidak memanjang tetapi mungkin inversi pada
beberapa kasus. Pemanjangan inteval QT pada hipokalsemia harus tidak
disalahkan seperti pada interval QTU pada hipokalemia, hipokalemia
terjadi pada menurunnya kalium pada pasien dengan gagal ginjal kronis.
Selain hipokalsemia, pemanjangan QT dapat terlihat pada penyakit
pembuluh darah otak dan setelah henti jantung. Bebrapa antiaritmia
menghasilkan interval QT yang memajngan dan selalu harus
dipertimbangakan pada saat mengevaluasi EKG untuk perubahan
hipokalsemi.

Gambar 2.28 Efek hiperkalsemia dan hipokalsemia pada EKG. Perubahan kadar
kalsium serum diperlihatkan pada fase 1 potensial aksi. Hiperkalsemia
memendekkan interval QT, sedangkan hipokalsemia memanjangkan interval QT.

48
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS:
Pasien Ny A 60 tahun datang dibawa oleh keluarganya karena tak sadarkan diri,
menurut keluarga pasien 2 tahun yang lalu pernah mengalami serangan jantung
dan mempunyai riwayat hipertensi sejak 15 tahun yang lalu, dan DM sejak 10
tahun yang lalu. Kesadaran : sopor-koma, TD 60/palpasi, nadi=teraba lemah dan
cepat, nafas 32 x/menit. Pada pemeriksaan EKG pasien : ventrikel takikardia.

I. Pengkajian keperawatan
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMP
Alamat : Gresik
Tgl MRS : 27-09-2013
No. Reg : 63211xxx
Diagnose : Ventrikel takikardi

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama:
nyeri dada, sesak nafas.
b. Riwayat Penyakit Sebelumnya: pasien sudah pernah dirawat di rumah
sakit dengan hipertensi dan diabetes mellitus.
c. Riwayat Penyakit Sekarang : klien mengatakan nyeri dada dan sesak
nafas.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga : Keluarga memiliki riwayat penyakit
hipertensi dan diabetes mellitus.
e. Riwayat Alergi: Pasien tidak mempunyai alergi obat ataupun makanan
3. Observasi dan Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: kondisi umum terlihat lemah
Kesadaran : sopor koma

49
Tanda Vital: S: 38,7oC axilla, N: teraba lemah dan cepat, T: 60/palpasi
mmHg, RR: 32 x/menit
Body System
a. B1
Hidung : tidak terdapat PCH
Trachea : tidak ada kelainan
Dada : tidak ada kelainan
Bentuk : simetris
Gerakan : Simetris, tidak ada nyeri dada, nafas cepat dan dangkal
Suara nafas : vesikuler
Batuk :-
Sputum :-
Cyanosis : -
Frekuensi nafas : 32 x/menit
Terpasang O2 nasal 2 lpm
b. B2
Terdapat nyeri dada, tidak ada pusing, tidak ada kram kaki, tidak ada
palpitasi, tidak ada clubbing finger, Suara Jantung S1S2 Tunggal, tidak
ada edema, CRT 2 detik.
c. B3
Kesadaran: Sopor koma
GCS: 1-1-2
Kepala : normal
Wajah : tampak meringis
Mata: Sclera: ikterus
Konjungtiva: anemis
Pupil: isokor
Leher: tidak tampak vena Jugularis
Reflek Patologis: normal
Reflek Fisiologis: normal
Pendengaran: normal
Penciuman: normal
Pengecapan: normal
Penglihatan: normal
Perabaan: normal
d. B4
Produksi Urine: 1000 cc/hari
Warna Urine: kuning gelap seperti teh
Gangguan saat kencing: -
e. B5
Mulut: bersih, gigi lengkap, mukosa bibir lembab
Nutrisi : A : BB klien mengalami penurunan 10 kg
B : Albumin : 3 mg/dl
C : Tampak lelah
D : Diet lunak dengan porsi kecil dan frekuensi sering
Tenggorokan, tidak ada sakit menelan

50
Abdomen: P : nyeri bila menarik nafas

Q: hilang timbul, terus menerus

R: abdomen kanan atas menjalar ke punggung atau bahu


kanan

S: sedang-berat

T: saat bernafas

Rectum: normal
BAB: 1xsehari, lembek, bau khas, warna pucat (steatorhea)
BB SMRS: 60 kg, BB sekarang: 50 kg
f. B6
Kemampuan pergerakan sendi: normal
Ekstremitas: ada oedema pada ekstremitas bawah kanan dan kiri
4. Pemeriksaan penunjang
USG :didapatkan gambaran batu dengan ukuran 10mm x 5mm
Leukosit : 13.500/iu

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Pola nafas tidak adekuat berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
oksigen.
2. ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kardiak
output
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue

3.3 Intervensi keperawatan

Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi


keperawatan Hasil keperawatan
Pola nafas tidak NOC : NIC :
Respiratory status : Vital sign
adekuat
ventilation monitoring
berhubungan
Kriteria Hasil : 1. Monitor
dengan 1. Menunjukan
tekanan darah,
ketidakseimbangan jalan nafas yang
nadi, suhu dan
suplai oksigen paten.
RR
2. Tanda vital
2. Catat adanya

51
dalam batas fluktuasi
normal tekanan darah
3. Monitor
frekuensi dan
irama
pernafasan.
4. Monitor suhu
dan
kelembaban
kulit
5. Monitor pola
nafas yang
abnormal.
6. Berikan terapi
oksigen dan
monitor status
O2
Ketidakefektifan NOC : NIC : Cardiac Care
Cardiac pump 1. Catat adanya
perfusi jaringan
effectiveness tanda dan
berhubungan
Kriteria Hasil:
gejala
dengan penurunan 1. Tanda vital
penurunan
kardiak output dalam rentang
jantung
normal.
2. Monitor status
2. Dapat
kardiovaskular
mentoleransi
3. Monitor adanya
aktivitas
dispneu, fatigue
3. Tidak ada
4. Monitor adanya
penurunan
perubahan
kesadaran.
tekanan darah
5. Monitor respon
klien terhadap
efek
pengobatan
antiaritmia.
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :

52
berhubungan Energy conservation Energy Management
Kriteria Hsil :
dengan fatigue 1. Kaji adanya
Berpartisipasi dalam
faktor yang dapat
aktivitas fisik
menyebabkan
kelelahan.
2. Monitor nutrisi
dan sumber
tenaga
3. Monitor respon
vaskuler
terhadap
aktivitas.
4. Instruksikan
klien untuk
bedrest total.

53
WOC Ventrikel Takikardi
Infark miokard akut, Adanya kebocoran
gangguan elektrolit, Infark miokard lama, ion positif kedalam
gangguan kardiomiopati dilatasi sel
keseimbangan asam
basa, dan tonus Terjadi lonjakan
Jaringan parut yang potensial pada akhir
Percepatan aktivitas berbatasan dengan fase 3/awal fase 4
fase 4 dari potensial aksi jaringan sehat dari potensial aksi
jantung jantung

automaticity Reentry Trigged activity

Ventrikel
takikardi

Denyut jantung Kurangnya


meningkat kontraksi atrium

Cardiac output
menurun

Perfusi miokard Respon inotropik Degenerasi VF Kematian


berkurang menurun mendad
ak

MK : Kontraktilitas Kelelahan
Ketidakefektifan miokardium
perfusi jaringan menurun
MK : Intoleransi
ketidakseimbangan aktivitas
suplai oksigen

MK : Pola nafas tidak


54
adekuat
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Monitoring EKG adalah pemantauan frekuensi dan irama jantung
pasien atau efek terapi. Sistem pemantau menggunakan tiga komponen dasar,
yaitu sistem display oskiloskop, kabel pemantau, dan elektroda-elektroda.
Elektroda diletakkan pada dada pasien untuk menerima arus listrik dari
jaringan otot jantung.

4.2 Saran
Pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit adekuat merupakan
prioritas utama pada perawatan pasien di unit-unit perawatan medis, bedah atau
unit perawatan koroner intensif. Pasien yang dilakukan tindakan terhadap
penyakit ginjal atau kardiovaskuler secara khusus rentan terhadap
ketidakseimbangan elektrolit

55
DAFTAR PUSTAKA

Diklat Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118. 2009. Basic Trauma Life Support
& Basic Cardiac Life Support. Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118: Jakarta
Hudak & Gallo. 2010. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC

Stillwell, Susan B. 2011. Pedoman Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC

Udjianti, Wajan Juni. 2011. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba


Medika

Widjaja, Soetopo. 2009. EKG Praktis. Tangerang : Binarupa Aksara.

Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : diagnosis


NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC

56

Вам также может понравиться

  • LP Kraniotomi
    LP Kraniotomi
    Документ13 страниц
    LP Kraniotomi
    Zakiyah Darajat Sulaeman
    Оценок пока нет
  • SAP Konstipasi
    SAP Konstipasi
    Документ12 страниц
    SAP Konstipasi
    Zakiyah Darajat Sulaeman
    Оценок пока нет
  • WOC Drowning
    WOC Drowning
    Документ1 страница
    WOC Drowning
    Zakiyah Darajat Sulaeman
    Оценок пока нет
  • Woc Albino
    Woc Albino
    Документ3 страницы
    Woc Albino
    Zakiyah Darajat Sulaeman
    Оценок пока нет
  • Hasil Ukur
    Hasil Ukur
    Документ2 страницы
    Hasil Ukur
    Zakiyah Darajat Sulaeman
    Оценок пока нет