Вы находитесь на странице: 1из 22

PEMBIMBING

Dr. ACHMAD ASSEGAF, Sp.An

Dr. UNDANG KOMARUDIN, Sp.An

Dr. PUTU YUNITA PALUPI, Sp.An

DISUSUN OLEH:

EMELDA 110.2001.086

SITI SULAIMAH 110.2001.258

UPIK PEBRIYANI 110.2001.281

WILDA 110.2001.288

SMF ANESTESI

RSUD Dr.Hi.ABDOUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

MEI 2007
PENDAHULUAN
Bila terjadi henti nafas primer, jantung dapat terus memompa darah selama beberapa
menit dan sisa O2 yang ada dalam paru dan darah akan terus beredar ke otak dan
organ vital lain. Penanganan dini pada korban dengan henti napas atau sumbatan jalan
napas dapat Kerja otot nafas tambahan meningkat dan makin jelas.
1. Balon cadangan tidak kembang kempis lagi.
2. Sianosis lebih cepat timbul.
Sumbatan total tidak berbunyi dan menyebabkan asfiksia (hipoksemia
ditambah hiperkarbia), henti nafas dan henti jantung (jika tidak dikoreksi) dalam
waktu 5 10 menit. Sumbatan partial berisik dan harus pula dikoreksi segera, karena
dapat menyebabkan kerusakan otak hipoksik, sembab otak atau paru dan penyulit
lain serta dapat menyebabkan kepayahan, henti nafasdan henti jantung sekunder.

Tindakan penguasaan jalan nafas darurat.


Letakkan pasien pada posisi terlentang pada alas keras ubin atau selipkan
papan kalau pasien diatas kasur. Jika tonus otot menghilang, lidah akan menyumbat
faring dan epiglotis akan menyumbat laring. Lidah dan epiglotis penyebab utama
tersumbatnya jalan nafas pada pasien tidak sadar. Untuk menghindari hal ini
dilakukan beberapa tindakan, yaitu:
1. Perasat kepala tengadah-dagu diangkat (head tilt-chin lift manuever)
Perasat ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan penolong
mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah, tangan lain mendorong
dagu dengan hati-hati tengadah, sehingga hidung menghadap keatas dan
epiglotis terbuka, sniffing position, posisi hitup.
2. Perasat dorong rahang bawah (jaw thrust manuever)
Pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangakat didorong kedepan
pada sendinya tanpa menggerakkan kepala leher. Karena lidah melekat pada
rahang bawah, maka lidah ikut tertarik dan jalan nafas terbuka.

Jika henti jantung terjadi diluar rumah sakit, letakkan pasien dalam posisi
terlentang, lakukan manuever triple airway (kepala tengadah, rahang didorong
kedepan, mulut dibuka) dan kalau rongga mulut ada cairan, lendir atau benda asing
lainnya, bersihkan dahulu sebelum memberikan nafas buatan.
Pasien tidak sadar hendaknya diletakan horisontal, tetapi kalau diperlukan
pembersihan jalan nafas maka pasien dapat diletakkan dengan posisi kepala dibawah
(head down tilt) untuk mengeluarkan benda asing cair oleh gravitasi. Jangan
meletakkan pasien pada posisi telungkup karena muka sukar dicapai, menyebabkan
sumbatan mekanis dan mengurang kekembungan dada.
Posisi lurus terlentang ditopang dianjurkan utnuk pasien koma diawasi yang
memerlukan resusitasi. Peninggian bahu dengan meletakkan bantal atau handuk yang
dilipat dibawahnya mempermudah ekstensi kepala. Akan tetapi jangan sekali-kali
meletakkan bantal dibawah kepala pasienyang tidak sadar (dapat menyebabkan leher
fleksi sehingga menyebabkan sumbatan hipofaring) kecuali pada intubasi trakea.
Pada kasus trauma pertahankanlah kepala-leher-dada pada satu garis lurus.
Ekstenskan kepala sedang, jangan maksimum. Jangan memutar kepala korban
kesamping, jangan memfleksikan kepalanya. Jika korban harus dimiringkan untuk
membersihkan jalan nafasnya, pertahankanlah kepala-leher-dada tetap dalam satu
garis lurus, sementara penolong lain memiringkan korban
Posisi mantap dianjurkan utnuk pasien koma bernafas spontan

Laterally, the aryepiglottic folds attach the epiglottis to the cuneiform


tubercles. Medial to these structures are the corniculate tubercles that are
connected by the interarytendoid notch. The cricoid cartilage located beneath
the true vocal cords completely encircles the trachea. The external application
of pressure to the cricoid cartilage (Sellick's maneuver) is a technique used to
make aspiration less likely by compression of the esophagus.3

Knowledge of the innervation of the larynx, particularly the left recurrent


laryngeal nerve (RLN) and the superior laryngeal nerve (SLN), is important
with regards to airway management. The left RLN courses around the arch of
the aorta at the ligamentum arteriosum making it prone to surgical injury.
Unilateral injury to the RLN results in adduction of the ipsilateral vocal cord
and a hoarse voice. Bilateral injury to the RLN can cause adduction of both
the vocal cords leading to complete airway obstruction.3,4 The external
branch of the superior laryngeal nerve supplies the cricothyroid muscle after
transversing the thyrohyoid membrane. Injury to the SLN will not result in
airway obstruction, but may lead to hoarse vocalization by tensing the vocal
cords.4 In an awake patient, bilateral SLN blocks along with topicalization of
the airway may be used, allowing the patient to better tolerate manipulation of
the oropharynx and intubation. To perform this block, locate the greater cornu
of the hyoid bone and inject 3ml of lidocaine approximately 1cm caudal to this
point.5 Caution should be taken when using this type of block because cough
reflexes may be depressed leading to an increase risk of aspiration.5
Assessing the Airway

With an understanding of airway anatomy, a thorough patient evaluation is


essential in airway management. Evaluation involves obtaining a history and
performing a physical exam.

History and Physical Exam

Taking an adequate history is necessary to anticipate possible complications.


With regards to airway management, the history should focus on prior
intubations, anesthetic history, drug allergies, and confounding illnesses that
may hinder airway access. A history of difficult intubation has the highest
positive and negative predictive value in predicting a difficult intubation.6 The
examination of the airway involves inspection of the state of dentition;
especially loose teeth, upper incisors as well as protuberant incisors.
Visualization of the oropharynx is classified most commonly by the Modified
Mallampati classification system. This system is based on the visualization of
the oropharynx (Figure 3) when a seated patient opens his or her mouth and
protrudes the tongue.7,8

In this classification system, Class I and II airways are generally predicted


easy to intubate, while Class III and IV are sometimes difficult (Table1).8
Though this system lacks specificity,8 it does allow for preparation of possible
complications and improves communication between medical personnel with
regards to a patient's airway.
In addition to the Mallampati classification system, other physical findings
have been shown to be good predictors of a difficult airway. Wilson et al. using
linear discriminant analysis incorporated five variables: body weight, head and
neck movement, jaw movement, receding mandible, and buckteeth into a
scoring system that predicted 75% of difficult intubations at a risk criterion =2
(Table 2).9 Other factors used to predict a difficult intubation include:

Large tongue
Less than 6 cm distance from mandible to thyroid notch
Inability to place patient in sniff position
Short neck4,10,11,12,13

Indications for Intubation

Establishing indication for intubation is a primary step in airway management.


In general, indications for intubation include:

1. Protection of the airway from obstruction or aspiration


2. Facilitation of positive pressure ventilation
3. Airway control for diagnostic and therapeutic measures14

Multiple situations lead to one of these three indications. For example,


unconscious patients with poor ventilatory drive, patients with suspected
epiglottitis, patients with severe laryngeal angioedema, and patients with
possible foreign body obstruction require intubation for airway management.
After patient evaluation and if intubation is indicated, an airway management
technique is selected.

Airway Management
A. Airway ( Jalan Nafas ).
B. Breathing ( Pernafasan ).
C. Circulation ( Sirkulasi darah ), dan
D. Disability ( Sistem Syaraf Pusat ).

Tanda-tanda berikut ini adalah cardiac arrest :

1. Nadi tak teraba : Cek denyut nadi pada nadi yang besar, umpamanya nadi carotis
atau femoralis, atau jika abdomen terbuka, cek denyut aorta.

2. Detak jantung tak terdengar : Auskultasi pada precordium untuk mendengar detak
jantung. Cara yang paling cepat ialah menempelkan telinga pada dada. Segera
lakukan ECG, Alat pengukur tekanan darah.

Prinsip Tindakan.

BERTINDAK SEGERA. Denyut nadi tak teraba dan tak terdengar detak jantung
adalah cardiac arrest !!.
Aliran darah keotak harus dimulai kembali dalam waktu 4 menit, jika tidak maka akan
terjadi kerusakan otak yang permanen atau meninggal.

Lakukanlah segera dua prosedur berikut ini secara simultan :

A. Ventilasi mouth to mouth sampai terpasangnya alat ventilasi bag &


mask dengan aliran oxygen bertekanan, lebih baik lagi dilakukan intubasi
endotracheal. Panggil bala bantuan.

B. Pijatan jantung :

1..Pijatan jantung tertutup.

2. Pijatan jantung terbuka, terutama jika hal ini terjadi dikamar bedah atau ruang
emergency dimana tersedia alat-alat dan team yang lengkap. Demikian juga bila
kondisi thorax dalam keadaan terbuka ( thoracotomy ), pada kasus pneumothorax,
perdarahan dalam thorax, atau kondisi lain dimana pijatan jantung tertutup itu
kurang memuaskan.

Tehnik dari Pijatan Jantung Tertutup.

Lingkaran hitam pada dada menunjukkan tempat elektroda untuk


pemberian defibrilasi.

-o0o-

TEHNIK RESUSITASI JANTUNG PARU

Fase I : Pertolongan Pertama ( Oxygenasi Darurat Untuk Otak ).


Hal ini harus dilakukan dalam waktu 2 4 menit untuk mendapatkan hasil yang
optimal guna meminimalkan kemungkinan terjadinya kerusakan otak yang permanen.

Tahap 1 :

Letakkan pasen dalam posisi terlentang pada suatu permukaan yang keras dan rata.

Tahap 2 :

Buat posisi kepala hiperextensi, tarik mandibula kedepan dan tekan kuat pada sudut
rahang bawah.

Jika pasen tak bernafas :

Langkah A : Airway Control.

Tahap 3 :

Bersihkan mulut dan pharynx dari lendir, darah, muntah, atau-

benda asing lainnya.

Tahap 4 :

Buka mulut untuk memasang oral airway

Langkah B : Breathing Support.

Tahap 5 :

Jika tahap 2 4 gagal untuk membuka jalan nafas, tiupkan udara keras-keras dengan
mulut ke mulut sambil menutup hidung pasen atau dari mulut ke hidung sambil
menutup mulut pasen rapat-rapat dan kembangkan paru-paru 3 5 kali.

Perhatikan gerakan rongga dada. Jika hal ini juga gagal untuk membuka jalan nafas
dan tersedia tube endotrachea, segera lakukan intubasi endotrachea, mungkin perlu
tracheostomy.

Tahap 6 :

Raba arteri carotis untuk mengetahui adanya denyut nadi.

Jika denyut nadi carotis tak teraba :

Langkah C : Circulation Support.

Lakukan kompresi jantung dan ventilasi paru-paru seperti diatas.

Letakkan satu telapak tangan pada sternum, pada sebelah atas dari procesus
Xyphoidus, dan tangan lain diatas yang pertama ( lihat gambar ) Lakukan tekanan
vertical yang cukup untuk menggerakkan sternum sampai 3 inci kearah bawah ( pada
anak-anak kurang dari 3 inci ) dengan frekuensi satu kali / detik. Setelah 15 kali
kompresi sternum, diganti dengan 3 5 kali inflasi yang kuat kedalam paru-paru.
Ulangi dan teruskan prosedur ini sampai mendapatkan tambahan bantuan dan
perawatan yang lebih difinitif. Resusitasi terus dilakukan sepanjang transportasi
menuju rumah sakit. Jika mungkin, dapatkan alat monitor ECG tapi jangan
menghentikan tindakan resusitasi. Minta tolong orang yang membantu untuk meraba
nadi carotis atau femoralis, yang harus teraba setiap kompresi sternum dilakukan, hal
ini menunjukkan bahwa kompresi sternum cukup efektif untuk memijat jantung.

Fase II : Pemulihan Sirkulasi Spontan.

Sebelum terjadi respirasi dan sirkulasi spontan, resusitasi tidak boleh dihentikan
walaupun sebentar, dan tindakan selanjutnya harus dilakukan. Ada tiga pertanyaan
dasar yang harus dipertimbangkan :

1. Apakah faktor penyebab yang ada dan dapatkah itu dikoreksi?

2. Apakah bentuk dari cardiac arrest-nya ?

3. Langkah pertolongan apa yang berikutnya diperlukan ?

Para pembantu segera diminta untuk memasang ECG, menyiapkan defibrillator, dan
obat-obat emergency.

Langkah D : Drugs Support.

Tahap 7 :

Jika setelah 1 2 menit dilakukan kompresi jantung belum terjadi denyut jantung
spontan yang efektif, minta pembantu untuk memberikan Adrenaline 1 mg yang
dilarutkan dalam 10 ml aqua secara intravena, atau larutan yang sama sebanyak 5 ml
diberikan secara intracardial. Resusitasi diteruskan 5 : 1 atau 4 : 1.

Langkah E : ECG Monitoring.

Tahap 8 :

Sambil memasang monitor ECG, juga dilakukan pemasangan infus dan diberikan
cairan elektrolit.

Bagian tungkai ditinggikan atau dipasang torniqet. Ini untuk melawan shock.
Pemberian adrenaline dapat diulangi setelah 5 10 menit.

Tahap 9 :

Jika denyut nadi belum pulih setelah resusitasi berlangsung lebih dari 5 menit, berikan
sodium bicarbonas 3 5 Gm/ 50 ml ( pada anak-anak 1,5 2 Gm/50 ml ) secara i.v.
untuk mengatasi metabolic acidosis. Dapat diulangi setelah 5 10 menit jika
diperlukan.
Tahap 10 :

Jika denyut nadi belum pulih, pikirkan fibrilasi ventrikel.

Rekam ECG.

Langkah F : Fibrillation Treatment.

Tahap 11 :

Jika ECG menunjukkan suatu fibrilasi ventrikel, resusitasi tetap diteruskan sampai
diberikannya shock defibrillator dengan 400 1000 volts A.C. selama 0,25 detik,
dengan penempatan satu elektroda pada kulit diatas apex cordis dan yang satu lagi
pada puncak sternum. Rekam ECG. ( Jika terdapat D.C. defibrillator lebih baik
digunakan alat ini ketimbang A.C. defibrillator, berikan 50 400 watt-detik
D.C.shock ). Jika fungsi jantung tidak pulih, kembali diteruskan resusitasi dan
diulangi D.C. shock 3 kali berurut - turut dengan interval 1 3 menit. Jika fungsi
jantung pulih tetapi masih lemah, berikan calcium chloride / gluconas 5 10 ml ( 0,5
1 Gm ) dari larutan 10 % secara i.v. Hal ini jangan diberikan pada pasen yang telah
mendapat digitalis.

Tahap 12 :

Jika kejadian itu dalam rumah sakit, pertimbangkan tindakan thoracotomy untuk
pijatan jantung terbuka, bila semua hal yang telah dilakukan itu gagal.

Tahap 13 :

Jika fungsi jantung, paru-paru, dan otak itu pulih, pasen harus diobservasi secara
cermat terhadap shock dan komplikasi yang mungkin terjadi,

Fase III : Tindakan Lebih Lanjut.

Langkah G : Gouging.

Jika fungsi jantung dan paru-paru telah pulih dan terpelihara dengan baik kemudian
fungsi syaraf pusat harus dinilai secara seksama. Keputusan untuk menentukan bentuk
dan lamanya pertolongan lebih lanjut diambil secara individual. Dokter harus bisa
menentukan apakah pasen itu sedang dalam proses akan hidup ( prolonging life ) atau
hanya memperlambat kematian ( prolonging dying ). Pernah dilaporkan pasen itu
pulih fungsi syaraf pusatnya setelah mengalami coma selama 1 minggu dengan
pengobatan yang tepat

Langkah H : Human Mentation.

Tahap 14 :

Jika sirkulasi dan respirasi telah pulih tetapi tidak ada tanda tanda pulihnya fungsi
otak dalam waktu 30 menit, dapat diberikan hypothermia dengan suhu 30 C selama 2
3 hari untuk mengurangi tingkat kerusakan otak.
Langkah I : Intensive Care.

Tahap 15 :

Bantuan ventilasi dan sirkulasi. Mengobati komplikasi yang mungkin terjadi Jangan
mengabaikan kemungkinan adanya komplikasi akibat kompresi jantung tertutup,
umpamanya : patah tulang iga, robeknya organ dalam.

Tahap 16 :

Diperlukan perawatan pasca resusitsai yang sangat cermat, terutama dalam 48 jam
pertama setelah pemulihan. Amati secara seksama kemungkinan terjadinya
arrhythmia jantung yang beraneka ragam, terutama berulangnya fibrilasi atau cardiac
standstill.

Tahap 17 :

Pertimbangkan penggunaan bantuan sirkulasi pada kasus kasus tertentu. Beberapa


pasen yang tidak dapat diselamatkan dengan resusitasi jantung-paru-paru
konvensional, dapat diselamatkan dengan tambahan tindakan bypass patial cardio
pulmoner.

-o0o-

MANAJEMEN DISTRES RESPIRASI.

A. Jika Terjadi Akibat Sumbatan Jalan Nafas :

1. Keluarkan lendir dan benda asing dari rongga mulut dan tenggorokan. Gunakan
suction bila ada.

2. Pegang dan tarik keatas dagu pasen, tarik keluar lidahnya, atau dorong kedepan
mandibulanya dengan menekan bagian belakang sudut mandibula apabila sumbatan
akibat lidah yang jatuh kebelakang dalam hypopharynx, seperti pada pasen yang
coma. Gunakan oropharyngeal airway jika ada.

3. Intubasi endotrachea dengan tube orotrachea atau nasotrachea.

4. Tracheostomy jika ada benda asing atau sumbatan larynx oleh oedema.

B. Jika Terjadi Akibat Penyebab Lainnya :

1. Pelihara kelancaran jalan nafas.

2. Mengatasi penyebab yang ada.

3. Berikan oxygen, bila ada.

C. Pada Henti Nafas :


1. Bersihkan jalan nafas.

2. Lakukan nafas buatan mouth to mouth.

-o0o-

OXYGEN THERAPY.

Oxygen tharpy yang modern telah dimulai pada tahun 1917 oleh J. S. Haldane ( 1860
1936 ). Pengukuran kadar oxtgen dalam darah telah dilakukan secara memuaskan pada tahun
1924.

Tujuan utama dari oxygen therapy adalah untuk memulihkan tekanan oxygen didalam
jaringan agar kembali normal. Tekanan partiel yang paling sedikitnya 1,3 kPa itu dibutuhkan
dalam sel mitochondria.

Suatu peningkatan persentase oxygen dalam udara yang dihirup akan meningkatkan
konsentrasi oxygen dalam alveoli dan meningkatkan tekanan oxygen dalam darah yang telah
melewati paru-paru.

Oxygen therapy itu sangat bermanfaat pada saat tekanan oxygen dalam darah itu rendah /
menurun ( hypoxic hypoxia ). Pada anaemic hypoxia dan stagnant hypoxia oxygen therapy
tidak begitu banyak meningkatkan kadar oxygen yang dibawa oleh haemoglobine, namun
peningkatan oxygen yang larut dalam plasma sangat jelas. Pada histotoxic hypoxia masih
disangsikan apakah oxygen therapy itu ada manfaatnya.

Beberapa Data Fisiologis yang Relevan.

Udara bebas itu mengandung oxygen sebanyak 20,93 %.

Udara expirasi mengandung oxygen sebanyak 16,3 %.

Udara yang ada dalam alveoli mengandung oxygen 14,2 %.

Tekanan partiel dari oxygen dalam udara bebas 21 kPa ( 160 mmHg ). Tekanan partiel dari
oxygen dalam udara alveoli 13,3 kPa.( 104 mmHg ).

Tekanan partiel oxygen dalam darah vena 5,3 kPa ( 40 mmHg ).

Daya larut oxygen dalam plasma 0,3 ml / 100 ml.

Kapasitas oxygen dalam haemoglobine 1,34 ml / g Hb.

Kapasitas oxygen dalam darah arteri 19,8 vol %.

Saturasi oxygen dalam darah arteri 97 %.

Tekanan oxygen dalam darah arteri 13 kPa ( 100 mmHg ).

Penggunaan Oxygen oleh tubuh. ( Oxygen Flux ).


Jumlah oxygen yang ada dalam tubuh dapat dihitung dengan cara sebagai berikut : 100 ml
darah itu mengandung oxygen 19,8 ml jika darah itu teroxygenisasi secara penuh. Jika cardiac
output itu 5 l / menit, maka oxygen yang tersedia ( oxygen flux ) untuk tubuh itu 19,8 X 50 =
990 ml / menit. Konsumsi oxygen yang normal adalah 250 ml / menit. Maka disini masih
banyak persediaan. Pada kegiatan olah raga yang berat, cardiac output meningkat menjadi 20
l / menit dan melipat-gandakan 4 kali lipat oxygen flux. Kebutuhan oxygen yang sedemikian
bayak itu menimbulkan kekurangan oxygen secara sementara, dengan terjadinya metabolisme
anaerob. Oxygen flux untuk tiap-tiap organ tubuh juga perlu dipertimbangkan, terutama otak.

Jenis-Jenis Kekurangan Oxygen ( Hypoxia ).

Kekurangan oxygen tidak hanya menghentikan mesin, tetapi juga merusak mesin respirasi.

Cyanosis mungkin dapat terdeteksi oleh orang yang telah terlatih meskipun haemoglobine itu
turun sampai pada 1,5 g / dl, namun untuk kebanyakan orang, deteksi pada cyanosis hanya
mungkin bisa ditemukan

jika haemoglobine itu sedikitnya 5 g / dl.( PaO2 = 8 kPa, 55 mmHg ).

Jaringan tubuh akan mengalami kekurangan penggunaan oxygen dalam bentuk seperti
berikut, dimana yang 3 jenis yang pertama itu ditemukan oleh Joseph Barcroft ( 1872 1947 )
pada th 1920, dan yang ke empat ditemukan oleh Peters dan van Slyke ( 1883 1971 ) pada
th 1931.

1. Hypoxic hypoxia : PaO2 arteri rendah. Hal ini terjadi bilamana oxygen terhalang
untuk mencapai kapiler dalam paru-paru. Pada waktu seseorang telah menjalani
anestesi dengan nitrous oxide dapat terjadi Diffusion hypoxia. Udara yang banyak
mengandung nitrogen masuk kedalam olveoli. Ini mengakibatkan menurunnya
konsentrasi oxygen, karena disini juga konsentrasi nitrous oxide sangat tinggi. Untuk
mengatasi hal ini harus diberikan oxygen konsentrasi tinggi pada akhir anestesi
sampai beberapa menit sesudahnya. Tekanan oxygen dalam alveoli juga menurun
bilamana tekanan CO2 dalam udara alveoli meningkat. Tekanan oxygen dalam arteri
dan tekanan CO2 dalam arteri itu erat hubungannya dengan keseimbangan udara
alveoli. PAO2 = PIO2 PACO2/R.

R adalah rasio pertukaran respirasi ( biasanya 0,8 ).

Perimbangan itu dapat dituliskan sebagai berikut :

PAO2 = PIO2 1,25 X PACO2.

Hubungan antara PAO2 dan PACO2 itu linier, dan lini itu akan bergeser jika PIO2
berubah.

2. Anaemic hypoxia : Kapasitas daya angkut oxygen dari darah itu menurun secara
proporsional dengan tingkatan anemia walaupun tekanan oxygen itu normal.

3. Stagnant hypoxia : Disini ada dua jenis, yaitu : (a) Cardiac output rendah; (b) Lokal,
akibat hambatan vaskuler partiel atau komplit.

4. Histotoxic atau Cytotoxic hypoxia : Hal ini terjadi bilamana jaringan tubuh tidak
dapat menggunakan oxygen yang masuk kedalam jaringan; ini terjadi pada keracunan
cyanida dan over dosis dari narkotik atau zat anestesi akibat pengaruh dari system
dyhidrogenase.

Efek dari Kekurangan Oxygen.

1. Sistem Respirasi : Terjadi hyperpnoea akibat reflkeks rangsangan pada pusat


resprasi oleh chemoreceptor pada carotid bodi dan aortic bodi yang bereaksi terhadap
tekanan oxygen yang menurun. Secara normal sel glomus itu mengambil oxygen
yang cukup tinggi, dan ketika tekanan oxygen itu turun, metabolisme anaerob akan
menimbulkan pelepasan zat yang merangsang ujung syaraf pericellular
chemosensory. Pusat respirasi menjadi kurang sensitip terhadap CO2 dengan makin
meningkatnya hypoxia. Dyspnoea dan hyperpnoea tidak selalu indikasi untuk
pemberian oxygen therapy, karena keduanya dapat terjadi tanpa disertai hypoxia, dan
hypoxia itu dapat terjadi tanpa disertai gejala-gejala ini.

2. Sistem Cardiovaskuler : Terjadi vasodilatasi systemic coronaria dan cerebral,


dengan peningkatan cardiac output, stroke volume, tachycardia dan penurunan
afterload. Pada hypoxia ringan tekanan arteri akan menurun, tetapi jika hal ini disertai
hypercapnia maka tekanan arteri akan naik. Efek ini sama pada pasen yang mendapat
anestesi maupun tidak. Pada hypoxia yang berat, terjadi kolaps cardiovaskuler. Pada
EKG : gelombang T menjadi negatip atau lebih rendah dan ada kelambatan konduksi
dan pemanjangan interval P-R. Kapiler akan kehilangan tonus dan dinding kapiler
mengalami kebocoran cairan dan sel kedalam jaringan tubuh. Terjadi vasokonstriksi
pada paru-paru.

3. Sistem Syaraf Pusat : Pada pasen dewasa muda yang sehat, penggunaan oxygen
dalam otak itu 3,3 ml / 100 g otak / menit atau sekitar 1/5 dari kebutuhan total oxygen
dari tubuh. Jaringan syaraf itu lebih mudah terpengaruh oleh kekurangan oxygen dari
jaringan lainnya dalam tubuh. Disini akan terjadi peningkatan aliran darah ke otak,
sama efeknya seperti kalau terjadi kenaikan tekanan CO2 yang seringkali meyertai
hypoxia. Pada tahap lebih lanjut akan berakibat terjadinya oedema otak akibat
kerusakan kapiler. Tekanan cairan cerebrospinalis meningkat. Terjadinya penurunan
tekanan darah akan menambah efek kerusakan sel otak akibat dari hypoxia ini.

Efek dari Inhalasi Oxygen 100 %.

Nitrogen :

Jika oxygen murni diberikan dengan cara menggunakan system Magill yaitu menggunakan
face mask yang rapat, maka 96 % nitrogen akan terusir dari paru-paru. Nitrogen akan
terbuang dalam waktu dua menit dari paru-paru, dan dalam waktu 5 menit dari dalam darah,
dan dalam waktu 20 menit dari dalam otak, dan 2 jam dari dalam tubuh.

Carbon dioksida :

Haemoglobine yang rendah akan membantu transportasi CO2, dengan memberikan oxygen
100 % akan mengurangi kemampuan haemoglobine dalam mengikat CO2, terutama jika
oxygen diberikan dengan tekanan yang lebih tinggi.

Respirasi :

Ini seringkali awalnya mengalami sedikit depresi, karena hilangnya efek rangsangan melalui
chemoreceptor.
Sirkulasi :

Terjadi penurunan denyut nadi, suatu efek chemoreceptor.

Sedikit kenaikan tekanan darah diastolic. Pembuluh darah langsung menyempit secara
refleks, tapi efek chemoreceptor membuat vasodilatasi. Pembuluh darah otak dan coronaria
menyempit, tetapi arteri pulmonalis melebar ( pada hypoxia, menyempit ). Pemberian oxygen
murni yang sangat lama akan mempengaruhi pembetukan sel eritrosit.

Hasil Inhalasi Oxygen Murni.

Menghirup Udara Menghirup O2


100%
Oxygen 21 kPa,
Oxygen 104 kPa,
159 mmHg.
760 mmHg.
Udara Alveoli :
Tekanan Oxygen 13,3 kPa/104 mmHg 90 kPa/675 mmHg
Darah Arteri :

Tekanan Oxygen 13 kPa/100 mm Hg 85 kPa/637 mmHg

Saturasi Oxygen 97% 100%

Kombinasi O2+Hb 19,5 ml% 20,1 ml%

O2 dalam plasma 0,3 ml% 1,9 ml%

Total isi Oxygen 19,8 ml% 22,0 ml%


Darah vena
campuran:

Tekanan Oxygen
5,3 kPa/40mm Hg 7 kPa/52 mm Hg
Saturasi Oxygen
75% 85%
Kombinasi O2+Hb
15,07 ml% 17,19 ml%
O2 dalam plasma
0,12 ml% 0,16 ml%
Total isi Oxygen
15,19 ml% 17,35 ml%

Keterangan Tabel :

Darah arteri mengandung tambahan 2,2 vol %, suatu kenaikan lebih dari 10 %, setelah
inhalasi oxygen murni. Hal ini menggambarkan kurang lebih 50 ml oxygen ditransport
kedalam jaringan setiap menit atau 1/5 dari jumlah kebutuhan.

Fluorocarbon ( Fluorosol DA 20% ) itu membawa 7,5 ml / 100 ml pada FIo2 100%.
Efek yang Merugikan dari Konsentrasi Oxygen Tinggi.

Bronchitis Chronish dan Emphysema :

Pada pasen yang mengalami kegagalan respirasi, oxygen dibutuhkan untuk mengoreksi
hypoxia, tetapi itu harus dilakukan dengan cara yang terkendali karena jika tidak, dapat terjadi
kenaikan PCO2 dalam arteri yang berbahaya, setelah pusat respirasi menjadi tidak sensitip
( tidak terangsang ). Bahayanya adalah terjadinya narcose CO2 dan pasen menjadi tidak sadar
dan akhirnya meninggal dunia.

Resiko dari mata rantai kejadian ini menjadi lebih besar bila PCO2 arteri telah berada diatas
10 kPa.

Diperlukan kendali dalam pemberian Oxygen therapy. Tujuannya adalah memberikan oxygen
secukupnya untuk mengoreksi hypoxia, tetapi tidak sampai menghilangkan rangsangan pusat
respirasi untuk bernafas.

Karakter dari kurva disosiasi pada haemoglobine adalah sedemikian rupa dimana relatif
sedikit kenaikan tekanan oxygen akan mengakibatkan kenaikan yang relatif besar dalam
saturasi ditebagian tengah dari kurva.

Untuk membantu dalam Oxygen therapy dapat diperiksa PaO2.

Oxygen thrapy yang diberikan secara selang-seling itu sangat berbahaya, karena kenaikan
konsentrasi CO2 alveoli yang kemudian dapat terjadi akan mengakibatkan konsentrasi
oxygen yang bahkan lebih rendah pada saat pasen itu menghirup udara biasa.

Jika pemberian oxygen therapy yang terkendali itu tidak tidak mampu mengoreksi hypoxia
tanpa depresi respirasi, maka berarti diperlukan tindakan IPPV.

Hypoxia Ikutan :

Oxygen Paradox pertama kali digambarkan oleh Ruff dan Strughold pada tahun 1939, dan
ditinjau ulang oleh Latham.

Hal ini adalah penghentian respirasi sementara akibat pemberian oxygen secara tiba-tiba
dengan tekanan konsentrasi yang tinggi. Jika mula-mula oxygen itu diberikan dengan tekanan
yang normal, kemudian tekanan dinaikkan secara bertahap, maka efek yang berbahaya itu
tidak terjadi.

Retrolenthal Fibroplasia :

Terbentuknya membran fibrovaskuler, dibagian belakang dari lensa mata, dapat terjadi pada
bayi premature yang diberikan oxygen therapy dengan konsntrasi tinggi dalam waktu lama.
( Ada penyebab lain dalam hal ini ). PaO2 harus dipertahankan antara 6,5 dan 13 kPa dengan
menyesuaikan / merubah-rubah konsentrasi gas yang diberikan. Bahaya akan terjadi jika
PaO2 masih tetap tinggi dalam waktu cukup lama dan pemberian oxygen itu tidak boleh
melebihi yang normal, sebesar 40 %. Pemberian oxygen yang lebih tinggi dari ini akan
menimbulkan resiko toksisitas pada paru-paru walaupun bahkan hanya untuk waktu yang
pendek dalam suatu resusitasi yang aktif.

Orang masih menyangsikan hubungan antara terjadinya retrolenthal fibroplasia dengan


pemberian oxygen dengan konsentrasi tinggi.
Keracunan Oxygen :

Keracunan oxygen akut ditandai dengan kejang-kejang, yang disebut efek Paul Bert. Kejang-
kejang ini menyerupai kejang idiopathic epilepsy, dan hal ini hanya terjadi pada pemberian
secara hyperbaric ( tekanan lebih dari 3 atmosfir ). Penyebabnya belum jelas diketahui, tetapi
kemungkinan ada hubungannya dengan peningkatan PCO2 dalam otak.

Keracunan oxygen khronis dapat terjadi jika konsentrasi oxygen lebih dari 60 % dengan
tekanan atmosfir diberikan dalam waktu yang lama.

Mungkin terjadi akibat tidak aktifnya surfactant dan rusaknya epithel paru-paru. Efek yang
tak diharapkan termasuk distress pada bagian bawah sternum, penurunan vital capacity, rasa
kesemutan, sakit sendi, anoreksia, mual, daerah pandangan mata menciut, muntah, bronchitis
dan atelektasis, dan perubahan mental.

Merupakan masalah dalam perawatan intensive jika dilakukan IPPV dengan memberikan
oxygen konsentrasi tinggi dalam waktu yang lama.

Gambaran X-ray dapat berubah akibat keracunan oxygen. Akan tanpak bentuk patchy
opacities bilateral yang menjalar keseluruh daerah paru-paru. Kemudian akan ditemukan
perbedaan yang tinggi dari PO2 arteri dan alveoli, meskipun konsentrasi oxygen dalam udara
inspirasi itu tinggi. PaO2 mungkin rendah. Mekanisme dari kerusakan paru-paru seperti itu
oleh oxygen itu tidak jelas.

Kemungkinan efek yang terjadi adalah :

1. Saluran nafas yang halus itu menutup yang menimbulkan atelektasis karena tidak
adanya nitrogen.

2. Hilangnya surfactant.

3. Perlukaan yang mungkin akibat kondisi sebelumnya, sebelum dilakukan IPPV. Ini
memang suatu langkah yang harus diambil bila pemberian oxygen yang aman secara
normal sulit diberikan.

Walaupun pemberian oxygen 100% untuk orang sehat itu berbahaya jika diberikan lebih dari
beberapa jam, tetapi pemberian oxygen 40% dapat diberikan secara bebas dalam waktu cukup
lama. Yang krusial adalah tekanan oxygen dalam arteri. Pemberian oxygen konsentrasi tinggi
yang radikal adalah factor penyebab dari kerusakan alveoli, yaitu menimbulkan tidak aktifnya
antiprotease alpha 1-antitrypsin dalam sel-sel alveoli. Leukosit yang aktif kemudian akan
membanjiri daerah itu yang memberikan gambaran jenis leucoaggregates dan perdarahan
intra-alveoli dan eksudasi.

Indikasi Oxygen Therapy.

Untuk mengatasi semua jenis hypoxia kecuali histotoxic hypoxia.

Cardiac output adalah penting, demikian pula tekanan oxygen arteri.

1. Cyanosis : yang baru terjadi. Pada penyakit cardio-pulmoner. Hubungan vena-arteri


baik intracardiac atau intrapulmoner, adalah jenis hypoxemia yang tidak bisa
ditanggulangi secara sempurna dengan pemberian oxygen 100%.
2. Pasca Bedah Mayor : termasuk luka / trauma torax atau patah tulang iga. Diberkan
dengan menggunakan Ventimask dengan oxygen 35 % atau kateter hidung / kanula.
Setelah bedah mayor dengan anestesi umum banyak pasen mengalami episode
apnoea secara periodic jika diberikan analgesik dengan morphine. Kondisi ini perlu
diatasi dengan pemberian oxygen untuk meningkatkan saturasi oxtgen.

3. Shock, Perdarahan Hebat, Gangguan coroner : Gambaran sentral dari shock


adalah menurunnya cardiac output yang menyebabkan turunnya oxygenasi jaringan.
Pada keadaan shock terjadi peningkatan dead space fisiologis dan kompensasi
hyperventilasi. Penurunan hyperventilasi oleh sumbatan jalan nafas, trauma thorax,
obat-obatan, itu berbahaya. Pemberian oxygen dapat mencegah terjadinya kematian.

4. Dekompresi usus yang gembung, mengurangi Surgical emphysema,


Pneumothorax dan Emboli udara : Gas yang terperangkap dalam organ-organ ini
70 % adalah nitrogen.

Pemberian oxygen 100 % akan mengurangi tekanan dari nitrogen dalam darah, maka
molekul gas dalam jaringan akan merembes kedalam darah dan dibuang melalui paru-
paru.

5. Jika Proses Metabolisme Meningkat : Pada pasca bedah thyrotoxicosis dan


hyperthermia, sebab dalam kondisi ini kebutuhan oxygen itu meningkat.

6. Pada Keracunan Carbon Monoksida.

7. Pada Pengobatan Pneumatosis Coli.

8. Pada Kasus Sakit Kepala yang Hebat akibat Udara yang masuk Intracranial :
Pasca Encephalography. Pada Migraen, untuk menciptakan vasokonstriksi dari
pembuluh darah otak.

9. Preoxygenasi sebelum Induksi Anestesi.

Oxygen yang tersedia secara komersial itu murni untuk pemberian inhalasi dan lebih murah
dari oxygen medis. Oxygen therapy mewajibkan untuk menghindarkan bahaya kebakaran.
Dalam semua kasus, kelancaran jalan nafas harus dipastikan. Konsentrasi oxygen yang
dihirup dan PaO2 harus dipertimbangkan secara bersama-sama. Secara teori, ukuran cardiac
output akan bermanfaat sehubungan dengan PaO2.

Tehnik Pemberian.

Cara yang mula-mula digunakan untuk memberikan oxygen adalah menggunakan cerobong
kaca yang dipegang dan ditempatkan jauh dimuka wajah pasen Orang yang pertama kali
menggunakan sejemis masker muka adalah Leonard Hill. Oxygen therapy yang modern itu
memerlukan alat yang terpisah untuk konsentrasi tinggi dan rendah.

Alat pemberian oxygen dapat digolongkan pada beberapa golongan :

1.Sistem Fixed Performance : Pasen independen. :

a. Ventimask = Aliran udara tinggi diperkaya dengan oxygen.

b. Aliran rendah = Sirkuit anestesi.


2.Sistem Variable Performance : Pasen dependen.

a. Tanpa rebreathing = Kateter dan kanule.

b. Dengan rebreathing = MC.Polymask.

Pada sistim a) persediaan konsentrasi oxygen ditentukan lebih dahulu terlepas


dari parameter respirasi pasen.

Pada sistem b) pemberian bervariasi sesuai dengan frekuensi respirasi pasen dan
lamanya expiratory pause.

Reservoir.

Penggunaan reservoir menghindarkan pemborosan oxygen tetapi dapat menciptakan


rebreathing dengan aliran yang rendah. Sistem T-piece dapat digunakan, tingkat pengenceran
oleh udara itu ditentukan dengan besarnya aliran gas, tidal volume, dan besarnya cerobong
expirasi. Umumnya face mask komersial itu merupakan modifikasi dari system T-piece, dan
dead space dalam face mask itu sama besarnya dengan cerobong expirasi pada system T-
piece.

Macam-macam Face Mask.

1. M C ( Mary Catterall ) oronasal mask : Suatu masker cembung dari plastik dengan
bantalan karet busa untuk membuat cocok dan rapat pada wajah. Aliran oxygen 6 L /
menit memberikan FIO2 kira-kira 60 %, tetapi disini terdapat dead space yang cukup
besar bila aliran gasnya rendah.

2. Harris mask : Terbuat dari plastik semi-translucent dengan dead space yang kecil. FIO2
mencapai 60 % dengan aliran 6 L / menit

3. Ventimask : Oxygen bercampur dengan udara biasa dalam alat Venturi untuk
menciptakan konsentrasi 24, 28, dan 35 %. Aliran oxygen ditulis pada masker. Disini
tidak ada dead space pada alat. Model Venturi ini berguna untuk melakukan kontrol pada
konsentrasi oxygen, yang mana hal seperti ini diperlukan dalam pengobatan penyakit
paru-paru khronis. Telah diketahui bahwa konsentrasi oxygen dalam trachea itu 5 % lebih
rendah dari konsentrasi oxygen yang dialirkan melalui Ventimask, kemungkinan karena
penambahan uap air, atau jika aliran tertinggi melebihi 32 L / menit.

4. Edinburgh mask : Ini adalah masker agak kaku yang dibuat untuk memberikan oxygen
yang terkendali dengan konsentrasi yang rendah. Dengan aliran 1 L / menit maka FIO2
adalah 25-29%; aliran 2 L / menit : 31-35%; aliran 3 L / menit : 33-39%.

5. Nasal Catheter : Pertama kali digunakan oleh Arbuthnot Lane pada tahun 1907. Ukuran
9 ( Jaques ) itu cocok, dan ujung terminal sepanjang 7 10 cm harus diolesi krim
analgesik. Ujung distalnya berada dalam nasopharynx. Jika dipasang pharyngeal airway,
maka kateter ini dimasukkan dalam airway ini. Dengan alat ini aliran oxygen 3 L / menit
akan meningkatkan konsentrasi oxygen dalam udara inspirasi sebesar 30 60 %.
Kecelakaan terjadinya lambung yang robek setelah pemberian oxygen therapy dengan
nasal catheter telah dilaporkan. Suatu T-piece yang dicelupkan kedalam air sedalam 5 cm
yang dihubungkan pada saluran itu merupakan alat pengaman dan digunakan untuk
memastikan bahwa kateter tidak masuk oesophagus, dengan test tiupan. Disini harus
digunakan alat pelembab udara ( humidifier ).
6. Nasal Canula Plastik.

7. BLB mask ( Boothby, Lovelace, and Bulbulian, 1938 ) : Ini ada yang berbentuk
oronasal dan nasal.

8. Portable Oxygen Apparatus.

9. Ruang Oxygen atau Tenda Oxygen : Alat ini sangat baik untuk bayi dan anak kecil, dan
bila pemberian jangka panjang itu diperlukan. Agar pemberian oxygen cara ini benar-
benar bermanfaat, maka aliran oxygen mula-mula 10 L / menit dan kemudian
dipertahankan aliran 8 L / menit. Cara ini memberikan konsentrasi oxygen yang lebih
rendah dibandingkan dengan masker.Alternatif lain adalah dengan Tenda Kepala
(Vickers). Sistem Venturi itu digunakan untuk memberikan konsentrasi oxygen sampai
34 %.

Alat Croupette Type D adalah sangat berguna untuk pemberian oxygen pada Pediatrik. Alat
ini dapat mengalirkan konsentrasi oxygen 27-49 % dengan kecepatan aliran antara 2 20 L /
menit.

Dengan alat Intensive-care Isolette Incubator dan aliran oxygen antara 1 dan 4,5 L / menit,
konsentrasi oxygen pada bibir bayi mungkin antara 58 dan 71 %. Untuk pasen dewasa, suatu
tenda volume rendah ( Tenda HiCon ) yang dapat secara cepat meningkatkan konsentrasi
oxygen dan tingkat keseimbangan yang tinggi.

10. IPPV : Ini dilakukan bagi pasen sakit berat atau setelah pembedahan mayor.Ini dapat
dipertahankan selama 12 24 jam dan diberikan obat analgesik tanpa mengganggu
ventilasi. FIO2 dapat dikendalikan dengan mencampurkan udara bebas dengan oxygen,
dengan menggunakan flowmeter atau alat blending.

Pemilihan Cara :

1. Jika dibutuhkan FIO2 yang tinggi : MC mask, Sirkuit anestesi.

2. Jika dibutuhkan kontrol FIO2 : Ventimask atau Edinburh mask.

3. Jika dibutuhkan sedikit kenaikkan FIO2 tapi tidak kritis : dapat digunakan berbagai
masker seperti diatas atau nasal catheter.

4. Jika pasen tidak kooperatip : Tenda oxygen, IPPV setelah diberikan obat sedativa dan
intubasi endotrachea.

Suatu studi yang dilakukan dalam hal pemberian oxygen ini menunjukkan bahwa alat nasal
catheter itu merupakan alat yang paling disukai oleh pasen dibandingkan dengan masker.
Masker seringkali membuat pasen berkeringat dan mengganggu untuk makan dan minum.

Oxygen yang diberikan melalui kanule harus diberikan humidifikasi.

Oxygen therapy harus didertai dengan pemeriksaan FIO2 dan PaO2 berulang-ulang bila
diberikan lebih dari satu hari, untuk mencegah terjadinya pemberian oxygen konsentrasi
tinggi yang tidak diperlukan dan resiko terjadinya kerusakan paru-paru.

Konsentrator Oxygen.
Alat ini memberikan oxygen 94 % dalam udara kamar dengan absorbsi nitrogen dalam
atmosfir oleh kristal Zeolite ( aluminosilicate ). Ada dua tangki absorbent atau lebih yang
ditempatkan pada tiap mesin, yang satu memproduksi oxygen dan yang lainnya menyerap
nitrogen yang disiapkan untuk siklus berikutnya. Mesin yang terkecil dapat memproduksi 3
L / menit dengan harga yang rata-rata 2/3 dari harga oxygen silinder.

Oxygen Hyperbarik.

Menghirup udara biasa, 100 ml plasma akan melarutkan oxygen 0,3 ml.

Menghirup oxygen 100%,100 ml plasma melarutkan oxygen 2,1 ml.

Menghirup oxygen 100% , dengan tekanan 2 atm, 100 ml plasma akan melarutkan oxygen 4,2
ml.

Menghirup oxygen 100%, dengan tekanan 3 atm, 100 ml plasma akan melarutkan oxygen 6,5
ml.

Suatu cara yang efisien dan cepat untuk memulihkan oxygenasi jaringan adalah dengan
memberikan oxygen dengan tekanan.

Dengan tekanan 2 atm, walaupun oxygen yang dibawa oleh haemoglo-bine sebagai
oxyhaemoglobine itu hanya meningkat 1 vol %, tetapi oxygen yang dibawa larut dalam
plasma itu meningkat dari 0,3 menjadi 4,2 vol %. Ketinggian tekanan itu sangat meningkat
antara tekanan arteri dan tekanan jaringan yang hypoxic dan hal ini memungkinkan suatu
kecepatan peningkatan trasport oxygen dari darah kedalam sel-sel jaringan tubuh. Resistensi
vaskuler itu meningkat selama oxygenasi hyperbaric, terutama dalam jaringan otak dan
sirkulasi pulmoner.

Oxygen dengan tekanan tinggi dapat diberikan dari bilik bertekanan kedalam tempat pasen
berada. Pasen kemudian akan menerima oxygen dari masker biasa dan silinder. Suatu tekanan
2 atm biasanya dikenakan.

Dekompresi akan disertai oleh penurunan suhu yang tajam dengan terbentuknya kabut akibat
kondensasi. Hal ini mungkin tidak nyaman untuk pasen dan petugas. Cara lain dapat
digunakan dengan tempat tidur khusus untuk oxygenasi hyperbaric. Ini terdiri dari suatu
ruang yang terbuat dari metal dengan suatu lekukan dimana pasen dibaringkan dengan
oxygen bertekanan 2,5 atm. Kecepatan kompresi dan dekompresi diatur dari tombol yang
berdekatan.

Oxygen Bertekanan Tinggi dalam Kondisi Medis.

1. Untuk pengobatan keracunan carbon monoksida.

2. Untuk pengobatan infeksi oleh organisme anaerob, umpamanya : gas gangrene.


Pertumbuhan dari organisme anaerob dapat dihambat.

3. Pada gangrene yang baru mulai dan frostbite(akibat suhu dingin)

4. Untuk aplikasi topical pada pengobatan decubitus atau ulkus pada kulit.

5. Pada penyakit purpura fulminant.


6. Pada luka bakar.

7. Trauma akut.

8. Pada ischemic vasculitis akut.

9. Sepsis akut dan khronis, resisten pada pengobatan ortodoks.

Eliminasi dari CO2.

Selama oxygenasi hyperbaric, haemoglobine tetap tersaturasi penuh, bahkan yang berada
dalam darah vena. Kapasitas buffer dari darah itu tidak meningkat oleh tekanan dari
haemoglobine yang tidak tersaturasi.

Oleh karena itu, CO2 yang dibawa dalam darah vena itu kadarnya lebih tinggi. Perbedaan
PCO2 dalam arteri dan vena menjadi dua kali lipat.

Kenaikan PCO2 dalam vena dan jaringan juga terjadi dalam pusat respirasi yang akan
meningkatkan ventilasi. Turunnya PCO2 dalam arteri yang mengakibatkan kompensasi dalam
hubungan naiknya PCO2 jaringan dan mungkin sebagian berakibat penyempitan pembuluh
darah otak yang terjadi pada oxygenasi hyperbaric.

Terjadinya kenaikan PCO2 yang signifikan dalam darah selama latihan dalam bilik hyperbaric
tak bisa dihindarkan. Hal ini akibat dari bertambah padatnya campuran gas yang dihirup,
baik pada udara maupun oxygen yang bertekanan. Resistensi terhadap aliran gas sedemikian
rupa bahwa disini terjadi peningkatan kerja pernafasan. Tubuh beradaptasi dengan
menurunkan ventilasi alveoli dan membiarkan PCO2 yang meningkat.

Oxygen Bertekanan Tinggi Selama Radiotherapy.

Hal ini telah dibuktikan memberikan manfaat selama pengobatan dari tumor di kepala dan
leher, cervix dan bronchus.

Bahaya dari Oxygenasi Hyperbaric.

1. Bahaya kebakaran dan peledakan.

2. Tiba-tiba kejang, kecuali nitrogen telah dieliminasi.

3. Keracunan oxygen akut dan kejang-kejang.

4. Avascular necrosis pada tulang.

5. Barotrauma tidak enak ditelinga.

6. Inflamasi pada paru-paru.

-o0o-

( HOME ) ( USA ) ( PROFESIONALISME ) ( SUKSES )

Вам также может понравиться

  • Difficult Airway
    Difficult Airway
    Документ42 страницы
    Difficult Airway
    Rudi Mangatur Pasaribu
    100% (1)
  • Ewewewewew
    Ewewewewew
    Документ20 страниц
    Ewewewewew
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Документ16 страниц
    Laporan Kasus
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • Referat DM
    Referat DM
    Документ27 страниц
    Referat DM
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • Kasus DM Tipe 1
    Kasus DM Tipe 1
    Документ5 страниц
    Kasus DM Tipe 1
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • 6 - Perdarahan Saluran Cerna Dokter Saleh SLOBGKALATB
    6 - Perdarahan Saluran Cerna Dokter Saleh SLOBGKALATB
    Документ60 страниц
    6 - Perdarahan Saluran Cerna Dokter Saleh SLOBGKALATB
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • Referat DM
    Referat DM
    Документ31 страница
    Referat DM
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • XSFSF
    XSFSF
    Документ15 страниц
    XSFSF
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • Skripsi Untuk Daftar
    Skripsi Untuk Daftar
    Документ11 страниц
    Skripsi Untuk Daftar
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • Wisata Batam Kepri
    Wisata Batam Kepri
    Документ25 страниц
    Wisata Batam Kepri
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • XSFSF
    XSFSF
    Документ15 страниц
    XSFSF
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • Kedokteran Keluarga
    Kedokteran Keluarga
    Документ22 страницы
    Kedokteran Keluarga
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Документ3 страницы
    Daftar Pustaka
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • Print Dahulu
    Print Dahulu
    Документ45 страниц
    Print Dahulu
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • Dikamon PPT Al Islam 1
    Dikamon PPT Al Islam 1
    Документ2 страницы
    Dikamon PPT Al Islam 1
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • Kota Cirebon
    Kota Cirebon
    Документ18 страниц
    Kota Cirebon
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • Kedokteran Keluarga
    Kedokteran Keluarga
    Документ22 страницы
    Kedokteran Keluarga
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • Laporan Hasil Pengamatan
    Laporan Hasil Pengamatan
    Документ27 страниц
    Laporan Hasil Pengamatan
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • STROKE
    STROKE
    Документ13 страниц
    STROKE
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • Print Dahulu
    Print Dahulu
    Документ45 страниц
    Print Dahulu
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • Kedokteran Keluarga
    Kedokteran Keluarga
    Документ22 страницы
    Kedokteran Keluarga
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • Dikamon PPT Al Islam 1
    Dikamon PPT Al Islam 1
    Документ2 страницы
    Dikamon PPT Al Islam 1
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • Kedokteran Keluarga Randy
    Kedokteran Keluarga Randy
    Документ13 страниц
    Kedokteran Keluarga Randy
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • JURNAL - Dampak Sosial-Psikologis Perkosaan
    JURNAL - Dampak Sosial-Psikologis Perkosaan
    Документ20 страниц
    JURNAL - Dampak Sosial-Psikologis Perkosaan
    Budi Indra Kusuma
    Оценок пока нет
  • Apakah Dengan Gejala Di Scenario Bisa Mengganggu Pada Janin Penderita
    Apakah Dengan Gejala Di Scenario Bisa Mengganggu Pada Janin Penderita
    Документ1 страница
    Apakah Dengan Gejala Di Scenario Bisa Mengganggu Pada Janin Penderita
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • Dikamon Geriatri Modul 1 PBL
    Dikamon Geriatri Modul 1 PBL
    Документ8 страниц
    Dikamon Geriatri Modul 1 PBL
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • Dikamon Onkologi Modul 3
    Dikamon Onkologi Modul 3
    Документ8 страниц
    Dikamon Onkologi Modul 3
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • Dikamon Neurologi Modul 1
    Dikamon Neurologi Modul 1
    Документ2 страницы
    Dikamon Neurologi Modul 1
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет
  • DWARFISME Tugas Genetika Dikara SP
    DWARFISME Tugas Genetika Dikara SP
    Документ7 страниц
    DWARFISME Tugas Genetika Dikara SP
    Dikara Novirman Prayuliana
    Оценок пока нет