Вы находитесь на странице: 1из 13

1.

Makna, Asal-usul, dan Fungsi Agama Islam

1.1 Makna Agama Islam

Pengertian Islam bisa kita bedah dari dua aspek, yaitu aspek kebahasaan dan aspek
peristilahan. Dari segi kebahasaan, Islam berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata salima yang
mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata salima selanjutnya diubah menjadi
bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian. Oleh sebab itu orang yang
berserah diri, patuh, dan taat kepada Allah swt. disebut sebagai orang Muslim.

Dari uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kata Islam dari segi kebahasaan
mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan berserah diri kepada Allah swt. dalam upaya
mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Hal itu dilakukan atas
kesadaran dan kemauan diri sendiri, bukan paksaan atau berpura-pura, melainkan sebagai
panggilan dari fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak dalam kandungan telah menyatakan
patuh dan tunduk kepada Allah.

1. Islam adalah Ketundukan

Allah menciptakan alam semesta, kemudian menetapkan manusia sebagai hambaNya yang
paling besar perannya di muka bumi. Manusia berinteraksi dengan sesamanya, dengan alam
semesta di sekitarnya, kemudian berusaha mencari jalan untuk kembali kepada Penciptanya.
Tatkala salah berinteraksi dengan Allah, kebanyakan manusia beranggapan alam sebagai
Tuhannya sehingga mereka menyembah sesuatu dari alam. Ada yang menduga-duga sehingga
banyak di antara mereka yang tersesat. Ajaran yang benar adalah ikhlas berserah diri kepada
Pencipta alam yang kepadaNya alam tunduk patuh berserah diri. Maka, Islam identik dengan
ketundukan kepada sunnatullah yang terdapat di alam semesta (tidak tertulis) maupun
Kitabullah yang tertulis (Alquran).

2. Islam adalah Wahyu Allah

Dengan kasih sayangnya, Allah menurunkan Ad-Dien (aturan hidup) kepada manusia.
Tujuanya agar manusia hidup teratur dan menemukan jalan yang benar menuju Tuhannya.
Aturan itu meliputi seluruh bidang kehidupan: politik, hukum, sosial, budaya, dan
sebagainya. Karena kebijaksanaanNya, Allah tidak menurunkan banyak agama. Dia hanya
menurunkan Islam. Agama selain Islam tidak diakui di sisi Allah dan akan merugikan
penganutnya di akhirat nanti. Sebagaimana firman Allah,

Sesungguhnya Ad-Dien yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam. (QS. Ali-Imran [3]:19).
Sebab, Islam merupakan satu-satunya agama yang bersandar kepada wahyu Allah secara
murni. Artinya, seluruh sumber nilai dari nilai agama ini adalah wahyu yang Allah turunkan
kepada para RasulNya terdahulu. Dengan kata lain, setiap Nabi adalah muslim dan mengajak
kepada ajaran Islam. Ada pun agama-agama yang lain seperti Yahudi dan Nasrani adalah
penyimpangan dari ajaran wahyu yang dibawa oleh para Nabi tersebut.

3. Islam adalah Agama Para Nabi dan Rasul

Nabi-Nabi lain pun mendakwahkan ajaran Islam kepada manusia. Mereka mengajarkan
agama sebagaimana yang dibawa Nabi Muhammad saw. Hanya saja, dari segi syariat (hukum
dan aturan) belum selengkap yang diajarkan Nabi Muhammad saw. Tetapi, ajaran prinsip-
prinsip keimanan dan akhlaknya sama. Nabi Muhammad saw. datang menyempurnakan
ajaran para Rasul, menghapus syariat yang tidak sesuai dan menggantinya dengan syariat
yang baru.

Menurut pandangan Alquran, agama Nasrani yang ada sekarang ini adalah penyimpangan
dari ajaran Islam yang dibawa Nabi Isa a.s. Nama agama ini sesuai nama suku yang
mengembangkannya. Isinya jauh dari Kitab Injil yang diajarkan Isa a.s.. Agama Yahudi pun
telah menyimpang dari ajaran Islam yang dibawa Nabi Musa a.s.. Diberi nama dengan nama
salah satu Suku Bani Israil, Yahuda. Kitab Suci Taurat mereka campur aduk dengan
pemikiran para pendeta dan ajarannya ditinggalkan.

4. Islam adalah Hukum-hukum Allah di dalam Alquran dan Sunnah Orang yang ingin melihat
Islam hendaknya melihat Kitabullah Alquran dan Sunnah Rasulullah. Keduanya, menjadi
sumber nilai dan sumber hukum ajaran Islam. Islam tidak dapat dilihat pada perilaku
penganut-penganutnya, kecuali pada pribadi Rasulullah saw. dan para sahabat beliau. Nabi
Muhammad saw. bersifat mashum (terpelihara dari kesalahan) dalam mengamalkan Islam.
Beliau membangun masyarakat Islam yang terdiri dari para sahabat Nabi Muhammad saw
yang langsung terkontrol perilakunya oleh Allah dan RasulNya. Jadi, para sahabat Nabi
tidaklah mashum bagaimana Nabi, tapi mereka istimewa karena merupakan pribadi-pribadi
didikan langsung Nabi Muhammad saw. Islam adalah akidah dan ibadah, tanah air dan
penduduk, ruhani dan amal, Alquran dan pedang sebagaimana telah dibuktikan dalam hidup
Nabi, para sahabat, dan para pengikut mereka yang setia sepanjang zaman.

5. Islam adalah Jalan Allah Yang Lurus Islam merupakan satu-satunya pedoman hidup bagi
seorang muslim. Baginya, tidak ada agama lain yang benar selain Islam. Karena ini
merupakan jalan Allah yang lurus yang diberikan kepada orang-orang yang diberi nikmat
oleh Allah.
Artinya : dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah
dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai
beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.
(QS. Al-Anam [6]:153)

6. Islam Pembawa Keselamatan Dunia dan Akhirat

Sebagaimana sifatnya yang bermakna selamat sejahtera, Islam menyelamatkan hidup


manusia di dunia dan di akhirat. Keselamatan dunia adalah kebersihan hati dari noda syirik
dan kerusakan jiwa. Sedangkan keselamatan akhirat adalah masuk surga yang disebut Daarus
Salaam. Allah menyeru (manusia) ke Daarus Salaam (surga), dan menunjuki orang yang
dikehendakiNya kepada jalan yang lurus (Islam).

Dengan enam prinsip di atas kita dapat memahami kemuliaan dan keagungan ajaran agama
Allah ini. Nabi Muhammad saw. bersabda, Islam itu tinggi dan tidak ada kerendahan di
dalamnya. Sebagai ajaran, Islam tidak terkalahkan oleh agama lain. Maka, setiap muslim
wajib meyakini kelebihan Islam dari agama lain atau ajaran hidup yang lain. Allah sendiri
memberi jaminan.

1.2 Asal Usul Agama Islam

Agama Islam sudah ada sejak jaman Nabi Adam sehingga Ajaran Agama Islam tidaklah yang
di bawa oleh Nabi Muhammad saja Ingatlah kata agama Islam sudah ada sejak dulu sebelum
Nabi Muhammad. Sebagaimana dala al-Quran disebutkan

Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub.
(Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu,
maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (QS. al-Baqarah [2]: 132).

Dengan kata lain bahwa yang dimaksud agama Islam adalah tidak berarti hanya agama
Islamnya kaum Nabi Muhammad saw., karena sebelum Nabi Muhammad saw., sudah ada
agama Islam yaitu mulai agama Islam yang dianut oleh Nabi Adam dan Nabi sebelum Nabi
Muhammad semua adalah hakikatnya agama Islam.

Pada tahun 611 Masehi ketika wahyu pertama diturunkan kepada Rasul yang terakhir yaitu
Muhammad bin Abdullah di Gua Hira', Arab Saudi.
Muhammad dilahirkan di Mekkah pada tanggal 12 Rabiul Awal Tahun Gajah (571 masehi).
Pada zaman Nabi Muhammad saw., agama Islam ini menjadi sempurna sebagaimana firman
Allah yaitu
Artinya: Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (QS. al-Maidah
[5]: 3)

1.3 Fungsi Agama Islam

Terlaksananya tujuan hidup manusia merupakan perwujudan diberlakukan nya fungsi-fungsi


Islam dalam kehidupan manusida dan masyarakat yang beriman dan bertakwa. Oleh karena
itu untuk memahami fungsi-fungsi atau kedudukan Islam dalam kehidupan, berikut ini
penjelasannya :

1. Islam Sebagai Agama Allah

Fungsi Islam sebagai agama Allah dinyatakan dalam predikatnya yaitu dienul haq (agama
yang benar), dimana kehadiran dan kebenaran agama Islam nyata sepanjang zaman. Islam
juga dinyatakan sebagai dinul khalis yang berarti kesucian dan kemurnian serta keaslian
Islam terjaga sepanjang masa.

2. Islam sebagai Panggilan Allah

Allah memanggil orang yang beriman dan bertakwa kepada Islam dengan mengutus Rasul-
Nya membawa Islam agar supaya disampaikan dan diajarkan kepada manusia . Oleh karena
itu para rasul dan para pengikut nya yang setia hanya mengajak manusia kepada Islam.

3. Islam sebagai Rumah yang Dibangun oleh Allah

Allah menjadikan Islam sebagai rumah yang disediakan bagi hamba-Nya yang beriman dan
bertakwa agar mereka hidup sebagai keluarga muslim. Dengan demikian Islam merupakan
wadah yang mempersatukan orang yang beriman dan bertakwa dalam melaksanakan dan
menegakkan agama Allah dalam kehidupan manusia dan masyarakat.

4. Islam Sebagai Jalan yang Lurus

Orang yang beriman dan bertakwa yang memenuhi panggilan Allah kepada Islam, tetap
dalam Islam melaksanakan ajaran Islam, karena mereka tahu dan mengerti bahwa Islam itu
agama Allah. Merekalah yang sedang berjalan pada jalan Allah yaitu sirathal Mustaqim(jalan
yang lurus).

5. Islam Sebagai Tali Allah

Sebagai tali Allah, Islam merupakan pengikat yang mempersatukan orang yang beriman dan
bertakwa dalam melaksanakan dan menegakkan agama Allah.

6. Islam Sebagai Sibgah Allah.


Sibgah atau celupan yaitu zat pewarna yang memberikan warna bagi sesuatu yang
dicelupkan. Dengan Islam, Allah bermaksud memberkan warna atau corak kepadapa
manusia. Untuk mendapatkan corak atau warna tersebut adalah dengan jihad, mengerahkan
segala kemampuan nya dalam melaksanakan agama Allah. Muslim yang tersibghah adalah
Allah tetapkan sebagai saksi atas manusia dan yang sadar akan identitasnya serta tahu akan
harga dirinya sebagai hamba Allah yang beriman dan bertakwa.

7. Islam Sebagai Bendera Allah.

Islam sebagai bendera Allah di bumi. Bendera tersebut mesti dikibarkan setinggi tingginya,
sehingga tampak berkibar menjulang tinggi di angkasa. Untuk mengibarkan atau
menampakkan Islam, Allah mengutus Rasul-Nya dengan Alquran dan Islam, sehingga dengan
demikian kekafiran dan kemusrikan akan dapat diatasi.

2. Islam Sebagai Rahmat Bagi Seluruh Alam


2.1 Pengertian Islam Sebagai Rahmat Bagi Seluruh Alam
Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. diperuntukkan bagi seluruh umat
manusia pada umumnya dan melintas batas ruang dan waktu. Tuntunan Islam dalam
berakidah dan bersyariah ditujukan kepada segenap umat manusia tanpa membedakan
bangsa, suku, ras, status keturunan maupun ekonomi sosial. Rasulullah SAW.. telah
mengemban misi ini sebagai rahmatan lil alamin kasih sayang Allah untuk seluruh Dunia.
Oleh sebab itu, Islam dikenal sebagai agama yang bersifat universal. Bahwa Islam ditujukan
untuk semua ras manusia, tanpa terkecuali, tersurat dengan jelas dalam firman Allah berikut
ini,

Dan tiadalah mengutus kamu (ya Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam (rahmatan lil 'alamin) (QS Al-Anbiya' ayat 107)
Kata Islam berarti damai, selamat, penyerahan diri, tunduk, dan patuh. Islam adalah kata
yang berasal dari bahasa arab yaitu sailama yang dimasdarkan menjadi islaman yang
berarti damai.
Rahmatan lil 'alamin berarti ''kasih sayang bagi semesta alam". Karena itu, yang dimaksud
dengan Islam rahmatan lil 'alamin adalah Islam yang kehadirannya di tengah kehidupan
masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam.
Pengertian rahmatan lil lamn itu terwujud dalam realitas kehidupan tatkala Muhammad
Rasulullah saw.. mengimplementasikan seluruh risalah Islam. Penyataan bahwa risalah Nabi
itu menjadi rahmat bagi seluruh alam, apapun pengertian alam yang dirujuk, menegaskan
Islam sebagai agama universal yang diperuntukkan bagi umat manusia di seluruh dunia di
sepanjang zaman.
Pesan kerahmatan dalam Islam benar-benar tersebar dalam teks-teks Islam, baik Alquran
maupun hadist. Kata 'rahman' yang berarti kasih sayang, berikut derivasinya, disebut
berulang-ulang dalam jumlah yang begitu besar, lebih dari 90 ayat dalam Alquran. Bahkan,
dua kata rahman dan rahim yang diambil dari kata 'rahmat' dan selalu disebut-sebut kaum
Muslim setiap hari adalah nama-nama Allah SWT sendiri ( asmaul husna ).
Beberapa pendapat terhadap istilah rahmatan lil alamin yang dikemukakan oleh beberapa
ahli tafsir ialah sebagai berikut.
1. Pendapat Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam Tafsir Ibnul Qayyim
Ibnu Qayyim Al Jauziyyah menafsirkan rahmatan lil alamin bersifat umum, namun ada hal
yang harus diperhatikan. Pertama, bahwa alam semesta secara keseluruhan mendapatkan
maaf karena nabi Muhammad Shallahu alaihi Wa sallam (SAW.) diutus untuk
menyampaikan rahmatan lil alamin. Setiap orang yang menjadi pengikut nabi Muhammad
SAW. akan meraih kemuliaan baik di dunia maupun di akhirat. Tetapi bagi orang kafir yang
melawan nabi Muhammad SAW. akan segera dibunuh atau menerima maut, karena jika tidak
demikian, maka kepedihan adzab di akhirat akan semakin bertambah. Itulah sebabnya
meninggal dunia lebih cepat berarti lebih baik dibandingkan tetap hidup namun dalam
kekafiran. Allah tidak akan memberikan adzab kepada seluruh dunia karena nabi Muhammad
SAW. merupakan nabi yang diutus untuk menyatakan rahmatan lil alamin. Kedua, Islam
adalah rahmat bagi setiap manusia, namun secara khusus bagi umat Islam akan mendapatkan
manfaat dibumi maupun di akhirat. Sebaliknya bagi orang kafir yang menolak Islam tetap
diberikan rahmatan lil alamin. Jadi Islam tetap menjadi rahmatan lil alamin bagi siapapun.
2. Pendapat Muhammad bin Ali Asy Syaukani dalam Tafsir Fathul Qadir
Muhammad bin Ali Asy Syaukani memberikan tafsiran terhadap Al Anbiya ayat 107. Ayat
107 diartikan Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) dengan membawa hukum-
hukum syariat melainkan rahmat bagi seluruh manusia tanpa ada keadaan atau alasan khusus
yang menjadi pengecualian. Jadi satu-satunya penyebab Nabi Muhammad SAW. diutus
adalah untuk kepentingan rahmat yang luas (tidak terbatas), karena Nabi Muhammad SAW.
membawa kebahagiaan di akhirat
3. Pendapat Muhammad bin Ahmad Al Qurthubi dalam Tafsir Al Qurthubi
Muhammad bin Ahmad Al Qurthubi memberikan tafsiran terhadap Surah ke 21, Juz 17, Al
Anbiya ayat 107 terkait dengan istilah seluruh dunia, didasarkan pada perkataan Said bin
Jubair yang menyatakan: Muhammad Shallallahu alaihi Wa salllam adalah rahmat bagi
seluruh manusia. Bagi yang tidak beriman kepada beliau, diselamatkan dari bencana yang
menimpa umat terdahulu berupa ditenggelamkan ke dalam bumi atau ditenggelamkan dengan
air. Ibnu Zaid selanjutnya berkata memberi keterangan bahwa yang
dimaksudkan seluruh dunia adalah hanya orang-orang yang beriman.
4. Pendapat Ibnu Katsir terhadap Tafsir Al-Quran
Ibnu Katsir memberikan tafsiran terhadap Surah ke 21, Juz 17, Al Anbiya ayat 107 terkait
dengan istilah seluruh dunia (alam/orang). Allah mengirimkan Nabi Muhammad SAW.
untuk semua orang, sehingga barangsiapa yang merima rahmat tersebut akan bahagia di
dunia dan akhirat, sebaliknya barangsiapa yang menolak rahmat, maka tidak akan mengalami
kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
Nabi Muhammad SAW. pernah bersabda, "Sayangilah siapa saja yang ada di muka bumi
niscaya Allah SWT menyanyanginya." Bahkan Nabi Muhammad bersabda Tidak beriman
seorang kamu sehingga kamu mencintai saudaramu sebagaimana mencintai dirimu sendiri.
Dari sinilah konsep ajaran Islam dapat diketahui dan dipelajari. Persaudaraan manusia
semakin dikembangkan, karena sesama manusia bukan hanya berasal dari satu bapak satu ibu
(Adam dan Hawa) tetapi karena satu sama lain saling membutuhkan, saling menghargai dan
saling menghormati. Pada akhirnya terciptalah kehidupan yang tenteram dan sejahtera.
2.2 Pengertian Islam Sebagai Rahmat Bagi Seluruh Alam
Fungsi Islam sebagai rahmat Allah tidak bergantung pada penerimaan atau penilaian manusia.
Substansi rahmat terletak pada fungsi ajaran tersebut, fungsi tersebut baru dirasakan baik oleh
manusia sendiri maupun oleh makhluk-makhluk yang lain apabila manusia sebagai
pengemban amanah Allah telah menaati ajaran tesebut. Fungsi Islam sebagai rahmat Allah
bagi seluruh alam dijelaskan oleh QS. Al-Anbiya ayat 107. Bentuk-bentuk kerahmatan Allah
pada ajaran Islam itu adalah:
a. Islam menunjuki manusia jalan hidup yang benar. Ajaran Islam sebagaimana bersifat supra
rasional atau taabbudi dan sebagian ajaran Islam yang lain bersifat rasional atau taaqquli.
b. Islam memberikan kebebasan kepada manusia untuk menggunakan potensi yang diberikan
oleh Allah secara bertanggung jawab.
c. Islam menghargai dan menghormati semua manusia sebagai hamba Allah, baik mereka
muslim maupun non-muslim.
d. Islam mengatur pemanfaatan alam secara baik dan proporsional.
e. Islam menghormati kondisi spesifik individu manusia dan memberikan perlakuan yang
spesifik pula.
Al-Quran memiliki posisi yang amat vital dan terhormat dalam masyarakat Muslim di seluruh
dunia. Di samping sebagai sumber hukum, pedoman moral, bimbingan ibadah, dan doktrin
keimanan, Alquran juga merupakan sumber peradaban yang bersifat historis dan universal.
al-Quran dinuzulkan pada zaman nabi untuk menyelesaikan masalah semasa zaman nabi
dan untuk zaman-zaman seterusnya. Ia menjadi satu pegangan dan panduan kukuh daripada
segi nilai-nilai universal yang terkandung di dalamnya, bukannya aspek-aspek teknikal yang
sentiasa bergantung pada suasana dan kemajuan pemikiran sesuatu zaman. nilai al-Quran
tidak mungkin berubah, misalnya nilai kebaikan melawan kejahatan, tetapi aspek fiqih atau
teknikalnya sentiasa berubah, berdasarkan pemikiran semasa. Inilah sebahagian daripada
perkara yang telah diamalkan oleh umat Islam dahulu sehingga mereka mencapai kemajuan
yang tinggi berbanding umat-umat lain pada masa itu. Al-Quran, sumber Islam paling
otoritatif, menyebutkan misi kerahmatan ini, wamaa ar salnaaka illa rahmantan lil'alamin
(Aku tidak mengutus Muhammad, kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta). Ibnu Abbas,
ahli tafsir awal, mengatakan bahwa kerahmatan Allah meliputi orang-orang Mukmin dan
orang kafir. Al-Quran juga menegaskan, rahmat Allah meliputi segala hal. Karena itu, para
ahli tafsir sepakat bahwa rahmat Allah mencakup orang-orang Mukmin dan orang-orang
kafir, orang baik ( al-birr ) dan yang jahat ( al-fajir ), serta semua makhluk Allah.
Rahmat bagi mukmin atau beriman kepada Allah berarti memberi hidayah iman dan
memasukkan ke sorga karena mengamalkan apa yang diajarkan oleh nabi Muhammad.
Rahmat bagi non mukmin (kafir) adalah berarti Allah tidak memberikan azab (siksa) dan
membinasakan kepada mereka bila tidak mendustakan para nabi dan rasul. Hal yang lain
adalah nabi Muhammad SAW. membawa segala kebaikan di dunia dan akhirat yakni
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Rahmat bagi malaikat artinya mengimani keberadaan
malaikat sebagai bagian dari rukun iman. Rahmat bagi Jin berarti Jin menerima kebaikan nabi
Muhammad seperti terhadap manusia. Rahmat bagi hewan adalah diperlakukan hewan
dengan baik seperti manusia. Hewan memiliki hak dan manfaat terhadap manusia, jadi
hewanpun mendapatkan perlakuan yang adil dan jauh dari kezhaliman.
Apabila ajaran Islam dilaksanakan secara benar, rahman dan rahim Allah akan turun semua.
Dengan demikian, berlakulah sunatullah; baik muslim maupun nonmuslim, kalau melakukan
hal-hal yang diperlukan oleh kerahmanan, mereka akan mendapatkannya.
Atas prinsip persamaan itu, maka setiap orang mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
Islam tidak memberi hak-hak istimewa bagi seseorang atau golongan lainnya, baik dalam
bidang kerohanian, maupun dalam bidang politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Setiap
orang mempunyai hak yang sama dalam kehidupan masyarakat, dan masyarakat mempunyai
kewajiban bersama atas kesejahteraan tiap-tiap anggotanya. Islam menentang setiap bentuk
diskriminasi, baik diskriminasi secara keturunan, maupun karena warna kulit, kesukuan,
kebangsaan, kekayaan dan lain sebagainya. Dengan demikian, maka doktrin yang
diantarkannya bersifat universal untuk seluruh umat manusia di muka bumi ini. Berdasarkan
nilai universalnya ajaran Islam, maka setiap bangsa dapat menyerap ajaran Islam ini, sebagai
penuntun hidupnya dan menjadikannya sebagai hukum positif.
Karena universalitas merupakan karakteristik Islam, maka sejak awal para pemeluknya tidak
hanya berasal dari bangsa Arab, tetapi juga dari bangsa-bangsa di luar yang sudah mendengar
dakwahnya, seperti Shuhaib ar-Rumi dan Salman al-Farisi yang berkebangsaan Romawi dan
Persia. Karena itu pula setelah dakwah di kalangan bangsanya sendiri berkembang, Nabi
berdakwah kepada raja-raja di sekitar Arabia (Romawi Timur, Persia dan Ethiopia) dengan
mengirimkan surat berisi seruan kepada Islam yang dibawa langsung oleh utusanutusannya.
Maka tidaklah mengherankan jika dari awal pembentukan masyarakat Islam, kemajemukan
dalam persaudaraan Islam telah tampak. Sahabat-sahabat nabi berasal dari berbagai macam
bangsa, ras, dan suku diantaranya Habsyi dan Persia di samping Arab, semua bersaudara di
bawah naungan bendera universal Islam.
Melalui Islam rahmatan lil alamin, maka setiap orang didorong untuk menyadari bahwa:
pertama, Islam adalah agama Allah yang wajib dipeluk oleh setiap manusia. Kedua, hukum
syariat didasarkan pada kasih Allah kepada umatNya, dan semua mahkluk alam semesta.
Ketiga, setiap orang yang memperhatikan Islam rahmatan lil alamin kemudian
melakukannya akan hidup bahagia di dunia maupun di akhirat. Kehadiran nabi Muhammad
SAW. sebagai rahmat telah memberikan pencerahan kepada manusia, sehingga tidak berbuat
jahat, tidak tersesat, melainkan mengasihi sesama manusia dan beribadah kepada Allah.
Implikasi pemikiran Islam rahmatan lil alamin terlihat dalam tafsir al-Quran, metodologi
hadits, dakwah, fiqih, peradaban, seni Islam, ekonomi Islam, dan hukum Islam. Islam
rahmatan lil alamin dalam tafsir al-Quran harus mengungkapkan kebenaran seperti yang
dimaksudkan oleh Allah, walaupun kemampuan manusia terbatas. Islam rahmatan lil alamin
dalam metodologi hadits, posisi dan kedudukan hadits harus menjadi fondasi dalam
membangun ajaran Islam setelah al-Quran. Hadits harus menjadi penafsir dan penjelas
terhadap al-Quran. Islam rahmatan lil alamin dalam dakwah dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW., yang melakukan dakwah dimulai dari keluarga, kerabat, penduduk
Makkah, masyarakat Arab dan seluruh dunia. Tekanan utama dakwah beliau adalah
mendengungkan berita damai, penyerahan diri dan ketaatan kepada Allah harus menjadi gaya
hidup umat Islam. Islam rahmatan lil alamin dalam fiqih harus tetap bersumber dari al-
Quran dan as-Sunnah serta sumbersumber luar dari Islam, dengan demikian akan tetap
menjunjung tinggi akhlak, terbuka terhadap kebutuhan manusia, penuh kasih sayang dan
menolak segala bentuk anarkisme atau kekerasan. Islam rahmatan lil alamin dalam
peradaban menggabungkan unsur spiritual dan material, menyeimbangkan akal dan hati,
menyatukan ilmu dan iman serta meningkatkan moral dan material (kesejahteraan
finansial/kekayaan). Islam rahmatan lil alamin dalam seni Islam menghargai kesenian
(keindahan) sebagai fitrah manusia. Islam rahmatan lil alamin dalam ekonomi Islam
mendukung peroleh ekonomi (harta) dengan cara yang benar (halal) tidak haram. Islam
rahmatan lil alamin dalam hukum Islam menyatakan bahwa hukuman atau sanksi diberikan
bertujuan untuk menyatakan keadilan, kedamaian dan kesejahteraan.

3. Kerangka Dasar Ajaran Islam : Aqidah, Syariah, dan Akhlak


3.1 Pengertian Kerangka Dasar Ajaran Islam
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kerangka memiliki beberapa arti, di antaranya adalah
garis besar dan rancangan (Tim Penyusun Kamus, 2001: 549). Kerangka dasar berarti garis
besar atau rancangan yang sifatnya mendasar. Dengan demikian, kerangka dasar ajaran Islam
maksudnya adalah garis besar atau rancangan ajaran Islam yang sifatnya mendasar, atau yang
mendasari semua nilai dan konsep yang ada dalam ajaran Islam.
Kerangka dasar ajaran Islam sangat terkait erat dengan tujuan ajaran Islam. Secara umum
tujuan pengajaran Islam adalah membina muslimin agar mampu memahami, menghayati,
meyakini, dan mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi insan Muslim yang beriman,
bertakwa kepada Allah Swt., dan berakhlak mulia. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka
kerangka dasar ajaran Islam meliputi tiga konsep kajian pokok, yaitu aqidah, syariah, dan
akhlak. Tiga kerangka dasar ajaran Islam ini sering juga disebut dengan tiga ruang lingkup
pokok ajaran Islam atau trilogi ajaran Islam.
Kalau dikembalikan pada konsep dasarnya, tiga kerangka dasar Islam di atas berasal dari tiga
konsep dasar Islam, yaitu iman, islam, dan ihsan. Ketiga konsep dasar Islam ini didasarkan
pada hadis Nabi saw. yang diriwayatkan dari Umar Ibn Khaththab. Hadis ini menceritakan
dialog antara Malaikat Jibril dengan Nabi saw. Jibril bertanya kepada Nabi tentang ketiga
konsep tersebut, pertamatama tentang konsep iman yang dijawab oleh Nabi dengan rukun
iman yang enam, yaitu iman kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulnya,
Hari Akhir, dan Qadla dan Qadar-Nya. Jibril lalu bertanya tentang islam yang dijawab dengan
rukun Islam yang lima, bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah
utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan puasa di bulan Ramadhan,
dan haji ke Baitullah bagi yang mampu. Kemudian Jibril bertanya tentang konsep ihsan yang
dijawab dengan rukun ihsan, yaitu menyembah (beribadah) kepada Allah seolah-olah
melihat-Nya, dan jika tidak bisa melihat Allah, harus diyakini bahwa Dia selalu melihatnya
[berdasarkan HR Muslim, no. 8]
Berdasarkan hadis di atas, dapat dipahami bahwa rukun atau kerangka dasar ajaran Islam itu
ada tiga, yaitu iman, islam, dan ihsan. Dari tiga konsep dasar ini para ulama
mengembangkannya menjadi tiga konsep kajian. Konsep iman melahirkan konsep kajian
aqidah; konsep islam melahirkan konsep kajian syariah; dan konsep ihsan melahirkan konsep
kajian akhlak.
3.2 Aqidah
Secara etimologis, aqidah berarti ikatan, sangkutan, keyakinan. Aqidah secara teknis juga
berarti keyakinan atau iman. Dengan demikian, aqidah merupakan asas tempat mendirikan
seluruh bangunan (ajaran) Islam dan menjadi sangkutan semua hal dalam Islam. Aqidah juga
merupakan sistem keyakinan Islam yang mendasar seluruh aktivitas umat Islam dalam
kehidupannya. Aqidah atau sistem keyakinan Islam dibangun atas dasar enam keyakinan atau
yang biasa disebut dengan rukun iman yang enam.
Adapun kata iman, secara etimologis, berarti percaya atau membenarkan dengan hati. Sedang
menurut istilah syara, iman berarti membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lidah,
dan melakukan dengan anggota badan. Dengan pengertian ini, berarti iman tidak hanya
terkait dengan pembenaran dengan hati atau sekedar meyakini adanya Allah saja, misalnya.
Iman kepada Allah berarti meyakini bahwa Allah itu ada; membuktikannya dengan ikrar
syahadat atau mengucapkan kalimat-kalimat dzikir kepada Allah; dan mengamalkan semua
perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Inilah makna iman yang sebenarnya,
sehingga orang yang beriman berarti orang yang hatinya mengakui adanya Allah (dzikir hati),
lidahnya selalu melafalkan kalimat-kalimat Allah (dzikir lisan), dan anggota badannya selalu
melakukan perintah-perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya (dzikir perbuatan).
Dari uraian di atas dapat juga dipahami bahwa iman tidak hanya tertumpu pada ucapan lidah
semata. Kalau iman hanya didasarkan pada ucapan lidah semata, berarti iman yang setengah-
setengah atau imannya orang munafiq seperti yang ditegaskan al-Quran dalam surat al-
Baqarah (2) ayat 8-9:

Artinya: Di antara manusia ada yang mengatakan: Kami beriman kepada Allah dan hari
kemudian, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka
hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya
sendiri, sedang mereka tidak sadar. (QS. al-Baqarah [2]: 8-9).
Iman juga tidak hanya diwujudkan dengan keyakinan hati semata. Dalam hal ini al-Quran
surat al-Naml (27) ayat 14 menegaskan:
Artinya: Dan mereka mengingkarinya karena kezhaliman dan kesombongan (mereka)
padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-
orang yang berbuat kebinasaan. (QS. al-Naml [27]:14).
Dan iman juga tidak dapat ditunjukkan dalam bentul amal (perbuatan) semata. Kalau hal itu
saja yang ditonjolkan, maka tidak ubahnya seperti perbuatan orang munafik sebagaimana
yang disebutkan dalam al-Quran:

Artinya: Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas
tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka
bermaksud riya atau pamer dengan (shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka
menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (QS. al-Nisa [4]: 142).
Untuk mengembangkan konsep kajian aqidah ini, para ulama dengan ijtihadnya menyusun
suatu ilmu yang kemudian disebut dengan ilmu tauhid. Mereka juga menamainya dengan
ilmu Kalam, Ushuluddin, atau teologi Islam. Ilmu-ilmu ini membahas lebih jauh konsep-
konsep aqidah yang termuat dalam al-Quran dan Hadis dengan kajian-kajian yang lebih
mendalam yang diwarnai dengan perbedaan pendapat di kalangan mereka dalam masalah-
masalah tertentu.
3.3 Syariah
Secara etimologis, syariah berarti jalan ke sumber air atau jalan yang harus diikuti, yakni
jalan ke arah sumber pokok bagi kehidupan. Orang-orang Arab menerapkan istilah ini
khususnya pada jalan setapak menuju palung air yang tetap dan diberi tanda yang jelas
terlihat mata (Ahmad Hasan, 1984: 7). Adapun secara terminologis syariah berarti semua
peraturan agama yang ditetapkan oleh Allah untuk kaum Muslim baik yang ditetapkan
dengan al-Quran maupun Sunnah Rasul (Muhammad Yusuf Musa, 1988: 131). Mahmud
Syaltut mendefinisikan syariah sebagai aturan-aturan yang disyariatkan oleh Allah atau
disayariatkan pokokpokoknya agar manusia itu sendiri menggunakannya dalam berhubungan
dengan Tuhannya, dengan saudaranya sesama Muslim, dengan saudaranya sesama manusia,
dan alam semesta, serta dengan kehidupan (Syaltut, 1966: 12). Syaltut menambahkan bahwa
syariah merupakan cabang dari aqidah yang merupakan pokoknya. Keduanya mempunyai
hubungan yang sangat erat yang tidak dapat dipisahkan. Aqidah merupakan fondasi yang
dapat membentengi syariah, sementara syariah merupakan perwujudan dari fungsi kalbu
dalam beraqidah (Syaltut, 1966: 13).
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa kajian syariah tertumpu pada masalah aturan Allah
dan Rasul-Nya atau masalah hukum. Aturan atau hukum ini mengatur manusia dalam
berhubungan dengan Tuhannya (hablun minallah) dan dalam berhubungan dengan sesamanya
(hablun minannas). Kedua hubungan manusia inilah yang merupakan ruang lingkup dari
syariah Islam. Hubungan yang pertama itu kemudian disebut dengan ibadah, dan hubungan
yang kedua disebut muamalah. Ibadah mengatur bagaimana manusia bisa berhubungan
dengan Allah. Dalam arti yang khusus (ibadah mahdlah), ibadah terwujud dalam rukun Islam
yang lima, yaitu mengucapkan dua kalimah syahadah (persaksian), mendirikan shalat,
menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan pergi haji bagi yang mampu. Sedang
muamalah bisa dilakukan dalam berbagai bentuk aktivitas manusia dalam berhubungan
dengan sesamanya. Bentuk-bentuk hubungan itu bisa berupa hubungan perkawinan
(munakahat), pembagian warisan (mawaris), ekonomi (muamalah), pidana (jinayah), politik
(khilafah), hubungan internasional (siyar), dan peradilan (murafaat).
Dengan demikian, jelaslah bahwa kajian syariah lebih tertumpu pada pengamalan konsep
dasar Islam yang termuat dalam aqidah. Pengamalan inilah yang dalam al-Quran disebut
dengan al-amal al-shalihah (amal-amal shalih). Untuk lebih memperdalam kajian syariah ini
para ulama mengembangkan suatu ilmu yang kemudian dikenal dengan ilmu fikih atau fikih
Islam. Ilmu fikih ini mengkaji konsep-konsep syariah yang termuat dalam al-Quran dan
Sunnah dengan melalui ijtihad. Dengan ijtihad inilah syariah dikembangkan lebih rinci dan
disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat manusia.
Sebagaimana dalam kajian aqidah, kajian ilmu fikih ini juga menimbulkan berbagai
perbedaan yang kemudian dikenal dengan mazhab-mazhab fikih.
Jika aqidah merupakan konsep kajian terhadap iman, maka syariah merupakan konsep kajian
terhadap islam. Islam yang dimaksud di sini adalah islam sebagaimana yang dijelaskan dalam
hadis Nabi saw. yang di riwayatkan oleh Umar Ibn Khaththab sebagaimana yang diungkap di
atas pada HR Muslim, no. 8.
3.4 Akhlak
Secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa Arab al-akhlaq yang merupakan bentuk
jamak dari kata khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat (Hamzah
Yaqub, 1988: 11). Sinonim dari kata akhlak ini adalah etika, moral, dan karakter. Sedangkan
secara terminologis, akhlak berarti keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan
perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran. Inilah pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu
Maskawaih. Sedang al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu sifat yang tetap pada
jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak
membutuhkan kepada pikiran (Rahmat Djatnika, 1996: 27). Adapun ilmu akhlak oleh Dr.
Ahmad Amin didefinisikan suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan
apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia kepada sebagian lainnya, menyatakan
tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk
melakukan apa yang harus diperbuat (Hamzah Yaqub, 1988: 12). Dari pengertian di atas
jelaslah bahwa kajian akhlak adalah tingkah laku
manusia, atau tepatnya nilai dari tingkah lakunya, yang bisa bernilai baik (mulia) atau
sebaliknya bernilai buruk (tercela). Yang dinilai di sini adalah tingkah laku manusia dalam
berhubungan dengan Tuhan, yakni dalam melakukan ibadah, dalam berhubungan dengan
sesamanya, yakni dalam bermuamalah atau dalam melakukan hubungan sosial antar manusia,
dalam berhubungan dengan makhluk hidup yang lain seperti binatang dan tumbuhan, serta
dalam berhubungan dengan lingkungan atau benda-benda mati yang juga merupakan
makhluk Tuhan. Secara singkat hubungan akhlak ini terbagi menjadi dua, yaitu akhlak kepad
Khaliq (Allah Sang Pencipta) dan akhlak kepada makhluq (ciptaan-Nya). Akhlak merupakan
konsep kajian terhadap ihsan. Ihsan merupakan ajaran tentang penghayatan akan hadirnya
Tuhan dalam hidup, melalui penghayatan diri yang sedang menghadap dan berada di depan
Tuhan ketika beribadah. Ihsan juga merupakan suatu pendidikan atau latihan untuk mencapai
kesempurnaan Islam dalam arti sepenuhnya (kaffah), sehingga ihsan merupakan puncak
tertinggi dari keislaman seseorang. Ihsan ini baru tercapai kalau sudah dilalui dua tahapan
sebelumnya, yaitu iman dan islam. Orang yang mencapai predikat ihsan ini disebut muhsin.
Dalam kehidupan sehari-hari ihsan tercermin dalam bentuk akhlak yang mulia (al-akhlak al-
karimah). Inilah yang menjadi misi utama diutusnya Nabi saw. ke dunia, seperti yang
ditegaskannya dalam sebuah hadisnya:
Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak mulia.

3.5 Hubungan antara Aqidah, Syariah, dan Akhlak


Aqidah, syariah, dan akhlak mempunyai hubungan yang sangat erat, bahkan merupakan satu
kesatuan yang tidak dapt dipisah-pisahkan. Meskipun demikian, ketiganya dapat dibedakan
satu sama lain. Aqidah sebagai konsep atau sistem keyakinan yang bermuatan elemen-elemen
dasar iman, menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama. Syariah sebagai konsep
atau sistem hukum berisi peraturan yang menggambarkan fungsi agama. Sedangkan akhlak
sebagai sistem nilai etika menggambarkan arah dan tujuan yang hendak dicapai oleh agama.
Oleh karena itu, ketiga kerangka dasar tersebut harus terintegrasi dalam diri seorang Muslim.
Integrasi ketiga komponen tersebut dalam ajaran Islam ibarat sebuah pohon, akarnya adalah
aqidah, sementara batang, dahan, dan daunya adalah syariah, sedangkan buahnya adalah
akhlak.
Muslim yang baik adalah orang yang memiliki aqidah yang lurus dan kuat yang
mendorongnya untuk melaksanakan syariah yang hanya ditujukan kepada Allah sehingga
tergambar akhlak yang mulia dalam dirinya. Atas dasar hubungan ini pula maka seorang yang
melakukan suatu perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi oleh aqidah atau iman, maka ia
termasuk ke dalam kategori kafir. Seorang yang mengaku beriman, tetapi tidak mau
melaksanakan syariah, maka ia disebut orang fasik. Sedangkan orang yang mengaku beriman
dan melaksanakan syariah tetapi tidak dilandasi aqidah atau iman yang lurus disebut orang
munafik.
Demikianlah, ketiga konsep atau kerangka dasar Islam ini memiliki hubungan yang begitu
erat dan tidak dapat dipisahkan. Ketiga kerangka dasar ajaran Islam tersebut dalam al-Quran
disebut iman dan amal shalih. Iman menunjukkan konsep aqidah, sedangkan amal shalih
menunjukkan adanya konsep syariah dan akhlak.

Вам также может понравиться