Вы находитесь на странице: 1из 4

BKPM Terus Hapus Bottlenecking Sektor

Farmasi

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) brrupaya untuk menghilangkan hambatan


(bottlenecking) di industri farmasi agar investasi di sektor ini meningkat. yang di antaranya
dilakukan lewat paket kebijakan ekonomi ke-6 dan ke-11 yang membuka investasi bahan
baku obat 100% untuk investor asing dan melonggarkan investasi rumah sakit bagi investor
asing.

Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis


menyatakan, upaya lainnya adalah menyederhanakan pendaftaran investasi sektor farmasi di
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Selain itu, telah didorong implementasi
pelayanan berinvestasi melalui sistem online.Pemerintah juga mendorong penelitian dan
pengembangan, atau research and development (R&D) untuk pengadaan pabrik pengolahan
bahan Baku obat agar tidak bergantung pada impor dalam pemenuhan kebutuhan obat. kata
dia di Jakarta, Kamis (3/11). Azhar mencatat, tren investasi secara umum sudah mulai
menunjukan peningkatan. Komitmen investasi pada kuartal-Ill mencapai Rp 1.800 triliun atau
naik 103T dibanding posisi sama tahun lalu. Sementara, realisasi investasi mencapai Rp 423
triliun, yang dikomitmenkan sejak 1-3 tahun yang lalu. Sayangnya, nilai investasi untuk
industri farmasi dalam kurun waktu 2011- September 2016 hanya sebesar Rp 8,9 triliun, lebih
kecil jika dibandingkan dengan investasi sektor perumahan, kawasan industri, dan
perkantoran yang mencapai US$ 730.02 juta (Rp 9,5 triliun). Dia mengakui, meski BKPM
telah mempromosikan investasi di sektor Farmasi, namun belum banyak yang berminat.
Kebetulan belum ada minat bagus untuk menanamkan saham di sektor farmasi. Ini berarti,
mungkin sektor farmasi ini dinilai biasa-biasa, kurang menarik, atau mungkin diam-diam ada
permasalahan. kata dia. Direktur Pelayanan Kefarmasian Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) Detti Yuliati menambahkan, jumlah industri farmasi Indonesia memang sangat
sedikit. Dengan total jumlah penduduk sekitar 257 juta jiwa, industri farmasi dalam negeri
hanya mencapai 214 perusahaan. Kalau negara yang besar itu harusnya memiliki ribuan
industri farmasi, kata dia.

Detti menjelaskan, pertumbuhan industri farmasi setiap tahun juga masih sedikit. Dari jumlah
industri farmasi sebanyak 192 pada 2014, jumlah ini cukup tumbuh menjadi 211 pada 2015.
Tapi pertumbuhannya kemudian melambat dan hanya bertambah tiga industri menjadi 214
pada 2016. Khusus untuk industri obat tradisional. hingga kini hanya 93 perusahaan dan
industri ekstrak bahan alam hanya ada sembilan industri. Bukan hanya minimnya jumlah
industri kesehatan, produk farmasi yang dihasilkan pun lebih banyak menggunakan bahan
baku impor. Bahkan jumlah impor bahan baku farmasi mencapai 90%. Padahal menurut dia,
perkembangan industri farmasi bisa memperbaiki tiga sektor yakni sektor sosial, ekonomi,
dan teknologi. Sektor sosial, pertumbuhan industri farmasi bisa menjaga keamanan,
keselamatan, dan kesehatan masyarakat Indonesia. Sebab, tanpa obat dari industri farmasi
yang baik maka kesehatan tidak akan terjaga dengan baik. Dari sektor ekonomi. pertumbuhan
industri farmasi bisa meningkatkan produk domestik bruto karena perputaran uang untuk
kesehatan akan berada di dalam negeri. Ini juga bisa meningkatkan devisa karena hasil dari
industri farmasi bisa diekspor ke negara lain. Kalau teknologi, kita kan kaya akan sumber
daya alam. Ini harusnya bisa dimanfaatkan, kata Detti.

http://www.bkpm.go.id/id/publikasi/detail/berita-investasi/bkpm-terus-hapus-
bottlenecking-sektor-farmasi

Meski Dominasi Pasar Farmasi ASEAN, Ternyata 90% Bahan


Baku Farmasi Indonesia Masih Impor
[Unpad.ac.id, 16/09/2016] Industri farmasi Indonesia tercatat sebagai yang terbesar di
ASEAN serta berkontribusi kurang lebih 27% dari total pangsa pasar farmasi ASEAN. Di
tingkat dunia, industri farmasi Indonesia menempati peringkat 23 besar, dan diperkirakan
meningkat jadi 20 besar pada 2017 mendatang. Namun, 90% bahan baku farmasi di
Indonesia masih impor dari negara lain, terutama Cina dan India.

Suasana seminar pentahelix bertema Kemandirian Bahan Baku Farmasi di Bale Sawala
Unpad Jatinangor, Kamis (15/09). (Foto oleh: Tedi Yusup)*

Hal ini menunjukkan struktur industri farmasi di Indonesia belum optimal dan masih
terbatas pada formulasi. Karenanya perlu upaya kemandirian di bidang bahan baku obat dan
obat tradisional Indonesia melalui pemanfaatan keanekaragaman hayati yang tersinkronisasi
harmonis serta didukung aliansi strategis yang komprehensif, ujar Direktur Pelayanan
Kefarmasian Kementerian Kesehatan RI, Dra. Dettie Yuliati, Apt., M.Si., saat menjadi
narasumber pada seminar pentahelix bertema Kemandirian Bahan Baku Farmasi di Bale
Sawala Universitas Padjadjaran Jatinangor, Kamis (15/09).

Seminar yang diselenggarakan dalam rangkaian peringatan Dies Natalis ke-59 Unpad ini
menghadirkan narasumber dari berbagai pihak. Pada sesi 1, selain Detti Yuliati dari
Kemenkes, hadir pula Dra. Rumondang Simanjuntak, Apt dari Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (Badan POM), dan Dr. Keri Lestari, M.Si., Apt., dari Unpad. Pada sesi 2 yang
membahas tema Kolaborasi Garam & Gula Farmasi hadir narasumber dari Kimia Farma,
Rajawali Nusantara Indonesia, dan Unpad. Sedangkan di sesi 3 yang membahas tema Model
Kolaborasi dan Hilirisasi Riset Produk Farmasi hadir sebagai narasumber perwakilan dari
BPJS Kesehatan, Unpad BUMN Center of Excellence, Gabungan Perusahaan Farmasi
Indonesia, serta perwakilan media dari Bisnis Indonesia.

Menurut Dettie, tantangan bagi industri bahan baku sediaan farmasi di Indonesia adalah pasar
dalam negeri yang relatif kecil, profit margin juga kecil, sementara investasi awal sangat
besar. Selain itu, ketersediaan sumber daya lokal dan teknologi pembuatan bahan baku obat
juga menjadi tantangan tersendiri.

Kondisi tersebut membuat industri bahan baku obat Indonesia tidak bisa bersaing dalam
global price, ujar Dettie yang merupakan alumni Farmasi Unpad.

Senada dengan Dettie, Rumondang Simanjuntak dari Badan POM mengatakan,


ketergantungan industri farmasi nasional terhadap bahan baku obat impor membuat
pengendalian terhadap bahan baku obat menjadi aspek kritis dalam mencapai kemandirian
bahan baku obat.

Industri bahan baku obat dapat meningkatkan daya saing industri farmasi lokal untuk
percepatan proses produksi obat jadi dalam rangka mendukung ketersediaan obat di
masyarakat dengan effiacy, safety dan quality terjamin serta harga terjangkau, ujar
Rumondang.

Sementara Dr. Keri Lestari mengungkapkan, dunia memiliki 40 ribu spesies tanaman, dan 30
ribu diantaranya ada di Indonesia. Sebanyak 9.600 diantaranya memiliki khasiat sebagai obat,
dan 400 spesies telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional.

Tapi fakta mengejutkannya, di Indonesia baru ada 43 obat herbal terstandar dan 7
fitofarmaka, ujar Dr. Keri Lestari yang pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Farmasi
Unpad.*

http://www.unpad.ac.id/2016/09/meski-dominasi-pasar-farmasi-asean-ternyata-
90-bahan-baku-farmasi-indonesia-masih-impor/
http://www2.bkpm.go.id/images/uploads/file_siaran_pers/Siaran_Pers_TW_IV-
Narasi_Tunggal-250117.pdf

Вам также может понравиться