Вы находитесь на странице: 1из 10

ASFIKSIA NEONATORUM

Asfiksia pada bayi baru lahir menjadi penyebab kematian 19% dari 5 juta kematian bayi
baru lahir setiap tahun.Data mengungkapkan bahwa kira-kira 10% BBL membutuhkan
bantuan untuk mulai bernapas dari bantuan ringan (langkah awal dan stimulasi untuk
bernapas) hingga resusitasi lanjut yang ekstensif.Dari jumlah tersebut kira-kira hanya 1%
saja yang membutuhkan resusitasi ekstensif.Antara 1% - 10% bayi baru lahir di rumah sakit
membutuhkan bantuan ventilasi dan sedikit saja yang membutuhkan intubasi dan kompresi
dada.
Kebutuhan resusitasi dapat diantisipasi pada sejumlah besar bayi baru lahir.Walaupun
demikian, kadang-kadang kebutuhan resusitasi tidak dapat diduga. Oleh karena itu tempat
dan peralatan untuk melakukan resustasi harus memadahi dan petugas yang sudah dilatih dan
terampil harus tersedia setiap saat di semua tempat kelahiran bayi.(1,2)
A. Definisi
Resusitasi adalah prosedur yang diaplikasikan pada BBL yang tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir. Asfiksia ditandai
dengan keadaaan hipoksemia , hiperkarbia dan asidosis. Menurut APP dan ACOG (2004),
berikut karakteristik asfiksia :
Asidemia metabolik atau campuran (metabolik dan respiratorik) yang jelas,
yaitu pH <7 , pada sampel darah yang diambil dari arteri umbilical.
Nilai apgar 0 7 pada menit ke 1
Manifestasi nerologi pada periode BBL segera, termasuk kejang , hipotonia ,
koma atau ensefalopati hipoksik iskemik
Terjadi disfungsi sistem multiorgan segera pada periode bayi baru lahir.

B. Faktor Risiko
a. Faktor Risiko Antepartum
- Diabetes pada ibu
- Hipertensi pada kehamilan
- Hipertensi kronik
- Anemia janin atau isoimunisasi
- Riwayat kematian janin atau neonatus
- Perdarahan pada trimester dua dan tiga
- Infeksi ibu
- Ibu dengan penyakit jantung , ginjal , paru , tiroid atau kelainan nerologi
- Polihidroamnion
- Oligohidroamnion
- Ketuban pecah dini
- Hidrops fetalis
- Kehamilan lewat waktu
- Kehamilan ganda
- Berat janin tidak sesuai masa kehamilan
- Terapi obat seperti magnesium karbonat , beta blocker
- Ibu pengguna obat bius
- Malformasi atau anomaly janin
- Tanpa pemeriksaan antenatal
- Usia < 16 tahun atau > 35 tahun
b. Faktor Risiko Intrapartum
- Seksio sesaria darurat
- Kelahiran dengan ekstraksi forsep atau vakum
- Letak sungsang atau persentasi abnormal
- Kelahiran kurang bulan
- Partus presipitatus
- Korioamnionitis
- Ketuban pecah lama (< 18 jam sebelum persalinan)
- Partus lama (> 24 jam)
- Kala dua lama (> 2 jam)
- Makrosomia
- Bradikardia janin persisten
- Frekuensi jantung janin yang tidak beraturan
- Penggunaan anestesi umum
- Hiperstimulus uterus
- Penggunaan obat narkotika pada ibu dalam 4 jam sebelum persalinan
- Air ketuban bercampur mekonium
- Prolaps tali pusat
- Solusio plasenta
- Plasenta previa
- Perdarahan intrapartum. (1)

C. Penilaian
Penilaian awal dilakukan pada setiap BBL untuk menentukan apakah tindakan
resusitasi harus segera dimulai. Segera setelah lahir, dilakukan penilaian dengan APGAR
Score.
Tanda Nilai Nilai 1 Nilai 2
O

Appearace(war Seluruh Tubuh merah Seluruh tubuh


na kulit) tubuh biru extremitas biru merah
atau putih
Pulse(Denyut Tidak ada < 100x/menit > 100x/menit
Nadi)
Grimace(Reflek Tidak ada Perubahan Bersin/menangis
s) mimik/meringis
Activity(Tonus Lunglai Ekstremitas Gerakan aktif
Otot) sedikit fleksi Ekstremitas fleksi

Respiration Tidak ada Tak teratur Menangis kuat


effort(Usaha
bernafas)

Tabel Skor APGAR


Pembacaan APGAR Score :
i. Apgar score dinilai 3x pada menit ke 1 5 10
ii. Menit pertama digunakan untuk menentukan diagnosis (sehat / asfiksia)
- Nilai APGAR 8 10 : Vigorous baby
- Nilai APGAR 7 : Asfiksia ringan
- Nilai APGAR 4 6 : Asfiksia sedang
- Nilai APGAR 0 3 : Asfiksia berat
iii. Menit ke-5 dan 10 digunakan untuk menentukan prognosis
perkembangan bayi baru lahir.

D. Patofisiologi
a. Fisiologi Janin Memperoleh Oksigen
Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan
untuk mengeluarkan karbondioksida.Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin
dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO 2) parsial rendah.Hampir
seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh
darah janin, Sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih
rendah yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta.
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber
utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan
alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen
mengalir ke dalam pembuluh darah di sekitar alveoli.
Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada
sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara
dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami
relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah bekurang.
Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik,
menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan
sistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus
arteriosus menurun.
Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi,
duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktus
arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk
dialirkan ke seluruh jaringan tubuh.
Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan
paru-parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang
dalam akan mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru
merupakan rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk
adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru
menjadi kemerahan.
b. Kesulitan yang dialami bayi selama masa transisi
Bayi dapat mengalami kesulitan sebelum lahir, selama persalinan atau setelah
lahir.Tanda klinis awal dapat berupa deselerasi frekuensi jantung janin. Masalah yang
dihadapi setelah persalinan lebih banyak berkaitan dengan jalan nafas dan atau paru-
paru, misalnya sulit menyingkirkan cairan atau benda asing seperti mekonium dari
alveolus, sehingga akan menghambat udara masuk ke dalam paru mengakibatkan
hipoksia. Bradikardia akibat hipoksia dan iskemia akan menghambat peningkatan
tekanan darah (hipotensi sistemik).
Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol pada
organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke jantung dan
otak tetap stabil atau meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen. Walaupun
demikian jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi kegagalan fungsi
miokardium dan kegagalan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan darah,
yang mengkibatkan aliran darah ke seluruh organ akan berkurang. Sebagai akibat dari
kekurangan perfusi oksigen dan oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan
jaringan otak yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian.
Penelitian menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda vital pertama yang
berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen.Setelah periode awal pernapasan
yang cepat maka periode selanjutnya disebut apnu primer. Rangsangan seperti
mengeringkan atau menepuk telapak kaki akan menimbulkan pernapasan. Walaupun
demikian bila kekurangan oksigen terus berlangsung, bayi akan melakukan beberapa
usaha bernapas megap-megap dan kemudian terjadi apnu sekunder, rangsangan saja
tidak akan menimbulkan kembali usaha pernapasan bayi baru lahir.
Gambar 1. Perubahan frekuensi jantung dan tekanan darah selama apnu

Frekuensi jantung mulai menurun pada saat bayi mengalami apnu primer.
Tekanan darah akan tetap bertahan sampai dimulainya apnu sekunder (kecuali jika
terjadi kehilangan darah pada saat memasuki periode hipotensi). Bayi dapat berada
pada fase antara apnu primer dan apnu dan seringkali keadaan yang membahayakan
ini dimulai sebelum atau selama persalinan.Akibatnya saat lahir, sulit untuk menilai
berapa lama bayi telah berada dalam keadaan membahayakan. Pemeriksaan fisik tidak
dapat membedakan antara apnu primer dan sekunder, namun respon pernapasan yang
ditunjukkan akan dapat memperkirakan kapan mulai terjadi keadaan yang
membahayakan itu.
Jika bayi menunjukkan tanda pernapasan segera setelah dirangsang, itu adalah
apnu primer. Jika tidak menunjukkan perbaikan apa-apa, ia dalam keadaan apnu
sekunder. Sebagai gambaran umum, semakin lama seorang bayi dalam keadaan apnu
sekunder, semakin lama pula dia bereaksi untuk dapat memulai pernapasan. Walau
demikian, segera setelah ventilasi yang adekuat, hampir sebagian besar bayi baru lahir
akan memperlihatkan gambaran reaksi yang sangat cepat dalam hal peningkatan
frekuensi jantung.

E. Komplikasi
Sistem Pengaruh
Sistem Saraf Ensefalopati hipoksik-iskemik, infark, perdarahan intrakranial, kejang,
Pusat edema otak, hipotonia, hipertonia
Kardiovaskular Iskemia miokardium, bising jantung, insufisiensi trikuspidalis, hipotensi
Sirkulasi janin persisten, perdarahan paru, sindrom kegawatan
Pulmonal
pernapasan
Ginjal Nekrosis tubular akut atau korteks
Adrenal Perdarahan adrenal
Saluran Cerna Perforasi, ulserasi, nekrosis
Metabolik Hiponatremia, hipoglikemia, hipokalsemia
Kulit Nekrosis lemak subkutan
Hematologi Koagulasi intravaskular
Tabel 2. Komplikasi Asfiksia
F. Penatalaksanaan
a. Resusitasi (lihat bagan di bawah)
b. Terapi medikamentosa :
i. Epinefrin :
- Indikasi :
o Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik
dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada.
o Asistolik.
- Dosis :
o 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg
BB) Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit
bila perlu.
ii. Volume ekspander :
- Indikasi :
o Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami
hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi.
o Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok.
Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah,
dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.
- Jenis cairan :
o Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)
o Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah
banyak.
- Dosis :
o Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat
diulang sampai menunjukkan respon klinis.
iii. Bikarbonat :
- Indikasi :
o Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan
resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
o Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan
hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas
darah dan kimiawi.
o Dosis : 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg
bb (8,4%)
- Cara :
o Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak
diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.
- Efek samping :
o Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari
bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.
iv. Nalokson :
- Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak
menyebabkan depresi pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi
harus adekuat dan stabil.
- Indikasi :
o Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya
menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan.
o Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai
sebagai pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda
with drawltiba-tiba pada sebagian bayi.
- Dosis :
o 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)
- Cara :
o Intravena, endotrakeal atau bila perfusi baik diberikan
i.m/s.c
v. Suportif
- Jaga kehangatan.
- Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.
- Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit).
G. Prognosis
Pada asfiksia ringan-sedang, prognosis tergantung pada kecepatan penetalaksanaan.
Pada asfiksia berat dapat terjadi kematian atau kelainan saraf pada hari-hari pertama. Asfiksia
dengan PH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis permanen,
misalnya serebral palsi atau retardasi mental(1,2)
DAFTAR PUSTAKA

1. F. Gary Cunningham., Kenneth J. L., Stephen L. B., Dwight J. Rouse., John C. H.,
Catherine Y. Spong. 2010. Fetal Growth Diorder Dalam : EBook Williams Obstetric. 23st
edition.New York : Mc graw Hill
2. Current : Pediatric Diagnosis and Treatment: Neonatal Intensive Care, page 22-30.
Edition 15 Th 2001 Mc Graw Hill Companies.
3. Markum A.H. Prematuritas dan Retardasi Pertumbuhan Intrauterine. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Anak, jilid I, cet.3, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
1996; 221-36
4. Wood David and Malan Atties : Notes On The Newborn Infant Fifth Edition.1996.
5. Rudolfs Fundamental Of Pediatric, Page 161-164 Mc Graw Hill Companies 2002.
6. Stell BJ. The-High Risk Infant. Nelson Textbook of Pediatrics 19 th edition. Dalam
Kliegman RM, editor. Philadelphia, USA: Saunders 2011.
7. S a i f u d d i n , A B , A d r i a n z , G . M a s a l a h B a y i B a r u Lah i r. Dalam:Buku
A c u a n Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal; edisi ke-1.
Jakarta :yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2000;376-8.
IDAI. Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010

Вам также может понравиться