Вы находитесь на странице: 1из 22

LAPORAN KASUS

HIPERPIREKSIA

Disusun sebagai salah satu syarat untuk gelar profesi dokter pada Fakultas Kedokteran
Universitas Tarumanagara Jakarta

Disusun Oleh :
Obet Agung Sanjaya
406148053

Pembimbing :
AKBP dr. Winres Sapto Priambodo, SpA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SEMARANG
PERIODE 28 MARET 4 JUNI 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

LAPORAN KASUS

1
IDENTITAS PASIEN

Nama : An. Z

Umur : 4 tahun 11 bulan

Jenis kelamin : Perempuan

Ruang : Seruni

Masuk Rumah Sakit : 7 Mei 2016

Keluar Rumah Sakit :?

Nomor RM : 16.04.131147

Jaminan : PT. Sainath

I.
AN
AMNESIS (Alloanamnasis dan catatan medis 8 Mei 2016 Pukul 08:00 WIB)
Keluhan utama:
Demam

Riwayat penyakit sekarang:


Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara diantar oleh orang tuanya dengan keluhan
demam. Demam sudah dialami pasien sejak 2 minggu yang lalu. Demam naik turun, dan
sering naik ketika menjelang malam hari. Pasien sudah pernah berobat ke puskesmas dan
IGD RS Bhayangkara untuk di lab darah, hasil lab darah menyatakan tipes, namun keluarga
pasien menghendaki untuk rawat jalan. Setelah minum obat pasien merasa enakan, namun
setelah beberapa saat kemudian pasien mengeluh panas lagi. Setelah 5 hari kemudian pasien
merasa enakan, bebas demam selama 3 hari. Setelah 3 hari bebas demam pasien mengeluh
demam lagi, namun tidak turun dengan minum obat paracetamol dari puskesmas. Pasien
akhirnya diantar ke IGD RS Bhayangkara karena demam yang tak kunjung turun dan tinggi.
Sebelum dibawa ke IGD RS Bhayangkara pasien sempat mengeluh menggigil dan mengigau.
Saat demam keluarga pasien mengatakan nafsu makan dan minum pasien berkurang, namun
BAK pasien lancar, BAB (+), mencret (-)

2
Pasien mengeluh batuk grok grok sejak 2 minggu yang lalu, batuk muncul
bersamaan bila demam naik. Saat batuk pasien tidak dapat mengeluarkan dahak. Batuk
berkurang bila demam turun.
Pasien juga mengeluhkan pilek sejak 2 minggu yang lalu, pilek muncul bersamaan
dengan batuk. Pasien mengatakan pilek tidak dapat mengeluarkan lendir.

Riwayat penyakit dahulu:


Typhoid : Disangkal
DBD : Disangkal
Diare : Disangkal
ISPA : Pernah batuk pilek saat kecil
Kejang : Disangkal
Alergi : Disangkal
TBC : Disangkal

Riwayat penyakit keluarga:


Keluhan serupa : Disangkal
Typhoid : Disangkal
DBD : Disangkal
Diare : Disangkal
ISPA : Disangkal
Kejang : Disangkal
Alergi : Disangkal
TBC : Disangkal

Riwayat Pemeliharaan Perinatal :


Ibu pasien biasa memeriksakan kandungannya secara teratur ke dokter 1 kali setiap
bulan sampai usia kehamilan 9 bulan. Selama kehamilan ibu mengkonsumsi vitamin
yang diberikan oleh bidan, namun tidak mengingat jenis vitamin yang diberikan. Ibu
pasien tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan.

Kesan : riwayat pemeliharaan perinatal baik.

3
Riwayat Persalinan Ibu:

Pasien merupakan anak perempuan lahir dari ibu G2P1A0 dengan usia kehamilan 37
minggu, lahir spontan, persalinan ditolong oleh bidan, anak lahir langsung menangis,
berat badan lahir 2900 gram. Panjang badan lahir 47 cm.

Kesan : neonatus aterm, lahir pervaginam

Riwayat Imunisasi :

BCG : 1x (usia 1 bulan)


Hep B : 3x (usia 0, 1, 6 bulan)
Polio : 4x (usia 0, 2, 4, 6 bulan)
DPT : 3x (usia 2, 4, 6 bulan)
Campak :-
Kesan : Imunisasi kurang lengkap.

Riwayat Status Gizi dan Perkembangan :

Status Gizi :

Berat badan lahir 2900 gram. Panjang badan lahir 47 cm. Berat badan saat ini 16 kg,
Panjang badan saat ini 100 cm.

Perkembangan :

Senyum : 2 bulan

Miring : 3 bulan

Tengkurap : 4 bulan

Gigi keluar : 6 bulan

Duduk : 6 bulan

Merangkak : 8 bulan

4
Berjalan : 9 bulan

Berlari : 12 bulan

Kesan: Status gizi cukup dan perkembangan anak sesuai dengan usia.

Riwayat Asupan Nutrisi :

ASI diberikan sejak lahir sampai usia 6 bulan, selanjutnya diberi susu formula.

Mulai usia 3 bulan, anak diberi biskuit bayi, usia 12 bulan anak diberi makan nasi
lunak.

Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan dan minuman kurang baik, ASI eksklusif
tidak terpenuhi

II.
PE
MERIKSAAN FISIK (8 Mei 2016 Pukul 08:00)
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign :
- HR : 132 x/menit (kuat, reguler)
- Suhu : 39. 7 C saat datang 41.1 C
- RR : 38 x/menit (reguler)

Data antropometri :
- Berat badan : 16 kg
- Tinggi Badan : 100 cm
- Status gizi : Gizi baik

Pemeriksaan Sistem

Kepala :Normocephal

5
Mata :Mata cekung (-/-), edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis

(-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung & tidak

langsung (+/+), pupil bulat, isokor, diameter (3mm/ 3mm)

Hidung :Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

Telinga :Bentuk normal, tanda peradangan (-/-), sekret (-/-)

Mulut :Bibir kering (-), Bibir sianosis (-), Mukosa Hiperemis (+),

lidah kotor (-)

Tenggorok :T1-T2, Mukosa hiperemis (+), Mukosa faring hiperemis (+),

kripta melebar (-), detritus (-)

Leher :Tidak teraba pembesaran KGB

Axilla :Tidak teraba pembesaran KGB

Thorax :Simetris dan datar.

Jantung

o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak


o Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 1 cm medial dari
midclavicula line sinistra
o Perkusi : Batas jantung kiri ICS V MCL sinistra
Batas jantung kanan ICS VI sternal line dextra
Batas jantung atas ICS III parasternal line sinistra
o Auskultasi : BJ I - II (N), regular, murmur (-), gallop (-).
o Kesan : Jantung tidak membesar
Paru paru:

o Ins
peksi : Gerakan simetris dalam keadaan statis dan dinamis
simetris, retraksi suprasternal (-), epigastrium (-),
intercostalis (-)
o Palpasi : Stem fremitus dextra et sinistra sama kuat

6
o Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
o Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),
wheezing (-/-), hantaran (-/-)

Abdomen
o Inspeksi : Distensi
o Auskultasi : Bising usus (+) 14x/ menit, peristaltik
meningkat
o Perkusi : Pekak
o Pal
pasi : Supel, nyeri tekan (-), turgor kembali cepat,
hepatosplenomegali (-)

Genitalia dan Anus : Tidak diperiksa

Ekstremitas : Akral hangat (+), oedema (-)


Kulit : turgor kembali cepat.

Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran.

III.
PE
MERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Darah 07 05 16 Nilai Normal


Hematokrit (%) 32.1 40-50
MCV 77.3 80-97
MCH 24.1 26.5-33.5
MCHC 31.2 31.5-35.0

7
RDW 12.6 10.0 -15.0
MPV 7.4 6.5-11.0
PDW 8.2 10.0-18.0
Hemoglobin (g/dL) 10.0 13.0-18.0
Eritrosit (juta/mm3) 4.15 4.5-5.5
Trombosit (/uL) 564.000 150.000 400.000
Leukosit (/uL) 12.100 4000 11.000
Pemeriksaan Serologi
Salmonella Typhi O Negatif Negatif
Salmonella Typhi H Negatif Negatif
S Paratyphi A-H Negatif Negatif
Kesan : Leukositosis, trombositosis, anemia defisiensi besi

IV.
P
EMERIKSAAN KHUSUS
Data Antropometri
Anak Perempuan usia 4 tahun 11 bulan, berat badan 16 kg, panjang badan 100 cm.
IMT: 16

Interpretasi IMT dengan umur: median, status gizi baik

8
9
Interpretasi Umur dengan tinggi badan: median, perawakan normal

Interpetasi umur dengan berat badan: median, status gizi baik

Z-Score Indikator
Pertumbuhan
Panjang/tinggi terhadap Berat terhadap BMI terhadap umur
umur umur
Di atas 3 Lihat catatan 1 Obesitas
Di atas 2 Lihat catatan 2 Overweight (gizi
lebih)
Di atas 1 Beresiko gizi lebih
(lihat catatan 3)

0 (median)
Di bawah -1

10
Di bawah -2 Perawakan pendek (lihat Gizi kurang Kurus
catatan 4)
Di bawah -3 Perawakan sangat Gizi buruk (lihat Sangat kurus
pendek/kerdil (lihat catatan catatan 5)
4)

Catatan :
1. Anak dalam kelompok ini berperawakan tinggi. Hal ini tidak masih normal. Singkirkan
kelainan hormonal sebagai penyebab perawakan tinggi.
2. Anak dalam kelompok ini mungkin memiliki masalah pertumbuhan, tapi lebih baik diukur
menggunakan perbandingan berat badan terhadap panjang/tinggi atau IMT terhadap umur.
3. Titik plot yang berada di atas angka 1 menunjukan beresiko gizi lebih. Jika makin mengarah
ke garis Z-score 2 resiko gizi lebih makin meningkat.
4. Mungkin untuk anak dengan perawakan pendek atau sangat pendek memiliki gizi lebih.
5. Hal ini merujuk pada gizi sangat kurang dalam modul pelatihan IMCI (Integrated
Management of Childhood Illness in-service training. WHO, Geneva 1997).
Kesan : Status gizi baik, perawakan normal.

V.
RE
SUME
Telah diperiksa seorang anak perempuan berusia 4 tahun 11 bulan, berat badan 16 kg,
dan tinggi badan 100 cm dengan keluhan demam sudah dialami pasien sejak 2 minggu yang
lalu. Demam naik turun, dan sering naik ketika menjelang malam hari. Setelah 5 hari
kemudian pasien merasa enakan, bebas demam selama 3 hari. Setelah 3 hari bebas demam
pasien mengeluh demam lagi, namun tidak turun. Pasien juga mengeluh batuk grok grok
dan pilek, namun tidak dapat mengeluarkan lendir. Nafsu makan dan minum pasien
berkurang, namun BAK pasien lancar, BAB (+), mencret (-)

VI.
DI
AGNOSIS KERJA
- Hiperpireksia
- Observasi Febris
- ISPA
- Tonsilitis Akut
- Leukositosis

11
- Anemia defisiensi besi

VII.
DI
AGNOSA BANDING
- Bronkitis Akut
- ISPA
-

VIII.
PE
NATALAKSANAAN
Tatalaksana IGD (07-05-2016)
- Infus RL 18 tpm
- Dumin Sup. 250 mg
Medikamentosa:
Loading Infus 2A 1/2N 40 tpm 1 jam pertama
Selanjutnya 20 tpm
Perhitungan tetesan:
Loading: BB 16 kg
16 kg x 10 cc/kgBB = 160 cc
160 cc / 4 = 40 tpm/1jam pertama
16 kg x 5 cc/kgBB (maintenence) = 80
cc
80 cc / 4 = 20 tpm
Injeksi Cefotaxime 3 x 300mg
Paracetamol Syr 3 x 1 cth
Dextamine 2 x 1 cth

Non Medikamentosa
Tirah baring
Motivasi untuk menambah makan dan minum

IX.
EV
ALUASI

12
Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Awasi timbulnya Kejang Demam

X.
SA
RAN PEMERIKSAAN LANJUTAN
?

XI.
K
OMPLIKASI
Heat Stroke
Dehidrasi
Shock Hipovolemik

XII.
ED
UKASI
Memberitahukan orangtua untuk mengawasi anak dari tanda-tanda Kejang
Demam
Memberitahukan orangtua untuk segera memberikan penurun panas dan kompres
air dingin
Memberitahukan orangtua untuk motivasi makan dan minum

XIII.
PR
OGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam

LEMBAR FOLLOW UP

Tanggal 08-05-2016 09-05-2016 10-05-2016


Jam 06.00 06.00 06.00

13
Keluhan Sesak, batuk Batuk berdahak,
berdahak, pilek sesak (-)

KU/KES TSS/CM TSR/CM


TTV:
RR 30 24
HR 108 92
S 36.5 36.5
Kepala dbn Dbn

Kulit dbn Dbn

Mata dbn Dbn

Telinga dbn Dbn

Hidung dbn Dbn

Mulut T1-T2 T1-T2

Thorax :
Cor dbn dbn
Pulmo
Abdomen Dbn Dbn

Ekstremitas Dbn dbn

14
Suhu
36.85
36.8
36.75
36.7
36.65
36.6
36.55
36.5
36.45
36.4
36.35
42475 42476 42477

Hiperpireksia
Definisi

Demam adalah kenaikan suhu badan di atas 38oC. Hiperpireksia adalah suatu keadaan dimana
suhu tubuh lebih dari 41,1oC atau 106oF (suhu rectal).

Etiologi

29-59% demam berhubungan dengan infeksi, 11-20% dengan penyakit kolagen, 6-8% dengan
neoplasma, 4% dengan penyakit metabolik dan 11-12% dengan penyakit lain.

Penyebab hiperpireksi ialah : infeksi 39%, infeksi dengan kerusakan pusat pengatur suhu 32%,
kerusakan pusat pengatur suhu saja 18%, dan pada 11% kasus disebabkan oleh Juvenille Rheumatoid
Arthritis, infeksi virus dan reaksi obat. Dari 28 penderita hiperpireksia terdapat 11 penderita (39%)
disebabkan oleh infeksi diantaranya 7 penderita disebabkan oleh kuman gram negatif yang mengenai
traktus urinaria 4 penderita, intraabdominal 2 penderita dan 1 penderita pada paru. Sedang 9 penderita
(32%) disebabkan oleh gabungan antara infeksi dan kerusakan pusat pengatur suhu. Selain itu 5

15
penderita (18%) disebabkan oleh kerusakan pusat pengatur suhu. Tiga penderita (11%) tidak diketahui
penyebabnya.

Sesuai dengan patogenesis, etiologi demam yang dapat mengakibatkan hiperpireksia dapat dibagi
sebagai berikut:

1. Set point hipotalamus meningkat

a. Pirogen endogen

- infeksi

- keganasan

- alergi

- panas karena steroid

- penyakit kolagen

b. Penyakit atau zat

- kerusakan susunan saraf pusat

- racun kalajengking

- penyinaran

- keracunan epinefrin

2. Set point hipotalamus normal

a. Pembentukan panas melebihi pengeluaran panas

- hipertermia malignan

- hipertiroidisme

- hipernatremia

- keracunan aspirin

b. Lingkungan lebih panas daripada pengeluaran panas

- mandi sauna berlebihan

- panas di pabrik

- pakaian berlebihan

c. Pengeluaran panas tidak baik (rusak)

- displasia ektoderm

16
- kombusio (terbakar)

- keracunan phenothiazine

- heat stroke

3. Rusaknya pusat pengatur suhu

a. Penyakit yang langsung menyerang set point hipotalamus:

- ensefalitis/ meningitis

- trauma kepala

- perdarahan di kepala yang hebat

- penyinaran

Patofisiologi Pengaturan Suhu Tubuh

Manusia ialah makhluk yang homeotermal, artinya makhluk yang dapat mempertahankan suhu
tubuhnya walaupun suhu di sekitarnya berubah. Yang dimaksud dengan suhu tubuh ialah suhu bagian
dalam tubuh seperti viscera, hati, otak. Suhu rectal merupakan penunjuk suhu yang baik. Suhu rectal
diukur dengan meletakkan thermometer sedalam 3 4 cm dalam anus selama 3 menit sebelum dibaca.
Suhu mulut hampir sama dengan suhu rectal. Suhu ketiak biasanya lebih rendah daripada suhu rectal.
Pengukuran suhu aural pada telinga bayi baru lahir lebih susah dilakukan dan tidak praktis. Suhu
tubuh manusia dalam keadaan istirahat berkisar antara 36 oC 37oC, yang dapat dipertahankan karena
tubuh mampu mengatur keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran panas.

Panas dapat berasal dari luar tubuh seperti iklim atau suhu udara di sekitarnya yang panas. Panas
dapat berasal dari tubuh sendiri. Pembentukan panas oleh tubuh (termogenesis) merupakan hasil
metabolisme tubuh. Dalam keadaan basal tubuh membentuk panas 1 kkal/ kg BB/ jam. Jumlah panas
yang dibentuk alat tubuh, seperti hati dan jantung relative tetap, sedangkan panas yang dibentuk otot
rangka berubah-ubah sesuai dengan aktifitas. Bila tidak ada mekanisme pengeluaran panas, dalam
keadaan basal suhu tubuh akan naik 1oC/ jam, sedang dalam aktivitas normal suhu tubuh akan naik
2oC/ jam.

Pengeluaran panas terutama melalui paru dan kulit. Udara ekspirasi yang dikeluarkan paru jenuh
dengan uap air yang berasal dari selaput lendir jalan nafas. Untuk menguapkan 1 ml air diperlukan
panas sebanyak 0,58 kkal. Pengeluaran panas melalui kulit dapat dengan dua cara yaitu:

a. Konduksi konveksi : pengeluaran panas melalui cara ini bergantung kepada perbedaan suhu kulit
dan suhu udara sekitarnya.

b. Penguapan air : air keluar dari kulit terutama melalui kelenjar keringat. Dapat juga melalui
perspirasi insensibilitas, difusi air melalui epidermis.

Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus melalui sistem umpan balik yang rumit. Hipotalamus karena
berhubungan dengan talamus akan menerima seluruh impuls eferen. Saraf eferen hipotalamus terdiri
atas saraf somatik dan saraf otonom. Karena itu hipotalamus dapat mengatur kegiatan otot, kelenjar
keringat, peredaran darah dan ventilasi paru. Keterangan tentang suhu bagian dalam tubuh diterima
oleh reseptor di hipotalamus dari suhu darah yang memasuki otak. Keterangan tentang suhu dari

17
bagian luar tubuh diterima reseptor panas di kulit yang diteruskan melalui sistem aferen ke
hipotalamus. Keadaan suhu tubuh ini diolah oleh thermostat hipotalamus yang akan mengatur set
point hipotalamus untuk membentuk panas atau untuk mengeluarkan panas.

Hipotalamus anterior merupakan pusat pengatur suhu yang bekerja bila terdapat kenaikan suhu tubuh.
Hipotalamus anterior akan mengeluarkan impuls eferen sehingga akan terjadi vasodilatasi di kulit dan
keringat akan dikeluarkan, selanjutnya panas lebih banyak dapat dikeluarkan dari tubuh. Hipotalamus
posterior merupakan pusat pengatur suhu tubuh yang bekerja pada keadaan dimana terdapat
penurunan suhu tubuh. Hipotalamus posterior akan mengeluarkan impuls eferen sehingga
pembentukan panas ditingkatkan dengan meningkatnya metabolisme dan aktifitas otot rangka dengan
menggigil (shivering), serta pengeluaran panas akan dikurangi dengan cara vasokonstriksi di kulit dan
pengurangan keringat.

KLASIFIKASI DEMAM

Berdasarkan keadaan hipotalamus, demam dapat dibagi sebagai berikut:

I. Set point hipotalamus meningkat

Pembentukan panas meningkat, pengeluaran panas berkurang.

1. Endogenous pyrogen (E.P):

a. Leukosit polimorfonuklear (PMN)

Pada demam oleh karena infeksi, kuman sebagai penyebab melepaskan suatu polisakarida yang tahan
panas, disebut sebagai pirogen eksogen yang beredar dalam darah. Infeksi menimbulkan demam
karena endotoksin bakteri merangsang sel PMN untuk membuat EP. Pada penyakit infeksi terdapat
peningkatan sel PMN. Pada percobaan binatang telah dibuktikan bahwa pirogen eksogen tidak
langsung mempengaruhi pusat pengatur suhu, tetapi lewat banyak sel dalam tubuh seperti sel leukosit,
sel Kupfer hati, sel makrofag dalam paru, limpa dan kelenjar limfe bereaksi terhadap pirogen eksogen
dan membentuk protein yang tak tahan panas, disebut pirogen endogen (endogenous pyrogen).
Pirogen endogen masuk ke susunan saraf pusat melalui darah dan menyebabkan pelepasan
prostaglandin E di dalam jaringan otak dengan akibat rangsangan terhadap hipotalamus yang peka
terhadap zat tersebut sehingga menimbulkan panas.

Hipotalamus mengandung kadar yang tinggi dari norepinephrin (NE). 5-hydroxytryptamin (5HT),
acetylcholine, dopamine dan histamin, yang semuanya disebut neurotransmitter dari hipotalamus,
yang turut meregulasi suhu tubuh. Pada percobaan binatang dibuktikan bahwa apabila NE disuntikkan
ke dalam hipotalamus menyebabkan penurunan suhu tubuh, 5HT menyebabkan kenaikan suhu dan
acetylcholine juga menyebabkan kenaikan suhu.

Mekanisme yang dapat mengaktifkan EP belum diketahui. Juga belum diketahui bagaimana EP
mempengaruhi pusat pengatur suhu dalam menimbulkan demam, mungkin dengan mengubah
lingkungan kimia neuron set point hipotalamus.

b. Non-PMN

Pirogen endogen dapat terbentuk tanpa mengaktivasi sel leukosit dan hal ini kemungkinan terjadi
dengan mengubah lingkungan kimia neuron set-point hipotalamus. Metabolisme pirogen endogen
disini belum diketahui dan zat ini dikeluarkan melalui sel retikuloendotelial. Keadaan ini terjadi pada

18
penyakit alergik, penyakit kolagen, tumor, infark, infeksi virus, penyakit darah, demam steroid,
penyakit metabolik dan lain-lain.

2. Non-endogenous pyrogen (non-EP): obat-obatan atau bahan lain

Demam pada keadaan set point hipotalamus meningkat dapat terjadi bukan karena pelepasan pirogen
endogen tetapi karena obat-obatan (phenotiazine, amphetamine, metamphetamine, preparat tiroid),
penyakit tertentu di susunan saraf pusat, keracunan epinefrin, norepinefrin, DDT dan lain-lain.

II. Set point hipotalamus normal

Kenaikan suhu tubuh dapat terjadi pada keadaan set point hipotalamus yang normal, yakni bila
pembentukan panas melebihi pengeluaran panas yang normal atau pada pembentukan panas normal
tetapi mekanisme pengeluaran panas tidak baik. Mekanisme terjadinya kenaikan suhu seperti berikut:

1. Pembentukan panas meningkat, pengeluaran panas normal

Keadaan ini ditemukan pada malignant hyperthermia, hypertiroidisme, hipernatremi, keracunan


aspirin, feokromositoma. Keadaan ini juga dijumpai bila suhu udara di luar tubuh sangat tinggi atau
bila memakai baju terlampau tebal.

2. Pembentukan panas normal, pengeluaran panas berkurang

Keadaan in terjadi pada keadaan keracunan obat antikolinergik seperti atropin, ektodermal displasi,
luka bakar.

III. Kerusakan pusat pengatur suhu (central fever)

Pada keadaan ini demam terjadi disebabkan oleh karena penyakit tertentu yang menyerang dan
mengakibatkan rusaknya pusatnya pengatur suhu tubuh, misalnya penyakit yang langsung menyerang
set point hipotalamus, seperti ensefalitis, trauma kapitis, perdarahan hebat intrakranial, meningtis
bakterial, radiasi, tetraparesis atau paraparesis, dimana susunan saraf otonom tidak berfungsi.

Gambaran Klinis

Pada demam yang disebabkan oleh peningkatan set point hipothalamus, baik yang berhubungan
dengan endogenous pyrogen maupun non-EP, terdapat peninggian pembentukan panas dan
pengurangan pengeluaran panas. Penderita merasa dingin, terdapat piloerection, menggigil
(shivering), ekstremitas dingin, keringat tidak ada atau sedikit sekali dan posisi tubuh penderita dalam
posisi untuk mengurangi luas permukaan tubuh.

Bila suhu badan meningkat terus dan pada pengukuran suhu rektal mencapai 41,1oC atau lebih
terjadilah apa yang dinamakan hiperpireksia dan manifestasi klinis akan bertambah dan bergantung
pada keadaan. Gejala klinis yang penting dan harus dikenal secepatnya supaya dapat ditanggulangi
segera, yaitu:

- gejala serebral seperti disorientasi, delirium, halusinasi, ataksia, fotofobi, kejang, koma dan
deserebrasi

- kulit : merah, panas dan kering

- tekanan darah : mula-mula naik, normal dan kemudian turun

19
- jantung : takikardia dan aritmia

- pernafasan : tak teratur atau tipe Cheyne Stokes

- oliguria, dehidrasi, asidosis metabolik dan renjatan (shock)

- ekimosis, petekiae, perdarahan dan DIC (disseminated intravascular coagulation).

Penatalaksaan Hiperpireksia

Dalam menanggulangi hiperpireksia ada 3 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu (1) menurunkan suhu
tubuh secara simptomatis, (2) pengobatan penunjang dan (3) mencari dan mengobati penyebab.

1. Menurunkan suhu tubuh secara simptomatis

Dalam menurunkan suhu tubuh secara simptomatik ada 2 hal tindakan yang perlu dipisahkan, yaitu: a)
mengeluarkan panas tubuh secara fisik dan b) menggunakan obat-obat.

a) mengeluarkan panas tubuh secara fisik, ialah:

- Menempatkan penderita dalam ruangan yang dingin dengan aliran udara yang baik, misalnya dengan
kipas angin agar sirkulasi udara bertambah

- Membuka baju penderita

- Surface cooling yaitu kompres secara intensif pada seluruh bagian tubuh dengan es, air es atau
dengan selimut hipotermik

- Menggunakan alkohol untuk mendinginkan tubuh harus hati-hati karena gas yang turut terisap dapat
menyebabkan hipoglikemia dan koma.

- Memakai air es untuk membilas lambung atau enema atau infus sukar dilakukan dan terdapat gejala
sampingan yang tidak baik untuk penderita.

Pengeluaran panas secara fisik dapat dilakukan dengan cara external cooling dan internal cooling :

a. External Colling (Surface Cooling)

Dilakukan dengan mengompres seluruh tubuh dengan air, air es atau dengan memakai hypothermic
matress, yaitu suatu alat berupa selimut yang suhunya dapat diatur dengan mesin. Bila memakai es,
jangan meletakkan es pada satu tempat lebih lama dari satu menit.

Pemakaian alkohol untuk mendinginkan kulit, harus dilakukan dengan hati-hati, karena dapat
menimbulkan koma, hipoglikemi dan hipothermi karena inhalasi alkohol yang menguap, lebih-lebih
bila ruangan perawatan sempit dengan ventilasi tidak baik.

b. Internal cooling

Dilakukan dengan membilas lambung dan rektum dengan larutan garam fisiologik yang dingin. Dapat
juga dengan memakai cairan infus yang sedingin es. Internal cooling sukar melakukannya dan masih
merupakan cara yang kontroversal. 1

b) menggunakan obat-obatan

20
Obat-obatan yang dipakai adalah antipretik yang tujuannya untuk menurunkan set point hipotalamus.
Obat ini bekerja melalui inhibisi biosintesis prostaglandin E, sehingga mencegah atau menghambat
pengaruh pirogen endogen. Bila set point diturunkan, pembentukan panas dikurangi dan pengeluaran
panas tubuh akan meningkat, sehingga suhu tubuh akan menurun dan bahkan pada panas yang tak
terlalu tinggi kompres es/ selimut hipotermik tidak diperlukan. Untuk mencegah menggigil karena
vasodilatasi di kulit dan pengeluaran keringat, penderita dapat diselimuti. Obat antipiretik yang
dipakai misalnya aspirin. Dosis aspirin adalah 60 mg/ tahun/ kali, sehari diberikan 3 kali atau untuk
bayi di bawah 6 bulan diberikan 10 mg/ bulan/ kali, sehari diberikan 3 kali. Kadar maksimal dalam
darah tercapai dalam 2 jam pemberian oral, tetapi half life meningkat dengan menaikkan dosis
sehingga ada bahaya akumulasi sebagai akibat pemberian yang sering unutk memberantas demam.
Gejala sampingan aspirin yang perlu diketahui adalah perdarahan saluran pencernaan, memberatkan
asma dan mengganggu fungsi sel-sel trombosit.

Penanganan Heat Stroke:

1. Dinginkan pasien secepatnya dengan air es atau dingin, kipas angin atau agen pendingin lainnya

2. Berikan oksigen 100%. Jika pasien unresponsive, awasi jalan nafasnya

3. Berikan infuse cairan isotonic cristaloid untuk hipotensi, dextrose 5% untuk tekanan darah yang
normal dan untuk maintenance. Monitor CVP (Central Venous Pressure)

4. Tempatkan monitor, dan cek temperature per rectal berkelanjutan dan pasang kateter Folley serta
NGT

5. Pemeriksaan laboratorium meliputi: pemeriksaan darah rutin, elektrolit meliputi: glukosa, kreatinin,
protrombin time dan partial tromboplastin time (PT dan PTT), keratin kinase, fungsi hati, AGD,
urinalisis dan serum kalsium, magnesium dan fosfat.

6. Rawat di ICU khusus untuk anak.

2. Pengobatan Penunjang

Pengobatan penunjang harus segra dan bersamaan dengan menurunkan suhu tubuh secara
simptomatis. Hal ini bergantung pada gejala yang timbul, tetapi meskipun demikian kita harus
waspada sebab sewaktu-waktu gejala yang memberatkan penderita akan timbul. Penatalaksanaan
terdiri atas:

- Mengusahakan jalan napas yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau
trakeotomi

- Pasanglah dan pertahankan infus untuk menjamin pemasukan cairan secara teratur dan
mempertahankan keseimbangan elektrolit.

- Bila penderita gelisah dapat diberikan sedativa karena kegelisahan dapat menambah pembentukan
panas

- Bila terjadi keadaan menggigil dapat diberikan klorpromazin dengan dosis 2 4 mg/ kg BB dibagi
dalam 3 dosis. Pada heat stroke kecuali pengobatan penurunan suhu secara fisik, dapat diberikan

21
klorpromazin untuk mencegah vasokonstriksi pembuluh darah kulit akibat bendungan yang terlalu
cepat karena tindakan secara fisik tersebut.

- Bila terdapat kejang segera hentikan kejangnya

- Bila timbul DIC (disseminated intravascular coagulation) tanggulangi secepatnya. Sebenarnya DIC
tidak memerlukan pengobatan bila penyebabnya diobati dengan tepat, tetapi pada anak bila terjadi
perdarahan hebat dapat diberikan heparin dengan dosis 25 unit per kg BB dalam 1 jam di dalam infuse
secara kontinu atau 100 unit per kg BB tiap 4 6 jam sekali secara intravena.

- Bila terjadi hipoksia yang dapat mengakibatkan edema otak dapat diberikan kortison dengan dosis
20 -30 mg/ kg BB dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya dexamethasone - 1 ampul setiap 6 jam
sampai keadaan membaik.

4. Mencari dan mengobati penyebab

Untuk hal ini diperlukan pemeriksaan lengkap baik secara umum maupun neurologik. Factor infeksi
sangat penting dan perlu dikerjakan pemeriksaan darah lengkap termasuk biakan dan pungsi lumbal.

Dengan penatalaksanaan yang baik mengeani hiperpireksia dan ditemukan penyebabnya umumya
penderita dapat sembuh. Misalnya pada hipertermia malignan akibat anestesia bila tidak waspada dan
tidak diketahui akan berakibat fatal.

22

Вам также может понравиться