Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Vaginosis bakterial merupakan salah satu keadaan yang berkaitan dengan adanya
keputihan yang tidak normal pada wanita usia reproduksi. VB merupakan sindrom
polimikroba , yang mana laktobasilus vagina normal, khususnya yang menghasilkan
hidrogen peroksidase digantikan oleh berbagai bakteri anaerob dan mikoplasma.
Bakteri yang sering ada pada VB adalah G. vaginalis, Mobiluncus sp,Bacteroides sp
dan M. hominis.
1.2. Etiologi
Ekosistem vagina normal sangat komplek, laktobasilus merupakan spesies bakteri yang
dominan (flora normal) pada vagina wanita usia subur, tetapi ada juga bakteri lain yaitu
bakteri aerob dan anaerob. Pada saat VB muncul, terdapat pertumbuhan berlebihan dari
beberapa spesies bakteri, dimana dalam keadaan normal ditemukan dalam konsentrasi
rendah.Oleh karena itu VB dikategorikan sebagai salah satu infeksi endogen saluran
reproduksi wanita. Diketahui ada 4 kategori dari bakteri vagina yang berkaitan dengan
VB, yaitu : G.vaginalis, bakteri anaerob, M.hominis dan mikroorganisme lainnya.
2. Douching
Faktor epidemiologi lain juga peting dalam terjadinya VB. Studi kohort terbaru dari
182 wanita menunjukkan terjadinya VB tidak hanya berhubungan dengan pasangan
seksual baru, tetapi juga berhubungan dengan penggunaan douchingvagina.
Pemakaian douchingvagina yang merupakan produk untuk menjaga hiegene wanita
bisa menyebabkan VB. Kebiasaan douching dikatakan dapat merubah ekologi vagina,
penelitian yang dilakukan oleh Onderdonk dan kawan kawan menyatakan douches
yang mengandung povidon iodine lebih mepunyai efek penghambatan terhadap
laktob asilus vagina dibandingkan yang mengandung air garam atau asam asetat
3. Merokok
Merokok dikatakan berkaitan dengan VB dan penyakit IMS lainnya, dari penelitian
yang dilakukan di Inggris dan Swedia, dikatakan merokok dapat menekan sistem
imun, sehingga memudahkan terjadinya infeksi serta dapat menekan pertumbuhan
laktobasilus yang menghasilkan hidrogen peroksidase. Mekanisme lain yang
menghubungkan antara merokok dan
VB adalah, dikatakan rokok mengandung berbagai zat kimia, nikotin, kotinin, dan
benzopirenediolepoxide, yang mana zat zat kimia ini ada pada cairan mukosa servik
perokok dan secara langsung dapat merubah mikroflora vagina atau merusak sel
langerhan pada epitel servik yang menyebabkan terjadinya imunosupresi lokal.
Penelitian yang dilakukan oleh Smart dan kawan kawan (2003) menyatakan resiko
terjadinya VB sebanding dengan jumlah rokok yang dihisap tiap hari, yang mana jika
jumlah rokok yang dihisap makin banyak (> 20 batang/perhari) maka resiko terkena
VB juga makin besar
4. Pengunaan AKDR
Amsel dkk, dan Holst dkk menemukan VB lebih sering ditemukan pada wanita yang
menggunakan AKDR dibandingkan yang tidak menggunakannya (18,8 % vs 5,4%
dengan p <0,0001 dan 35 % vs 16 % dengan p <0,03). Pada studi retrospektif yang
dilakukan oleh Avonts dan kawan kawan melaporkan BV meningkat diantara
pengguna AKDR dibandingkan kontrasepsi oral hal ini mungkin disebabkan oleh
bagian ekor dari AKDR yang ada pada endoservik atau vagina menyebabkan
lingkungan untuk berkembangnya bakteri anaerob dan G.vaginalis , yang mungkin
memegang peranan dalam terjadinya VB pada wanita yang menggunakan AKDR.
1.4. Patofisiologi
Sekelompok kuman harus bekerja secara sinergistik untuk menimbulkan kejadian
vaginosis. Flora campuran kuman anaerob dapat tumbuh secara berlebihan sebagai
akibatadanya peningkatan substrat, peningkatan pH, dan hilangnya dominasi flora
normal laktobasili yang menghambat pertumbuhan kuman lain. Pada wanita 10 normal
dijumpai kolonisasi strain Laktobasili yang mampu memproduksi H2O2, sedangkan
pada penderita vaginosis terjadi penurunan jumlah populasi laktobasili secara
menyeluruh, sementara populasi yang tersisa tidak mampu menghasilkan H2O2.
Diketahui bahwa H2O2 dapat menghambat pertumbuhan kuman-kuman yang terlibat
dalam vaginosis, yaitu oleh terbentuknya H2O-halida karena pengaruh peroksidase
alamiah yang berasal dari serviks. Dengan meningkatnya pertumbuhan kuman,
produksi senyawa amin oleh kuman anaerob juga bertambah, yaitu berkat adanya
dekarboksilase mikrobial. Senyawa amin yang terdapat pada cairan vagina yaitu
putresin, kadaverin, metilamin, isobutilamin, fenetilamin, histamin, dan tiramin.
6,7Bakteri anaerob dan enzim yang bukan diproduksi oleh Gardnerella dalam suasana
pH vagina yang meningkat akan mudah menguap dan menimbulkan bau amis, bau
serupa juga dapat tercium jika pada sekret vagina yang diteteskan KOH 10%. Senyawa
amin aromatik yang berkaitan yang berkaitan dengan timbulnya bau amis tersebut
adalah trimetilamin, suatu senyawa amin abnormal yang dominan pada BV. Bakteri
anaerob akan memproduksi aminopeptida yang akan memecah protein menjadi asam
amino dan selanjutnya menjadi proses dekarboksilasi yang akan mengubah asam amino
dan senyawa lain menjadi amin, yaitu dekarboksilasi ornitin (metabolit arginin) akan
menghasilkan putresin, dekarboksilasi lisin akan menghasilkan kadaverin dan
dekarboksilasi betain (metabolit kolin) akan menghasilkan trimetilamin. Poliamin asal
bakteri ini bersamaan dengan asam organik yang terdapat dalam vagina penderita
infeksi BV, yaitu asam asetat dan 11suksinat, bersifat sitotoksik dan menyebabkan
eksfoliasi epitel vagina. Hasil eksfoliasi yang terkumpul membentuk sekret vagina.
Dalam pH yang alkalis Gardnerella vaginalis melekat erat pada sel epitel vagina yang
lepas dan membentuk clue cells. Secara mikroskopik clue cellsnampak sebagai sel
epitel yang sarat dengan kuman, terlihat granular dengan pinggiran sel yang hampir
tidak tampak
1.5. Manifestasi
Gejala klasik dari VB adalah bau yang biasanya dideskripsikan sebagai fishy odor yang
disebabkan oleh produksi amin (trimetalamin, putresin dan kadaverin ) oleh bakteri
anaerob. Volatilasi amin ini meningkat dengan peningkatan pH , sehingga pasien sering
merasa keluhan ini makin memburuk jika terjadi peningkatan alkanin, misalnya setelah
berhubungan seksual ( karena adanya cairan sperma) atau selama menstruasi. Hampir
semua wanita dengan VB memiliki ph vagina >4,5 jika diukur menggunakan kertas
indikator pH. Meskipun pemeriksaan pH ini membantu dalam pemeriksaan klinis tetapi
tidak spesifik untuk VB. Peningkatan sekret vagina sering tetapi bukan merupakan
gejala yang spesifik pada VB. Keluhan ini ditemukan sekitar 73 92% pada pasien VB.
1.6. Penatalaksanaa
farmakologi
Berdasarkan Centre for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2010 regimen
pengobatan yang direkomendasikan untuk VB pada wanita tidak hamil ialah
metronidazol 500 mg yang diberikan dua kali sehari selama 7 hari, atau metronidazol
0,75% intravagina yang diberikan satu kali sehari selama 5 hari, atau klindamisin krim
2% intravagina yang diberikan pada malam hari selama 7 hari. Atau regimen alternatif ,
yaitu tinidazol 2 gram, yang diberikan satu kali sehari selama dua hari, atau tinidazol 1
gram yang diberikan satu kali sehari selama 5 hari atau klindamisin 300 mg, yang
diberikan dua kali sehari selama lima hari atau klindamisin ovula 100 mg satu kali
sehari pada malam hari selama tiga hari
Sedangkan pada wanita hamil berdasarkan CDC tahun 2010 pengobatan yang
direkomendasikan ialah ; metronidazol 500 mg yang diberikan dua kali sehari selama 7
hari, atau metronidazol 250 mg yang diberikan tiga kali sehari selama 7 hari atau
klindamisin 300 mg yang diberikan dua kali sehari selama 7 hari.
1.7. Komplikasi
Infeksi BV yang tidak mendapat penanganan yang baik dapat menyebabkan
komplikasi, antara lain, endometritis, penyakit radang panggul, sepsis paskaaborsi,
infeksi paskabedah, infeksi paskahisterektomi, peningkatan risiko penularan HIV dan
IMS lain. Infeksi BV merupakan faktor risiko potensial untuk penularan HIV karena
pH vagina meningkat dan faktor biokimia lain yang diduga merusak mekanisme
pertahanan host. Penelitian dari seluruh dunia mengenai BV langsung tertuju kepada
sejumlah komplikasi obstetrik yaitu keguguran, lahir mati, perdarahan, kelahiran
prematur, persalinan prematur, ketuban pecah dini, infeksi cairan ketuban, endometritis
paskapersalinan dan kejadian infeksi daerah operasi (IDO)
Sumber:
Sexually Transmited Diseases (STDs): Bacterial Vaginosis (BV) Statistic. In: Koumans EH SM,
Bruce C, McQuillan G, Kendrick J, Sutton M, Markowitz LE, ed. 1600 Clifton Rd. Atlanta,
GA 30333, USA: Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2004; v. 2014