Вы находитесь на странице: 1из 31

LAPORAN PENDAHULUAN

LUKA BAKAR

A. Landasan Teoritis Penyakit


1. Defenisi
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan
api ketubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas
(kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta
sengatan matahari (sunburn) (Moenajat, 2001). Luka bakar adalah suatu
bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan
radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan
mortalitas tinggi. Biaya yang dibutuhkan untuk penanganannya pun tinggi
(Wim de Jong, 2005).
Luka bakar merupakan respon kulit dan jaringan subkutan terhadap
trauma suhu. Luka bakar dengan ketebalan parsial merupakan luka bakar
yang tidak merusak epitel kulit maupun hanya merusak sebagian dari
epitel. Luka bakar dengan ketebalan penuh merusak semua sumber-sumber
pertumbuhan kembali epitel kulit dan bisa membutuhkan eksisi dan
cangkok kulit jika luas (Grace, 2006). Luka bakar adalah luka yang terjadi
akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan
panas (api secara langsung maupun tidak langsung, pajanan suhu tinggi
dari matahari, listrik, maupun bahan kimia, air, dll) atau zat-zat yang
bersifat membakar (asam kuat, basa kuat) (Wim de Jong, 2005).

2. Anatomi Fisiologi
Kulit merupakan barier protektif yang memiliki fungsi vital seperti
perlindungan terhadap kondisi luar lingkungan baik dari pengaruh fisik
maupun pengaruh kimia, serta mencegah kelebihan kehilangan air dari
tubuh dan berperan sebagai termoregulasi. Kulit bersifat lentur dan elastis
yang menutupi seluruh permukaan tubuh dan merupakan 15% dari total
berat badan orang dewasa (Paul et al., 2011). Fungsi proteksi kulit adalah
melindungi tubuh dari kehilangan cairan elektrolit, trauma mekanik dan
radiasi ultraviolet, sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen,
merespon rangsangan sentuhan, rasa sakit dan panas karena terdapat
banyak ujung saraf, tempat penyimpanan nutrisi dan air yang dapat
digunakan apabila terjadi penurunan volume darah dan tempat terjadinya
metabolisme vitamin D (Richardson, 2003; Perdanakusuma, 2007). Kulit
terdiri dari dua lapisan yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang
merupakan lapisan epitel dan lapisan dalam yaitu dermis yang merupakan
suatu lapisan jaringan ikat.
1) Epidermis
Epidermis merupakan lapisan terluar kulit yang terdiri dari epitel
berlapis bertanduk, mengandung sel malonosit, Langerhans dan merkel.
Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling
tebal terdapat pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya
sekitar 5% dari seluruh ketebalan kulit. Epidermis terdiri atas lima
lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) yaitu
stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum
spinosum dan stratum basale (stratum Germinatum) (Perdanakusuma,
2007).
2) Dermis
Dermis tersusun oleh sel-sel dalam berbagai bentuk dan keadaan,
dermis terutama terdiri dari serabut kolagen dan elastin. Serabut-serabut
kolagen menebal dan sintesa kolagen akan berkurang seiring dengan
bertambahnya usia. Sedangkan serabut elastin terus meningkat dan
menebal, kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali
dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen akan saling
bersilang dalam jumlah yang besar dan serabut elastin akan berkurang
mengakibatkan kulit terjadi kehilangan kelenturanannya dan tampak
berkeriput (Perdanakusuma, 2007). Di dalam dermis terdapat folikel
rambut, papilla rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar
sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf
dan sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah
kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).
3) Lapisan Subkutan
Lapisan subkutan merupakan lapisan dibawah dermis yang terdiri dari
lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan
kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan
ukurannya berbeda-beda menurut daerah tubuh dan keadaan nutrisi
individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi
(Perdanakusuma, 2007).

Kulit memiliki fungsi sebagai berikut :


a) Perlindungan terhadap cidera dan kehilangan cairan
b) Sensasi melalui saraf kulit dan ujung akhirnya yang bersifat sensoris,
misalnya untuk rasa sakit serta pengaturan suhu (Moore dan Agur,
2003)
c) Sebagai barrier dari invasi mikroorganisme patogen ataupun toksin
(Marrieb, 2001)

3. Etiologi
Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas ataupun zat
kimia yang dapat menimbulkan panas tersebut. Ketika kulit terkena panas,
maka kedalaman luka akan dipengaruhi oleh derajat panas, durasi kontak
panas pada kulit dan ketebalan kulit (Brunicardi dkk., 2005). Berikut ini
adalah tipe-tipe luka bakar.
a) Luka Bakar Termal (Thermal Burns) Luka bakar termal biasanya
disebabkan oleh air panas (scald) , jilatan api ke tubuh (flash), kobaran
apai di tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-
objek panas lainnya (misalnya plastik logam panas, dll.) (Brunicardi
dkk., 2005).
b) Luka Bakar Kimia (Chemical Burns) Luka bakar kimia biasanya
disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa digunakan dalam
bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih yang sering
dipergunakan untuk keperluan rumah tangga (Brunicardi dkk., 2005).
c) Luka Bakar Listrik (Electrical Burns) Listrik menyebabkan kerusakan
yang dibedakan karena arus, api dan ledakan. Aliran listrik menjalar
disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah.
Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima,
sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali
kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber
arus maupun ground (Moenadjat, 2001).
d) Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure) Luka bakar radiasi
disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini
sering disebabkan oleh penggunaan radioaktif untuk keperluan
terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar
matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi
(Moenadjat, 2001).

Penyebab tersering menurut Grace (2006) adalah:


a) Trauma suhu yang berasal dari sumber panas yang kering atau sumber
panas yang lembab
b) Listrik.
c) Kimia.
d) Radiasi

4. Manifestasi Klinis
Menurut Grace (2006), gambaran klinis dapat dilihat dari keadaaan
umum dan khusus berupa:
a) Umum:
1) Nyeri.
2) Pembengkakan dan lepuhan
b) Khusus:
1) Bukti adanya inhalasi asap seperti jelaga pada hidung atau sputum,
luka bakar dalam mulut, dan suara serak.
2) Luka bakar pada mata atau alis mata.
3) Luka bakar sirkumferensial.

5. Klasifikasi Luka Bakar


Semakin dalam luka bakar, semakin sedikit apendises kulit yang
berkontribusi pada proses penyembuhan dan semakin memperpanjang
masa penyembuhan luka. Semakin panjang masa penyembuhan luka,
semakin sedikit dermis yang tersisa, semakin besar respon inflamasi yang
terjadi dan akan semakin memperparah terjadinya scar. Luka bakar yang
sembuh dalam waktu 3 minggu biasanya tanpa menimbulkan hypertrophic
scarring, walaupun biasanya terjadi perubahan pigmen dalam waktu yang
lama. Sebaliknya luka bakar yang sembuh lebih dari tiga minggu sering
mengakibatkan hypertrophic scars (Brunicardi dkk., 2005). Berikut ini
adalah klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalaman.
a) Luka Bakar Derajat I
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit
kering hiperemik, berupa eritema, tidak dijumpai bula nyeri karena
ujung- ujung syaraf sensorik teriritasi, penyembuhannya terjadi secara
spontan dalam waktu 5-10 hari (Brunicardi dkk., 2005).

b) Luka Bakar Derajat II


Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagian
lapisan dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.
Dijumpai bula, pembentukkan scar, dan nyeri karena ujung-ujung saraf
sensorik teriritasi. Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering
terletak lebih tinggi diatas kulit normal. Luka bakar derajat II dibedakan
atas dua bagian, yaitu: (Moenadjat, 2001).
1) Derajat II Dangkal (Superficial)
Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh
Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan
luka bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat satu
dan mungkin terdiagnosa sebagai derajat dua superfisial setelah
12 sampai 24 jam.
Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda dan
basah
Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara
spontan kurang dari 3 minggu (Brunicardi dkk., 2005).

2) Derajat II Dalam (Deep)


Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh
Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang
tersisa.
Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tampak
berwarna merah muda dan putih segera setelah terjadi cedera
karena variasi suplai darah ke dermis (daerah yang berwarna
putih mengindikasikan aliran darah yang sedikit atau tidak ada
sama sekali, daerah yang berwarna merah muda mengindikasikan
masih ada beberapa aliran darah) (Moenadjat, 2001)
Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 sampai 9
minggu (Brunicardi dkk., 2005)
c) Luka Bakar Derajat III (Full Thickness Burn)
Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih
dalam. Tidak dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar
berwarna putih dan pucat. Karena kering, letaknya lebih rendah
dibandingkan kulit sekitar. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan
dermis yang dikenal sebagai scar. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang
sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf sensorik mengalami kerusakan
atau kematian. Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses
epitelisasi spontan dari dasar luka (Moenadjat, 2001).

d) Luka Bakar Derajat IV


Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
tulang dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi seluruh
dermis, organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat dan
kelenjar sebasea mengalami kerusakan, tidak dijumpai bula, kulit yang
terbakar berwarna abu-abu dan pucat, terletak lebih rendah dibanding
kulit sekitar, terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang
dikenal eskar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensori karena
ujung-ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan dan kematian.
Penyembuhannya terjadi lebih lama karena ada proses epitelisasi
spontan dari dasar luka (Moenandjat, 2001).

Brunner & Suddart (2002) mengistemasi luas permukaan tubuh yang


terbakar disederhanakan dengan menggunakan rumus sembilan (Rule Of
Nine) yang merupakan cara cepat dalam menghitung luas daerah yang
terbakar. Sistem tersebut menggunakan persentase dalam kelipatan
sembilan terhadap permukaan tubuh yang luas.
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai masing-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
6) Total : 100%
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif
permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki
lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil
berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.
6. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
Pemeriksaaan penunjang menurut Grace (2006) yang dilakukan
adalah :
a) Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
b) Ureum dan elektrolit
c) Jika curiga trauma inhalasi: rontgen toraks, gas darah arteri, perkiraan
CO.
d) Golongan darah dan cross match.
e) EKG/enzim jantung dengan luka bakar listrik.
f) Pada anak-anak lakukan cek gula darah secara berkala untuk
menghindari hipoglikemi.

7. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Menurut Syamsuhidayat dan Jong dalam septiningsih, (2008)
penanganan dalam penyembuhan luka bakar antara lain mencegah infeksi
dan memberi kesempatan sisa sisa sel epitel untuk berpoliferasi dan
menutup permukaan kulit. Skin graft adalah salah satu prosedur
pembedahan yang rutin dilakukan dalam suatu rangkaian pengelolaan
pasien luka bakar. Tindakan ini memberi arti yang sangat penting bila
dilakukan sedini mungkin pasca trauma, sehingga prosedur ini sering
disebut sebagai prosedure pembedahan dini pada luka bakar.

PERTOLONGAN PERTAMA PADA PASIEN DENGAN LUKA


BAKAR
a) Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk
menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala
b) Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek
Torniket, karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi
oedem
c) Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air
atau menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya
lima belas menit. Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan
suhu tinggi berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga
destruksi tetap meluas. Proses ini dapat dihentikan dengan
mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin
ini pada jam pertama sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil.
d) Akan tetapi cara ini tidak dapat dipakai untuk luka bakar yang lebih
luas karena bahaya terjadinya hipotermi. Es tidak seharusnya diberikan
langsung pada luka bakar apapun (St. John Ambulance, 2008).
e) Evaluasi awal
f) Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka
akibat trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing
Circulation) yang diikuti dengan pendekatan khusus pada komponen
spesifik luka bakar pada survey sekunder

Saat menilai airway perhatikan apakah terdapat luka bakar


inhalasi. Biasanya ditemukan sputum karbonat, rambut atau bulu hidung
yang gosong. Luka bakar pada wajah, oedem oropharyngeal, perubahan
suara, perubahan status mental. Bila benar terdapat luka bakar inhalasi
lakukan intubasi endotracheal, kemudian beri Oksigen melalui mask face
atau endotracheal tube. Luka bakar biasanya berhubungan dengan luka
lain, biasanya dari luka tumpul akibat kecelakaan sepeda motor. Evaluasi
pada luka bakar harus dikoordinasi dengan evaluasi pada luka-luka yang
lain. Meskipun perdarahan dan trauma intrakavitas merupakan prioritas
utama dibandingkan luka bakar, perlu dipikirkan untuk meningkatkan
jumlah cairan pengganti. Anamnesis secara singkat dan cepat harus
dilakukan pertama kali untuk menentukan mekanisme dan waktu
terjadinya trauma. Untuk membantu mengevaluasi derajat luka bakar
karena trauma akibat air mendidih biasanya hanya mengenai sebagian
lapisan kulit (partial thickness), sementara luka bakar karena api biasa
mengenai seluruh lapisan kulit (full thickness) (Gerard M Doherty(2002),
Jerome FX Naradzay (2009)).

RESUSITASI CAIRAN
Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka bakar,
Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena
yang adekuat harus ada, terutama pada bagian ekstremitas yang tidak
terkena luka bakar. Adanya luka bakar diberikan cairan resusitasi karena
adanya akumulasi cairan edema tidak hanya pada jaringan yang terbakar,
tetapi juga seluruh tubuh. Telah diselidiki bahwa penyebab permeabilitas
cairan ini adalah karena keluarnya sitokin dan beberapa mediator, yang
menyebabkan disfungsi dari sel, kebocoran kapiler.
Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan
mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema. Kehilangan
cairan terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka dan akumulasi
maksimum edema adalah pada 24 jam pertama setelah luka bakar. Prinsip
dari pemberian cairan pertama kali adalah pemberian garam ekstraseluler
dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel tubuh.
Pemberian cairan paling popular adalah dengan Ringer laktat untuk 48 jam
setelah terkena luka bakar. Output urin yang adekuat adalah 0.5 sampai
1.5mL/kgBB/jam.
Formula yang terkenal untuk resusitasi cairan adalah formula
Parkland:
1) 24 jam pertama.Cairan Ringer laktat : 4ml/kgBB/%luka bakar
Contohnya pria dengan berat 80 kg dengan luas luka bakar 25 % o
membutuhkan cairan : (25) X (80 kg) X (4 ml) = 8000 ml dalam 24 jam
pertama
a) jumlah cairan 4000 ml diberikan dalam 8 jam
b) jumlah cairan sisanya 4000 ml diberikan dalam 16 jam
berikutnya.
2) Cara lain adalah cara Evans :
a) Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah NaCl /
24 jam
b) Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg =jumah plasma /
24 jam (no a dan b pengganti cairan yang hilang akibat oedem.
Plasma untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh dan
meninggikan tekanan osmosis hingga mengurangi perembesan
keluar dan menarik kembali cairan yang telah keluar)
c) 2000 cc Dextrose 5% / 24 jam (untuk mengganti cairan yang hilang
akibat penguapan)
Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama,
sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan
setengah jumlah cairan pada hari pertama. Dan hari ketiga diberikan
setengah jumlah cairan hari kedua.
Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah
menggunakan: Rumus Baxter yaitu : % x BB x 4 cc. Separuh dari jumlah
cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam
berikutnya. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan RL
karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua diberikan setengah cairan hari
pertama.
Contoh : seorang dewasa dengan BB 50 kg dan luka bakar seluas 20
% permukaan kulit akan diberikan 50 x 20 % x 4 cc = 4000 cc yang
diberikan hari pertama dan 2000 cc pada hari kedua (St. John Ambulance,
2008).
Kebutuhan kalori pasien dewasa dengan menggunakan formula
Curreri, adalah 25 kcal/kgBB/hari ditambah dengan 40 kcal/% luka
bakar/hari. Petunjuk perubahan cairan Pemantauan urin output tiap jam
Tanda-tanda vital, tekanan vena sentral Kecukupan sirkulasi perifer Tidak
adanya asidosis laktat, hipotermi Hematokrit, kadar elektrolit serum, pH
dan kadar glukosa

PENGGANTIAN DARAH
Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya kehilangan sejumlah
sel darah merah sesuai dengan ukuran dan kedalaman luka bakar. Sebagai
tambahan terhadap suatu kehancuran yang segera pada sel darah merah
yang bersirkulasi melalui kapiler yang terluka, terdapat kehancuran
sebagian sel yang mengurangi waktu paruh dari sel darah merah yang
tersisa. Karena plasma predominan hilang pada 48 jam pertama setelah
terjadinya luka bakar, tetapi relative polisitemia terjadi pertama kali. Oleh
sebab itu, pemberian sel darah merah dalam 48 jam pertama tidak
dianjurkan, kecuali terdapat kehilangan darah yang banyak dari tempat
luka. Setelah proses eksisi luka bakar dimulai, pemberian darah biasanya
diperlukan (Benjamin C. Wedro, 2010).

PERAWATAN LUKA BAKAR


Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi
cairan dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik
dan ukuran dari luka. Tujuan dari semua perawatan luka bakar agar luka
segera sembuh rasa sakit yang minimal.Setelah luka dibersihkan dan di
debridement, luka ditutup. Penutupan luka ini memiliki beberapa fungsi:
pertama dengan penutupan luka akan melindungi luka dari kerusakan
epitel dan meminimalkan timbulnya koloni bakteri atau jamur. Kedua, luka
harus benar-benar tertutup untuk mencegah evaporasi pasien tidak
hipotermi. Ketiga, penutupan luka diusahakan semaksimal mungkin agar
pasien merasa nyaman dan meminimalkan timbulnya rasa sakit
Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar.
1) Luka bakar derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya
barier pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup
dengan pemberian salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan
melembabkan kulit. Bila perlu dapat diberi NSAID (Ibuprofen,
Acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit dan pembengkakan
2) Luka bakar derajat II (superfisial ), perlu perawatan luka setiap harinya,
pertama tama luka diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut
dengan perban katun dan dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan lain
luka dapat ditutup dengan penutup luka sementara yang terbuat dari
bahan alami (Xenograft (pig skin) atau Allograft (homograft, cadaver
skin) ) atau bahan sintetis (opsite, biobrane, transcyte, integra)
3) Luka derajat II ( dalam ) dan luka derajat III, perlu dilakukan eksisi
awal dan cangkok kulit (early exicision and grafting ) (Mayo clinic staff
(2007), James H. Holmes., David M. Heimbach (2005)).

NUTRISI
Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang
berbeda dari orang normal karena umumnya penderita luka bakar
mengalami keadaan hipermetabolik. Kondisi yang berpengaruh dan dapat
memperberat kondisi hipermetabolik yang ada adalah:
1) Umur, jenis kelamin, status gizi penderita, luas permukaan tubuh, massa
bebas lemak.
2) Riwayat penyakit sebelumnya seperti DM, penyakit hepar berat,
penyakit ginjal dan lain-lain.
3) Luas dan derajat luka bakar
4) Suhu dan kelembaban ruangan Luas dan derajat luka bakar
( mempengaruhi kehilangan panas melalui evaporasi)
5) Aktivitas fisik dan fisioterapi
6) Penggantian balutan
7) Rasa sakit dan kecemasan
8) Penggunaan obat-obat tertentu dan pembedahan.

Dalam menentukan kebutuhan kalori basal pasien yang paling ideal


adalah dengan mengukur kebutuhan kalori secara langsung menggunakan
indirek kalorimetri karena alat ini telah memperhitungkan beberapa faktor
seperti BB, jenis kelamin, luas luka bakar, luas permukan tubuh dan
adanya infeksi. Untuk menghitung kebutuhan kalori total harus
ditambahkan faktor stress sebesar 20-30%. Tapi alat ini jarang tersedia di
rumah sakit.
Yang sering di rekomendasikan adalah perhitungan kebutuhan kalori
basal dengan formula HARRIS BENEDICK yang melibatkan faktor BB,
TB dan Umur. Sedangkan untuk kebutuhan kalori total perlu dilakukan
modifikasi formula dengan menambahkan faktor aktifitas fisik dan faktor
stress.
a) Pria : 66,5 + (13,7 X BB) + (5 X TB) (6.8 X U) X AF X FS
b) Wanita : 65,6 + (9,6 X BB) + (1,8 X TB)- (4,7 X U) X AF X FS

Perhitungan kebutuhan kalori pada penderita luka bakar perlu


perhatian khusus karena kurangnya asupan kalori akan berakibat
penyembuhan luka yang lama dan juga meningkatkan resiko morbiditas
dan mortalitas. Disisi lain, kelebihan asupan kalori dapat menyebabkan
hiperglikemi, perlemakan hati. Penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar
dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu : oral, enteral dan
parenteral. Untuk menentukan waktu dimualinya pemberian nutrisi dini
pada penderita luka bakar, masih sangat bervariasi, dimulai sejak 4 jam
pascatrauma sampai dengan 48 jam pascatrauma.

EARLY EXICISION AND GRAFTING (E&G)


Dengan metode ini eschar di angkat secara operatif dan kemudian
luka ditutup dengan cangkok kulit (autograft atau allograft ), setelah terjadi
penyembuhan, graft akan terkelupas dengan sendirinya. E&G dilakukan 3-
7 hari setelah terjadi luka, pada umumnya tiap harinya dilakukan eksisi
20% dari luka bakar kemudian dilanjutkan pada hari berikutnya. Tapi ada
juga ahli bedah yang sekaligus melakukan eksisi pada seluruh luka bakar,
tapi cara ini memiliki resiko yang lebih besar yaitu : dapat terjadi
hipotermi, atau terjadi perdarahan masive akibat eksisi.
Metode ini mempunyai beberapa keuntungan dengan penutupan luka
dini, mencegah terjadinya infeksi pada luka bila dibiarkan terlalu lama,
mempersingkat durasi sakit dan lama perawatan di rumah sakit,
memperingan biaya perawatan di rumah sakit, mencegah komplikasi
seperti sepsis dan mengurangi angka mortalitas. Beberapa penelitian
membandingkan teknik E&G dengan teknik konvensional, hasilnya tidak
ada perbedaan dalam hal kosmetik atau fungsi organ, bahkan lebih baik
hasilnya bila dilakukan pada luka bakar yang terdapat pada muka, tangan
dan kaki.
Pada luka bakar yang luas (>80% TBSA), akan timbul kesulitan
mendapatkan donor kulit. Untuk itu telah dikembangkan metode baru yaitu
dengan kultur keratinocyte. Keratinocyte didapat dengan cara biopsi kulit
dari kulit pasien sendiri. Tapi kerugian dari metode ini adalah
membutuhkan waktu yang cukup lama (2-3 minggu) sampai kulit
(autograft) yang baru tumbuh dan sering timbul luka parut. Metode ini
juga sangat mahal (Mayo clinic staff, 2007).

ESCHAROTOMY
Luka bakar grade III yang melingkar pada ekstremitas dapat
menyebabkan iskemik distal yang progresif, terutama apabila terjadi
edema saat resusitasi cairan, dan saat adanya pengerutan keropeng. Iskemi
dapat menyebabkan gangguan vaskuler pada jari-jari tangan dan kaki.
Tanda dini iskemi adalah nyeri, kemudian kehilangan daya rasa sampai
baal pada ujung-ujung distal. Juga luka bakar menyeluruh pada bagian
thorax atau abdomen dapat menyebabkan gangguan respirasi, dan hal ini
dapat dihilangkan dengan escharotomy. Dilakukan insisi memanjang yang
membuka keropeng sampai penjepitan bebas (James H. Holmes., David
M. Heimbach, 2005)

ANTIMIKROBA
Dengan terjadinya luka mengakibatkan hilangnya barier pertahanan
kulit sehingga memudahkan timbulnya koloni bakteri atau jamur pada
luka. Bila jumlah kuman sudah mencapai 105 organisme jaringan, kuman
tersebut dapat menembus ke dalam jaringan yang lebih dalam kemudian
menginvasi ke pembuluh darah dan mengakibatkan infeksi sistemik yang
dapat menyebabkan kematian. Pemberian antimikroba ini dapat secara
topikal atau sistemik. Pemberian secara topikal dapat dalam bentuk salep
atau cairan untuk merendam. Contoh antibiotik yang sering dipakai : Salep
: Silver sulfadiazine, Mafenide acetate, Silver nitrate, Povidone-iodine,
Bacitracin (biasanya untuk luka bakar grade I), Neomycin, Polymiyxin B,
Nysatatin, mupirocin , Mebo.

KONTROL RASA SAKIT


Rasa sakit merupakan masalah yang signifikan untuk pasien yang
mengalami luka bakar untuk melalui masa pengobatan. Pada luka bakar
yang mengenai jaringan epidermis akan menghasilkan rasa sakit dan
perasaan tidak nyaman. Dengan tidak terdapatnya jaringan epidermis
(jaringan pelindung kulit), ujung saraf bebas akan lebih mudah tersensitasi
oleh rangsangan. Pada luka bakar derajat II yang dirasakan paling nyeri,
sedangkan luka bakar derajat III atau IV yang lebih dalam, sudah tidak
dirasakan nyeri atau hanya sedikit sekali. Saat timbul rasa nyeri terjadi
peningkatan katekolamin yang mengakibatkan peningkatan denyut nadi,
tekanan darah dan respirasi, penurunan saturasi oksigen, tangan menjadi
berkeringat, flush pada wajah dan dilatasi pupil. Pasien akan mengalami
nyeri terutama saat ganti balut, prosedur operasi, atau saat terapi
rehabilitasi. Dalam kontrol rasa sakit digunakan terapi farmakologi dan
non farmakologi. Terapi farmakologi yang digunakan biasanya dari
golongan opioid dan NSAID. Preparat anestesi seperti ketamin, N2O
(nitrous oxide) digunakan pada prosedur yang dirasakan sangat sakit
seperti saat ganti balut. Dapat juga digunakan obat psikotropik sepeti
anxiolitik, tranquilizer dan anti depresan. Penggunaan benzodiazepin
dbersama opioid dapat menyebabkan ketergantungan dan mengurangi efek
dari opioid (James H. Holmes., David M. Heimbach, 2005).

8. Komplikasi
Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut
yang dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat
mengganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan
cacat estetik yang buruk sekali sehingga diperlukan juga ahli ilmu jiwa
untuk mengembalikan kepercayaan diri. Permasalahan-permasalahan yang
ditakuti pada luka bakar:
a) Infeksi dan sepsis
b) Syok hipovolemik
c) Kekurangan cairan dan elektrolit
d) Hipermetabolisme\
e) GGA
f) Ileus paralitik
g) Deformitas
h) Oliguria dan anuria
i) Oedem paru
j) ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome )
k) Anemia
l) Kontraktur
m) Kematian (Yovita, 2017)

9. WOC
(Terlampir)

B. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a) Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji ada /tidaknya sumbatan pada jalan nafas pasien.
L = Look atau lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya
retraksi sela iga, warna mukosa kulit dan kesadaran
L = listen dengar aliran udara pernafasan
Feel atau rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan
menggunakan pipi perawat. Apabila terdapat kecurigaan adanya
trauma inhalasi, maka segera pasang Endotracheal Tube (ET).
Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain adalah: terkurung
dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan
sputum yang hitam.
2) Breathing
Kaji pergerakan dinding thorax simetris atau tidak, ada atau
tidaknya kelainan pada pernafasan misalnya dispnea, takipnea,
bradipnea, ataupun sesak. Kaji juga apakah ada suara nafas
tambahan seperti snoring, gargling, rhonki atau wheezing.Selain itu
kaji juga kedalaman nafas pasien. Eschar yang melingkari dada
dapat menghambat pergerakan dada untuk bernapas, segera
lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-trauma lain
yang dapat menghambat pernapasan, misalnya pneumothorax,
hematothorax, dan fraktur costae.
3) Circulation
Kaji ada tidaknya peningkatan tekanan darah, kelainan detak
jantung misalnya takikardi, bradikardi. Kaji juga ada tidaknya
sianosis dan capilar refil.Kaji juga kondisi akral dan nadi pasien.
Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga
menimbulkan edema, pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok
hipovolumik karena kebocoran plasma yang luas. Manajemen
cairan pada pasien luka bakar, dapat diberikan dengan Formula
Baxter.
4) Disability
Kaji ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan
refleks, pupil anisokor dan nilai GCS
5) Exposure
Pakaian pasien segera dievakuasi guna mengurangi pajanan
berkelanjutan serta menilai luas dan derajat luka bakar

b) Pengkajian Sekunder
1) Identitas Pasien
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
alamat, tanggal MRS, dan informan apabila dalam melakukan
pengkajian kita perlu informasi selain dari klien. Umur seseorang
tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi anak
dibawah umur 2 tahun dan dewasa diatsa 80 tahun memiliki
penilaian tinggi terhadap jumlah kematian (Lukman F dan
Sorensen K.C). Data pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan
memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar, agama dan pendidikan
menentukan intervensi yang tepat.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio)
adalah nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabkan kerena iritasi
terhadap saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri harus
diperhatikan paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t). sesak nafas
yang timbul beberapa jam / hari setelah klien mengalami luka
bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga
timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru
berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru
3) Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb
lamanya kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta
keluhan klien selama menjalan perawatanketika dilakukan
pengkajian. Apabila dirawat meliputi beberapa fase : fase
emergency (48 jam pertama terjadi perubahan pola bak), fase
akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif
(menjelang klien pulang)
4) Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh
klien sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan
meningkat jika klien mempunyai riwayat penyakit kardiovaskuler,
paru, DM, neurologis, atau penyalagunaan obat dan alkohol
5) Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit
yang berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah
anggota keluarga, kebiasaan keluarga mencari pertolongan,
tanggapan keluarga mengenai masalah kesehatan, serta
kemungkinan penyakit turunan
c) Fungsional Gordon
1) Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan: Pengobatan teratur
atau tidak. Mengungkapkan perhatian untuk menurunkan faktor
risiko bagi kesembuhan dan gejala sisa (menghindari
terbentuknya jaringan parut)
2) Pola Nutrisi-Metabolik: Adanya edema jaringan umum,
Anoreksia, mual atau muntah
3) Pola Eliminasi: Haluaran urine menurun atau tidak ada selama
fase darurat, Warna urine mungkin hitam kemerahan bila terjadi
mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam, Penurunan
bising usus (khususnya pada luka bakar > 20% sebagai stress
penurunan motilitas atau peristaltik gastrik)
4) Pola Aktivitas dan Latihan: Penurunan kekuatan, tahanan,
Keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit, Gangguan
massa otot, perubahan tonus, Adanya hipotensi (syok),
Penurunan nadi perifer pada ekstremitas yang cidera,
Takikardia, Disritmia, Serak, batuk, mengi, partikel karbon
dalam sputum, ketidakmampuan sekresi oral, dan sianosis,
Pengembangan torak terbatas
5) Pola Sensori dan Kognitif: Nyeri, Berhati-hati pada area yang
sakit, Perilaku distraksi, gelisah, Perubahan orientasi, afek,
perilaku, Aktivitas kejang, Area kebas, kesemutan, Perubahan
pada epidermis dan atau dermis
6) Pola Persepsi dan Konsep Diri: Perubahan pola biasa dalam
tanggung jawab, Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan
peran, Mengekspresikan keraguan terhadap penampilan peran
7) Pola Peran dan Hubungan: Perubahan persepsi diri mengenai
peran, Tidak berdaya, Cemas atau depresi, Perilaku pesimis,
Kesempatan dalam melaksanakan peran tidak adekuat
8) Pola Istirahat dan Tidur: Kesulitan tidur pada malam atau
demam malam hari, menggigil, Tidur tidak nyenyak karena
bersihan napas tidak efektif
9) Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress:
Perasaan tak berdaya atau tidak ada harapan, Menyangkal,
Ansietas, ketakutan, mudah tersinggung, Gelisah, Kesedihan
yang mendalam, Perasaan tidak mampu
10) Pola Reproduksi dan Seksual: Terjadi pengurangan karena kerja
dan fungsi hormon berkurang, Adanya bagian genital yang
terbakar menyebabkan ketidakpuasan dalam seks
11) Pola Nilai dan Kepercayaan: Marah, Koping buruk

d) Pemeriksaan Fisik
1) keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas
sakit dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat
kesadaran bila luka bakar mencapai derajat cukup berat

2) TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah
sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam
pertama
3) Pemeriksaan kepala dan leher
a) Kepala dan rambut: Catat bentuk kepala, penyebaran rambut,
perubahan warna rambut setalah terkena luka bakar, adanya lesi
akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar
b) Mata: Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak
mata, lesi adanya benda asing yang menyebabkan gangguan
penglihatan serta bulu mata yang rontok kena air panas, bahan
kimia akibat luka bakar.
c) Hidung : Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret,
sumbatan dan bulu hidung yang rontok.
d) Mulut: Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir
kering karena intake cairan kurang
e) Telinga Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda
asing, perdarahan dan serumen
f) Leher: Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami
peningkatan sebagai kompensasi untuk mengataasi kekurangan
cairan
4) Pemeriksaan thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada
tidak maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan
yang masuk ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas
tambahan ronchi
5) Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi
adanya nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya
gastritis
6) Urogenital Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat
lesi merupakantempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman,
sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk
pemasangan kateter.
7) Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka
baru pada muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri
8) Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai
bisa menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok
hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok neurogenik)
9) Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar
(luas dan kedalaman luka). Prinsip pengukuran prosentase luas
uka bakar menurut kaidah 9

e) Pemeriksaan penunjang
a. LED: mengkaji hemokonsentrasi.
b. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan
biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat
peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium
dapat menyebabkan henti jantung.
c. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi
pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.
d. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
e. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen
menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
f. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
g. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat
menurun pada luka bakar masif.
h. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi
asap.

2. NANDA, NOC, NIC


No. Diagnosa Noc Nic
1. Bersihan jalan Status pernafasan Manajemen jalan nafas
nafas tidak efektif Kriteria hasil Aktifitas:
1. Bunyi nafas
b.d a. Kaji reflek gangguan / menelan;
vesikuler
perhatikan pengaliran air liur,
2. RR dalam
ketidakmampuan menelan, serak,
batas normal
3. bebas dispnue/ batuk mengi.
cyanosis b. Awasi frekuensi, irama,
kedalaman pernafasan; perhatikan
adanya pucat/sianosis dan sputum
mengandung karbon atau merah
muda.
c. Auskultasi paru, perhatikan
stridor, mengi / gemericik,
penurunan bunyi nafas, batuk
rejan.
d. Perhatikan adanya pucat atau
warna buah ceri merah pada kulit
yang cidera
e. Tinggikan kepala tempat tidur.
Hindari penggunaan bantal di
bawah kepala, sesuai indikasi
f. Dorong batuk/latihan nafas dalam
dan perubahan posisi sering.
g. Hisapan (bila perlu) pada
perawatan ekstrem, pertahankan
teknik steril.
h. Tingkatkan istirahat suara tetapi
kaji kemampuan untuk bicara
dan/atau menelan sekret oral
secara periodik.
i. Selidiki perubahan perilaku/
mental contoh gelisah, agitasi,
kacau mental.
j. Awasi 24 jam keseimbngan
cairan, perhatikan variasi/
perubahan.
k. Lakukan program kolaborasi
meliputi :Berikan pelembab O2
melalui cara yang tepat, contoh
masker wajah, Kaji ulang seri
rontgen, Berikan/bantu fisioterapi
dada/spirometri intensif, Siapkan/
bantu intubasi atau trakeostomi
sesuai indikasi.

2. Nyeri berhubungan Tingkat Nyeri Managemen nyeri


dengan agen cidera Kriteria hasil : Intervensi :
a. Menyatakan a. Tutup luka sesegera mungkin,
nyeri kecuali perawatan luka bakar
berkurang metode pemejanan pada udara
atau terkontrol terbuka
b. Menunjukkan b. Ubah pasien yang sering dan
ekspresi wajah rentang gerak aktif dan pasif
atau postur sesuai indikasi
tubuh rileks c. Pertahankan suhu lingkungan
c. Berpartisipasi nyaman, berikan lampu
dalam penghangat dan penutup tubuh
aktivitas dari d. Kaji keluhan nyeri pertahankan
tidur atau lokasi, karakteristik dan intensitas
istirahat (skala 0-10)
dengan tepat e. Dorong ekspresi perasaan tentang
nyeri
f. Dorong penggunaan tehnik
manajemen stress, contoh
relaksasi, nafas dalam, bimbingan
imajinatif dan visualisasi.
g. Kolaborasi pemberian analgetik
3. Kerusakan Integritas Manajemen Luka
integritas Jaringan Aktifitas
kulit/jaringan Kriteria Hasil 1. Kaji ulang ukuran, warna,
berhubungan a. kedalaman luka. Perhatikan
dengan trauma Adanya jaringan jaringan nekrotik dan kondisi
luka bakar granulasi luka
b. 2. Lakukan perawatan luka dengan
Luas luka teknik aspetik dan menjaga
berkurang kebersihan luka dengan tidak
c. memegangnya dengan tangan
Jaringan nekrotik terbuka
berkurang/hila 3. Mesase area disekitar luka
ng 4. Bantu klien dalam perubahan
d. posisi
Luka mengering 5. Bantu klien dalam melakukan
latihan rentang gerak pasif
kemudian aktif
6. Anjurkan klien untuk memakan
makanan berprotein dan kalori
tinggi serta vitamin, sebagai
makanan tambahan
7. Ciptakan lingkungan
kenyamanan fisik dan
pertahankan alat tenun tetap
kering
8. Kolaborasi untuk skin grafiting
dengan tim medis
4. Resiko tinggi Pencegahan Managemen Luka
terhadap infeksi Infeksi Aktifitas:
Kriteria Hasil :
berhubungan 1. Penampilan luka bakar (area luka
a. tak ada
dengan kehilangan bakar, sisi donor dan status
demam,
selaput pelindung, balutan di atas sisi tandur bial
b. pembentukan
sekunder terhadap tandur kulit dilakukan) setiap 8
jaringan
cedera termal jam.
granulasi baik.
2. Suhu setiap 4 jam.
3. Jumlah makanan yang
dikonsumsi setiap kali makan.
4. Bersihkan area luka bakar setiap
hari dan lepaskan jaringan
nekrotik (debridemen).
5. Lepaskan krim lama dari luka
sebelum pemberian krim baru.
Gunakan sarung tangan steril dan
berikan krim antibiotika topikal
yang diresepkan pada area luka
bakar dengan ujung jari. Berikan
krim secara menyeluruh di atas
luka.
6. Beritahu dokter bila demam
drainase purulen atau bau busuk
dari area luka bakar, sisi donor
atau balutan sisi tandur. Dapatkan
kultur luka dan berikan
antibiotika IV sesuai ketentuan.
7. Tempatkan pasien pada ruangan
khusus dan lakukan kewaspadaan
untuk luka bakar luas yang
mengenai area luas tubuh.
Gunakan linen tempat tidur steril,
handuk dan skort untuk pasien.
Gunakan skort steril, sarung
tangan dan penutup kepala
dengan masker bila memberikan
perawatan pada pasien.
Tempatkan radio atau televisis
pada ruangan pasien untuk
menghilangkan kebosanan.
8. Bila riwayat imunisasi tak
adekuat, berikan globulin imun
tetanus manusia (hyper-tet).
9. Mulai rujukan pada ahli diet,
berikan protein tinggi, diet tinggi
kalori. Berikan suplemen nutrisi
seperti ensure atau sustacal
dengan atau antara makan bila
masukan makanan kurang dari
50%
5. Kurang volume Kriteria Hasil: 1. Awasi tanda vital, CVP.
a. tak ada
cairan Perhatikan kapiler dan kekuatan
manifestasi
berhubungan nadi perifer.
dehidrasi,
dengan Kehilangan 2. Awasi pengeluaran urine dan
b. resolusi
cairan melalui rute berat jenisnya. Observasi warna
abnormal. oedema, urine dan hemates sesuai
c. elektrolit
Peningkatan indikasi.
serum dalam
kebutuhan : status 3. Perkirakan drainase luka dan
batas normal,
hypermetabolik, kehilangan yang tampak
d. haluaran urine
ketidak cukupan 4. Timbang berat badan setiap hari
1-2 cc/kg
pemasukan. 5. Ukur lingkar ekstremitas yang
BB/jam
Kehilangan terbakar tiap hari sesuai indikasi
perdarahan. 6. Selidiki perubahan mental
7. Observasi distensi abdomen,
hematomesis, feces hitam.
8. Lakukan program kolaborasi
meliputi :Pasang / pertahankan
kateter urine, Pasang /
pertahankan ukuran kateter IV.
9. Berikan penggantian cairan IV
yang dihitung, elektrolit,
plasma, albumin.
10. Awasi hasil pemeriksaan
laboratorium ( Hb, elektrolit,
natrium ).
11. Berikan obat sesuai idikasi
12. Tanda-tanda vital setiap jam
selama periode darurat, setiap 2
jam selama periode akut, dan
setiap 4 jam selama periode
rehabilitasi.
13. Warna urine.
14. Masukan dan haluaran setiap
jam selama periode darurat,
setiap 4 jam selama periode
akut, setiap 8 jam selama
periode rehabilitasi.
15. Berat badan setiap hari.
16. CVP (tekanan vena sentral)
setiap jam bila diperlukan.
3. Evaluasi
a) Bunyi nafas vesikuler
b) RR dalam batas normal
c) Tidak ada dispnue/ cyanosis
d) Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol
e) Menunjukkan ekspresi wajah atau postur tubuh rileks
f) Berpartisipasi dalam aktivitas dari tidur atau istirahat dengan tepat
g) Adanya jaringan granulasi
h) Luas luka berkurang
i) Jaringan nekrotik berkurang/hilang
j) tak ada demam,
k) tak ada manifestasi dehidrasi,
l) elektrolit serum dalam batas normal,
m)haluaran urine 1-2 cc/kg BB/jam
REFERENSI

Benjamin C. Wedro. 2010. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com.


Brunicardi F C, Anderson D, Dunn DL. 2005. Schwartzs Principles of surgery. 8
edition. New York: McGraw-Hill Medical Publishing.
David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam :
Surabaya Plastic Surgery. http://surabayaplasticsurgery.blogspot.com
Gerard M Doherty. 2002. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12.
McGrawHill Companies. New York. p 245-259
Grace. (2006). At a Glance Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: Erlangga Medical Series.
Hlm 48-50.
James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : Schwartzs Principles of
Surgery. 18th ed. McGraw-Hill. New York. p.189-216
James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier. Philadelphia. p
118-129 4.
Jerome FX Naradzay. 2009. http: // www. emedicine. com/ med/ Burns, Thermal
Mayo clinic staff. 2007. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus.
Moenadjat, Yefta. 2003. Luka Bakar : Pengetahuan Klinis Praktis. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Perdanakusuma, D.S. (2007).Anatomi Fisiologi Kulit Dan Penyembuhan Luka.
Surabaya: Airlangga University School Of Medicine Dr. Soetomo
General Hospital. Hal.1-8.
St. John Ambulance. 2008. First aid: First on the Scene: Activity Book, Chapter
19.
Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
EGC. Jakarta. p 66-88 2.
Yovita. 2017. Penanganan Luka Bakar. Diakses 19 Februari 2017 dari
http://www1media.acehprov.go.id/uploads/PENANGANAN_LUKA_BA
KAR.pdf

Вам также может понравиться