Вы находитесь на странице: 1из 16

PENGAMATAN METABOLISME BAKTERI

LAPORAN PRAKTIKUM

Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Mikrobiologi


Yang Dibimbing oleh bapak Agung Witjoro, S. Pd, M. Kes

Disusun oleh :
Kelompok 6
Atika Nurlailika O. 130341614795
Auliyah Shofiyah 130341614790
Intan Sartika Riski S. 130341614811
Miftahul Roqhmah 150341603883
Retza Firmanda 130341603388
Ulfatur Rohmah 150341600067
Yuliati Jamilah 150341600279

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Februari 2017
A. Topik : Uji metabolisme bakteri

B. Tujuan : 1. Untuk mengetahui kemampuan bakteri menghidrolisis


amilum
2. Untuk mengetahui kemampuan menghidrolisis protein
3. Untuk mengetahui kemampuan menghidrolisis lemak

C. Kajian Pustaka
Dalam suatu kehidupan, makhluk hidup memerlukan energi untuk
mampu melakukan aktivitas. Energi tersebut diperoleh dengan melakukan
metabolisme. Kegiatan metabolisme meliputi proses perubahan yang
dilakukan untuk sederetan reaksi enzim yang berurutan. Secara singkat,
kegiatan proses ini disebut transformasi zat. Hasil kegiatan ini akan
dihasilkan nutrien sederhana seperti glukosa, asam lemak berantai panjang,
atau senyawa-senyawa aromatik yang dapat digunakan sebagai bahan untuk
proses neosintetik bahan sel. Reaksi kimiawi yang membebaskan energi
melalui perombakan nutrien disebut reaksi disimilasi atau anabolik. Jadi,
reaksi disimilasi menghasilkan energi, dan reaksi asimilasi menggunakan
energi. Menurut Darkuni (2001), bila dalam suatu reaksi menghasilkan
energi maka disebut reaksi eksergonik, dan apabila untuk dapat
berlangsungnya suatu reaksi diperlukan energi, reaksi ini disebut reaksi
endergonik.
Sel bakteri merupakan mikroorganisme yang sangat kecil dan dapat
menguraikan senyawa yang beragam (Pelczar, 1988). Sel bakteri memiliki
ciri fisiologi dan morfologi yang beragam untuk identifikasi bakteri.
Pengamatan fisiologi atau biokimia terhadap bakteri diperlukan untuk
penentuan spesies. Hal tersebut terkait bakteri yang mampu memecahkan
senyawa organik umum, seperti karbohidrat, protein, dan lemak. Untuk
memecahkan senyawa tersebut, perlu dilakukan hidrolisis untuk mengubah
senyawa tersebut menjadi senyawa yang lebih sederhana. Dalam
menghidrolisis molekul-molekul yang lebih besar sel bakteri memerlukan
enzim hidrolase. Pada bakteri, enzim disekresikan sel ke dalam lingkungan
luarnya, sehingga senyawa besar yang tak larut dapat memasuki sel bakteri
dan menjadi bahan makanan.
Enzim sangat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu, konsentrasi enzim,
konsentrasi substrat, pH, suhu,setiap enzim berfungsi optimal pada pH dan
temperatur tertentu. Suhu yang sangat rendah dapat menghentikan aktivitas
enzim tetapi tidak menghancurkannya. Aktivitas enzim diatur melalui 2 cara
yaitu, pengendalian katalis secara langsung pengendalian genetik. Proses
metabolisme akan menghasilkan hasil metabolisme yang berfungsi
menghasilkan sub satuan makromolekul dari hasil metabolisme yang bergun
sebagai penyediaan tahap awal bagi komponen-komponen sel menghasilkan
dan menyediakan energi yang dihasilkan dari ATP lewat ADP dengan fosfat.
Energi ini sangat penting untuk kegiatan proses lain yang dalam prosesnya
hanya bisa berlagsung kalau tersedia energi.

D. Alat dan Bahan


Alat : 1. Jarum inokulasi lurus Bahan : 1. Biakan koloni A
2. Pipet 2. Biakan koloni B
3. Tabung reaksi 3. Medium Amilum agar
4. Inkubator 4. Medium SMA (Skim
5. Gelas ukur 10 mL Milk Agar)
6. Lampu spirtus 5. Medium NA yang
7. Beaker glass 400 mL mengandung 1% lemak
8. Rak tabung reaksi mentega
9. Lap 6. Medium nutrien cair
7. Lisol
8. Sabun cuci
9. Larutan iodium
10. Alkohol 70%

E. Cara Kerja
a) Uji adanya kemampuan menghidrolisis
Disediakan amilum
satu medium lempeng amilum agar
Dibagi medium menjadi dua bagian dengan membuat garis
Hidrolisis amilum
tengah pada bagian dasar cawan petri
Diberikan label pada satu sisi koloni A, dan sisi lainnya
koloni B
Diinokulasi menggunakan jarum inokulasi biakan koloni A
pada setengah bagian medium dan biakan koloni B pada
setengah bagian lainnya sesuai label yang diberikan
Diinkubasi pada suhu 370C selama 1x24 jam
Dituangkan larutan iodium ke permukaan medium
Dilihat perubahan warna yang tampak
Hasil
b) Uji adanya kemampuan menghidrolisis protein

Hidrolisis protein

Disediakan satu medium SMA


Dibagi medium menjadi dua bagian dengan membuat garis
tengah pada bagian dasar cawan petri
Diberikan label pada satu sisi koloni A, dan sisi lainnya
koloni B
Diinokulasi menggunakan jarum inokulasi biakan koloni A
pada setengah bagian medium dan biakan koloni B pada
setengah bagian lainnya sesuai label yang diberikan
Diinkubasi
Hasil pada suhu 370C selama 1x24 jam
Dilihat
c) Uji adanya kemampuan perubahan warna
menghidrolisis lemakyang tampak

Hidrolisis lemak

Disediakan satu medium lempeng NA yang mengandung 1%


lemak mentega
Dibagi medium menjadi dua bagian dengan membuat garis
tengah pada bagian dasar cawan petri
Diberikan label pada satu sisi koloni A, dan sisi lainnya
koloni B
Diinokulasi menggunakan jarum inokulasi biakan koloni A
pada setengah bagian medium dan biakan koloni B pada
setengah bagian lainnya sesuai label yang diberikan
HasilDiinkubasi pada suhu 370C selama 1x24 jam
Dilihat perubahan warna yang tampak

F. Data Pengamatan
Koloni Kemampuan Menghidrolisis
Bakteri Amilum Protein Lemak
Koloni A - - +++
Koloni B ++ - +
Keterangan :
+++ : kemampuan menghidrolisis tinggi
++ : kemampuan menghidrolisis sedang
+ : kemampuan menghidrolisis rendah
- : tidak mampu menghidrolisis
G. Analisis Data
a) Kemampuan menghidrolisis amilum
Pada praktikum uji hidrolisis amilum oleh bakteri, setelah
medium lempeng amilum agar diinokulasi dan diinkubasi selama 1x24
jam, diberikan larutan iodium secara merata. Setelah pemberian
larutan iodium, terlihat medium lempeng amilum yang semula
berwarna putih keruh berubah menjadi biru kehitaman. Berdasarkan
hasil pengamatan, bagian goresan bakteri koloni B menunjukkan
adanya jalur goresan transparan yang cukup jelas sesuai dengan
goresan ketika inokulasi bakteri. Terbentuknya area transparan pada
medium yang telah diberi larutan iodium menunjukkan tidak adanya
amilum pada area tersebut karena telah dihidrolisis. Sehingga, dapat
disimpulkan koloni bakteri B mampu menghidrolisis amilum secara
sedang. Sedangkan pada sisi medium koloni A tidak terdapat area
transparan, sehingga dapat disimpulkan koloni bakteri B tidak dapat
menghidrolisis amilum.
b) Kemampuan menghidrolisis protein
Pada praktikum uji hidrolisis protein oleh bakteri, setelah
medium SMA diinokulasi dan diinkubasi selama 1x24 diamati apakah
terbentuk area transparan. Terbentuknya area transparan setelah
diinkubasi menunjukkan terjadinya hidrolisis protein oleh bakteri.
Berdasarkan hasil pengamatan, baik pada sisi medium bakteri koloni
A maupun koloni B tidak terbentuk area transparan. Sehingga, dapat
disimpulkan baik bakteri koloni A maupun koloni B tidak mampu
menghidrolisis protein.
c) Kemampuan menghidrolisis lemak
Pada praktikum uji hidrolisis lemak oleh bakteri, setelah
medium lempeng NA diinokulasi dan diinkubasi selama 1x24 jam
diamati apakah terbentuk area berwarna merah pada gorean koloni
bakteri pada medium. Semakin pekat warna merah yang terbentuk,
maka semakin tinggi kemampuan menghidrolisis lemak. Berdasarkan
hasil pengamatan, pada sisi medium bakteri koloni A terbentuk area
berwarna merah pekat searah goresan bakteri. Sedangkan pada sisi
medium bakteri koloni B terlihat terdapat area berwarna merah yang
cukup jelas searah goresan bakteri. Sehingga dapat disimpulkan
bakteri koloni A mampu menghidrolisis lemak dengan tinggi, dan
koloni bakteri B mampu menghidrolisis lemak dengan rendah.

H. Pembahasan
a) Kemampuan menghidrolisis amilum
Amilum adalah polimer karbohidrat dengan rumus molekul
(C6H10O5)n. Karbohidrat golongan polisakarida ini banyak terdapat di
alam, terutama pada sebagian besar tumbuhan. Amilum disusun oleh
kedua kelompok polisakarida yaitu amilosa sebanyak 20-28% dan
amilopektin sebagai sisanya (Poedjiadi, 1994). Baik amilosa maupun
amilopektin memiliki monomer yang sama yaitu molekul glukopiranosa.
Amilosa terdiri atas 100-10.000 unit -D-glukopiranosa per molekulnya.
Tiap rantai polimer molekulnya memiliki satu ujung gula tereduksi dan
satu ujungnya lagi gula non reduksi sehingga molekul amilosa
merupakan rantai terbuka (Poedjiadi, 1994). Beberapa polisakarida
berfungsi sebagai materi simpanan atau cadangan yang nantinya ketika
diperlukan akan dihidrolisis untuk menyediakan gula bagi sel (Campbell,
2002).
Amilum tidak dapat langsung digunakan karena memiliki ukuran
molekul yang teralu besar. Oleh karena itu, bakteri harus menghidrolisis
terlebih dahulu amilum menjadi bentuk yang lebih sederhana dan masuk
ke dalam sel. Hidrolisis amilum dibantu oleh adanya enzim amilase,
yaitu enzim yang menguraikan amilum menjadi maltosa, dengan reaksi
sebagai berikut:
amilase
2 (C6H10O5)n + n H2O n C12H22O11
(Dwijoseputro, 1994)
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bakteri koloni A tidak
mampu menghidrolisis amilum. Hanya bakteri koloni B yang mampu
menghidrolisis amilum dengan sedang, terlihat dari terdapat area
transparan/jernih pada medium lempeng amilum agar setelah diberikan
larutan iodium. Menurut Volk (1984), fungi atau bakteri memiliki
kemampuan untuk meghidrolisis karena memiliki enzim amilase. Bakteri
dan fungi memproduksi -amilase sehingga mampu menguraikan
amilum dengan eksoenzim amilolitik. -amilase bekerja memutus ikatan
-1,4 glikosida pada amilum secara acak terutama pada rantai yang
panjang, sehingga menghasilkan maltotriosa dan maltosa dari polimer
amilosa pada amilum, dan menghasilkan glukosa dan sedikit dekstrin
dari polimer amilopektin penyusun amilum.
Indikator yang digunakan pada uji hidrolisis amilum ini yaitu
larutan iodium. Larutan iodium diberikan untuk membuktikan bakteri
yang terdapat pada medium termasuk bakteri amilolitik atau bukan.
Amilum yang diberi larutan iodium akan berwarna biru karena adanya
molekul amilosa. Molekul amilosa merupakan molekul yang larut dalam
air dan memberikan warna biru apabila tercampur dengan larutan iodium,
sedangkan amilopektik merupakan molekul yang tidak larut dalam air
dan akan kelihatan berwarna merah bila terkena iodium (Sale, 1961).
Amilum yang terhidrolisis oleh bakteri akan menunjukkan warna
transparan/jernih. Warna jernih mengindikasikan amilum sudah
terhidrolisis oleh eksoenzim pada bakteri (Hadioetomo, 1990). Menurut
Fardiaz (1992), area jernih atau bening pada sekeliling bakteri setelah
ditambahkan larutan iodium disebabkan karena amilum tidak dapat
bereaksi lama dengan iodium.
Bila dilihat berdasarkan hasil pengamatan, maka diketahui koloni
bakteri B memiliki kemampuan menghidrolisis amilum dengan sedang,
sedangkan koloni bakteri A sama sekali tidak dapat meghidrolisis
amilum. Tidak terbentuknya area transparan pada sisi koloni A dapat
menunjukkan koloni bakteri A bukanlah bakteri amilolitik atau karena
faktor lainnya. Terbentuknya area transparan (proses hidrolisis amilum)
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya banyak sedikitnya bahteri
yang diinokulasikan pada medium, semakin banyak bekteri yang
diinokulasikan dapat mengakibatkan hasil bentukan jernih ini juga
semakin besar. Terlepas dari banyak maupun sedikit zat yang dihirolisis,
peristiwa ini dapat menunjukkan bahwa bakteri tersebut mampu
menghidrolisis makanan di luar selnya. Kemampuan bakteri untuk
menghidrolisis atau mencerna makanan di lingkungan luar dikarenakan
bakteri tersebut dapat mengeluarkan enzim dari dalam sel. Enzim
tersebut disebut sebagai ekso-enzim (Dwidjoseputro, 1989).
Selain itu, aktivitas enzim dipengaruhi oleh banyak faktor, antara
lain : konsentrasi ensim, kandungan substrat, keasaman (pH), dan suhu.
Hubungan aktivitas ensim dengan konsentrasinya menunjukkan
hubungan linier bahwa semakin tinggi konsentrasi ensim maka aktivitas
ensim juga semakin cepat. Hubungannya dengan kandungan subtrat
menunjukan bahwa mula-mula aktivitasnya naik dengan cepat, kemudian
tidak berpengaruh terhadap pertambahan substrat. Hal ini disebabkan
karena konsentrasi ensim yang terbatas akan menyebabkan jumlah
subtrat yang dikatalisis juga terbatas sehingga pada batas ini,
penambahan substrat tidak berpengaruh terhadap aktivitasnya (Purnomo,
2004). Aktivitas enzim ini akan berpengaruh terhadap banyak sedikitnya
amilum yang mampu dihidrolisis oleh bakteri. Semakin banyak enzim
yang dihasilkan, maka akan semakin tinggi kemampuan bakteri untuk
menghidrolisis amilum.
b) Kemampuan hidrolisis protein
Istilah protein pertama kali digunakan oleh ahli kimia Belanda
Gerardus Mulder pada tahun 1838 untuk menyebut suatu kelompok
spesifik zat yang banyak ditemukan berlimpah pada semua tumbuhan dan
hewan (Amin, 2006). Protein mempunyai molekul besar dengan bobot
molekul bervariasi atara 5000 sampai jutaan. Dengan cara hidrolisis oleh
asam atau oleh enzim, protein akan menghasilkan asam-asam amino. Ada
20 jenis asam amino yang terdapat dalam molekul protein. Asam-asam
amino ini terikat satu dengan lain oleh ikatan peptida. Protein mudah
dipengaruhi oleh suhu tinggi, pH, dan pelarut organik. Asam amino ialah
asam karboksilat yang mempunyai gugus amino. Asam amino yang
terdapat sebagai komponen protein mempunyai gugus -NH 2 pada atom

karbon dari posisi gugus COOH (Poedjiadi, 2012). Penguraian

protein menjadi asam amino dilakukan dengan menggunakan enzim


protease yang dapat menghidrolisis ikatan peptida hingga dapat meleas
masing-masing asam amino, sehingga asam amino dapat diserap ke
dalam sel (Volk, 1988).
Pada uji hidrolisis protein oleh bakteri, bakteri dketahui medium
yang berwarna putih susu akan memiliki daerah yang jernih sesuai
dengan garis goresan inokulasi koloni bakteri bila mampu menghidrolisis
protein (Hastuti, 2012). Semakin jelas dan luas area transparan/jernih
tersebut maka semakin tinggi kemampuan menghidrolisis protein.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap medium SMA yang telah
diinokulasi dan diinkubasi selama 1x24 jam diketahui baik bakteri koloni
A maupun koloni B tidak terbentuk area transparan/jernih. Hal tersebut
dapat dikatakan bahwa kedua koloni bakteri tersebut tidak mampu
menghidrolisis protein. Tidak dapatnya bakteri untuk menghidrolisis
protein disebabkan karena tidak dihasilkannya enzim protease, ataupun
enzim protease yang dihasilkan amat sangat sedikit. Selain itu, tidak
terbentuknya area transparan pada medium dapat juga terjadi karena
jumlah bakteri yang terdapat pada medium sangatlah sedikit, sehingga
semakin banyak jumlah sel bakteri, maka semakin banyak sel yang
melakukan metabolisme.
Medium yang digunakan untuk praktikum ini yaitu medium Skim
Milk Agar (SMA). Digunakannya medium SMA yang terbuat dari susu
skim yang tercampur agar dan aquades karena pada susu skim terdapat
kasein yang nantinya akan terhidrolisis menjadi peptida dan asam amino.
Bakteri mampu melakukan hidrolisis protein karena didalam tubuh
bakteri dihasilakn koenzim yang mampu meghidrolisis kasein, yaitu
enzim protease. Enzim protease merupakan enzim penghidrolisis protein,
yaitu enzim yang memutus ikatan peptida pada rantai protein, sehingga
dihasilkan asam amino atau peptida berantai pendek. Aktivitas enzim
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain: konsentrasi ensim,
kandungan substrat, keasaman (pH), dan suhu. Hubungan aktivitas ensim
dengan konsentrasinya menunjukkan hubungan linier bahwa semakin
tinggi konsentrasi ensim maka aktivitas ensim juga semakin cepat.
Hubungannya dengan kandungan subtrat menunjukan bahwa mula-mula
aktivitasnya naik dengan cepat, kemudian tidak berpengaruh terhadap
pertambahan substrat. Hal ini disebabkan karena konsentrasi enzim yang
terbatas akan menyebabkan jumlah subtrat yang dikatalisis juga terbatas
sehingga pada batas ini, penambahan substrat tidak berpengaruh terhadap
aktivitasnya (Purnomo, 2004). Aktivitas enzim ini akan berpengaruh
terhadap banyak sedikitnya protein yang mampu dihidrolisis oleh bakteri.
Semakin banyak enzim yang dihasilkan, maka akan semakin tinggi
kemampuan bakteri untuk menghidrolisis protein.
Bila kedua koloni bakteri yang diuji terbukti tidak mampu
menghidrolisis protein karena tidak mampu menghasilkan enzim
protease, berarti protein tidak terlalu digunakan sebagai bahan makanan
oleh kedua koloni bakteri ini. Sedangkan bila dilakukan uji hidrolisis
protein lebih lanjut lagi membuktikan bakteri tersebut mampu
menghidrolisis protein, maka ketika penelitian jumlah sel bakteri untuk
melakukan metabolisme kurang, sehingga hidrolisis tidak dapat terjadi
atau tidak terlihat dengan jelas,
c) Kemampuan hidrolisis lemak
Lemak ialah suatu ester asam lemak dengan gliserol. Gliserol
ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon.
Lemak hewan pada umumnya berupa zat padat pada suhu ruangan,
sedangkan lemak yang berasal dari tumbuhan berupa zat cair. Seperti
halnya lipid pada umumnya, lemak atau gliserida asam lemak pendek
dapat larut dalam air sedangkan gliserida asam lemak panjang tidak
larut. Semua gliserida larut dalam ester, kloroform atau benzena.
Dengan proses hidrolisis lemak akan terurai menjadi asam
lemak dan gliserol. Proses ini dapat berjalan dengan menggunakan
asam, basa atau enzim tertentu. Proses hidrolisis yang menggunakan
basa menghasilkan gliserol dan garam asam lemak atau sabun. Jumlah
mol basa yang digunakan dalam proses penyabunan ini tergantung
pada jumlah mol asam lemak. Untuk lemak dengan berat tertentu,
jumlah mol asam lemak tergantung dari panjang rantai karbon pada
asam lemak tersebut.
Pada umumnya lemak yang dibiarkan lama di udara akan
menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak. Hal ini disebabkan oleh
proses hidrolisis yang menghasilkan asam lemak bebas. Disamping itu
dapat pula terjadi proses oksidasi terhadap asam lemak tidak jenuh
yang hasilnya akan menambah bau dan rasa yang tidak enak. Oksida
asam lemak tidak jenuh akan menghasilkan peroksida dan selanjutnya
akan terbentuk aldehida. Inilah yang menyebabkan terjadinya bau dan
rasa yang tidak enak atau tengik. Kelembaban udara, cahaya, suhu
tinggi, dan adanya bakteri perusak adalah faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya ketengikan lemak. Gliserol yang diperoleh
dari hasil penyabunan lemak atau minyak adalah suatu zat cair yang
tidak berwarna dan mempunyai rasa yang agak manis. Gliserol larut
baik dalam air dan tidak larut dalam eter. Apabila gliserol dicampur
dengan KHSO4 dan dipanaskan hati-hati akan timbul bau yang tajam
khas seperti bau lemak yang terbakar yang disebabkan oleh
terbentuknya akrilaldehida atau akrolein ( Poedjiadi, 2012).
Pada uji hidrolisis lemak, diketahui bila koloni bakteri dapat
menghidrolisis lemak akan menyebabkan penurunan pH medium,
sehingga terbentuk warna merah pada bagian bawah koloni bakteri.
Semakin pekat dan jelas warna merah yang terbentuk menunjukkan
semakin tinggi kemampuan menghidrolisis lemak. Jika tidak terjadi
hidrolisis lemak, maka medium tetap dalam pH mendekati netral dan
berwarna kuning pada bagian bawah koloni bakteri. Berdasarkan hasil
pengamatan, diketahui baik bakteri koloni A maupun koloni B
mampu menghidrolisis lemak, terlihat dari adanya warna merah yang
dihasilkan searah garis goresan inokulasi. Koloni bakteri A terlihat
memiliki warna merah yang lebih pekat dibandingkan dengan koloni
bakteri B. Koloni bakteri A mampu menghidrolisis lemak dengan
tinggi, sedangkan koloni B mampu menghidrolisis lemak dengan
rendah. Kemampuan menghidrolisis lemak yang berbeda ini dapat
terjadi karena perbedaan kemampuan menghasilkan enzim terkait
yang berbeda, serta jumlah sel bakteri dari tiap jenis yang
diinokulasikan pada medium tidak sama, sehingga metabolisme yang
diperlukan juga berbeda. Semakin banyak bateri yang diinokulasikan
berarti semakin besar metabolisme yang terjadi di dalam medium
sehingga hidrolisis lemak juga semakin besar karena untuk memenuhi
kebutuhan hidup bakkteri dan sebaliknya.
Kemampuan bakteri untuk menghidrolisis lemak dikarenakan
pada tubuh bakteri dihasilkan enzim lipase. Enzim lipase ini termasuk
golongan ester yaitu esterase. Dimana enzim ini memiliki kemampuan
menghidrolisis lemak dan memecahkan menjadi 3 molekul asam
lemak dan 1 molekul gliserol. Lemak merupakan campuran
trigleserida yang terdiri atas 1 molekul gliserol yang berikatan dengan
3 molekul asam lemak. Lemak memiliki sifat antara lain: tidak larut
dalam air, bila dipanaskan akan terjadi perubahan pada titik cair, titik
asap dan titik nyala, serta plastis dan bentuknya mudah berubah-ubah
bila mendapat tekanan, bisa mengalami ketengikan, dan reaksi dengan
alkali akan membentuk sabun dan gliserol.

I. Kesimpulan
1. Bakteri koloni B memiliki kemampuan sedang menghidrolisis
amilum, sedangkan koloni A tidak mampu menghidrolisis amilum.
2. Baik bakteri koloni A maupun B tidak mampu menghidrolisis protein.
3. Bakteri koloni A memiliki kemampuan tinggi menghidrolisis lemak,
sedangkan koloni B memiliki kemampuan rendah dalam
menghidrolisis lemak.

J. Diskusi
1. Adakah perbedaan kemampuan menghidrolisis amilum, protein, dan
lemak antara bakteri E coli, B. subtilis, dan S. aureus ?
Jawab :
Ya, terdapat perbedaan kemampuan menghidrolisis amilum,
protein, dan lemak oleh ketiga bakteri tersebut karena perbedaan
jenisnya dapat menunjukkan kemampuan menghidrolisis yang
berbeda-beda. Kemampuan menghidrolisis amilum bakteri S. aureus
lebih tinggi dibandingkan dua bakteri lainnya, disusul bakteri E. coli
dan yang terakhir B. subtilis. Kemudian pada uji hidrolisis protein
maka diketahui kemampuan hidrolisis bakteri B. subtilis tinggi,
sedangkan kemampuan hidrolisis bakteri E. coli sedang, dan bakteri S.
aureus rendah. Dan kemampuan menghidrolisis lemak oleh ketiga
bakteri diketahui bakteri B. aureus memiliki kemampuan tinggi,
sedangkan bakteri E. coli mampu menghidrolisis lemak secara sedang,
dan S. aureus secara rendah.
Berdasarkan hasil praktikum pada uji hidrolisis yang dilakukan
oleh bakteri koloni A dan B, diketahui kedua koloni bakteri memiliki
kemampuan menghidrolisis lemak, namun koloni B saja yang mampu
menghidrolisis amilum, dan keduanya tidak mampu menghidrolisis
protein. Hasil pengamatan kemampuan hidrolisis amilum
emnunjukkan koloni bakteri B memiliki kemampuan menghidrolisis
amilum secara sedang. Hasil pengamatan kemampuan hidrolisis lemak
menunjukkan koloni bakteri A memiliki kemampuan menghidrolisis
lemak dengan tinggi, sedangkan koloni B hanya mampu
menghidrolisis lemak dengan rendah.
2. Adakah perubahan yang terjadi pada medium setelah dilakukan
pengujian adanya hidrolisis amilum, protein, dan lemak ? Bila ada,
berikan penjelasan !
Jawab :
Ya, terdapat perubahan warna pada area yang terdapat bakteri
bila terbukti terjadi hidrolisis amilum, protein, dan lemak. Pada uji
hidrolisis amilum, setelah medium lempeng agar diberi larutan iodium
secara merata, maka medium akan berwarna biru kehitaman.
Sedangkan bila terbentuk bagian jernih/transparan di sekeliling
goresan garis inokulasi koloni bakteri maka menunjukkan adanya
hidrolisis amilum oleh bakteri tersebut. Hal ini terjadi karena tidak
terbentuknya warna biru kehitaman pada area tersebut karena tidak
terdapat amilum pada area tersebut. Iodium yang dituangkan pada
medium akan berwarna biru kehitaman karena adanya amilum.
Sehingga, bila tidak terbentuk warna biru kehitaman menunjukkan
tidak adanya amilum karena telah dihidrolisis oleh bakteri.
Pada uji hidrolisis protein, medium yang berwarna putih susu
akan memiliki daerah yang jernih sesuai dengan garis goresan
inokulasi koloni bakteri. Semakin jelas dan luas area transparan/jernih
tersebut maka semakin tinggi kemampuan menghidrolisis protein.
Sedangkan pada uji hidrolisis lemak, koloni bakteri yang dapat
menghidrolisis lemak akan menyebabkan penurunan pH medium,
sehingga terbentuk warna merah pada bagian bawah koloni bakteri.
Semakin pekat dan jelas warna merah yang terbentuk menunjukkan
semakin tinggi kemampuan menghidrolisis lemak. Jika tidak terjadi
hidrolisis lemak, maka medium tetap dalam pH mendekati netral dan
berwarna kuning pada bagian bawah koloni bakteri.
Perbedaan kemampuan menghidrolisis protein, lemak, dan
amilum adalah jumlah sel bakteri dari tiap jenis yang diinokulasikan
pada medium tidak sama sehingga mempengaruhi hasil hidrolisis
tersebut yang ditandai dengan perbedaan jumlah koloni yang tumbuh
pada medium. Perbedaan jumlah sel bakteri pada tiap jenis bakteri
dapat memberikan pengaruh yang nyata. Semakin banyak jumlah sel
bakteri, maka semakin banyak sel yang melakukan metabolisme,
akibatnya semakin luas daerah jernih pada medium.

Daftar Pustaka

Amin, Mohammad, Balqis, dan Lukiati, Betty. 2006. Biokimia. Malang: UM Press

Campbell , N.A, Reece, J. B., Mitchell, L. G. 2002. Biologi. Jakarta: Erlangga

Darkuni, Noviar. 2001. Mikrobiologi (Bakteriologi, Virologi, dan Mikologi).


Malang: Universitas Negeri Malang.

Dwidjoseputro, D. 1989. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.

Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Hadioetomo, R.S. 1990. Teknik dan Prosedur Laboratorium Mikrobiologi.


Jakarta: Gramedia

Hastuti, Sri Utami. 2012. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. Malang: UMM Press

Plczar, M. J, E. C. S. Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta UI Press


Pelczar, M. J, E. C. S. Chan. 2006. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta UI Press

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Indonesia Pres

Poedjiadi, Anna dan Supriyanti, F. M. Titin. 2012. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta:


UI Press

Purnomo, Bambang. 2004. Dasar-dasar Mikrobiologi. (pdf). Diakses pada


tanggal 20 Februari 2017.

Sale, B.S. 1961. Fundamental Principles of Bacteriology. USA: Mc. Graw Hill
Book Company Inc.

Sianturi, Dessy Christina. 2008. Isolasi Bakteri dan Uji Aktivitas Amilase Termofil
Kasar dari Sumber Air Panas Penen Sibirubiru Sumatera Utara. Thesis.
Medan: Universitas Sumatera Utara. (pdf). Diakses pada tanggal 20
Februari 2017

Volk, Wesley A. Dan Wheeler, Margaret F. 1984. Mikrobiologi Dasar. Jakarta:


Erlangga

Volk, Swisley A, dan Margareth F Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar. Jakarta:


Erlangga

Lampiran

Gambar: Hasil pengamatan a) hidrolisis amilum b) hidrolisis protein c) hidrolisis lemak

Gambar: Hasil hidrolisis amilum oleh


bakteri
Gambar: Hasil hidrolisis protein oleh
bakteri

Gambar: Hasil hidrolisis lemak oleh


bakteri

Вам также может понравиться