Вы находитесь на странице: 1из 12

Jumat, 08 Februari 2013

ASKEP ATRIAL SEPTAL DEFECT

ASKEP ATRIAL SEPTAL DEFECT

A. Definisi

Atrial Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya hubungan antara atrium kanan
dengan atrium kiri yang tidak ditutup oleh katup ( Markum, 1991).

ASD adalah defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan kanan. (Sudigdo
Sastroasmoro, 1994).

Atrial Septal Defect (ASD) adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek)
pada septum interatrial yang terjadi karena kegagalan fusi septum interatrial
semasa janin. ( id. Wikipedia.org).

Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang
memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan yang
memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat
atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui
sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat.
(http://askep.blogspot.com/2008/04/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan.html )

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa Atrial


Septal Defect ( ASD ) penyakit jantung bawaan dimana terdapat lubang ( defek )
pada sekat atau septum interatrial yang memisahkan atrium kiri dan kanan yang
terjadi karena kegagalan fusi septum interatial semasa janin.

B. Etiologi

Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang
diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.

Faktor-faktor tersebut diantaranya :

1. Faktor Prenatal

a. Ibu menderita infeksi Rubella


b. Ibu alkoholisme

c. Umur ibu lebih dari 40 tahun.

d. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu

2. Faktor genetik

a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB

b. Ayah atau ibu menderita PJB

c. Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down

d. Lahir dengan kelainan bawaan lain

C. Manifestasi Klinik

Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala (asimptomatik) pada


masakecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan kondisi gagal
jantung di tahunpertama kehidupan pada sekitar 5% penderita. Kejadian gagal
jantung meningkat pada dekade ke-4 dan ke-5, dengan disertai adanya gangguan
aktivitas listrik jantung (aritmia). Gejala yang muncul pada masa bayi dan kanak-
kanak adalah adanya infeksi saluran nafasbagian bawah berulang, yang ditandai
dengan keluhan batuk dan panas hilang timbul (tanpapilek). Selain itu gejala gagal
jantung (pada ASD besar) dapat berupa sesak napas, kesulitanmenyusu, gagal
tumbuh kembang pada bayi atau cepat capai saat aktivitas fisik pada anak yang
lebih besar. Selanjutnya dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
seperti elektro-kardiografi (EKG), rontgent dada dan echo-cardiografi, diagnosis ASD
dapat ditegakkan.

Gejalanya bisa berupa :

1. Sering mengalami infeksi saluran pernafasan.

2. Dispneu (kesulitan dalam bernafas)

3. Sesak nafas ketika melakukan aktivitas

4. Jantung berdebar-debar (palpitasi)

5. Pada kelainan yang sifatnya ringan sampai sedang, mungkin sama sekali

6. Tidak ditemukangejala atau gejalanya baru timbul pada usia pertengahan


Aritmia.

D. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada penderita ASD adalah:


1. Foto toraks

Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto toraks AP menunjukkan
atrium kanan yangmenonjol, dan dengan konus pulmonalis yang menonjol.Jantung
hanya sedikit membesar dan vaskularisasi paru yang bertambah sesuai dengan
besarnya pirau.

2. Elektrokardiografi

Menunjukkan pola RBBB pada 95%, yang menunjukkaN beban volume ventrikel
kanan. Deviasi sumbu QRS ke kanan (right axis deviation) padaASDsekundum
membedakannya dari defek primum yang memperlihatkan deviasi sumbu kiri (left
axis deviation). Blok AV I (pemanjangan interval PR) terdapat pada 10% kasus defek
sekundum

3. Ekokardiografi

Tujuan utama pemeriksaan ekokardiografi pada ASD adalah untuk mengevaluasi


pirau dari kiri ke kanan di tingkat atrium antara lain adalah:

a. Mengidentifikasi secara tepat defek diantara ke dua atrium

b. Memisualisasikan hubungan seluruh vena pulmonalis

c. Menyingkirkan lesi tambahan lainnya

d. Menilai ukuran ruang-ruang jantung (dilatasi)

e. Katerisasi jantung

Penderita di operasi tanpa katerisasi jantung, katerisasi hanya dilakukan


apabilaterdapat keraguan akan adanya penyakit penyerta atau hipertensi pulmonal.

E. Patofisiologi

Penyakit dari penyakit jantung kongentinal ASD ini belum dapat dipastikan banyak
kasus mungkin terjadi akibat aksi trotogen yang tidak diketahui dalam trisemester
pertama kehamilan saat terjadi perkembangan jantung janin. Pertama kehidupan
status, saat struktur kardiovaskuler terbentuk kecuali duktus arteriosis paten yaitu
saluran normal untuk status yang harus menututp dalam beberapa hari pertama.

Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat ini.
Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak
begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada atrium kanan 5
mmHg) . Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beban pada ventrikel
kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt besar, maka
volume darah yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah yang melalui
aorta.
Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis. Maka tekanan pada alatalat tersebut naik., dengan adanya kenaikan
tekanan, maka tahanan katup arteri pulmonalis naik, sehingga adanya perbedaan
tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu
bising sistolik ( jadi bising sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis relatif
katup pulmonal ). Pada valvula trikuspidalis juga ada perbedaan tekanan, sehingga
disini juga terjadi stenosis relatif katup trikuspidalis sehingga terdengar bising
diastolik.

Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis,
maka lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmunalis dan
akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Tapi
kejadian ini pada ASD terjadinya sangat lambat ASD I sebagian sama dengan ASD II.
Hanya bila ada defek pada katup mitral atau katup trikuspidal, sehingga darah dari
ventrikel kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke atrium kiri dan atrium kanan
pada waktu systole. Keadaan ini tidak pernah terjadi pada ASD II.

Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah
sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi
hipoksemi dan sianosis.

F. Penatalaksanaan

1. Pembedahan

Untuk tujuan praktis, penderita dengan defek sekat atrium dirujuk ke ahli bedah
untuk penutupan bila diagnosis pasti. Berdalih tentang pembedahan jantung yang
didasarkan pada ukuran shunt menempatkan lebih pada kepercayaan terhadap
data dari pada alasan yang diberikan. Dengan terbuktinya defek sekat atrium
dengan shunt dari kiri ke kanan pada anak yang umurnya lebih dari 3 tahun,
penutupan adalah beralasan. Agar terdeteksi, shunt dari kiri ke kanan harus
memungkinkan rasio QP/QS sekurang-kurangnya 1,5 : 1 ; karenanya mencatat
adanya shunt merupakan bukti cukup untuk maju terus. Dalam tahun pertama atau
kedua, ada beberapa manfaat menunda sampai pasti bahwa defek tidak akan
menutup secara spontan. Sesudah umur 3 tahun, penundaan lebih lanjut jarang
dibenarkan. Indikasi utama penutupan defek sekat atrium adalah mencegah
penyakit vascular pulmonal abstruktif. Pencegahan masalah irama di kemudian hari
dan terjadinya gagal jantung kongesif nantinya mungkin jadi dipertimbangkan,
tetapi sebenarnya defek dapat ditutup kemudian jika masalah ini terjadi. Sekarang
resiko pembedahan jantung untuk defek sekat atrium varietas sekundum benar-
benar nol. Dari 430 penderita yang dioperasi di Rumah Sakit Anak Boston, tidak ada
mortalitas kecuali untuk satu bayi kecil yang amat sakit yang mengalami
pengikatan duktus arteriosus paten. Kemungkinan penutupan tidak sempurna pada
pembedahan jarang. Komplikasi kemudian sesudah pembedahan jarang dan
terutama adalah masalah dengan irama atrium. Berlawanan dengan pengalaman ini
adalah masalah obstruksi vaskular pulmonal yang sangat menghancurkan pada 5
10 persen penderita, yang menderita penyakit ini. Penyakit vaskular pulmonal
obstruktif hampir selalu mematikan dalam beberapa tahun dan dengan sendirinya
cukup alasan untuk mempertimbangkan perbaikan bedah semua defek sekat atrium

2. Penutupan Defek Sekat Atrium dengan kateter.

Alat payung ganda yang dimasukan dengan kateter jantung sekarang digunakan
untuk menutup banyak defek sekat atrium. Defek yang lebih kecil dan terletak lebih
sentral terutama cocok untuk pendekatan ini. Kesukaran yang nyata yaitu dekatnya
katup atrioventrikular dan bangunan lain, seperti orifisium vena kava, adalah nyata
dan hingga sekarang, sistem untuk memasukkan alat cukup besar menutup defek
yang besar tidak tersedia. Keinginan untuk menghindari pemotongan intratorak dan
membuka jantung jelas. Langkah yang paling penting pada penutupan defek sekat
atrium transkateter adalah penilaian yang tepat mengenai jumlah, ukuran dan
lokasi defek. Defek yang lebih besar dari pada diameter 25 mm, defek multipel
termasuk defek di luar fosa ovalis, defek sinus venosus yang meluas ke dalam vena
kava, dan defek dengan tepi jaringan kurang dari 3-6 mm dari katup trikuspidal atau
vena pulmonalis kanan dihindari.

3. Untuk penderita dengan defek yang letaknya sesuai, ukuran ditentukan


dengan menggembungkan balon dan mengukur diameter yang direntangkan.
Payung dipilih yang 80% lebih besar daripada diameter terentang dari defek.
Lengan distal payung dibuka pada atrium kiri dan ditarik perlahan-lahan tetapi
dengan kuat melengkungkan sekat ke arah kanan. Kemudian, lengan sisi kanan
dibuka dan payung didorong ke posisi netral. Lokasi yang tepat dikonfirmasikan dan
payung dilepaskan. Penderita dimonitor semalam, besoknya pulang dan dirumat
dengan profilaksi antibiotik selama 6-9 bulan. Seluruh penderita dengan ASD harus
menjalani tindakan penutupan pada defek tersebut, karena ASD tidak dapat
menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup akan menimbulkan berbagai
penyulit di masa dewasa. Namun kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat
tergantung pada besar kecilnya aliran darah (pirau) dan ada tidaknya gagal jantung
kongestif, peningkatan tekanan pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal) serta
penyulit lain. Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat ditangani dengan
operasi bedah jantung terbuka. Operasi penutupan ASD baik dengan jahitan
langsung ataupun menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun,
pertama kali dilakukan tahun 1953 oleh dr. Gibbson di Amerika Serikat, menyusul
ditemukannya mesin bantu pompa jantung-paru (cardio-pulmonary bypass) setahun
sebelumnya.

4. Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak
terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka
kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al melaporkan
survival (ketahanan hidup) paska opearsi mencapai 98% dalam follow up 27 tahun
setelah tindakan bedah, pada penderita yang menjalani operasi di usia kurang dari
11 tahun. Semakin tua usia saat dioperasi maka survival akan semakin menurun,
berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada
pembuluh darah paru

5. Terapi intervensi non bedah

Aso adalah alat khusus yang dibuat untuk menutup ASD tipe sekundum secara non
bedah yang dipasang melalui kateter secara perkutaneus lewat pembuluh darah di
lipat paha (arteri femoralis). Alat ini terdiri dari 2 buah cakram yang dihubungkan
dengan pinggang pendek dan terbuat dari anyaman kawat nitinol yang dapat
teregang menyesuaikan diri dengan ukuran ASD. Di dalamnya ada patch dan
benang polyester yang dapat merangsang trombosis sehingga lubang/komunikasi
antara atrium kiri dan kanan akan tertutup sempurna.

G. Komplikasi

1. gagal jantung

2. penyakit pembuluh darah paru

3. endokarditis

4. aritmia

H. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Lakukan pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan yang mendetail terhadap


jantung.

b. Lakukan pengukuran tanda-tanda vital

c. Kaji tampilan umum, perilaku, dan fungsi

d. Inspeksi

1) Status nutrisi : gagal tumbuh atau penambahan berat badan yang buruk
berhubungan dengan penyakit jantung.

2) Warna : sianosis adalah gambaran umum dari penyakit jantung kongenital,


sedangkan pucat berhubungan dengan anemia yang sering menyertai penyakit
jantgung.

3) Deformitas dada : pembesaran jantung terkadang mengubah konfigurasi dada

4) Pulasi tidak umum : terkadang terjadi pulasi yang dapat dilihat.


5) Ekskursi pernapasan : pernapasan mudah atau sulit ( misalnya : takipnea,
dispnea, adanya dengkur ekspirasi ).

6) Jari tabuh : berhubungan dengan beberapa tipe penyakit jantung kongenital

7) Perilaku : memilih posisi lutut dada atau berjongkok merupakan ciri khas dari
beberapa jenis penyakit jantung.

e. Palpasi dan perkusi

1) Dada : membantu melihat perbedaan antara ukuran jantung dan karakteristik


lain ( seperti thrill vibrilasi yang dirasakan pemeriksa saat melakukan palpasi )

2) Abdomen : hepatomegali dan/atau splenomegali mungkin terlihat.

3) Nadi perifer : frekuensi, keteraturan dan amplitudo ( kekuatan ) dapat


menunjukan ketidaksesuaian.

f. Auskultasi

1) Jantung : mendeteksi adanya murmur jantung.

2) Frekuensi dan irama jantung : menunjukan deviasi bunyi dan intensitas


jantung yang membantu melolkalisasi defek jantung.

3) Paru-paru : menunjukan ronchi kering kasar, mengi.

4) Tekanan darah : penyimpangan terjadi di beberapa kondisi jantung ( mis ;


ketidaksesuaian antara ektremitas atas dan bawah ).

5) Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian : misalnya : ekg, radiografi,


ekokardiografi, fluroskopi, ultrasonografi, angiografi, analisis darah ( jhumlah darah,
haemoglobin, volume sel darah, gas darah ), kateterisasi jantung.

2. Dignosa keperawatan Dan Fokus Rencana asuhan keperawatan

a. Diagnosa keperawatan : Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan


dengan defek struktur.

Tujuan : Klien akan menunjukkan perbaikan curah jantung.

Kriteria hasil :

Frekwensi jantung, tekanan darah, dan perfusi perifer berada pada batas normal
sesuai usia.

Keluaran urine adekuat (antara 0,5 2 ml/kgbb, bergantung pada usia )

Intervensi
1) Beri digoksin sesuai program, dengan menggunakan kewaspadaan yang
dibuat untuk mencegah toxisitas.

2) Beri obat penurun afterload sesuai program

3) Beri diuretik sesuai program

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen

Tujuan : Klien mempertahankan tingkat energi yang adekuat tanpa stress


tambahan.

Kriteria hasil :

Anak menentukan dan melakukan aktivitas yang sesuai dengan kemampuan.

Anak mendapatkan waktu istirahat/tidur yang tepat.

Intervensi

1) Berikan periode istirahat yang sering dan periode tidur tanpa gangguan.

2) Anjurkan permainan dan aktivitas yang tenang.

3) Bantu anak memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi, dan
kemampuan.

4) Hindari suhu lingkungan yang ekstrem karena hipertermia atau hipotermia


meningkatkan kebutuhan oksigen.

5) Implementasikan tindakan untuk menurunkan ansietas.

6) Berespons dengan segera terhadap tangisan atau ekspresi lain dari distress.

c. Diagnosa keperawatan : Perubahan pertumbuhan dan perkembangan


berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan, isolasi
sosial.

Tujuan : Pasien mengikuti kurva pertumbuhan berat badan dan tinggi badan. Anak
mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang sesuai dengan
usia

Kriteria hasil :

Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat.

Anak melakukan aktivitas sesuai usia

Anak tidak mengalami isolasi sosial


Intervensi Keperawatan/rasional

1) Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang untuk mencapai pertumbuhan yang
adekuat.

2) Pantau tinggi dan berat badan; gambarkan pada grafik pertumbuhan untuk
menentukan kecenderungan pertumbuhan.

3) Dapat memberikan suplemen besi untuk mengatasi anemia, bila dianjurkan.

4) Dorong aktivitas yang sesuai usia.

5) Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap sosialisasi


seperti anak yang lain.

R : Izinkan anak untuk menata ruangnya sendiri dan batasan aktivitas karena
anak akan beristirahat bila lelah.

d. Diagnosa keperawatan : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan status fisik


yang lemah.

Tujuan : Klien tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi

Kriteria hasil : Anak bebas dari infeksi.

Intervensi

1) Hindari kontak dengan individu yang terinfeksi

2) Beri istirahat yang adekuat

3) Beri nutrisi optimal untuk mendukung pertahanan tubuh alami.

e. Diagnosa Keperawatan : Risiko tinggi cedera (komplikasi) berhubungan


dengan kondisi jantung dan terapi

Tujuan : Klien/keluarga mengenali tanda-tanda komplikasi secara dini.

Kriteria hasil :

Keluarga mengenali tanda-tanda komplikasi dan melakukan tindakan yang tepat.

Klien/keluarga menunjukkan pemahaman tentang tes diagnostik dan


pembedahan.

Intervensi

1) Ajari keluarga untuk mengenali tanda-tanda komplikasi :

Gagal jantung kongestif :


a) Takikardi, khususnya selama istirahat dan aktivitas ringan.

b) Takipnea

c) Keringat banyak di kulit kepala, khususnya pada bayi.

d) Keletihan

e) Penambahan berat badan yang tiba-tiba.

f) Distress pernapasan

g) Toksisitas digoksin

h) Muntah (tanda paling dini)

i) Mual

j) Anoreksia

k) Bradikardi. Disritmia

l) Peningkatan upaya pernapasan : retraksi, mengorok, batuk, sianosis.

m) Hipoksemia : sianosis, gelisah.

n) Kolaps kardiovaskular : pucat, sianosis, hipotonia.

2) Ajari keluarga untuk melakukan intervensi selama serangan hipersianotik

a) Tempatkan anak pada posisi lutut-dada dengan kepala dan dada ditinggikan.

b) Tetap tenang.

c) Beri oksigen 100% dengan masker wajah bila ada.

d) Hubungi praktisi

3) Jelaskan atau klarifikasi informasi yang diberikan oleh praktisi dan ahli bedah
pada keluarga.

4) Siapkan anak dan orang tua untuk prosedur.

5) Bantu membuat keputusan keluarga berkaitan dengan pembedahan.

R : Gali perasaan mengenai pilihan pembedahan.


f. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan
penyakit jantung (ASD)

Tujuan : Klien/keluarga mengalami penurunan rasa takut dan ansietas, Klien


menunjukkan perilaku koping yang positif

Kriteria hasil : Keluarga mendiskusikan rasa takut dan ansietasnya Keluarga


menghadapi gejala anak dengan cara yang positif

Intervensi

1) Diskusikan dengan orang tua dan anak (bila tepat) tentang ketakutan mereka
dan masalah defek jantung dan gejala fisiknya pada anak karena hal ini sering
menyebabkan ansietas/rasa takut.

2) Dorong keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan anak selama


hospitalisasi untuk memudahkan koping yang lebih baik di rumah.

3) Dorong keluarga untuk memasukkan orang lain dalam perawatan anak untuk
mencegah kelelahan pada diri mereka sendiri.

4) Bantu keluarga dalam menentukan aktivitas fisik dan metode disiplin yang
tepat untuk anak.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM (1996), Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Buku Ajar KEPERAWATAN KARDIOVASKULER (2001), Pusat Kesehatan Jantung dan


Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, Jakarta.

Buku Saku Keperawatan Pediatrik (2002), Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta

http://krisbudadharma.blogspot.com/2013/02/askep-asd.html

Diposkan oleh Kris Budadharma di Jumat, Februari 08, 2013

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke


Pinterest
Label: Askep Anak

Reaksi:

1 komentar:

Dharma Bueda8 Feb 2013 23.43.00

tes

Balas

Вам также может понравиться