Вы находитесь на странице: 1из 3

AL MAIDAH AYAT 51

Artinya: hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang


Yahudi dan Nasrani sebagai auliya, sebagian mereka adalah auliya bagi sebagian yang
lain. Barang siapa di antara kamu menjadikan mereka auliya, maka sesungguhnya di
termasuk sebagian mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-
orang yang zalim.

Kata tattakhidzu/kamu mengambil terambil dari kata akhadza, yang pada umumnya
diterjemahkan mengambil, tetapi dalam penggunannya kata tersebut dapat mengandung
banyak arti sesuai dengan sesudahnya. Misalnya jika kata yang di sebut sesudahnya
buku maka maknanya mengambil, jika hadiah atau persembahan maka
maknanya menerima, jika keamanannya maka maknanya dibinasakan. Kata
ittakhadza dipahami dalam arti mengandalkan diri pada sesuatu untuk menghadapi
sesuatu yang lain. Akan tetapi bukan berarti ayat tersebut melarang seorang muslim
mengandalkan seorang non muslim, tidak mutlak begitu karena yang di larang disini
adalah menjadikan mereka auliya.
Dalam Al-quran dan Terjemahannya oleh Tim Departemen Agama, kata auliya
diterjemahkan dengan pemimpin-pemimpin. Sebnernya menerjemahkan demikian tidak
sepenuhnya tepat. Kata auliya adalah bentuk jamak dari kata waliy yang makna dasarnya
adalah dekat. Dri sini kemudian berkembang makna-makna baru, seperti pendukung,
pembela, pelindung, yang mencintai, lebih utama dll yang intinya mengandung arti
kedekatan.
Thabathabai, musafir Syiah ketika menafsirkan ayat ini berbicara panjang lebar
tentang makna auliya. Antara lain dikemukakannya bahwa kata tersebut merupakan satu
bentuk kedekatan kepada sesuatu yang menjadikan terangkat dan hilangnya batas antara
yang mendekat dan yang didekati dalam tujuan kedekatan itu. Kalau tujuan dalam
konteksketakwaan dan pertolongan, auliya adalah penolong-penolong; apabila dalam
konteks pergaulan dan kasih sayang adalah ketertrikan jiwa sehingga waliy/auliya adalah
yang dicintai atau yag menjadikan seseorang tidak dapat tidak, kecuali tertarik
kepadanya, memenuhi kehendaknya dan mengikuti perintahnya. Dan kalau dalam
konteks ketaatan, waliy adalah siapa ang memerintah dan harus ditaati ketetapannya.
Dalam ayat ini -tulis thabathabai- Allah swt tidak menjelaskan dlam konteks apa
larangan tersebut sehingga ia dapat dipahami dalam pengertian segala sesuatu. tetapi,
karena lanjutan ayat ini menyatakan bahwa takut mendapat bencana, dapat dipahami
bahwa kedekatan yang terlarang ini adalah dalam konteks yang sesuai dengan apa yang
mereka takuti itu, yakni mereka takut jika pada suatu ketika akan terjadi bencana yang
tidak dapat di tolak, baik dari orang-orang yahudi dan Nasrani yang merekajadikan
auliya itu maupun dari pihak lain. Maka, karena itu, mereka harus menjadikan semua
pihak auliya yang membela mereka sekaligus teman sepergaulan dengan dengan
hubungan kasih sayang. Dari sini Thabathabai pada akhirnya berkesimpulan bahwa kata
auliya yang di maksud oleh ayat ini cinta kasih yang mengantar kepada meleburnya
perbedaan-perbedaan dalam satu wadah, menyatunya jiwa yang tadinya berselisih, saling
terkaitnya akhlak, dan miripnya tingkah laku. Inilah tulisnya yang menegaskan bahwa
Barang siapa di antara kamu menjadikan mereka auliya, maka sesungguhnya di
termasuk sebagian mereka. bukankah kata pribahasa: siapa yang mencintai satu
kelompok, ia termasuk kelompok itu dan bahwa seseorang akan bersama siapa yang
dicintainya.
Dengan memahami kata yang dibahas ini dalam arti kedekatan cinta kasih,
bertemulah ayta di atas dengan Frman-Nya dalam QS. Al-Mumtahannah 60:1
Larangan non muslim sebagai auliya yang di sebut ayat di atas antara lain: 1.

Tafsir almaraghi


Janganlah orang-orang muslim baik secara individu maupun kelompok mengangkat
wali dari orang-orang Yahudi dan Nasrani yang melawan nabi dan orang islam. Jangan
pula mengadakan janji setia kepada mereka untuk saling menolong, dengan
meninggalkan orang-orang mumin.
Ibnu jarir mengatakan sesungguhnya Allah Taala melarang seluruh orng mumin
untuk menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai para penolong orang-orang
yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya. Dia mengabarkan bahwa siapa saja yang
menjadikan mereka sebagai penolong, pembantu, dan wali, dan mengesampingkan Allah
dan rasul-Nya, maka dia termasuk dalam golongan orang Yahudi dan Nasrani itu.
Ayat ini di turunkan berkaitan dengan seorang munafik yang mengangkat wali dari
orang-orang Yahudi dan Nasrani untuk menghindarkan diri dri bahaya peperangan karena
ayat sesudah ini menunjuk kepada hal tersebu.
Kemudian Allah mengatakan illat dari larangan ini, Alah befirman :


Orang-orang yahudi sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Orang-
orang yang beriman tidak boleh mengangkat seorang wali atau penolong dari mereka,
karena orang Yahudi telah merusak janji setia yang dibuat bersama rasul. Rasul tidak
memulai memerangi dan memusuhi mereka, yang demikian berarti, seluruhnya
memerangi rasul dan kaum muminin.


Ibnu Jarir berkata, barang siapa yang mengangkat mreka menjadi wali dan menolong
mereka untuk mengalahkan orang-orang yang beriman,maka dia termauk para penganut
agama mereka. Barang siapa yang mengangkat seseorang menjadi walinya, berarti dia
sepaham dan seagama dengannya, bahkan ridha terhadap apa yang dilakukannya. Apabila
dia ridha padanya dan agamanya, berarti dia memusuhi orang yang berbeda dengannya
dan membencinya. Sehingga hukumnya sama dengan hukum orang yang di rhidainya itu.
Pengangkatan wali dan perjanjian untuk saling menolong diantara dua golongan yang
berbeda agama dalam mencapai berbagai kemaslahatan duniawi, tidak termasuk dalam
larangan dalam ayat ini.


Sebab, orang yang menjadikan wali dari musuh-musuh kaum muminin, menolong
mereka atau meminta pertolongan kepada mereka adalah orang yang zalim dia telah
meletakkan wilyah bukan pada tempatnya. Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada
kebaikan dan kepada yang haq.

Вам также может понравиться