Вы находитесь на странице: 1из 11

KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP PADA

PEMBELAJARAN EKOSISTEM BERBASIS KONSTRUKTIVISME


MENGGUNAKAN MEDIA MAKET

Neni Hasnunidah

Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung
E-mail: nenihasnunidah@yahoo.co.id

Abstract: The aim of this research was to analyze the using of mockups on learning
Ekcosystem towards critical thinking skills at the contructivism based learning
(discovery learning, cooperative learning, and problem based learning) by using
analyses comparative methods. The result at junior high school showed that mockups
at the third contructivism based learning can increase critical thinking skills of
Ecosystem level (=0.05). Based on data analysis shows that there is average N-
gain critical thinking skills difference significant between use discovery learning
(0,62) with problem based learning (0,53) with mockup, between cooperative learning
(0,60) with problem based learning by mockup. While between treatment mockup and
discovery learning with mockup and cooperative learning there is no average
difference significant. Besides, anova and LSD test show there is no average
difference N-gain ability berargumen significant between third treatment, while for
ability deduction, induction, and evaluation there difference. The use of mockups in
the discovery method can enhance students' skills does induction on the third than the
other skills. While the use of mockups in the cooperative learning and more problem
based learning can enhance the skills of doing evaluation. Based on student
conception be known that mockups at the contructivism based learning can motivating
student and facilitate understanding of the material, so that can explore critical
thinking skills of students that make it easier for students to solves problem.

Kata kunci : berpikir kritis, pembelajaran berbasis konstruktivisme, media maket.

Salah satu tujuan mata pelajaran IPA kritis mendasari ketiga yang lain. Artinya
di SMP adalah melakukan inkuiri ilmiah berpikir kritis pelu dikuasai terlebih dahulu
untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, sebelum mencapai tiga pola berpikir tingkat
bersikap dan bertindak ilmiah serta tinggi yang lain. Scriven dan Paul (2007)
berkomunikasi (BSNP, 2006). SMP menyatakan bahwa keterampilan berpikir
merupakan bagian dari pendidikan dasar kritis sangat penting dikembangkan karena
yang berfungsi membekali para siswa siswa dapat lebih mudah memahami konsep,
dengan pengetahuan sains untuk peka terhadap masalah yang terjadi sehingga
dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. dapat memahami dan menyelesaikan
Dalam pencapaian tujuan tersebut, menurut masalah, dan mampu mengaplikasikan
Lilisasari (2001) sains bukan ditekankan konsep dalam situasi yang berbeda.
pada pemahaman konsep sains semata, Beberapa hasil penelitian menunjukkan
melainkan diarahkan pada efek iringan bahwa berpikir kritis ternyata mampu
pembelajaran yang salah satunya adalah menyiapkan peserta didik berpikir pada
keterampilan berpikir kritis. Di antara empat berbagai disiplin ilmu, serta dapat dipakai
pola berpikir tingkat tinggi (berpikir kritis, untuk pemenuhan kebutuhan intelektual dan
berpikir kreatif, pemecahan masalah, dan pengembangan potensi peserta didik, karena
pengambilan keputusan), berpikir kritis dapat menyiapkan peserta didik untuk
64
Neni, Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP pada Pembelajaran Ekosistem 65

menjalani karir dan kehidupan nyatanya untuk mempermudahnya menyampaikan


(Liliasari, 2001; Adams, 2003). Lebih lanjut, materi sementara ia berperan sebagai satu-
Chiras (1992) mengungkapkan bahwa satunya sumber informasi dan sumber
berpikir kritis yang dipelajari dalam kelas segala jawaban. Jika ini dilakukan, maka
sains juga mempengaruhi hidup siswa jauh lima keterampilan masyarakat abad 21 yang
setelah mereka meninggalkan pendidikan dicanangkan PBB tidak akan berhasil.
formal mereka dengan memberikan alat Tantangan pendidikan abad 21, menurut
dimana mereka dapat menganalisa sejumlah PBB adalah membangun masyarakat
besar isu yang akan mereka hadapi dalam berpengetahuan (knowledge-based society)
kehidupan mereka sehari-hari. yang memiliki: (1) keterampilan melek TIK
Berpikir kritis dapat dikembangkan dan media (ICT and media literacy skills);
dalam pembelajaran dengan memperkaya (2) keterampilan berpikir kritis (critical
pengalaman siswa yang bermakna. thinking skills); (3) keterampilan
Pengalaman tersebut dapat berupa memecahkan masalah (problem-solving
kesempatan berpendapat secara lisan skills); (4) keterampilan berkomunikasi
maupun tulisan layaknya seorang ilmuwan efektif (effective communication skills); dan
(Curto dan Bayer, 2005). Peranan guru (5) keterampilan bekerjasama secara
untuk mengembangkan berpikir kritis dalam kolaboratif (collaborative skills)
diri siswa adalah sebagai pendorong, (Kusnandar, 2008).
fasilitator, dan motivator. Pada Untuk mengatasi masalah ini
kenyataannya hal tersebut masih jauh dari paradigma pembelajaran IPA-Biologi, harus
yang diharapkan, salah satunya disebabkan diubah menjadi berfilosofi konstuktivisme,
karena kurang dikembangkannya bahwa peserta didik harus terlibat aktif
keterampilan berpikir kritis di sekolah dasar dalam mengkonstruksi konsep yang
sampai dengan perguruan tinggi diajarkan dan dapat menerapkannya dalam
(Scafersman, 1991; Klimoviene, 2006; kehidupan sehari-hari. Penerapan
Castle, 2006; Ewie, 2010), sementara konstruktivisme dalam proses pembelajaran
menurut Lang (2000) berpikir kritis dapat menghasilkan metode pembelajaran yang
dipelajari dan ditingkatkan bahkan pada usia menekankan aktivitas utama pada siswa
dewasa. Masalah yang berhubungan dengan (Fosnot, 1996; Lorsbach & Tobin, 1992).
pengembangan berpikir kritis dalam Konstruktivisme berarti membangun
pembelajaran sering luput dari perhatian pemahaman siswa dari pengalaman baru
guru. Pengembangan berpikir kritis hanya berdasar pada pengetahuan awal.
diharapkan muncul sebagai efek pengiring Pembelajaran harus dikemas menjadi proses
(nurturan effect) semata. Mungkin juga guru mengkonstruksi bukan menerima
tidak memahami bagaimana cara pengetahuan. Sudah saatnya mengubah
mengembangkannya sehingga guru kurang prinsip belajar ekspositorik menjadi
memberikan perhatian secara khusus dalam partisipatorik dengan pandangan
pembelajaran (Redhana, 2007). konstruktivisme. Pandangan konstruk-
Pembelajaran Biologi sepatutnya tivisme sebagai filosofi pendidikan
dilaksanakan melalui pemberdayaan empat mutakhir menganggap semua peserta didik
pilar dasar pendidikan, yaitu learning to do, memiliki gagasan/pengetahuan tentang
learning to know, learning tobe, dan lingkungan dan peristiwa/gejala di
learning to live together (Budimasnyah, sekitarnya, meskipun gagasan/pengetahuan
2003). Namun harapan ini tidak akan ini seringkali naif dan miskonsepsi. Mereka
tercapai jika setiap guru yang mengajarkan senantiasa mempertahankan gagasan/
IPA-Biologi di SMP menerangkan dengan pengetahuan naif ini secara kokoh karena
gambar atau chart yang hanya berfungsi terkait dengan gagasan/pengetahuan awal
sebagai ilustrasi penjelas atau menggunakan lainnya yang sudah dibangun dalam sruktur
program animasi yang hanya bertujuan kognitif/skemata (Budimansyah, 2003:12).
66 Jurnal Pendidikan MIPA, Volume 13, Nomor 1, April 2012

Bagi konstruktivisme seseorang menampilkan objek nyata yang sangat


belajar dengan mengadakan restrukturisasi membantu dalam mengkomunikasikan
atas skema yang sudah dimiliki, baik dengan hakikat dari ekosistem. Namun harapan ini
menambah ataupun mengganti skema tidak mungkin terwujud dengan kondisi
tersebut. Pembelajaran berarti partisipasi sekolah yang kurang representatif bagi siswa
guru bersama siswa dalam membentuk untuk menggunakan lingkungan sekitarnya
pengetahuan, membuat makna, mencari sebagai sumber belajar. Kebanyakan sekolah
kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan di Kota Bandar Lampung memiliki
justifikasi (Pannen dkk., 2005). Karli (2002) pekarangan sekolah yang didominasi oleh
memberikan gambaran implikasi model paving block atau lantai semen, sehingga
pembelajaran konstruktivisme yang meliputi tidak dapat dijadikan sebagai media yang
empat tahapan (sintaks) yaitu: apersepsi, dapat menunjang proses pembelajaran
eksplorasi, diskusi dan penjelasan konsep, ekosistem. Menurut Riandi (2008)
serta pengembangan dan aplikasi. Dengan perkembangan fisik kota sebagai salah satu
demikian, pembelajaran berbasis cekaman antrapogenik pada tingkat
konstruktivisme sangat tepat digunakan komunitas mengakibatkan terjadinya
untuk mengembangkan keterampilan pergeseran bahkan penghilangan habitat
berpikir kritis, karena menurut Oak (2008) organisme, akibatnya pada daerah perkotaan
keterampilan berpikir kritis dapat objek biologi menjadi jauh dari jangkauan.
dikembangkan melalui pengolahan Dalam penelitian ini dipilih media
kebiasaan berpikir analisis dan berpikir maket untuk digunakan dalam pembelajaran
strategik. Kemampuan itu ditingkatkan materi pokok Ekosistem berbasis
dengan membangun kebiasaan untuk konstruktivisme. Maket adalah bentuk tiruan
menganalisis situasi yang kritis. tentang sesuatu dalam ukuran kecil atau
Mengembangkan kemampuan memecahkan model dari suatu benda asli yang karena
masalah dan mengembangkan keterampilan suatu sebab tidak dapat ditunjukkan aslinya
berargumentasi sejak usia dini merupakan misalnya karena benda asli terlalu besar,
strategi yang unggul dalam meningkatkan terlalu kecil, rumit, tempatnya terlalu jauh,
keterampilan berpikir kritis. Facione (2000) dan sebagainya. (Amran, 1997; Rohani,
menyatakan inti berpikir kritis adalah 1997; Sadiman, 2008; Sunaryo 2009).
deskripsi yang rinci dari sejumlah Melalui penggunaan maket/model sebagai
karakteristik yang berhubungan yang media, suatu obyek dapat dibawa ke dalam
meliputi analisis, inferensi, eksplanasi, kelas dalam bentuk replikanya (Gillespie &
evaluasi, pengaturan diri, dan interpretasi. Spirt, 1973), sehingga kita menjadi mudah
Seperti halnya Ennis (1985) yang untuk memahami bentuk keseluruhannya,
mengemukakan bahwa berpikir kritis komponen-komponen pembentuk sistem,
memiliki sekurang-kurangnya 5 indikator, susunan komponen dan hubungan antar
yaitu: (1) memberikan penjelasan sederhana komponen (Sofyan, 2010). Maket
(elementary clarification); (2) membangun merupakan media tiga dimensi yang dapat
keterampilan dasar (basic support); (3) dilihat, diraba dan mungkin dimanipulasi.
membuat inferensi (inferring); (4) membuat Menurut Riandi (2008) media yang bersifat
penjelasan lebih lanjut (advanced tiga dimensi dalam perannya sebagai
clarification); serta (5) mengatur strategi dan penyampai pesan akan lebih akurat
taktik (strategies and tactics). dibanding gambar atau chart, karena
Pada jenjang SMP kelas VII, konsep memungkinkan para siswa dapat menyentuh,
Ekosistem tidak semuanya dapat dijelaskan membaui, memegang atau memanipulasi
melalui praktikum dan metode konvensional obyek tersebut. Keuntungan-keuntungan
di kelas, sehingga guru dituntut untuk menggunakan media tiruan adalah belajar
melaksanakan pembelajaran yang dapat difokuskan pada bagian yang penting-
kontekstual dengan integrasi media yang penting saja, dapat mempertunjukkan
Neni, Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP pada Pembelajaran Ekosistem 67

struktur dalam suatu obyek, serta siswa pembelajarannya. Media dan model yang
memperoleh pengalaman yang konkrit ditawarkan ini diyakini akan mampu
(Daryato, 2010). meningkatkan hasil belajar dan keterampilan
Beberapa penelitian menunjukkan berpikir kritisnya. Selain itu, peneliti dapat
bahwa penggunaan media maket dapat sekaligus mendeteksi kekuatan dan
meningkatkan kualitas pembelajaran. kelemahan media dan model
Sunaryo (2009) dalam penelitiannya pada konstruktivisme sebagai upaya revitalisasi
siswa tunagrahita ringan kelas D5 SLB-C mata pelajaran IPA-Biologi di SMP
untuk pelajaran IPA materi lingkungan sehat khususnya pada materi pokok Ekosistem.
dan tidak sehat, memberi petunjuk bahwa
media maket dapat membantu siswa dalam
memahami benda-benda dengan lebih nyata. METODE
Dalam implementasinya, penggunaan media
ini juga dipercaya dapat meningkatkan Metode yang digunakan adalah kuasi
semangat dan motivasi belajar anak. eksperimental dengan desain kelompok
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh pembanding non-ekuivalen, yaitu kajian
Cholifah (2010) diketahui bahwa untuk menyelidiki hubungan antara suatu
penggunaan media maket pada mata variabel terhadap variabel lainnya dengan
pelajaran bahasa Indonesia di kelas IV MI mengkaji perbedaan peranan variabel bebas
Miftahul Huda dapat meningkatkan terhadap variabel tak bebas pada kelompok
keterampilan berbicara dan hasil belajar yang berbeda (McMillan dan Schumacher,
siswa. 2001). Dalam hal ini dilakukan analisis
Rendahnya keterampilan berpikir terhadap pengaruh penggunaan media maket
kritis siswa pada materi pokok Ekosistem dalam tiga macam pembelajaran bebasis
selama ini diduga akibat kurangnya konstruktivisme (model discovery learning,
penggunaan media pembelajaran yang. model cooperative learning, dan model
representatif dan penggunaan model problem based learning) terhadap
pembelajaran yang tidak cocok dengan keterampilan berpikir kritis siswa. Untuk
tujuan pembelajaran. Sehingga perlu jelasnya, alur penelitian digambarkan
dilakukan inovasi dalam media dan model sebagai berikut:

Media maket dalam


pembelajaran Ekosistem

Untuk meningkatkan keterampilan


berpikir kritis siswa

Model discovery Model cooperative Model problem based


learning dengan learning dengan learning dengan sampel
sampel 30 siswa sampel 34 siswa 31 siswa

Analisis komparatif

Hasil

Kesimpulan

Gambar 1. Alur penelitian


68 Jurnal Pendidikan MIPA, Volume 13, Nomor 1, April 2012

HASIL DAN PEMBAHASAN berbasis konstruktivisme berpengaruh


terhadap peningkatan keterampilan berpikir
1. Hasil Analisis kritis setelah pembelajaran (p= 0,042;
<0,05). Uji BNT menunjukkan hasil bahwa
Berdasarkan perhitungan statistic ada perbedaan rerata yang signifikan antara
gain ternormalisasi (N-gain) keterampilan perlakuan maket dan discovery learning
berpikir kritis siswa SMP antara perlakuan serta maket dan cooperative learning
model discovery, cooperative dan problem dengan maket dan problem based learning.
based learning untuk materi Eksosistem, Sedangkan antara perlakuan maket dan
terdapat perbedaan rerata yaitu: 1 (maket discovery learning dengan maket dan
dan discovery learning) = 0,62 0,11; coperative learning tidak ada perbedaan
2 (maket dan cooperative learning) = 0,60 rerata yang signifikan. Hasil uji rerata N-
0,11; dan 3 (maket dan problem based gain keterampilan berpikir kritis pada ketiga
learning) = 0,53 0,13. Hasil uji Anova perlakuan tersebut secara lengkap dapat
menunjukkan bahwa penggunaan media dilihat pada Tabel 1.
maket dan ketiga model pembelajaran
Tabel 1. Perbandingan rerata N-gain keterampilan berpikir kritis siswa pada ketiga kelompok perlakuan untuk
materi pokok Ekosistem.

N Perlakuan N Rerata Standar deviasi


o.
1 Maket dan discovery learning 30 0,62 0,11a
2 Maket dan cooperative learning 34 0,60 0,11a
3 Maket dan problem based learning 31 0,53 0,13b
Keterangan: Huruf yang berbeda pada angka rerata dan standar deviasi menunjukkan perbedaan yang
signifikan pada taraf nyata 0,05.

Keterampilan berpikir kritis yang signifikan antara ketiga perlakuan.


diukur setelah pembelajaran pada ketiga Sedangkan untuk kemampuan melakukan
kelompok perlakuan tersebut dibatasi pada deduksi, induksi, dan evaluasi, dari uji
keterampilan: (1) memberikan argumen; (2) Anova dan uji BNT dapat disimpulkan
melakukan deduksi; (3) melakukan induksi; bahwa ada perbedaan rerata N-gain yang
(4) melakukan evaluasi. Hasil uji Anova dan signifikan dari ketiga kelompok perlakuan.
uji BNT menunjukkan tidak ada perbedaan Adapun hasil selengkapnya dapat dilihat
rerata N-gain kemampuan berargumen yang pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan rerata N-gain indikator keterampilan berpikir kritis siswa pada ketiga
kelompok perlakuan untuk materi pokok Ekosistem.
No. Perlakuan argumen deduksi induksi evaluasi
1 Maket dan discovery learning
0,5a 0,6a 0,8a 0,7a
2 Maket dan cooperative learning
0,5a 0,4b 0,8a 0,9b
3 Maket dan problem based learning
0,4a 0,5a 0,5b 0,6a
Keterangan: Huruf yang berbeda pada angka rerata menunjukkan perbedaan yang
signifikan pada taraf nyata 0,05.
Tabel 2 di atas menunjukkan ada serta antara maket dan cooperative learning
perbedaan rerata N-gain kemampuan dengan maket dan problem based learning,
melakukan deduksi dan evaluasi antara namun antara maket dan discovery learning
perlakuan maket dan discovery learning dengan maket dan problem based learning
dengan maket dan cooperative learning tidak ada perbedaan yang signifikan. Ada
Neni, Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP pada Pembelajaran Ekosistem 69

perbedaan rerata N-gain kemampuan telah dimilikinya sehingga pemahamannya


melakukan induksi yang signifikan antara berkembang (Suparno, 1997).
perlakuan maket dan discovery learning Pembelajaran Ekosistem berbasis
dengan maket dan problem based learning, konstruktivisme menggunakan media maket
namun tidak dengan maket dan cooperative pada penelitian ini memberikan kesempatan
learning. Sedangkan antara perlakuan maket kepada siswa untuk mengungkapkan
dan cooperative learning dengan maket dan gagasan secara eksplisit dengan
problem based learning ada perbedaan N- menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi
gain yang signifikan. gagasan dengan temannya, dan mendorong
Pembelajaran materi pokok siswa memberikan penjelasan tentang
Eksosistem dengan model-model berbasis gagasannya. Pembelajaran seperti ini
konksruktivisme menggunakan media maket memberi siswa kesempatan untuk berpikir
disenangi oleh siswa karena siswa merasa tentang pengalamannya sehingga dapat
lebih terbantu dalam memahami konsep. mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif,
Penyajian konsep melalui media maket juga mendorong refleksi tentang model dan teori,
merangsang siswa berpikir dan memotivasi mengenalkan gagasan-gagasan pada saat
siswa untuk mempelajari konsep tersebut. yang tepat. Seperti yang dikemukakan oleh
Adapun tanggapan siswa mengenai Suparno (1997) bahwa prinsip pembelajaran
penggunaan media maket pada ketiga model berbasis konstruktivisme diantaranya, yaitu
pembelajaran yang digunakan disajikan pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
pada Gambar 2. secara aktif, tekanan dalam proses belajar
Berdasarkan gambar 2 di atas terletak pada siswa dan guru adalah
diketahui persentase tanggapan siswa 50% fasilitator.
dengan komentar sangat setuju diberikan Media maket yang digunakan dalam
untuk perlakuan maket dan discovery penelitian ini memberikan gambaran kepada
learning dan maket dan problem based siswa mengenai kondisi yang sesungguhnya
learning pada item senang belajar, sehingga memudahkan siswa mengingat dan
sedangkan untuk item mudah memahami menghindari pengertian yang abstrak,
materi pada perlakuan maket dan problem misalnya siswa dapat menentukan
based learning. Dengan demikian media organisme mana yang termasuk individu,
maket dan model berbasis konstruktivisme populasi dan komunitas yang ada dalam
dapat memotivasi siswa sehingga mereka ekosistem sabana tersebut, sehingga sebuah
senang belajar dan mempermudah ekosistem sabana dapat tergambarkan
memahami materi. dengan jelas dalam maket tersebut dan tidak
menimbulkan pengertian yang abstrak pada
2. Pembahasan siswa. Moedjiono (1992) menyatakan media
tiga dimensi dapat memberikan pengalaman
Penggunaan media maket dalam secara langsung, penyajian secara kongkrit
pembelajaran ekosistem berbasis dan menghindari verbalisme, dapat
konstruktivisme ternyata dapat menunjukkan obyek secara utuh baik
meningkatkan keterampilan berpikir kritis konstruksi maupun cara kerjanya, dapat
siswa SMP. Pembelajaran ini telah memperlihatkan struktur organisasi secara
membentuk makna yang diciptakan oleh jelas, dapat menunjukkan alur suatu proses
siswa melalui apa yang dilihat, didengar dan secara jelas.
dirasakannya. Hal ini sejalan dengan Melalui penelitian ini keterampilan
pandangan kaum konstruktivis yaitu belajar berpikir kritis siswa meningkat, sehingga
merupakan proses pengasimilasian dan dapat dikatakan bahwa media maket yang
penghubung pengalaman yaitu antara bahan dikembangkan memang bermanfaat dalam
yang dipelajarinya dengan pemahaman yang meningkatkan daya serap siswa. Dengan
menyusun media maket siswa menjadi lebih
70 Jurnal Pendidikan MIPA, Volume 13, Nomor 1, April 2012

aktif dalam berdiskusi, saling seorang siswa tidak akan dapat


mengemukakan pendapat, saling bantu mengembangkan keterampilan berpikir
dalam penyusunan media maket sehingga kritis dengan baik, tanpa ditantang untuk
siswa dapat menentukan bahwa makhluk berlatih menggunakannya dalam pem-
hidup penyusun ekosistem terdiri dari belajaran. Melalui discovery siswa dituntut
individu, populasi, komunitas. Hal ini sesuai untuk melakukan pengumpulan data melalui
pendapat Dale (1969) bahwa tingkat daya penemuan dan penyelidikan sendiri dengan
serap modus pengalaman belajar 10 % menggunakan media maket yang
melalui membaca, 20 % melalui mendengar, menyerupai keadaan yang sebenarnya.
30 % melalui melihat, 50 % melalui melihat Siswa dihadapkan langsung dengan benda
dan mendengar, 70 % melalui perkataan/ yang mirip dengan benda aslinya sehingga
ucapan, 90 % melalui perkataan/ucapan dan memudahkan siswa dalam membuat
perbuatan. generalisasi dari data. Melalui tahap
Penggunaan media maket dan penemuan dan penyelidikan siswa dapat
discovery learning pada siswa SMP dapat bertukar pendapat, berdiskusi, dan saling
meningkatkan keterampilan berpikir kritis membantu dalam pemecahan masalah
siswa, terutama untuk indikator sehingga keterampilan berpikir siswa dapat
keterampilan melakukan induksi. Kete- tergali. Pernyataan tersebut didukung oleh
rampilan melakukan induksi, dikembangkan pendapat Roestiyah (2008), dengan
dalam kegiatan yang menuntut siswa menggunakan discovery learning siswa
membuat generalisasi dari data secara memperoleh pengetahuan yang bersifat
maksimal melalui penggunaan media maket. sangat pribadi sehingga dapat kokoh
Keterampilan induksi terlatih ketika siswa tertinggal dalam jiwa siswa tersebut, dan
diharuskan menyusun piramida makanan juga pendapat Djamarah dan Zain (2006)
dan menentukan organisme yang berada bahwa hasil belajar dengan discovery
pada tiap tingkatan tropiknya dalam media learning lebih mudah dihafal dan diingat,
maketnya. Siswa dituntut untuk melakukan mudah ditransfer untuk memecahkan
pengumpulan data melalui penemuan dan masalah. Johnson (2007) berpendapat
penyelidikan sendiri dengan menggunakan berpikir kritis merupakan proses terarah
media maket yang menyerupai keadaan yang digunakan dalam kegiatan mental
yang sebenarnya, misalnya: pada materi seperti untuk memecahkan masalah. Semua
aliran energi dalam ekosistem siswa uraian ini didukung oleh Potts (1994) yang
diperintahkan untuk menyusun rantai mengemukakan bahwa berpikir kritis dapat
makanan, jaring-jaring makanan, dan dikembangkan di dalam kelas melalui
piramida makanan. lingkungan fisik dan intelektual dengan
Meyers dalam Science Education discovery learning.
Program (2008) mengungkapkan bahwa

Mudah berinteraksi 43 34 13
Kemandirian terlatih 46 29 29
Berpikir kritis tergali 23 20 13 discovery
Tidak bosan 27 29 32
cooperative
Mudah mengerjakan soal-soal 37 34 42
problem based
Mudah memahami materi 20 40 52
Senang belajar 60 31 71
persentase tanggapan

Gambar 2. Tanggapan siswa dengan komentar sangat setuju terhadap media maket dan ketiga
model pembelajaran materi pokok Ekosistem berbasis kontekstual yang digunakan.
Neni, Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP pada Pembelajaran Ekosistem 71

Penggunaan media maket dan berdasarkan masalah membutuhkan analisis


cooperative learning pada siswa SMP dapat sebab akibat agar dapat memberikan
meningkatkan keterampilan berpikir kritis kesempatan kepada siswa untuk berhipotesis
siswa. Menurut Gokhale (1995) cooperative dan berspekulasi. Oleh karena itu
learning diyakini dapat memberi peluang permasalahan yang disajikan pada penelitian
bagi siswa untuk terlibat dalam diskusi, ini meliputi permasalahan atau fenomena
berpikir kritis, berani dan mau mengambil yang relevan dengan kehidupan nyata
tanggung jawab untuk pembelajaran mereka sehari-hari yang sering ditemui oleh siswa.
sendiri. Salah satu indikator keterampilan Hal ini didukung oleh (Smith, 1995) bahwa
berpikir kritis, yaitu kemampuan melakukan problem based learning yang menganut
evaluasi menghasilkan rerata N-gain yang pandangan kontruktivisme dalam
paling tinggi dibandingkan dengan pembelajaran harus memberikan kesem-
keterampilan yang lainnya. Melakukan patan siswa untuk mengembangkan
evaluasi ialah kegiatan pemilihan salah satu kemampuan berpikir kritis dan evaluatif
alternatif yang ada untuk menghasilkan melalui analisis masalah nyata dalam
solusi pemecahan masalah yang paling baik. kehidupan sehari-hari.
Dengan menggunakan media maketnya
siswa dapat menentukan pernyataan yang KESIMPULAN DAN SARAN
benar. Keterampilan melakukan evaluasi
siswa terlatih dengan adanya media maket, Pembelajaran dengan media maket
karena menjadi lebih mudah mengevaluasi melalui model-model berbasis konstruk-
berdasarkan fakta yang benar. Untuk tivisme pendekatan sangat baik untuk
mengembangkan keterampilan melakukan diterapkan dalam rangka meningkatkan
evaluasi siswa harus dibiasakan meng- keterampilan berpikir kritis siswa. Secara
analisis data dan menguji hipotesis data, umum pembelajaran dengan media maket
dengan menggunakan media maket siswa melalui pendekatan kontekstual sangat
lebih mudah mengevaluasi berdasarkan menarik sehingga dapat membangkitkan
fakta. Hal tersebut sesuai dengan yang motivasi siswa untuk menyelesaikan
dikemukakan Ibrahim (2005) bahwa tahap masalah dalam pembelajaran ekosistem.
penyelidikan ilmiah sangat penting untuk Keterampilan melakukan evaluasi lebih
dilakukan, agar siswa mengumpulkan cukup dapat ditingkatkan melalui model
informasi untuk menciptakan dan pembelajaran kooperatif dan model
membangun ide mereka sendiri, dalam pembelajaran berdasarkan masalah,
rangka memperoleh jawaban pemecahan sedangkan kemampuan melakukan induksi
masalah. Pada tahap ini siswa dapat pada model pembelajaran diskoveri.
mengembangkan berbagai keterampilan Siswa memberi tanggapan yang
yang mereka miliki, tidak hanya meliputi positif mengenai pembelajaran dengan
gerakan motorik melainkan juga fungsi menggunakan media maket melalui model-
mental yang bersifat kognitif (termasuk model pembelajaran berbasis
keterampilan berpikir). konstruktivisme. Pembelajaran seperti iini
Dalam penerapan problem based sangat disenangi oleh siswa dan tidak
learning, penggunaan media maket juga menimbulkan kebosanan dalam belajar,
menghasilkan perbedaan peningkatan rerata sehingga siswa lebih mudah memahami
skor pada setiap indikator keterampilan materi yang dipelajari dan mudah
berpikir kritis siswa. Keterampilan menyelesaikan soal-soal yang diberikan
melakukan evaluasi menghasilkan rerata N- guru. Pembelajaran seperti ini juga
gain yang paling tinggi dibandingkan mempermudah interaksi antar siswa, dan
dengan keterampilan yang lainnya. Slavin pada akhirnya kesemuanya itu memberikan
(1995) menyatakan bahwa situasi masalah kesempatan bagi siswa untuk berpikir kritis.
otentik yang disajikan dalam pembelajaran Pengembangan media maket dan
72 Jurnal Pendidikan MIPA, Volume 13, Nomor 1, April 2012

pembelajaran kontekstual perlu terus Curto, K. & T. Bayer. 2005. Writing and
disempurnakan dan dikembangkan terutama Speaking to Learn Bioloy: An
untuk konsep-konsep abstrak di berbagai Intersection of Critical Thinking and
jenjang pendidikan. Untuk itu para guru Communication Skills. Bioscene:
harus diberdayakan agar mampu Journal of College Biology Teaching,
memanfaatkan dan mengembangkannya di 31(4) 11-19.2005.
sekolah. Akan tetapi pemanfaatannya juga
perlu disikapi secara arif sebab ada konsep Dale, E. 1969. Audiovisual Methods in
yang mungkin lebih baik dipahami melalui Teaching. The Dryden Press. New
kegiatan hands-on (praktikum) atau kegiatan York.
lainnya.
Djamarah, B.S. dan Zain,A.(2006) Strategi
Belajar Mengajar. PT. Rineka Cipta .
DAFTAR PUSTAKA Jakarta

Adams, D,S. 2003. Teaching Critical Ennis, R.H. (1985). Goals for a Critical
Thinking in a Developmental Biology Thinking Curriculum. In A.L. Costa
Course at an American Liberal Arts (ed.). Developing Minds: A Resource
College. J.Dev.Biol. 47: 145-151. Book for Teaching Thinking.
Alexandra: ASCD.
BNSP, 2006. Standar Isi IPA SMP/MTs.
Departemen Pendidikan Nasional, Ewie, C.U. 2010. Developing Critical
Jakarta. Thinking Skills of Preservice Teacher
in Ghana. Academic Leadership The
Budimansyah, D. 2003. Model Online Journal. 8(4): 2-10.
Pembelajaran Berbasis Portofolio
Untuk Biologi. Genesindo. Bandung. Facione, P.A., Facione N. C., and Giancarlo,
C. (2000). The Disposition toward
Castle, A. 2006. Assesment of Critical Critical
Thinking Skill of Students Thinking: Its Character, Measurement,
Radiographers. Radiography. 12: 88- and Relationship to Critical Thinking
95. Skills. Journal of Informal Logic,
Volume 20-1 61-84.
Chiras, D. 1992. Teaching Critical Thinking
Skills in the Biology and Fosnot, C. T. (1996). Constructivism: A
Environmental Science Classrooms. psychological theory of learning. In C.
The American Biology Teacher, 54: T. Fosnot (Ed.), Constructivism:
464-468. Theory, perspectives, and practice
(pp. 8-33). New York: Teachers
Colifah, N. 2010. Pemanfaatan Media College Press.
Maket Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berbicara Siswa Dalam Gokhale, A.A. 1995. Collaborative
Memahami Denah Di Kelas IV MI Learning Enhances Critical Thinking,
Miftahul Huda Dukuhsari Sukorejo Journal of Technology Education, 7
Pasurua. Skripsi. Jurusan (1).
Kependidikan Sekolah Dasar &
Prasekolah. Fakultas Ilmu Pendidikan Johnson, E.B. 2007. Contextual Teaching
UM. Malang. and Learning. MLC. Bandung.
Neni, Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP pada Pembelajaran Ekosistem 73

Karli, H. dan M. S.Yuliariatiningsih. 2002. Html. Diunduh tanggal 12 Februari


Implementasi Kurikulum berbasis 2011.
Kompetensi (Model-model
Pembelajaran). Bina Media Informasi, Pannen, Mustafa dan Sekarwinahyu, 2005.
Bandung. Konstruktivisme Dalam Pembe-
lajaran. Proyek Pengembangan
Kusnandar, A. 2008. TIK Untuk Universitas Terbuka Dirjen Dikti.
Pembelajaran. Modul. Pustekom. Depdiknas. Jakarta.
Depdiknas Jakarta.
Potts, B. 1994. Strategies for Teaching
Klimoviene, G.U.J. and R. Barzdziukiene, Critical Thinking. Practical
2006. Developing Critical Thinking Assessment, Research & Evaluation,
Through Cooperative Learning. Study 4(3). Retrieved December 17, 2011
about Language, 9: 77-84. from http://PAREonline.net/
getvn.asp?v=4&n=3 . This paper has
Lang, D. 2000. Critical Thinking in Web been viewed 103,307 times since
Courses: An oxymoron? Syllabus, 11/13/1999.
14(2), 20-24.
Redhana, I W. 2007. Chemistry Teachers
Liliasari, 2001. Model Pembelajaran IPA Views towards Teaching and Learning
untuk Meningkatkan Keterampilan and Assessment of Critical Thinking
Berpikir Tingkat Tinggi Calon Guru Skills. Proceeding of The First International
Sebagai Kecenderungan Baru Pada on Science Education. October 27, 2007.
Era Globalisasi. Jurnal Pengajaran
MIPA. Vol.2.No.1/Juni 2001. Roestiyah, 2008. Strategi Belajar Mengajar.
PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Lorsbach, A. & K. Tobin. 1992.
Cosntructivism as a referent for Rohani, A. 1997. Media Instruksional
Science Teaching. NARST Research Edukatif. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Matters to the Science Teacher, No.
30. Riandi, 2008. Media Pembelajaran Biologi.
Bahan Kuliah. http: //file.epi.edu/
Macmillan J. &, S. Schumacher. 2001. direktori/ D_PMIPA/Jur.Pend.Biologi.
Research in Education, New York: Diunduh pada tanggal 1 Maret 2011.
Addison Wesley Longman. Pkl 10.12 WIB.

Meyers,R.1992. Debunking the paranorms: Scriven, M. & Paul R. 2007. Defining


We should teach critical thinking as Critical Thinking. The Critical
necessity for living, not just as a tool Thinking Community. Foundation for
for science. The American Biology Critical Thinking. Retrived January, 2.
Teacher, 54: 4-9. 2008 from http: //www.critical
thinking.org/about CT/define_critical_
Moedjiono, M. D. 1992. Strategi Belajar thinking.ctm.
Mengajar. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Smith, C. A. 1995. Features section:
Problem Based Learning.
Oak, M. 2008. Developing Critical Thinking Biochemistry and Molecular
Skills. www.buzzle.com/articles/ Biology Education Journal. 23 (3),
developing-critical thinking skills. 149-152.
74 Jurnal Pendidikan MIPA, Volume 13, Nomor 1, April 2012

Slavin, R. 1990. Cooperative Learning:


Theory, Research and Practice, Ally
and Bacon, EUA.

Sofyan, A. 2010. Pemodelan Lingkungan.


http://www.kitada.eco.tut.ac.jp/pub/
member/ asep/plo/model.html.
Diunduh tanggal 30 Januari 2011.

Sunaryo. 2009. Pengaruh Penggunaan


Media Maket terhadap Prestasi Belajar
Siswa Tunagrahita Ringan pada Mata
Pelajaran IPA. JAfll Anakku Volume
8 : Nomor 2 Tahun 2009. UPI.
Bandung.

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme


dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.

Вам также может понравиться