Вы находитесь на странице: 1из 12

Clinical Science Session

TUBO OVARIAN ABSCESS

Disusun oleh :

Denada Florencia Leona 1210312125

Tiara Ledita 1210313059

Preseptor:

dr. H. Mutiara Islam, Sp.OG (K)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD PARIAMAN
2017

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


TOA (tubo-ovarian abscess) berhubungan erat dengan PID (Pelvic

inflammatory disease). TOA merupakan end-stage process dari PID akut. TOA

adalah salah satu komplikasi akut dari PID. TOA pada umumnya terjadi pada

wanita usia produktif dan biasanya merupakan kelanjutan dari infeksi saluran

genital bagian bawah. Penyakit ini dapat terjadi pada pasien yang post

histerektomi supraservikal, serta dapat juga terjadi pada pasien yang sebelumnya

mengalami servitis dan parametritis (Tohya et al., 2003). PID disebabkan oleh

mikroorganisme yang menghuni endoserviks kemudian naik ke endometrium dan

tuba fallopi. TOA terjadi sekitar 18-34% pada pasien dengan PID dan 22% dengan

salpingitis di Nairobi, Kenya.

TOA umumnya disebabkan oleh mikroorganisme umum yang menjadi

penyebab STD (sexually transmitted diseases), berhubungan seks dengan partner

yang memiliki agen infeksius ini merupakan faktor risiko yang sangat penting

dalam terjadinya TOA. Selain itu, operasi ginekologi, kanker organ genital

(genital malignancy), IVF treatment, dan apendisitis yang mengalami perforasi

juga diketahui menjadi penyebab TOA (Protopapas et al., 2004).

Diagnosis TOA sering sulit ditegakkan dan sulit dibedakan dengan

peradangan pelvis oleh sebab-sebab yang lain, sehingga dibutuhkan anamnesa,

pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang tepat untuk dapat

menegakkan diagnosis pasti dan memberikan terapi yang tepat pula. Dan bila

tidak ditangani dengan baik, komplikasinya dapat menyebabkan kematian,

kemandulan dan kehamilan ektopik yang merupakan masalah medik, sosial dan

ekonomi.

1.2 Batasan Masalah

2
Dalam makalah ini akan disajikan beberapa aspek penting dari TOA,

diantaranya : definisi, etiologi, patofisiologi, pemeriksaan dan diagnosa,

komplikasi, penatalaksanaan, dan prognosis

1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman

tentang TOA

1.4 Metode Penulisan

Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang

merujuk dari berbagai literatur.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

2.1.1 Tuba, Ovarium, dan abses (abscess)

3
- Tuba fallopii adalah saluran ovum yang memiliki panjang bervariasi antara

8 hingga 14 cm dan ditutup oleh peritonium serta lumennya dilapisi oleh

membran mukosa. Tuba terbagi menjadi 3 bagian, yakni pars interstitial,

ismus, ampula, dan infundibulum (Cunningham et al., 2006). Tuba

berfungsi untuk menyalurkan ovum dari ovarium menuju uterus.


- Ovarium merupakan bagian dari organ reproduksi wanita bagian dalam.

Ovarium berjumlah dua buah dan terletak di kiri dan kanan. Ovarium ke

arah uterus bergantung pada ligamentum infundibulo pelvikum dan

melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium.


- Abses adalah ronga yang terbentuk karena adanya kerusakan

jaringan/bengkak karena proses infeksi.

Gambar 1. Organ dan Saluran Reproduksi Wanita normal

4
Gambar 2. Organ dan Saluran Reproduksi Wanita yang
mengalami inflamasi

2.1.2 TOA (tubo-ovarian abscess)

Tubo-ovarian abscess (TOA) adalah pembengkakan yang terjadi pada

tuba-ovarium yang ditandai dengan radang bernanah, baik di salah satu tuba-

ovarium, maupun keduanya (Granberg, 2009). TOA Merupakan komplikasi

termasuk efek jangka panjang dari salfingitis akut tetapi biasanya akan muncul

dengan infeksi berulang atau kerusakan kronis dari jaringan adneksa. Biasanya

dibedakan dengan ada tidaknya ruptur. Dapat terjadi bilateral walaupun 60% dari

kasus abses yang dilaporkan merupakan kejadian unilateral dengan atau tanpa

penggunaan IUD. Abses biasanya polimikroba.

2.2 Etiopatogenesis

TOA biasanya disebabkan oleh bakteri aerob dan anaerob, seperti

Escherichia coli, Hemolytic streptococci and Gonococci, Bacteroides species dan

Peptococcus. Pada beberapa kasus, Hemophilus inuenzae, Salmonella,

actinomyces, dan Staphylococcus aureus juga dilaporkan menjadi penyebab TOA.

Sekitar 92% penyebab TOA adalah Streptococci (Cohen et al., 2003).

5
Dikatakan bahwa nekrosis tuba fallopi dan kerusakan epitel terjadi

dikarenakan bakteri patogen menciptakan lingkungan yang diperlukan untuk

invasi anaerob dan pertumbuhan. Terdapat salfingitis yang melibatkan ovarium

dan ada juga yang tidak. Proses inflamasi ini dapat terjadi spontan atau

merupakan respon dari terapi. Hasilnya dapat terjadi kelainan anatomis yang

disertai dengan perlengketan ke organ sekitar. Keterlibatan ovarium biasanya

terjadi di tempat terjadinya ovulasi yang sering menjadi tempat masuk infeksi

yang luas dan pembentukan abses. Apabila eksudat purulen itu ditekan maka akan

menyebabkan ruptur dari abses yang dapat disertai oleh peritonitis berat serta

tindakan laparotomi. Perlengketan yang lambat dari abses akan menyebabkan

abses cul de sac. Biasanya abses ini muncul ketika penggunaan IUD, atau

munculnya infeksi granulomatous ( TBC, aktinomikosis).

Adapun faktor risiko adalah sebagai berikut ,(VImala, 2004) :

a. Multiple partner
b. Status ekonomi rendah.
c. Riwayat PID
d. Menggunakan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
e. Adanya riwayat STD

2.3 Patofisiologi

Adanya penyebaran bakteri dari vagina ke uterus lalu ke tuba dan atau

parametrium, terjadilah salpingitis dengan atau tanpa ooforitis. Keadaan ini bisa

terjadi pada pasca abortus, pasca persalinan atau setelah tindakan ginekologi

sebelumnya (Granberg, 2009). Mekanisme pembentukan TOA secara pasti masih

sulit ditentukan, tergantung sampai dimana keterlibatan tuba infeksinya sendiri.

Pada permulaan proses penyakit, lumen tuba masih terbuka mengeluarkan eksudat

yang purulent dari febriae dan menyebabkan peritonitis, ovarium sebagaimana

6
struktur lain dalam pelvis mengalami inflamasi, tempat ovulasi dapat sebagai

tempat masuk infeksi. Abses masih bisa terbatas mengenai tempat masuk infeksi.

Abses masih bisa terbatas mengenai tuba dan ovarium saja, dapat pula melibatkan

struktur pelvis yang lain seperti usus besar,buli-buli atau adneksa yang lain.

Proses peradangan dapat mereda spontan atau sebagai respon pengobatan,

keadaan ini biasanya memberi perubahan anatomi disertai perlekatan fibrin

terhadap organ terdekatnya. Apabila prosesnya menghebat dapat terjadi pecahnya

abses (Granberg, 2009).

2.4 Gambaran Klinis serta Tanda dan Gejala

Pada semua kasus TOA, termasuk yang disebabkan oleh Pneumococcus,

menunjukkan gejala-gejala berikut: nyeri (88%), demam (35%), massa adneksa

(35%), diare (24%), mual dan muntah (18%), haid tidak teratur (12%).

Pada pemeriksaan touching : nyeri goyang portio, nyeri kiri dan kanan

uterus atau salah satunya, kadang-kadang terdapat penebalan tuba (tuba yang

normal, tidak teraba), seta nyeri pada ovarium karena meradang.

Gejala dapat sangat bervariasi dari asimptomatis sampai terjadinya akut

abdomen sampai syok septik. Karateristik pasien biasanya yang muda serta

paritasnya rendah dengan riwayat infeksi pelvis. Durasi dari gejala pada wanita

biasanya kurang lebih 1 minggu dan onsetnya biasanya terjadi 2 minggu atau

lebih setelah siklus menstruasi.

2.5 Diagnosis

Penegakan diagnosis berdasarkan gejala dan tanda yang telah didapatkan

pada anamnesis dan pemeriksaan fisik, disertai adanya :

- Riwayat infeksi pelvis

7
- Adanya massa adnexa, biasanya lunak

- Produksi pus dari kuldesintesis pada ruptur

Pemeriksaan Penunjang untuk penegakan diagnosis TOA adalah :

a. Pemeriksaan laboratorium: Hasil pemeriksaan yang didapatkan dari

laboratorium kurang bermakna. Hitung jenis sel darah putih bervariasi dari

leukopeni sampai leukositosis. Hasil urinalisis memperlihatkan adanya

pyuria tanpa bakteriuria. Nilai laju endap darah minimal 64 mm/h serta

nilai akut C-reaktif protein minimal 20 mg/L dapat difikirkan ke arah

diagnosa TOA.
b. USG
Dapat membantu untuk mendeteksi perubahan seperti terjadinya progressi.

regresi, ruptur atau pembentukan pus. Ultrasound adalah modalitas

pencitraan pilihan pertama untuk diagnosis dan evaluasi TOA. USG

menawarkan akurasi, siap ketersediaan, biaya rendah dan kurangnya

radiasi pengion. Namun, tetap memerlukan keahlian teknis untuk

mencapai potensi diagnostik yang akurat. Ini dapat dilakukan baik

transvaginal atau transabdominal: pencitraan yang transvaginal

memberikan gambaran lebih detail, dimana transduser berada di dalam

dekat dengan daerah pemeriksaan, sedangkan pencitraan pelvis yang

transabdominal menawarkan keuntungan imaging dalam satu tampilan

organ besar seperti rahim. Habitus tubuh besar dan adanya loop dari usus

di pelvis dapat menimbulkan kesulitan dalam pencitraan dengan USG

transabdominal.
c. CT (computed tomography)
Computed tomography telah digunakan, sejak perkembangan dari USG

dan MRI, peran terbatas dalam evaluasi radiologi dari PID. Penggunaan

8
radiasi pengion yang membatasi faktor lainnya, karena mayoritas pasien

tersebut dalam usia reproduksi (Vimala., 2004). Kinerja CT dengan

penggunaan media kontras oral dan intravena meningkatkan metode dari

akurasi diagnostik karena karakterisasi jaringan yang lebih baik. Sejumlah

kecil cairan dalam cul de sac bisa dideteksi oleh CT. Suatu abses Tubo-

ovarium mungkin tergambar sebagai massa peradangan dengan komponen

padat dan kistik, dengan peningkatan semua atau bagian dari komponen

padat. Tampilan paling sering dari Tubo-ovarium abcess adalah adanya

cairan yang mengandung massa dengan dinding tebal. Septations mungkin

juga ada. Salah satu tanda yang lebih spesifik dari abses Tubo-ovarium,

yang tidak umum pada PID, adalah munculnya gelembung gas pada

massa. Limfadenopati biasanya ada di daerah paraaortic pada tingkatan

dari hila ginjal (limfatik ovarium dan limfatik salpingial sejajar dengan

vena gonad). Kadang-kadang ovarium dapat dideteksi dalam massa.

Dalam kasus seperti diagnosis abses Tubo-ovarium tidak sulit, jika tidak,

massa yang mengalami inflamasi bisa dibedakan dari proses peradangan

yang timbul dari appendiks (abses appendiceal) atau divertikula (Abses

divertikular) atau bahkan keganasan kandung kemih.


d. Kuldosentesis
Cairan kuldosentesis pada wanita denagn TOA yang tidak ruptur

memperlihatkan gambaran reaction fluid yang sama seperti di salpingitis

akut. Apabila terjadi ruptur TOA maka akan ditemukan cairan yang

purulen.

Diagnosis banding :

a. TOA utuh dan belum memberikan keluhan


- Kistoma ovari, tumor ovari

9
- KET
- Abses peri, apendikuler
- Mioma uteri
- Hidrosalping
b. TOA utuh dengan keluhan
- Perforasi apendik
- Perforasi divertikel/abses divertikel
- Perforasi ulkus peptikum
- Kelainan sistematis yang memberi distres akut abdominal
- Kista ovari terinfeksi atau terpuntir

2.6 Komplikasi

a. TOA yang utuh: pecah sampai sepsis reinfeksi di kemudian hari,

infertilitas
b. TOA yang pecah: syok sepsis, abses intraabdominal, abses subkronik,

abses paru/otak.(Dewitt, 2010)

2.7 Penatalaksanaan

a. Curiga TOA utuh tanpa gejala


- Antibotika dengan masih dipertimbangkan pemakaian golongan :

doksiklin 2x / 100 mg / hari selama 1 minggu atau ampisilin 4 x

500 mg / hari, selama 1 minggu.


- Pengawasan lanjut, bila masa tak mengecil dalam 14 hari atau

mungkin membesar adalah indikasi untuk penanganan lebih lanjut

dengan kemungkinan untuk laparatomi


b. TOA utuh dengan gejala
- Dirawat di rumah sakit, tirah baring posisi semi fowler,

observasi ketat tanda vital dan produksi urine, periksa lingkar

abdomen, jika perlu pasang infuse P2 - Antibiotika massif (bila

mungkin gol beta lactar) minimal 48-72 jam Golongan

ampisilin 4 x 1-2 gram IV selama 5-7 hari dan gentamisin 5 mg

/ kg BB / hari IV/IM terbagi dalam 2x1 hari selama 5-7 hari

10
dan metronidazole 1 g reksup 2x / hari atau kloramfinekol 50

mg / kg BB / hari IV selama 5 hari atau sefalosporin generasi

III 2-3 x 1 g / hari disertai metronidazol 2 x1 g selama 5-7 hari


- Pengawasan ketat mengenai keberhasilan terapi
- Jika perlu dilanjutkan laparatomi, SO unilateral, atau

pengangkatan seluruh organ genetalia interna.


c. TOA yang pecah
TOA yang pecah merupakan kasus darurat: dilakukan laparotomi, pasang

drain, kultur nanah. Setelah dilakukan laparatomi, diberikan sefalosporin

generasi III dan metronidazol 2 x 1 g selama 7 hari.

2.8 Prognosis

a. TOA yang utuh


Pada umumnya prognosa baik, apabila dengan pengobatan medisinalis

tidak ada perbaikan keluhan dan gejalanya maupun pengecilan tumornya

lebih baik dikerjakan laparatomi, jangan ditunggu abses menjadi pecah

yang mungkin perlu tindakan lebih luas. Kemampuan fertilitas jelas

menurun, kemungkinan reinfeksi harus diperhitungan apabila terapi

pembedahan tak dikerjakan


b. TOA yang pecah
Kemungkinan septisemia besar oleh karenanya perlu penanganan dini dan

tindakan pembedahan untuk menurunkan angka mortalitas.

11
DAFTAR PUSTAKA

Tohya T, Yoshimura T, Onoda C. Unilateral ovarian abscess caused by


Salmonella. Infect Dis ObstetGynecol2003; 11:217219.

Protopapas AG, Diakomanalis ES, Milingos SD, et al. Tuboovarian abscesses in


postmenopausal women :gynecological malignancy until proven
otherwise? Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol 2004; 114(2):203-9

Cunniham G, Antos Ramos, et al: Cefotaxime treatment for women with


community acquired pelvic abscesses. Am J Obstet Gynecol. 2005,
151:771

Cohen CR, Sinei S, Reilly M, et al. Effect of human immunodeficiency virus type
1 infection upon acute salpingitis: a laparoscopic study. J Infect Dis
1998; 178:1352.

Dewitt J, Reining A, Allsworth JE, Peipert JF. Tuboovarian abscesses: is size


associated with duration of hospitalization & complications? Obstet
Gynecol Int 2010; 2010:847041.

Granberg S, Gjelland K, Ekerhovd E. The management of pelvic abscess. Best


Pract Res Clin Obstet Gynaecol 2009; 23:667.

Vimala N, Kothari N, Mittal S, Kumar S, Dadhwal V. Primary Ovarian Abscess in


Pregnancy. A case report. JK SCIENCE. 2004; 1(6): 40-42.

12

Вам также может понравиться