Вы находитесь на странице: 1из 9

KERANGKA ACUAN KERJA

POSBINDU PTM

PUSKESMAS MAPILLI

I. PENDAHULUAN
Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi perhatian penting saat ini
karena beban besar yang ditimbulkan. Pada saat ini telah menjadi transisi
penyakit dari penyakit menular menjadi Penyakit Tidak Menular. Lebih kurang
Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM)
merupakan salah satu upaya kesehatan berbasis masyarakat yang bersifat
promotif dan preventif dalam rangka deteksi dini dan pemantauan faktor risiko
PTM Utama yang dilaksanakan secara terpadu, rutin, dan periodik. Faktor
risiko PTM meliputi merokok, konsumsi minuman beralkohol, pola makan tidak
sehat, kurang aktifitas fisik, obesitas, stres, hipertensi, hiperglikemi,
hiperkolesterol serta menindaklanjuti secara dini faktor risiko yang ditemukan
melalui konseling kesehatan dan segera merujuk ke fasilitas pelayanan
kesehatan dasar. Kelompok PTM Utama adalah diabetes melitus (DM), kanker,
penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD), penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK), dan gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan.
Kegiatan Posbindu PTM pada dasarnya merupakan kegiatan milik
masyarakat yang dilaksanakan sepenuhnya dari masyarakat, oleh masyarakat
dan untuk masyarakat. Sektor kesehatan khususnya Puskesmas lebih
berperan dalam hal pembinaan Posbindu PTM dan menerima pelayanan
rujukan dari Posbindu PTM di wilayah kerjanya karena pada prinsipnya
kegiatan Posbindu PTM mencakup upaya promotif dan preventif, maka di
dalam kegiatan Posbindu PTM tidak mencakup pelayanan pengobatan dan
rehabilitasi. Posbindu PTM akan merujuk setiap kasus PTM yang ditemukan ke
Puskesmas atau pelayanan kesehatan lainnya untuk mendapatkan pelayanan
lebih lanjut.

II. LATAR BELAKANG


Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penanggulangan Penyakit
Tidak Menular (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1775);
Saat ini pola penyakit telah mengalami transisi epidemiologi, yamg
ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula didominasi oleh
penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (non-communicable
disease). Perubahan pola penyakit tersebut sangat dipengaruhi oleh keadaan
demografi, sosial ekonomi, dan sosial budaya. Kecenderungan perubahan ini
juga tekah terjadi di Indonesia, sehingga menjadi salah satu tantangan dalam
pembangunan di bidang kesehatan.
Penyakit Tidak Menular (PTM) yang utama adalah kardiovaskuler,
stroke, diabetes mellitus, hipertensi dan penyakit kronik obstruktif telah
mengalami peningkatan jumlah kasus, khususnya di negara berkembang.
Kondisi ini berdampak pada peningkatan angka kematian dan kecacatan. WHO
memperkirakan pada tahun 2020, penyakit tidak menular akan menyebabkan
73% kematian dan 60% dari seluruh kesakitan di dunia. 2 dari 3 kematian
setiap tahunnya terjadi karena penyakit tidak menular. 9 juta kematian terjadi
pada usia kurang dari 60 tahun. 90% kematian akibat penyakit tidak menular
terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. Lebih dari 70% penderita
penyakit tidak menular tidak tahu kalau dirinya sakit dan 30%nya tidak
berobat secara teratur di Indonesia. Milyaran Rupiah hilang terbuang percuma
akibat penyakit tidak menular dan memperburuk kemiskinan.
Masalah PTM yang kian meningkat dan mengancam pertumbuhan
ekonomi nasional. Masyarakat kurang menyadari tentang PTM dan faktor
risiko untuk timbulnya PTM di masyarakat Fasilitas yankes yang ada belum
memadai untuk pencegahan & penanggulangan PTM. Kegiatan Pencegahan &
Penanggulangan PTM masih terkotak kotak & belum terkoordinasi secara
terpadu. perlu reformasi pelayanan kesehatan & perencanaan yang
komprehensif dan berbasis masyarakat. Dengan memperhatikan masalah PTM
di masyarakat maka dapat dilihat bahwa morbiditas & mortalitas tinggi dan
faktor risiko ptm tidak memberikan gejala. Dengan itu maka dapat
menggunakan sumberdaya masyarakat, memberdayakan Potensi masyarakat
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan sesuai dengan budaya & kebiasaan
masyarakat maka dapat dibentuk Posbindu PTM, dimana posbindu pptm
berbasis masyarakat dengan mengutamakan fungsi koordinatif dan konsultatif
dimana Pemerintah hanya sebagai motivator, fasilitator dan kendali mutu
pelayanan kesehatan.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka perlu tetap dilaksanakan
Posbindu PTM seperti yang telah dirintis pada tahun 2014 lalu. Dan untuk
memperlancar pelaksanaannya diharapkan ada kader-kader POSBINDU
terlatih. Untuk itu maka akan dilaksanakan pelatihan kader-kader POSBINDU
sebanyak 1 kali yang berlokasi di kantor BTKLPP Kelas I Palembang.

III. TUJUAN DAN MANFAAT


IV. Rtrgdsfgd
Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) merupakan salah satu
upaya kesehatan berbasis masyarakat yang bersifat promotif dan preventif dalam rangka
deteksi dini dan pemantauan faktor risiko PTM Utama yang dilaksanakan secara terpadu,
rutin, dan periodik. Faktor risiko PTM meliputi merokok, konsumsi minuman beralkohol,
pola makan tidak sehat, kurang aktifitas fisik, obesitas, stres, hipertensi, hiperglikemi,
hiperkolesterol serta menindaklanjuti secara dini faktor risiko yang ditemukan melalui
konseling kesehatan dan segera merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Kelompok
PTM Utama adalah diabetes melitus (DM), kanker, penyakit jantung dan pembuluh darah
(PJPD), penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan gangguan akibat kecelakaan dan tindak
kekerasan.

Kegiatan Posbindu PTM pada dasarnya merupakan kegiatan milik masyarakat yang
dilaksanakan sepenuhnya dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Sektor
kesehatan khususnya Puskesmas lebih berperan dalam hal pembinaan Posbindu PTM dan
menerima pelayanan rujukan dari Posbindu PTM di wilayah kerjanya karena pada prinsipnya
kegiatan Posbindu PTM mencakup upaya promotif dan preventif, maka di dalam kegiatan
Posbindu PTM tidak mencakup pelayanan pengobatan dan rehabilitasi. Posbindu PTM akan
merujuk setiap kasus PTM yang ditemukan ke Puskesmas atau pelayanan kesehatan lainnya
untuk mendapatkan pelayanan lebih lanjut.

Tujuan dan Sasaran Posbindu PTM

Tujuan utama kegiatan Posbindu PTM adalah untuk meningkatkan peran serta masyarakat
dalam pencegahan dan penemuan dini faktor risiko PTM. Oleh karena itu sasaran Posbindu
PTM cukup luas mencakup semua masyarakat usia 15 tahun ke atas baik itu dengan kondisi
sehat, masyarakat beresiko maupun masyarakat dengan kasus PTM. Bagi sasaran masyarakat
dengan kondisi sehat, Posbindu PTM bertujuan untuk memberikan penyuluhan dan upaya
agar tidak sampai menjadi masyarakat yang beresiko terkena penyakit PTM. Bagi masyarakat
beresiko, Posbindu PTM bertujuan untuk mengenali faktor resiko PTM yang ada dan upaya
mengurangi jumlah maupun intensitas faktor resiko tersebut agar tidak menjadi penyakit
PTM. Dan untuk masyarakat dengan penyakit PTM, Posbindu PTM bertujuan untuk
mengontrol dan menjaga kesehatan secara optimal baik dengan upaya preventif seperti
penyuluhan dan kuratif melalui sistem rujukan Posbindu PTM ke Puskesmas.

Wadah dan Pelaku Posbindu PTM

Posbindu PTM dapat dilaksanakan terintegrasi dengan upaya kesehatan bersumber


masyarakat yang sudah ada, di tempat kerja atau di klinik perusahaan, di lembaga pendidikan,
tempat lain di mana masyarakat dalam jumlah tertentu berkumpul/beraktivitas secara rutin,
misalnya di mesjid, gereja, klub olah raga, pertemuan organisasi politik maupun
kemasyarakatan. Pengintegrasian yang dimaksud adalah memadukan pelaksanaan Posbindu
PTM dengan kegiatan yang sudah dilakukan meliputi kesesuaian waktu dan tempat, serta
memanfaatkan sarana dan tenaga yang ada.

Pelaksanaan Posbindu PTM dilakukan oleh kader kesehatan yang telah ada atau beberapa
orang dari masing-masing kelompok/organisasi/lembaga/tempat kerja yang bersedia
menyelenggarakan posbindu PTM, yang dilatih secara khusus, dibina atau difasilitasi untuk
melakukan pemantauan faktor risiko PTM di masing-masing kelompok atau organisasinya.
Kriteria Kader Posbindu PTM antara lain berpendidikan minimal SLTA, mau dan mampu
melakukan kegiatan berkaitan dengan Posbindu PTM.

10 Kegiatan Pokok Posbindu PTM

Posbindu PTM meliputi 10 (sepuluh) kegiatan yaitu:

1. Kegiatan penggalian informasi faktor risiko dengan wawancara sederhana tentang


riwayat PTM pada keluarga dan diri peserta, aktifitas fisik, merokok, kurang makan
sayur dan buah, potensi terjadinya cedera dan kekerasan dalam rumah tangga, serta
informasi lainnya yang dibutuhkan untuk identifikasi masalah kesehatan berkaitan
dengan terjadinya PTM. Aktifitas ini dilakukan saat pertama kali kunjungan dan
berkala sebulan sekali.

2. Kegiatan pengukuran berat badan, tinggi badan, Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar
perut, analisis lemak tubuh, dan tekanan darah sebaiknya diselenggarakan 1 bulan
sekali. Analisa lemak tubuh hanya dapat dilakukan pada usia 10 tahun ke atas. Untuk
anak, pengukuran tekanan darah disesuaikan ukuran mansetnya dengan ukuran lengan
atas.

3. Kegiatan pemeriksaan fungsi paru sederhana diselenggarakan 1 tahun sekali bagi


yang sehat, sementara yang berisiko 3 bulan sekali dan penderita gangguan paru-paru
dianjurkan 1 bulan sekali. Pemeriksaan Arus Puncak Ekspirasi dengan peakflowmeter
pada anak dimulai usia 13 tahun. Pemeriksaan fungsi paru sederhana sebaiknya
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah terlatih.

4. Kegiatan pemeriksaan gula darah bagi individu sehat paling sedikit diselenggarakan 3
tahun sekali dan bagi yang telah mempunyai faktor risiko PTM atau penyandang
diabetes melitus paling sedikit 1 tahun sekali. Untuk pemeriksaan glukosa darah
dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat/bidan/analis laboratorium dan
lainnya).

5. Kegiatan pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida, bagi individu sehat disarankan
5 tahun sekali dan bagi yang telah mempunyai faktor risiko PTM 6 bulan sekali dan
penderita dislipidemia/gangguan lemak dalam darah minimal 3 bulan sekali. Untuk
pemeriksaan Gula darah dan Kolesterol darah dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
ada di lingkungan kelompok masyarakat tersebut.

6. Kegiatan pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) dilakukan sebaiknya


minimal 5 tahun sekali bagi individu sehat, setelah hasil IVA positif, dilakukan
tindakan pengobatan krioterapi, diulangi setelah 6 bulan, jika hasil IVA negatif
dilakukan pemeriksaan ulang 5 tahun, namun bila hasil IVA positif dilakukan tindakan
pengobatan krioterapi kembali. Pemeriksaan IVA dilakukan oleh bidan/dokter yang
telah terlatih dan tatalaksana lanjutan
dilakukan oleh dokter terlatih di Puskesmas .

7. Kegiatan pemeriksaan kadar alkohol pernafasan dan tes amfemin urin bagi kelompok
pengemudi umum yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat/bidan/analis
laboratorium dan lainnya).
8. Kegiatan konseling dan penyuluhan, harus dilakukan setiap pelaksanaan Posbindu
PTM. Hal ini penting dilakukan karena pemantauan faktor risiko kurang bermanfaat
bila masyarakat tidak tahu cara mengendalikannya.

9. Kegiatan aktifitas fisik dan atau olah raga bersama, sebaiknya tidak hanya dilakukan
jika ada penyelenggaraan Posbindu PTM namun perlu dilakukan rutin setiap minggu.

10. Kegiatan rujukan ke fasilitas layanan kesehatan dasar di wilayahnya dengan


pemanfaatan sumber daya tersedia termasuk upaya respon cepat sederhana dalam
penanganan pra-rujukan.

Posbindu PTM merupakan peran serta masyarakat dalam kegiatan deteksi dini, pemantauan
dan tindak lanjut faktor risiko PTM secara mandiri dan berkesinambungan. Kegiatan ini
dikembangkan sebagai bentuk kewaspadaan dini masyarakat dalam mengendalikan faktor
risiko PTM karena pada umumnya faktor risiko PTM tidak bergejala dan seringkali
masyarakat datang ke fasilitas pelayanan kesehatan dalam keadaan komplikasi. Sasaran
utama Posbindu PTM yang dilakukan untuk pengendalian faktor risiko PTM, yaitu
masyarakat sehat, masyarakat berisiko dan masyarakat dengan PTM berusia mulai dari 15
tahun ke atas.

Pengendalian faktor risiko PTM yang dilakukan meliputi masalah konsumsi rokok, alkohol,
kurang makan sayur-buah, potensi terjadinya cedera dan kekerasan dalam rumah tangga,
aktivitas fisik, Indeks Massa Tubuh (IMT), analisa lemak tubuh dan tekanan darah,
sedangkan peman-tauan lengkap yaitu meliputi pemeriksaan kadar gula darah, kolesterol
darah, pemeriksaan uji fungsi paru sederhana, pemeriksaan kadar alkohol pernafasan, dan
tes amfetamin urin. Tindak lanjutnya berupa pembinaan secara terpadu dengan peningkatan
pengetahuan dan kemampuan masyarakat tentang cara mencegah dan mengendalikan faktor
risiko PTM, yang dilakukan melalui penyuluhan/ dialog interaktif secara massal dan atau
konseling faktor risiko secara terintegrasi pada individu dengan faktor risiko, sesuai dengan
kebutuhan masyarakat termasuk rujukan terstruktur.

Dengan Posbindu PTM diperkenalkan kata CERDIK yang merupakan jargon berisikan
implementasi perilaku sehat untuk pengendalian fakto risiko PTM. Kata CERDIK itu sendiri
terdiri dari beberapa huruf awal yang dirangkaikan menjadi kalimat perilaku sehat untuk
mencegah terjadinya penyakit tidak menular, yaitu Cek Kondisi Kesehatan secara Berkala,
Enyahkan asap rokok, Rajin berolahraga, Diet yang sehat dengan kalori berimbang, Istirahat
yang cukup, Kendalikan stres.

Perilaku CERDIK ini menjadi aktifitas rutin yang dilakukan masyarakat melalui Posbindu
PTM. Implementasi Perilaku CERDIK tidak hanya terbatas pada saat pelaksanaan Posbindu
PTM sedang berlangsung, namun dapat disosialisasikan membumi lebih jauh ke berbagai
tatanan dengan menggunakan media/metode yang ada. Melalui perilaku CERDIK,
diharapkan masyarakat lebih termotivasi minatnya untuk dapat mengendalikan faktor risiko
PTM secara mandiri sehingga kejadian PTM dapat dicegah peningkatannya.

Dalam penyelenggaraannya, Posbindu PTM diintegrasikan ke dalam kegiatan masyarakat


yang sudah aktif berjalan baik, antara lain kegiatan-kegiatan di sekolah, di tempat kerja,
maupun di lingkungan tempat tinggal di desa/kelurahan. Saat ini, sudah terselenggara 7.225
Posbindu PTM dari 3.314 pada tahun 2010 di seluruh Indonesia. Di era Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) nanti, Posbindu PTM merupakan upaya kesehatan yang strategis dalam
mencegah meningkatnya PTM, karena PTM merupakan salah satu penyakit katastropik.

Mengapa Posbindu Diperlukan?

Dengan tingginya angka kematian (dari 10 penyebab kematian disebabkan oleh Penyakit
Tidak Menular). Di sisi lain, PTM merupakan penyakit katastropik yang menimbulkan beban
sosial ekonomi besar bagi penderita, keluarga dan negara. Ketidaktahuan dan ketidakpedulian
masyarakat terhadap PTM, menjadi permasalahan yang mengakibatkan keterlambatan dalam
penanganan sehingga komplikasi dan kematian terjadi lebih dini. Oleh karena itu, diperlukan
partisipasi masyarakat sehingga dikembangkanlah suatu model pengendalian PTM yang
berbasis masyarakat dikenal dengan nama Posbindu PTM.

Apa Itu Diperlukan?

Kegiatan Posbindu PTM merupakan peran serta masyarakat dalam kegiatan deteksi dini,
pemantauan dan tindak lanjut dini faktor risiko PTM secara mandiri dan berkesinambungan.

Apakah Posbindu PTM termasuk UKBM?

Posbindu PTM merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat
(UKBM) dalam upaya pengendalian faktor risiko PTM dibawah pembinaan Puskesmas.

Apa saja kegiatan Posbindu PTM?

Wawancara sederhana tentang :

1. riwayat PTM pada keluarga dan diri peserta,

o aktivitas fisik

o merokok

o kurang makan sayur dan buah

2. Pengukuran Indeks Massa Tubuh, lingkar perut

3. Pemeriksaan fungsi paru sederhana.

4. Pemeriksaan gula darah

5. Pemeriksaan kolesterol total darah dan trigliserida

6. Pemeriksaan kadar alkohol pernafasan dan tes amfetamin urin bagi kelompok
pengemudi umum yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berkompetensi.
7. Konseling dan penyuluhan

8. Aktivitas fisik atau olah raga bersama

9. Rujukan ke fasilitas layanan kesehatan dasar di wilayahnya dengan pemanfaatan


sumber daya tersedia termasuk upaya respon cepat sederhana dalam penanganan
prarujukan.

Siapa yang membina perkembangan Posbindu PTM?

Kegiatan Posbindu PTM merupakan partisipasi masyarakat dalam rangka mawas diri
terhadap faktor risiko PTM. Oleh karena itu, kegiatan ini sepatutnya mendapatkan legitimasi
dari Pemerintah daerah, di mana dalam pelaksanaannya menjadi tanggung jawab dan
pengawasan Puskesmas.

Apakah Posbindu PTM termasuk UKBM?

Posbindu PTM merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat
(UKBM) dalam upaya pengendalian faktor risiko PTM dibawah pembinaan Puskesmas.

Bagaimana Pembiayaan Operasional Kegiatan Posbindu PTM?

Biaya penyelenggaraan Kegiatan Posbindu PTM dapat berasal dari berbagai sumber. Pada
awal pelaksanaan mungkin mendapat stimulasi atau subsidi dari pemerintah. Diharapkan
masyarakat mampu membiaya kesehatan secara mandiri, bisa dalam bentuk jaminan
pemeliharaan kesehatan masyarakat (JPKM), asuransi kesehatan, maupun iuran peserta yang
dikumpulkan setiap bulan. Pengembangan mekanisme dalam penghimpunan dana masyarakat
untuk penyelenggaraan posbindu PTM disesuaikan dengan karakteristik wilayah setempat.

Apakah pemerintah dapat membiayai operasional kegiatan Posbindu PTM?

Pemerintah melalui Puskesmas selaku pembina kesehatan di wilayah kerjanya juga dapat
memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang potensial untuk mendukung dan
memfasilitasi penyelenggaraan Kegiatan Posbindu PTM. Salah satunya melalui
pemanfaatan Bantuan Operasional Kesehatan yang ada di Puskesmas untuk fasilitasi
transport petugas Puskesmas untuk melakukan pemantauan tumbuh kembang.

Pelayanan PTM di Fasilitas Kesehatan Dasar

Pelayanan PTM di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar adalah pelayanan PTM yang
meliputi : deteksi dini, tindak lanjut dini, respon cepat kegawatdaruratan, pengobatan,
rehabilitatif dan paliatif dengan pendekatan faktor risiko dan gejala PTM (rokok, obesitas,
hiperkolesterol, hipertensi, alkohol dan stress) secara terintegrasi dan komprehensif
(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) di fasilitas pelayanan kesehatan dasar.

Upaya pengendalian PTM di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar ditekankan pada


masyarakat yang masih sehat (well being) dan masyarakat yang berisiko (at risk) dengan
tidak melupakan masyarakat yang berpenyakit (deseased population) dan masyarakat yang
menderita kecacatan dan memerlukan rehabilitasi (Rehabilitated population).

Tujuan pelayanan PTM di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar adalah agar terselenggaranya
rujukan PTM dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar lain yang belum memiliki layanan
PTM dan Posbindu. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar dengan pelayan PTM dapat
berfungsi sebagai rujukan penyakit tidak menular dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar
lainnya dan terselenggaranya pelayanan PTM secara komprehensif.

Target yang telah ditetapkan pada tahun 2014 diharapkan setiap Kab/Kota memiliki minimal
1(satu) Puskesmas yang mampu melaksanakan pelayanan PPTM terintegrasi yang ditentukan
oleh Kab/Kota sendiri

Pengertian

Upaya yang melibatkanberbagaisektor, kelompokmasyarakat, lembaga pemerintah untuk


berkerjasama berdasarkan atas kesepakatan, prinsipdanperananmasing-masing dalam
pengendalian penyakit tidak menular

Mengapa Jejaring PPTM diperlukan ?

Jejaring PPTM diperlukan karena adanya keterbatasan sumber dayameliputi tenaga/orang,


sarana dan prasarana, dana, bahan dan alat dengan menggunakan potensi yang ada dimasing-
masing pihak; adanya kesenjangan kompetensi serta adanya kebutuhan program.

Hakekat Jejaring

Ada dua pihak/lebihorganisasi/lembaga, Memiliki kesamaan visi dalam mencapai tujuan, Ada
kesepakatan/kesepahaman, Saling percaya dan membutuhkan serta Komitmen bersama.

Tujuan dan Hasil Yang Diharapkan dari Jejaring PPTM

1. Meningkatnyakomitmenberbagaipihakdlm PPTM

2. TerpantaunyaprevalensiPTM danfaktorresiko

3. Adanyasinergidlmberbagaikegiatanpromosidanpencegahan PTM

4. Meningkatnyakualitaspelayanankasus PTdi saranakesdanmasyarakt

5. Meningkatnyakemampuandankemandirianmasyarakatdalam PPTM

Sehingga akan tercapai Percepatan, efektivitasdanefisiensi PPTM dalam menekan


kecenderungan peningkatan PTM.

Pokok Kegiatan
Pokok kegiatan jejaring PPTM dapat meliputi kegiatan Surveilans, MasalahMerokok, Gizi,
AktifitasFisik dan ManajemenPelayanan.

Mekanisme Jejaring PPTM

Kerjasama aktif melalui :Pertemuanrutin, komunikas iregular, info-base nasional, adanya


website, memfasilitasi peningkatan kapasitas SDM dan infrastruktur.

Вам также может понравиться