Вы находитесь на странице: 1из 25

Laporan Kasus

HIPERTENSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Family Medicine Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala RSUDZA

Disusun Oleh :

Eko Pranata Setia, S.Ked NIM: 1407101030196


Fera Mulidar, S.Ked NIM: 1407101030186
Fuzi Yati Pagan, S.Ked NIM: 1407101030190

Pembimbing
dr. Amanda Yufika, M.Sc

BAGIAN FAMILY MEDICINE


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUDZABANDA ACEH
2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul Hipertensi yang akan diajukan penulis untuk
melengkapi tugas-tugas dalam menjalankan Family Medicine.
Shalawat beserta salam marilah selalu kita sanjung sajikan kepada baginda
nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang penuh dengan
kegelapan ke alam yang terang benderang seperti saat ini.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tak
terhingga kepada dr. Amanda Yufika, M.Sc sebagai pembimbing penulis yang telah
memberikan waktu dan kesempatannya untuk membimbing dalam proses penulisan
hingga mempresentasikan kasus ini, sehingga dapat terselesaikan tepat pada
waktunya.Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian presentasi kasus ini.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
itu, penulis mengaharapkan kritik dan saran demi perbaikan presentasi kasus ini.
Semoga presentasi kasus ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Banda Aceh, Desember 2016

Penulis

2
3

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 2
2.1. Definisi................................................................................................... 2
2.2. Etiologi dan Patogenesis........................................................................ 3
2.3. Diagnosis................................................................................................ 4
2.4. Penatalaksanaan..................................................................................... 5
2.5. Pencegahan............................................................................................ 6
2.6. Komplikasi ................................................................................. 7
2.7. Prognosis................................................................................................ 9
2.8. Tinjauan Family Medicine..................................................................... 12
BAB III LAPORAN KASUS............................................................................ 16
3.1. Identitas Pasien...................................................................................... 17
3.2. Anamnesis.............................................................................................. 18
3.3. Pemeriksaan Fisik.................................................................................. 18
3.4. Diagnosis Kerja...................................................................................... 20
3.5. Prognosis................................................................................................ 21
3.6. Resume ....................................................................................... 22
BAB IV ANALISA KASUS DAN PEMBAHASAN....................................... 23
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 24
1

BAB I
PENDAHULUAN

Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh
darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali
disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk penyakit yang
mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan
bagi korbannya.
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi
batas normal. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Berbagai
faktor dapat memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab
hipertensi tidak diketahui (hipertensi essential). Penyebab tekanan darah meningkat
adalah peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari
pembuluh darah dari tepi dan peningkatan volume aliran darah.
Penyakit hipertensi merupakan penyakit kelainan jantung yang
ditandai oleh meningkatnya tekanan darah dalam tubuh. Seseorang yang menderita
penyakit ini biasanya berpotensi mengalami penyakit-penyakit lain seperti stroke,
dan penyakit jantung.
Sampai saat ini hipertensi masih tetap menjadi masalah karena
beberapa hal, antara lain mneingkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya
pasien hipertensi yang belum mendapat pengobatan maupun yang sudah diobati
tetapi tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit penyerta dan
komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
Dari definisi-definisi diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa
hipertensi adalah suatu keadaan di mana tekanan darah menjadi naik karena
gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang
dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi
esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer, untuk
2

membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder yang sebab-sebab yang


diketahui.
Seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik
140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik 90 mmHg, pada pemeriksaan yang
berulang. Tekanan darah sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar
penentuan diagnosis hipertensi.
Menurut The Seven Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC7) kalsifikasi
tekanan darah pada orang dewasa ternagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,
hipertensi derajat 1 dan hipertensi derajat 2 (Tabel 1)
Klasifikasi Tekanan darah TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prahipertensi 120 139 80 89
Hipertensi derajat 1 140 159 90 99
Hipertensi derajat 2 160 100
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi

2.2. Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populsi
usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga
bertambah, dimana baik hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik dan
diastolic sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia > 65 tahun. Selain
itu laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus meningkat, dalam decade
terakhir tidak menunjukkan kemajuan lagi dan pengendalian tekanan darah ini hanya
mencapai 34 % dari seluruh pasien hipertensi.
Sampai saat ini data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari
Negara-negara yang sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition
Examination Survey (NHNES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000, insidens
hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31 % yang berarti terdapat 58-65 juta
orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHANES III
tahun 1988-1991.

2.3. Etiologi dan Patogenesis


Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan
besar yaitu :
3

- Hipertensi essensial (hipertensi primer) yaitu hipertensi yang tidak diketahui


penyebabnya
- Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain
Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90% penderita hipertensi,
sedangkan 10% sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi
primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah
menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita
hipertensi.
b. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur
(jika umur bertambah maka TD meningkat), jenis kelamin (laki-laki lebih
tinggi dari perempuan) dan ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih).
c. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah
konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr ), kegemukan atau makan
berlebihan, stress dan pengaruh lain misalnya merokok, minum alkohol,
minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin).

2.4. Patofisiologi
Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah
secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk
mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang reflek
kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi segera.
Kestabilan tekanan darah jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur
jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.
1.) Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah
Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai dengan
penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis merupakan proses
multifaktorial. Terjadi inflamasi pada dinding pembuluh darah dan terbentuk deposit
substansi lemak, kolesterol, produk sampah seluler, kalsium dan berbagai substansi
4

lainnya dalam lapisan pembuluh darah. Pertumbuhan ini disebut plak. Pertumbuhan
plak di bawah lapisan tunika intima akan memperkecil lumen pembuluh darah,
obstruksi luminal, kelainan aliran darah, pengurangan suplai oksigen pada organ atau
bagian tubuh tertentu.
Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam pengontrolan
pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu
molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi
pada kasus hipertensi primer.
2) Sistem renin-angiotensin
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II
dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). Angiotensin II inilah
yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi
utama.
a. Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan rasa haus.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar
tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat,
yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam)
dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl
akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler
yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
3) Sistem saraf simpatis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula
jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah.
5

2.5. Diagnosis
Dalam menegakan diagnosis hipertensi, diperlukan beberapa tahapan
pemeriksaan yang harus dijalani sebelum menentukan terapi atau tatalaksana yang
akan diambil. Algoritme diagnosis ini diadaptasi dari Canadian Hypertension
Education Program. The Canadian Recommendation for The Management of
Hypertension 2014.

Gambar 1.Algoritme diagnosis Hipertensi

2.6. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah :
Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi (diabetes,
gagal ginjal proteinuria) <130/80 mmHg
Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular
Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria
Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor resiko atau kondisi
penyerta lainna seperti diabetes mellitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan
hingga mencapai target terapi masing-masing kondisi.
6

Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis.


Terapi nonfarmakologis harus dilaksnakan oleh semua pasien hipertensi dengan
tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor resiko serta
penyakit pemyerta lainnya..
Terapi nonfarmakologis terdiri dari :
Menghentikan merokok
Menurunkan berat badan berlebih
Menurunkan konsumsi alcohol berlebih
Latihan fisik
Menurunkan asupan garam
Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmaklogis hipertensi yang
dianjurkan oleh JNC7 :
Diuretika, terutama jenis Thiazide (thiaz) atau Aldosterone Antagonist (Aldo Ant)
Beta Blocker (BB)
Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist (CCB)
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker (ARB)
Masing-masing obat antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan dalam
pengobatan hipertensi, tetapi pemilihan obat antihipertensi juga dipengaruhi
beberapa faktor yaitu:
Faktor sosial ekonomi
Profil faktor resiko kardiovaskular
Ada tidaknya kerusakan organ target
Ada tidaknya penyakit penyerta
Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi
Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang gunakan pasien untuk penyakit
lain
Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam
menurunkan resiko kardiovaskular
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan
target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan
untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang
memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai
terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada
tekanan darah awal dan ada tidkanya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu
jenis obat dan dalam dosis rendah dan kemudian tekanan darah belum mencapai
7

target maka selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat tersebut, atau berpindah ke
antihipertensi lain dengan dosis rendah. Efek samping umumnya bisa dihindari
dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar
pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan
darah, tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan
menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang harus diminum bertambah.
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah :
CCB dan BB
CCB dan ACEI atau ARB
CCB dan diuretika
AB dan BB
Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat

2.7. Komplikasi
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum ditemui pada
pasien hipertensi adalah :

1. Jantung
Penyakit jantung hipertensi
Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resistensi
terhadap pemompaandarah dari ventrikel kiri, sehingga beban jantung
bertambah. Sebagai akibatnya terjadi hipertrofiventrikel kiri untuk
meningkatkan kontraksi. Hipertrofi ini ditandai dengan ketebalan
dindingyang bertambah, fungsi ruang yang memburuk, dan dilatasi ruang
jantung. Akan tetapikemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah
jantung dengan hipertrofi kompensasiakhirnya terlampaui dan terjadi
dilatasi dan payah jantung. Jantung semakin terancam seiringparahnya
aterosklerosis koroner. Angina pectoris juga dapat terjadi karena
gabungan penyakitarterial koroner yang cepat dan kebutuhan oksigen
miokard yang bertambah akibat penambahan massa miokard.
Penyakit Arteri Koronaria
Hipertensi umumnya diakui sebagai faktor resiko utama penyakit arteri
koronaria, bersamadengan diabetes mellitus. Plaque terbentuk pada
percabangan arteri yang ke arah ateri koronaria kiri, arteri koronaria
8

kanan dan agak jarang pada arteri sirromflex. Aliran darah ke distal dapat
mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara yang di
sebabkan oleh akumulasi plaque atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral
berkembang di sekitar obstruksi arteromasus yang menghambat
pertukaran gas dan nutrisi ke miokardium. Kegagalan sirkulasi kolateral
untuk menyediakan suplai oksigen yang adekuat ke sel yang berakibat
terjadinya penyakit arteri koronaria.
Angina atau infark miokardium
Pasien dengan angina memiliki prevalensi yang tinggi terhadap
hipertensi. Perkembangan iskemik pada pasien dengan hipertensi bersifat
multifaktorial. Hal yang penting pada pasien dengan hipertensi, angina
dapat terjadi pada ketidakhadiran penyakit arteri koroner epikardium.
Penigkatan afterload sekunder akibat hipertensi menyebabkan
peningkatan tekanan dinding ventrikel kiri dan tekanan
transmural, menekan aliran darah koroner selama diastole. Sebagai
tambahan, mikrovaskular, diluar arteri koroner epikardium, telah terlihat
mengalami disfungsi pada pasien dengan hipertensi dan mungkin tidak
mampu mengkompensasi peningkatan metabolik dan kebutuhan oksigen.
Gagal jantung
Hipertensi merupakan salah satu penyebab utama terjadinya gagal
jantung. Walaupun riwayat hipertensi merupakan hal yang sangat sering
terjadi pada gagal jantung, namun tekanan darah yang tinggi sering tidak
ditemukan lagi pada saat sudah terjadi disfungsi venrikrel kiri. Gagal jantung
berhubungan dengan fungsi sistolik, diastolic, ataupun kombinasi dari
keduanya. Abnormalitas dari fungsi diastolic bervariasi. Pasien dengan
gangguan diastolic akan mengalami ejection fraction, yang dapat diukur
dari fungsi sistolik. Diperkirakan 1 dari 3 orang dengan Congestive Heart
Failure mempunya fungsi sistolik yang normal tetapi fungsi diastoliknya
terganggu.
2. Otak
Hypertensive Encephalopathy (HE)
Hypertensive Encephalopathy (HE) atau ensefalopati hipertensi adalah
sindrom klinik akut reversibel yang dipresipitasi oleh kenaikan tekanan darah
tiba-tiba sehingga melampaui batas otoregulasi orak. HE dapat terjadi pada
normotensi yang tekanan darahnya mendadak naik menjadi 160/100 mmHg.
9

Sebaliknya mungkin belum terjadi pada penderita hipertensi kronik meskipun


tekanan arteri rata-rata mencapai 200 atau 225 mmHg. Ensefalopati
hipertensi terdiri dari gejala-gejala: hipertensi berat, gangguan kesadaran,
peningkatan tekanan intrakranial, retinopati dengan papiledem dan kejang.
Tanda-tanda fokal neurologik jarang ditemukan dan jika ada, lebih dipikirkan
suatu infark / perdarahan serebri atau transient ischemic attack.
Gangguan Peredaran Darah Otak
- Perdarahan subarachnoid
Pada perdarahan subarachnoid, darah keluar dari dinding pembuluh darah
menuju ke permukaan otak dan tersebar dengan cepat melalui cairan otak
(LCS) ke dalam ruangan sekitar otak. Perdarahan seringkali berasal dari
rupturnya aneurisma di basal otak (pada sirkulasi willisi). Umumnya PSA
timbul spontan. Sebagian kecil disebabkan karena tekanan darah yang
naik dan terjadi saat aktivitas.

- Perdahan Intraserebral
Istilah perdarahan intraserebral melukiskan perdarahan yang langsung
masuk ke substansi otak. Sekitar 70-90% kasus PIS disebabkan oleh
hipertensi. Perdarahan akibat pecahnya arteri perforata subkortikal yaitu:
a.lentikulostriata dan a.perforata thalamika (ciri anatomis khas untuk PIS
akibat hipertensi).
Stroke non hemoragik
Stroke non hemoragik akibat hipertensi, terjadi akibat proses
tromboemboli sebagai komplikasi arteriosklerosis nodular pembuluh
darah otak. Hipertensi hanya merupakan salah satu faktor resiko
arteriosklerosis di samping faktor resiko lain seperti hiperlipidemia dan
diabetes melitus. Hipertensi dapat meningkatkan resiko aterotrombosis
sampai 4 kali.
3. Ginjal
Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat
tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal dan glomerolus. Kerusakan
glomerulus akan mengakibatkan darah mengalir ke unit-unit fungsional
ginjal, sehingga nefron akan terganggu dan berlanjut menjadi hipoksia dan
kematian ginjal. Pengurangan massa ginjal akan mengakibatkan nefron yang
10

masih hidup akan melak ukan kompensasi yang diperantarai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Proses maladaptasi ini
berlangsung singkat sehingga terjadi peningkatan LFG mendadak yang
akhirnya mengalami penurunan. Hiperfiltrasi yang terjadi juga akibat
peningkatan aktivitas aksis rennin-angiotensin-aldosteron intrarenal.
Kerusakan progresif nefron akan terjadi dan berlangsung lama (kronik).
Kerusakan membran glomerulus juga akan menyebabkan protein keluar
melalui urin sehingga sering dijumpai edema sebagai akibat dari tekanan
osmotik koloid plasma yang berkurang. Hal tersebut terutama terjadi pada
hipertensi kronik
4. Penyakit arteri perifer
Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah manifestasi utama dari artherosklerosis
sistemik pada daerah tungkai. PAP merupakan suatu petanda adanya kelainan
kardiovaskular ( infark miokard, stroke ) dan kelainan vaskular berhubungan
dengan kematian. Pembentukan atherosklerosis sebagai kompensasi arteri
menyebabkan pembuluh darah meningkat ukurannya. Lesi tahap lanjut yang
mengganggu lumen yang akhirnya menyebabkan aliran darah menjadi
terbatas sehingga terjadi stenosis dan iskemik kronis
5. Retinopati
Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang dtiandai dengan
kelainan pada vaskuler retina pada penderita tekanan darah tinggi. Perubahan
patofisiologi pembuluh darah retina pada hipertensi, akan mengalami
beberapa tingkat perubahan sebagai respon terhadap peningkatan tekanan
darah. Terdapat teori bahwa akan terjadi spasme arterioles dan kerusakan
endotelial pada tahap akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi
pembuluh darah. Kelainan pembuluh darah juga dapat berupa penyempitan
umum atau setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena
crossing atau sklerosis pembuluh darah. Retinopati hipertensi dapat berupa
perdarahan atau eksudat retina yang pada daerah makula dapat memberikan
gambaran seperti bintang.
Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ
tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau
karena efek tidak langsung , antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor ATI
angiotension II, stress oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide synthase.
Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap
11

garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan
pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor- (TGF-
).
Adanya kerusakan organ target terutama pada jantung dan pembuluh darah,
akan memperburuk prognosis pasien hipertensi. Tingginya morbidaitas dan
mortalitas pasien hipertensi terutama disebabkan oleh timbulnya penyakit
kardiovaskular.
Faktor resiko penyakit kardiovaskular pada pasien hipertensi antara adalah:
Merokok
Obesitas
Kurangnya aktivitas fisik
Dislipidimia
Diabetes mellitus
Mikroalbiminuria
Umur (laki-laki) > 55 tahun, perempuan 65 tahun
Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskular premature
Pada orang yang berumur lebih dari 59 tahun, tekanan darah sistolik > 140
mmHg merupakan faktor resiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit
kardiovaskular daripada tekanan darah diastolik :
Resiko penyakit kardiovaskular dimulai pada tekanan darah 115/75 mmHg
meningkat dua kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg
Resiko penyakit kardiovaskular bersifat kontinyu, konsisten dan independen
dari faktor resiko lainnya
Individu berumur 55 tahun memiliki 90% resiko untuk mengalami hipertensi

2.7. Tinjauan family Medicine


Terwujudnya keadaan sehat merupakan kehendak semua pihak. Tidak hanya
oleh orang perorang atau keluarga, tetapi juga oleh kelompok dan oleh seluruh
anggota masyarakat. Adapun yang dimaksudkan dengan sehat disini ialah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomi (UU No. 23 tahun 1992).
Untuk dapat mewujudkan keadaan sehat tersebut banyak upaya yang harus
dilaksanakan. Salah satu di antaranya yang dipandang mempunyai peranan yang
cukup penting adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Jika pelayanan
kesehatan tidak tersedia (available), tidak tercapai (accesible), tidak terjangkau
(affordable), tidak berkesinambungan (continue), tidak menyeluruh (comprehensive),
tidak terpadu (integrated), dan atau tidak bermutu (quality) tentu sulit diharapkan
12

terwujudnya keadaan sehat tersebut. Pengertian pelayanan kesehatan yang


dimaksudkan di sini mencakup bidang yang amat luas sekali. Secara umum dapat
diartikan sebagai setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-
sama dalam suatu organisasi untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan,
mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,
keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat.
Sasaran utama pelayanan kedokteran adalah perseorangan dan keluarga.
Sedangkan sasaran utama pelayanan kesehatan masyarakat adalah kelompok dan
masyarakat. Pelayanan kedokteran yang sasaran utamanya adalah keluarga disebut
dengan nama pelayanan dokter keluarga (family practice).
Ruang lingkup pertama dari pelayanan dokter keluarga adalah yang
menyangkut kegiatan yang dilaksanakan. Kegiatan yang dimaksudkan di sini adalah
pelayanan yang diselenggarakan. Berbeda dengan pelayanan yang diselenggarakan
oleh berbagai spesialisasi kedokteran lainnya, pelayanan yang diselenggarakan oleh
dokter keluarga harus memenuhi satu syarat pokok. Syarat pokok di sini adalah
pelayanan kedokteran yang menyeluruh (comprehensive medical services). Dengan
ruang lingkup yang seperti ini jelaslah untuk dapat menyelenggarakan pelayanan
dokter keluarga yang baik, perlulah keluarga dalam mengetahui kondisi pasien dan
dukungan keluarga atas kondisi pasien. Sebagai dokter keluarga perlu
memberitahukan mengenai penyakit pasien mulai dari faktor risiko hingga apakah
penyakit pasien dapat diturunkan atau tidak .
Setiap individu sejak lahir berada di dalam suatu kelompok, terutama
kelompok keluarga. Kelompok ini akan membuka kemungkinan untuk dipengaruhi
atau mempengaruhi anggota- anggota kelompok lain. Oleh karena pada setiap
kelompok senantiasa berlaku aturan aturan dan norma norma sosial tertentu,
maka perilaku setiap individu anggota kelompok berlangsung di dalam suatu
jaringan normatif. Demikian pula perilaku individu tersebut terhadap masalah-
masalah kesehatan.
Dokter keluarga merupakan dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan
komprehensif pasiennya. Dokter tidak membedakan ras, budaya dan tingkatan social.
Salah satu prinsip pendekatan kedokteran keluarga adalah pelayanan holistik dan
komprehensif. Pendekatan secara holistik adalah kemampuan untuk menggunakan
model pendekatan biopsikososial dalam dimensi kultural dan eksistensial.
Sedangkan arti pendekatan komprehensif yaitu untuk memanajemen bermacam
keluhan yang bersifat akut maupun kronis pada seorang individu, memberikan
13

pelayanan promotif dan preventif, mampu mengkoordinasikan berbagai elemen


perawatan preventif, kuratif, dan rehabilitatif pada pasien. Jika ditinjau dari kasus
diatas, maka pendekatan diagnosis secara holistik dapat dimulai dari anamnesis
dimana pada komponen anamnesis selain data diri dan riwayat penyakit maka
riwayat kebiasaan sosial merupakan suatu hal yang penting, dimana pada pasien
didapatkan bahwa pasien adalah seorang pensiunan yang sehari-harinya tidak
memiliki banyak aktivitas. Dalam diagnostik holistik hal ini sangat penting karena
diperlukan edukasi berupa anjuran untuk melakukan aktivitas fisik seperti olahraga
ringan secara teratur, sehingga dapat membantu menurunkan tekanan darah.
Sedangkan pada pelayanan dokter keluarga secara komprehensif pada pasien
haruslah dilakukan suatu upaya promotif dan preventif dimana sebagai dokter
keluarga menjelaskan bahwa penyakit tersebut dapat diturunkan dan perlu
mengidentifikasi faktor risiko yang dapat menyebabkan hipertensi. Pada pasien ini,
salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih
lanjut adalah menganjurkan pola hidup sehat, seperti:
Penurunan berat badan.
Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan sayuran dan
buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain penurunan tekanan
darah, seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.
Mengurangi asupan garam.
Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak merupakan makanan tradisional
pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien tidak menyadari kandungan
garam pada makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya.
Tidak jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat
antihipertensi pada pasien hipertensi derajat 2. Dianjurkan untuk asupan garam
tidak melebihi 2 gr/ hari.
Olah raga.
Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 60 menit/ hari, minimal 3
hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah. Terhadap pasien yang
tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap
dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam
aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.
Mengurangi konsumsi alcohol.
14

Walaupun konsumsi alcohol belum menjadi pola hidup yang umum di negara
kita, namun konsumsi alcohol semakin hari semakin meningkat seiring dengan
perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota besar. Dengan
demikian membatasi atau menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu
dalam penurunan tekanan darah.

Berhenti merokok.
Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek langsung dapat
menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu faktor risiko
utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti
merokok.
Tindakan kuratif yang dilakukan bertujuan menurunkan morbiditas dan
mortalitas akibat hipertensi dengan memelihara tekanan darah sistolik di bawah 140
mmHg, tekanan diastolic di bawah 90 mmHg disamping mencegah resiko penyakit
kardiovaskuler lainnya. Untuk tindakan selanjutnya dijelaskan cara pemakaian obat
dan efek samping pemberian obat serta tujuannya.
Pasien yang telah mulai mendapat pengobatan harus datang kembali untuk
evaluasi lanjutan dan pengaturan dosis obat sampai target tekanan darah tercapai.
Setelah tekanan darah tercapai dan stabil, kunjungan berikutnya dengan interval 3-6
bulan tetapi frekuensi kunjungan ini juga ditentukan oleh ada tidaknya kormoditas
seperti gagal jantung, penyakit yang berhubungan seperti diabetes dan kebutuhan
akan pemeriksaan laboratorium. Evaluasi pada pasien hipertensi bertujuan untuk :
1. Menilai pola hidup dan identifikasi faktor-faktor resiko kardiovaskular lainnya
atau menilai adanya penyakit penyerta yang mempengaruhi prognosis dan
menentukan pengobatan
2. Mencari penyebab kenaikan tekanan darah
3. Menentukan ada tidakanya kerusakan target organ dan penyakit
kardiovaskular
Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang
keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan penunjang.
Anamnesis meliputi :
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder:
15

a) Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal


b) Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakian obat-
obat analgesic
c) Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokromositoma)
d) Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)

3. Faktor-faktor resiko :
a) Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien
b) Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarga pasien
c) Riwayat diabetes mellitus pada pasien atau keluarga pasien
d) Kebiasaan merokok
e) Pola makan
f) Kegemukan, intensitas olahraga
g) Kepribadian
4. Gejala kerusakan organ
a) Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient
ischemic attack, deficit sensoris atau motoris
b) Jantung : nyeri dada, sesak, bengkak kaki
c) Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuri
d) Arteri perifer : ekstremitas dingin
5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya
6. Faktor-faktor pribadi, keluarga dam lingkungan.
Sebagai dokter keluarga, diperlukan strategi untuk meningkatkan kepatuhan
pada pengobatan seperti:
Empati dokter akan meningkatkan kepercayaan, motivasi dan kepatuhan
pasien
Dokter harus mempertimbangkan latar balakang budaya kepercayaan pasien
serta sikap pasien terhadap pengobatan
Pasien diberitahu hasil pengukuran tekanan darah, target yang masih harus
dicapai, rencana pengobatan selanjutnya serta pentingnya mengikuti rencana
tersebut.
Jika dalam 6 bulan target pengobatan (termasuk target tekanan darah) tidak
tercapai, harus dipertimbangkan untuk melakukan rujukan ke dokter spesialis atau
subspesialis.
Keluarga harus ikut terlibat dalam pengobatan dan pencegahan agar penyakit
ini tidak berlanjut menjadi komplikasi. Dalam hai ini keluarga membantu untuk
menyemangati pasien mengkonsumsi/ menggunakan obat secara teratur,
melaksanakan pola hidup sehat, serta menghindari faktor risiko serupa karena hal ini
dapat terjadi juga pada anggota keluarga lainnya.
BAB III
LAPORAN KASUS
16

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn Z
Umur : 61 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Pekerjaan : pensiunan
Pendidikan : tamat SMA
Alamat : Lamglumpang, Ulee Kareng
Tanggal pemeriksaan : 10 Desember 2016

3.2 Anamnesis
Keluhan utama : Nyeri kepala
Keluhan tambahan : tidak ada
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala yang dialami sejak 2 hari yang lalu,
nyeri dirasakan seperti berdenyut dan hilang timbul. Nyeri kepala timbul jika
pasien berkativitas dan jika pasien sedang banyak pikiran dan menghilang jika
pasien istirahat dan minum obat yang diberikan dari puskesmas. Mual muntah
disangkal. BAK dan BAB dalam batas normal.
Riwayat penyakit dahulu:
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, riwayat diabetes
melitus disangkal, riwayat alergi disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga:
Ibu pasien juga menderita hipertensi
Riwayat Kebiasaan Sosial:
Pasien merupakan seorang pensiunan, pasien tidak banyak kegiatan, lebih banyak
waktu dihabiskan di rumah.

3.3 Pemeriksaan fisik


Vital Sign
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 170/100 mmHg
Frekuensi nadi : 84 kali/menit, regular, kuat angkat, isi cukup
Frekuensi nafas : 18 kali/menit
Suhu : 36,40C
a. Kulit
Warna : sawo matang
Turgor : kembali cepat
Parut/skar : tidak dijumpai
Sianosis : tidak dijumpai
Ikterus : tidak dijumpai
17

Pucat : tidak dijumpai


b. Kepala
Bentuk : normocephali
Rambut : hitam, sukar dicabut, distribusi merata
Wajah : simetris
Mata : edema palpebrae (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik
(-/-), refleks cahaya (/), pupil bulat isokor 3mm/3 mm.
Hidung : sekret(-/-), nafas cuping hidung (-/-)
c. Mulut
Bibir : bibir kering (-), mukosa bibir lembab (), sianosis (-)
Tonsil : T1/T1, hiperemis (-)
Faring : hiperemis (-)
d. Leher
Trakhea : terletak ditengah
KGB : pembesaran KGB (-)
Kelenjar tiroid : tidak teraba membesar
Kelenjar limfe : tidak teraba membesar
TVJ : R-2cmH2O

e. Thoraks
Inspeksi
Statis : simetris, bentuk normochest.
Dinamis : pernafasan abdomino-torakal, Kusmaul (-), retraksi
suprasternal (-), retraksi intercostal (-)
Paru
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : nyeri tekan (-), stem fremitus kanan = stem fremitus kiri
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : suara napas dasar vesikular (/), suara napas tambahan
rhonki (-/-) dan wheezing (-/-).
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi :Ictus cordis teraba di ICS V, 2 jari lateral linea
midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas-batas jantung
Atas : ICS III, linea midclavicularis sinistra
Kiri : ICS IV, linea midclavicularis sinistra
Kanan : ICS IV, linea parasternal dextra
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler (), bising (-).
f. Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-), vena kolateral (-)
Auskultasi : peristaltik kesan normal
18

Palpasi : organomegali (-), nyeri tekan (-), defans muskular (-)


Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
g. Genitalia
Tidak diperiksa
h. Anus
Tidak diperiksa
i. Ekstremitas
Superior : ikterik (-/-), edema (-/-), pucat (-/-), akral hangat, CRT <2.
Inferior : ikterik (-/-), edema (-/-), pucat (-/-), akral hangat, CRT <2.

3.4 Diagnosis penyakit


Hipertensi Stage II terkontrol dengan obat
Diagnosis keluarga
Hipertensi pada ibu pasien

3.5 Anjuran penatalaksanaan penyakit


a. Promotif :
Menghimbau kepada orang tua lain yang berusia di atas 45 tahun dan yang
berisiko tinggi untuk memiliki hipertensi, agar dapat menjalankan pola hidup
sehat dengan mengkonsumsi makanan yang sehat, tidak tinggi kolesterol,
menghindari rokok, melakukan olahraga ringan dan mengurangi aktivitas
yang berat dan menyita banyak pikiran.
b. Preventif :
Menjalankan pola atau gaya hidup yang sehat dengan mengkonsumsi
makanan yang tidak tinggi kandungan kolesterolnya, mengurangi konsumsi
kacang-kacangan, menghindari rokok, berolahraga ringan, mengurangi
aktivitas yang membutuhkan banyak pikiran, menghindari stress, hindari
makanan mengandung asam urat, membatasi aktivitas fisik.
c. Kuratif :
Terapi medika mentosa :
Calsium Channal Blocker : Amlodipin 1x 5mg
Terapi non medika mentosa
1. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Harus memperhatikan kebiasaan
makan penderita hipertensi.
19

2. Menghindari stress. Ciptakan suasana yang menenangkan bagi pasien penderita


hipertensi.
3. Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat. Anjurkan kepada pasien penderita
hipertensi untuk melakukan olahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat
selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu.
d. Rehabilitatif :
Kontrol penyakit ke dokter minimal sebulan sekali.

Monitoring :

Tekanan darah

Kerusakan target organ :

- Mata (Retinopati hipertensi)

- Ginjal (Nefropati hipertensi)

- Jantung (HHD)

- Otak (Stroke)

Interaksi obat dan efek samping


Kepatuhan

3.6 Prognosis

Penyakit : dubia ad bonam


Keluarga : dubia ad bonam
Masyarakat : dubia ad bonam

3.7 Resume
Dari hasil pemeriksaan saat pasien ke poli pada hari sabtu 10 Desember
2016, didapatkan bahwa pasien adalah penderita Hipertensi stage II terkontrol
dengan obat. Pasien kurang memiliki pengetahuan tentang penyakitnya sehingga
melakukan pola hidup yang salah, kurang tidur, kurang olahraga dan berobat tidak
20

teratur. Oleh karena itu pasien disarankan untuk melakukan pencegahan sekunder
untuk mencegah komplikasi yang dapat timbul dengan minum obat secara teratur,
kontrol tekanan darahnya secara rutin minimal 1 bulan sekali dan olahraga secara
teratur, memperbaiki pola makan dan melakukan hal-hal yang terdapat dalam
perilaku hidup sehat. Sedangkan keluarga pasien sebagai kelompok resiko tinggi,
dianjurkan untuk berperilaku hidup sehat sedini mungkin dan mengontrol tekanan
darah secara teratur dan hidup dengan pola makan yang sehat.
BAB IV
ANALISA KASUS DAN PEMBAHASAN

Pasien laki- laki umur 61 tahun dengan keluhan nyeri kepala yang
dialami sejak 2 hari yang lalu, nyeri dirasakan seperti berdenyut dan hilang
timbul. Pasien dengan tekanan darah pasien 170/100. Dimana tubuh memiliki
sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang
disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk mempertahankan
kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang reflek kardiovaskular melalui
sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi segera. Kestabilan
tekanan darah jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur
jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II
dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). Angiotensin
II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah
melalui dua aksi utama.
a. Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan rasa haus.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar
tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat,
yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam)
dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl
akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler
yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
21

Sesuai dengan teori dimana Seseorang akan dikatakan hipertensi bila


memiliki tekanan darah sistolik 140 mmHg dan atau tekanan darah
diastolik 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang. Tekanan darah
sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan
diagnosis hipertensi. Pasien berumur 61 tahun. Berdasarkan dari data
epidemiologi menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populsi usia
lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga
bertambah, dimana baik hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi
sistolik dan diastolic sering timbul pada lebih dari separuh orang yang
berusia > 65 tahun. Selain itu laju pengendalian tekanan darah yang dahulu
terus meningkat, dalam decade terakhir tidak menunjukkan kemajuan lagi
dan pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34 % dari seluruh pasien
hipertensi.

Pasien juga mengatakan ibu pasien memiliki sakit yang sama seperti
pasien dimana faktor dari hipertensi adalah adanya faktor keturunan
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya
adalah penderita hipertensi. Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi
dimulai secara bertahap, dan target tekanan darah dicapai secara progresif
dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi
dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan
pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis
obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah
awal dan ada tidkanya komplikasi.

Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan


farmakologis. Terapi nonfarmakologis harus dilaksnakan oleh semua pasien
hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan
faktor-faktor resiko serta penyakit pemyerta lainnya seperti : Menghentikan
merokok, menurunkan berat badan berlebih, latihan fisik, menurunkan
asupan garam, meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan
asupan lemak.
22

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmaklogis hipertensi yang


dianjurkan oleh JNC7 : Diuretika, terutama jenis Thiazide (thiaz) atau Aldosterone
Antagonist (Aldo Ant), Beta Blocker (BB), Calcium Channel Blocker atau Calcium
Antagonist (CCB), Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), Angiotensin II
Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker (ARB). Masing-masing obat
anti hipertensi memiliki efektivitas dan keamanan dalam pengobatan hipertensi,
tetapi pemilihan obat anti hipertensi juga dipengaruhi beberapa faktor yaitu: faktor
sosial ekonomi, profil faktor resiko kardiovaskular, ada tidaknya kerusakan organ
target, ada tidaknya penyakit penyerta, variasi individu dari respon pasien terhadap
obat antihipertensi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sunarto, K. Sosiologi Kesehatan. Pusat Penerbitan Universitas Indonesia.


Hlm. 2.3-2.5, 2002
2. Kasper DL, Fauci AS, Lonjo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL:
Harrison's Principles Of Internal Medicine, 16 th ed, Mc Graw Hill Med.
Publ.Div., 2005.
3. Mansjoer A, Suprohalita, Wardhani WL, Setiowulan W: Kapita Selekta
Kedokteran, Jakarta, Media Aaesculapius FKUI, 2001.
4. WHO Techn. Rep. Ser. 231, Arterial Hypertension & IHD (Preventive
Aspects WHO Chronicle 1962
5. Noer MS: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ketiga, Jilid kesatu, Balai
Penerbit FKUI, 2003.
6. Wawolumaya.C.Survei Epidemiologi Sederhana, Seri No.1, 2001. Cermin
Dunia Kedokteran No. 150, 2006 35
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular. Jakarta: IHA, 2015.

Вам также может понравиться