Вы находитесь на странице: 1из 5

TUGAS

PEREKONOMIAN INDONESIA

TENTANG

ARTIKEL MINYAK BUMI

DI SUSUN OLEH :

NAMA : WILLI RIZLA


NIM : 14059170
BP : 2014
Jurusan : Manajemen S1

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2015
Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Satya Widya
Yudha mengatakan, naik dan turunnya bahan bakar minyak (BBM) merupakan
suatu hal yang wajar asalkan pemerintah konsisten dengan periodisasi evaluasi
harga, yaitu per tiga bulan atau enam bulan sesuai kesepakatan dengan
DPR. Sesuai dengan perintah Undang-undang Dasar 1945, pemerintah tidak
menganut sistem ekonomi pasar. Ada saatnya pemerintah memberikan subsidi
sehingga harga BBM menjadi lebih rendah dibandingkan harga aktual (dunia).

Masyarakat menuntut pemerintah agar transparan dan konsisten dalam evaluasi


kebijakan harga BBM sehingga tidak membuat masyarakat kebingunan. Hal
senada disampaikan Direktur Reforminers Institute Priagung Rakhmanto. Ia
menilai bahwa penurunan harga BBM jenis Premium dan Solar yang tak signifikan
per 5 Januari 2016 nanti sebenarnya bemula dari inkonsistensi pemerintah
mengevaluasi harga. Inkonsistensi pemerintah dalam mengevaluasi harga BBM ini
dinilainya menciptakan ketidakjelasan pada publik.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution


mengakui, penurunan harga BBM jenis premium tidak berdampak besar. Sebab,
penurunannya hanya Rp 150 per liter. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Darmin Nasution mengakui penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis
Premium tidak berdampak besar terhadap kehidupan masyarakat. Sebab,
penurunannya hanya Rp 150 per liter. "Tidak terlalu besar, tetapi ini memberikan
kejelasan ke masyarakat, kalau harga keekonomian turun, pemerintah akan
menurunkan harga BBM-nya," ucap Darmin.
Lebih lanjut Darmin menyampaikan bahwa dengan mengikuti penurunan harga
minyak mentah dunia, pemerintah mengurangi kebiasaan menumpuk utang di
Pertamina. Memang, kata Darmin, harga minyak mentah dunia sudah turun lama.
Akan tetapi, pada waktu itu harga keekonomiannya masih lebih tinggi dari harga
jual Premium Pertamina. Darmin pun berharap evaluasi harga Premium, dan BBM
lain lebih jelas periodisasinya, yakni tiga bulan sekali.

Hal itu dikarenakan kerugian Pertamina yang sudah tertutup. "Kita enggak
bicarakan lagi (kerugian Pertamina). Kita anggap itu selesai," ujar Darmin.
Menurut Direktur Reforminers Institute Priagung Rakhmanto, kalau alasannya
hanya ingin memberikan kejelasan ke masyarakat, seharusnya penurunan harga
BBM sudah dilakukan sejak pertengahan tahun ini.

Perhitungannya, harga BBM bisa turun sejak Agustus 2015. Priagung


mengatakan, harga Premium saat itu seharusnya di level Rp 7.000 per liter. Pada
waktu itu harga minyak mentah dunia di kisaran 45-50 dollar AS per barel.
Kemudian, lanjut Priagung, pada Oktober 2015, harga Premium diperkirakan bisa
di kisaran Rp 6.500-Rp 7.000 per liter.

Menjelang libut Natal,harga minyak mentah kembali naik pada perdagangan


Kamis (24/12/2015) waktu setempat. Kenaikan harga emas hitam ini masih
memanfaatkan momentum anjloknya persediaan minyak Amerika Serikat. Minyak
jenis West Texas Intermediate pengiriman Februari bertambah 60 sen menjadi
38,10 dollar AS per barrel di New York Mercantile Exchange.
Sementara di London, minyak Brent pegiriman Februari naik 51 sen ke posisi
37,87 dollar AS per barrel. Brent sempat terpuruk di level terendah 11 tahun saat
anjlok ke level 36,35 dollar AS dollar AS, terendah sejak Juli 2004. Pada
perdagangan Rabu, harga minyak mengalamiai kenaikan dengan ditopang laporan
Departemen Energi AS yang menyebutkan bahwa persediaan minyak mentah
migguan negeri tersebut melorot 5,9 juta barrel, lebih besar dibandingkan
perkiraan analis.

Harga minyak juga ditopang oleh melemahnya dollar AS, sehingga harga
komoditas yang berdenominasi mata uang AS menjadi lebih murah. Pengamat
ekonomi Ichsanudin Noorsy menilai pemerintah menambah beban masyarakat
karena memungut dana ketahanan energi dari setiap liter premium dan solar yang
dibeli masyarakat.

Menurut Noorsy, kebijakan itu mengundang banyak pertanyaan. Noorsy


menjelaskan, dana ketahanan energi tidak seharusnya dipungut pemerintah dari
masyarakat karena tidak diatur dalam Undang-Undang 30/2007 tentang Energi.Ia
menilai kebijakan itu lebih tepat jika dipungut dari kontraktor sebagai kompensasi
kerusakan alam akibat eksplorasi energi. "Dana ini tidak seharusnya dipungut dari
rakyat. Ini menunjukkan pemerintah tidak simpatik karena di tengah penurunan
harga minyak dunia malah menambah beban masyarakat," kata Noorsy, di Jakarta,
Kamis (24/12/2015).
Selain itu, Noorsy juga mempertanyakan nominal pungutan yang ditetapkan
pemerintah untuk mengumpulkan dana ketahanan energi. Untuk satu liter premium
pemerintah memungut Rp 200 dan memungut Rp 300 untuk satu liter solar yang
dibeli masyarakat guna mendapatkan dana ketahanan energi.

Pada Rabu (23/12/2015), Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan bahwa


pemerintah akan memungut dana ketahanan energi. Dana itu dipungut sebesar Rp
200 dari satu liter premium, dan Rp 300 dari satu liter solar yang dibeli
masyarakat. Dana ketahanan energi itu akan dimanfaatkan pemerintah untuk
pembangunan energi baru dan terbarukan atau subsidi untuk sektor lain semisal
listrik.

Asumsi penerimaan pungutan pada tahun ini mencapai Rp 16 triliun.


Kementerian ESDM akan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dalam
pengelolaan dana tersebut dan memastikan adanya audit dari BPK dan BPKP.

Вам также может понравиться