Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Kekerasan dalam Rumah Tangga
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga
3. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab Kekerasan dalam Rumah
Tangga
4. Untuk mengetahui cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah suatu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakir,
jatuh sakit maupun luka berat. Contohnya adalah tamparan, menendang,
pukulan, menjambak, meludah, menusuk, mendorong, memukul dengan
senjata.
b. Kekerasan psikis
Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa
tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Contohnya adalah makian berupa kata-kata yang menghina korban.
c. Kekerasan ekonomi/ penelantaran rumah tangga
Seperti membuat ketergantungan secara ekonomi, melakukan kontrol
terhadap penghasilan, pembelanjaan dengan cara melarang/ membatasi
untuk bekerja didalam maupun diluar rumah sehingga korban kekerasan
berada dibawah kendali orang tersebut.
d. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah suatu tindakan yang bersifat memaksa
hubungan seks, mendesak hubungan seks setelah melakukan
b. Aparat hukum
Pengalaman penegakkan hukum dalam kasus-kasus KDRT sejauh
ini menunjukkan bahwa aparat belum menerapkan perilaku dan
pelayanan yang berstandar. Ada sebagian aparat yang mau dan mampu
melayani pengaduan korban KDRT dengan baik, berempati pada
korban sebagai orangyang terampas hak hukumnya dan secara
profesional menjalankan prosedur perlindungan yang telah ditetapkan.
Akan tetapi, masih banyak ditemukan aparat hukum yang masih
menggunakan paradigma lama, yakni menolak mengurusi kasus KDRT,
menganggap sepele KDRT. Ada juga aparat yang menganjurkan agar
korban berdamai saja dengan pelaku, memaafkan perbuatan pelaku
disertai nasehat bahwa tidak baik memenjarakan pelaku yang masih
keluarga sendiri, dampaknya buruk secara sosial, dan bila pelaku adalah
penanggung nafkah korban maka korban akan rugi sendiri.
Tidak ditindaklanjutinya perkara KDRT oleh aparat hukum dapat
pula dimaknai sebagai upaya mendamaikan korban dengan pelaku.
Sikap ini dipilih dengan pertimbangan bahwa apabila pelaku dipenjara
maka akan terjadi goncengan dalam keluarga, apalagi jika pelaku
adalah orang yang menjadi tulang punggung keluarga. Pilihan sikap ini
menunjukkan bahwa polisi dalam menegakkan hukum KDRT tidak
semata-mata pada kaidah hukum yang sudah jadi, melainkan juga
mempertimbangkan aspek-aspek yang lain.
c. Fasilitas Hukum
Fasilitas yang disediakan sejauh ini dapat dikatakan belum
memadai. Rasio antara jumlah penduduk, luas wilayah dan fasilitas
yang disediakan belum seimbang, sehingga masih banyak warga
masyarakat terutama yang terpinggirkan yang tidak mengetahui apa itu
KDRT, bagaimana hukum mengaturnya, bagimana menghindarinya
serta bagaiman prosedur meminta perlindungan jika menyebabkan tidak
terungkapnya dan tindak KDRT yang sebenarnya serta korban belum
bisa dilindungi secara keseluruhan.
Problem lain dari sistem hukum yang ada adalah kuatnya
paradigma provistik dalam proses penanganan KDRT. Hal ini sangat
terasa dalam prosedur hukum acara. Realitas yang bisa ditampilkan
sebagai contoh dalam hal ini adalah ditempuhnya prosedur konfrontasi
antara pelaku dan korban dalam persidangan. Dalam kasus di mana
KDRT timbul karena relasi kuasa yang timpang dan pelaku lebih kuat
dari korban maka konfrontasi pelaku dan korba sesungguhnya tidak
selalu mampu mengungkap kebenaran, tetapi justru menyudutkan
korban yang lemah menjadi semakin lemah di muka hukum. Dapat
dikatakan bahwa hakim kurang bisa melakukan terobosan prosedur
untuk melindungi korban dan berusahan mengungkapkan kebenaran
tanpa harus menyiksa korban dalam persidangan. Berubahnya
paradigma hukum yang memandang KDRT tidak lagi sebagai urusan
privat rumah tangga belum diikuti oleh semangat perubahan sistem
peradilan untuk membela korban.
BAB III
PEMBAHASAN
Dari berbagai macam tinjauan teori dan hasil penelitian baik secara
nasional maupun internasional yang telah disampaikan, pada kenyataannya masih
terdapat kesenjangan yang terjadi di masyarakat.Menurut Azriana sebagai Ketua
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dalam catatan tahunan
Komnas Perempuan untuk kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2015
jumlahnya meningkat 9% dari jumlah tahun 2014 sebesar 321.752 sebagian kasus
atau perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama dan angka tersebut
merupakan kasus yang dilaporkan perempuan sedangkan yang tidak dilaporkan