Вы находитесь на странице: 1из 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan industri sekarang semakin pesat yang diikuti dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Hal tersebut yang mendukung penggunaan
peralatan atau mesin dan bahan-bahan kimia dalam proses produksi untuk mengahasilkan
produk atau jasa yang bagus agar dapat bersaing di pasaran. Namun, disisi lain kemajuan
dan perkembangan tersebut memicu berbagai masalah keselamatan dan kesehatan kerja
(K3), seperti bertambahnya sumber bahaya, meningkatnya potensi bahaya, penyakit
akibat kerja di tempat kerja (Notoatmodjo, 2007).
Aspek K3 pada perusahaan di Indonesia belum menjadi prioritas khususnya
perusahaan swasta. Hal ini disebabkan karena perusahaan swasta meminimalkan tenaga
kerja dan pengeluaran dengan meraih keuntungan yang sebesar-besarnya serta kurang
pedulinya pengusaha akan pentingnya aspek K3. Sehingga, masih banyak peristiwa
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang terjadi. Padahal dengan adanya peristiwa
kecelakaan yang terjadi di suatu perusahaan akan mengurangi profit perusahaan itu
sendiri karena harus membayar biaya perawatan korban kecelakaan kerja, membayar
kerugian bahkan mengganti alat atau mesin yang rusak akibat kecelakaan tersebut
(Nasution, 2011). Untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kecelakaan kerja atau penyakit
akibat kerja, pemerintah menghmbau setap perusahaan harus menerapkan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Pelaksanaan K3 bertujuan untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan sehat. Sehingga peristiwa kecelakaan
kerja dan akibat penyakit kerja dapat dicegah serta produktivitas kerja meningkat
(Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja yang mencakup ketentuan syarat-syarat keselamatan kerja untuk
mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja terhadap semua orang yang berada di
lingkungan kerja. Peristiwa kecelakaan kerja dapat terjadi secara tiba-tiba tanpa ada
dugaan sebelumnya serta dapat menimpa kapan saja dan siapa saja yang berada di suatu
tempat kerja baik tenaga kerja, pengusaha bahkan tamu. Kecelakaan kerja yang terjadi di
tempat kerja dapat menyebabkan kerugian, kerusakan dan mengganggu proses kerja
(Tarwaka, 2008).
Kondisi ideal terjadi jika perangkat keras tersebut bekerja dengan baik dan benar.
Tapi akan ada kondisi dimana perangkat tersebut mengalami gangguan dan gagal bekerja
dengan semestinya. Jika kondisi yang demikian terjadi, maka kehidupan manusia akan
terganggu. Karenanya perlu diambil suatu tindakan untuk mengatasi kegagalan tersebut
dengan mencari penyebabnya dan mengambil langkah perbaikan. Kegagalan bekerja
pada perangkat dapat terjadi karena tiga hal, yaitu faktor dari luar seperti bencana alam
faktor, kesalahan manusia atau disebut juga human error dan faktor dari dalam perangkat
sistem itu sendiri (kegagalan pada sistem dan komponen didalamnya). Untuk mengetahui
penyebab kegagalan pada perangkat yang ada, salah satu metode yang sering digunakan
adalah dengan membangun fault tree. Fault tree dibangun untuk memperlihatkan secara
jelas kejadian-kejadian gagal pada sistem dan hubungan diantaranya. Ada tiga macam
simbol yang digunakan, yaitu simbol kejadian, simbol gerbang dan simbol transfer.
Untuk membangun fault tree dimulai dari menentukan kejadian gagal yang tidak
diinginkan atau top event, Kemudian dicari kejadian gagal yang menjadi penyebabnya,
hingga didapat kegagalan-kegagalan lain yang sifatnya mendasar atau disebut juga basic
event yang dapat menyebabkan top event terjadi. Setelah fault tree dibangun, kegagalan
sistem akan dianalisa dengan aljabar Boolean yang bersesuaian dengan bentuk fault tree-
nya sehingga nantinya akan didapat beberapa basic event dan kombinasinya dimana jika
basic event tersebut terjadi, maka top event juga terjadi. Himpunan basic event ini disebut
minimal cut set. Analisa untuk mendapatkan kegagalan-kegagalan yang mengakibatkan
top event disebut analisa kualitatif. Selain itu juga bisa dilakukan analisa kuantitatif yaitu
untuk mendapatkan probabilitas terjadinya top event.
Langkah-langkah dari mulai menentukan top event, membangun fault tree sampai
menganalisa kegagalan sistem dengan fault tree termasuk dalam metode Analisa Pohon
Kegagalan atau Fault Tree Analysis (FTA) (Stamatelatos dkk (2002)).

1.2 Rumusan Masalah

2
1. Bagaimana menentukan tingkat keparahan potensi bahaya dengan
menggunakan metode HIRA?
2. Bagaimana cara menganalisa suatu kegagalan dalam pekerjaan dengan
menggunakan Fault Tree Analysis?

1.3 Tujuan Penilitian


1. Untuk mengidentifikasi potensi bahaya yang ada di bagian produksi.
2. Untuk menilai risiko kecelakaan kerja yang terjadi di bagian produksi.
3. Untuk menegtahui kegagalan apa saja yang terjadi dengan menggunakan Fault
Tree Analysis.

3
BAB II
ISI

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Menurut OSHAS 18001:2007 kesehatan dan keselamatan kerja (K3)
adalah merupakan multidisiplin ilmu yang terfokus pada penerapan prinsip ilmiah
dalam memahami adanya risiko yang mempengaruji kesehatan dan keselamatan
manusia dalam lingkungan industri ataupun lingkungan diluar industri, selain itu
kesehatan dan keselamatan kerja merupakan profesionalisme dari berbagai
disiplin ilmu, yaitu fisika, kimia, biologi dan ilmu perilaku yang diaplikasikann
dalam manufaktur, transportasi, penyimpanan dan penanganan bahan berbahaya
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan
peralatan, tempa kerja, lingkungan kerja, serta cara-cara dalam melakukan
pekerjaan yang bertujuan untuk menjamin keadaan, keutuhan dan kesempurnaan,
baik jasmaniah maupun rohaniah manusia, serta hasil karya budayanya tertuju
pada kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan pekerja pada khususnya. Jadi
dapat disimpulkan bahwa keselamatan pada hakekatnya adalah usaha manusia
dalam melindungi hidupnya dan yang berhubungan dengan itu, dengan
melakukan tindakan preventif dan pengamanan terhadap terjadinya kecelakaan
kerja ketika kita sedang bekerja (Buchari, 2007).
Sedangkan keselamatan dan kesehatan kerja menurut definisi dari The
ILO Convention on Occupational Health Services (no. 161) dan The ILO
Recommendations on Occupational Health Services (no. 171) yang diadopsi pada
tahun 1985, adalah menjaga dan meningkatkan kesehatan secara fisik, mental dan
sosial seluruh pekerja dan pada semua sector pekerjaan, mencegah pekerja
terjangkit penyakit yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, melindungi pekerja
dari resiko yang berdampak buruk pada kesehatan. Menempatkan dan menjaga
pekerja dalam lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisiologi dan psikologi,
menyesuaikan pekerjaan dengan pekerja serta pekerja dengan pekerjaannya.

4
2.2 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Sistem manajemen K3 adalah bagian sistem manajemen yang meliputi
organisasi, perencanaan, tanggung jawab pelaksanaan, prosedur proses dan
sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembanggan, penerapan, pencapaian,
pengkajian, pemeliharaan, kebijakan K3 dalam rangka pengendalian resiko yng
berkaitan dengan kegiatan kerja agar tercipta tempet kerja yang aman dan
produktif.
Tujuan dan sasaran sistem manajemen K3 adalah menciptakan sistem
kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur
manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam
rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta
terciptanya tempat kerja yang nyaman dan efisien.

2.3 Bahaya
Bahaya diartikan sebagai potensi dari rangkaian sebuah kejadian untuk
munculdan menimbulkan kerusakan atau kerugian, jika salah satu bagian dari
rantai kejadian hilang, maka suatu kejadian tidak akan terjadi. Bahaya terdapat
dimana-mana baik ditempat kerja atau di lingkungan, namun bahaya hanya akan
menimbulkan efek jika terjadi sebuah kontak atau eksposur. (Tranter, 1999)
Bahaya diklasifikasikan menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Bahaya Keselamatan Kerja (Safety Hazard)
Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada timbulnya kecelakaan
yang dapat menyebabkan luka (injury) hingga kematian, serta
kerusakan property perusahaan. Dampaknya bersifat akut.
2. Bahaya Kesehatan Kerja (Health Hazard)
Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada kesehatan,
menyebabkan gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja.
Dampaknya bersifat kronis.

2.4 Potensi Bahaya


Potensi bahaya (Hazard) adalah suatu kondisi/keadaan pada suatu proses,
alat, mesin, bahan atau cara kerja yang secara intrisik/alamiah dapat menjadikan
luka, cidera, bahkan kematian pada manusia serta menimbulkan kerusakan pada
alat dan lingkungan. Bahaya (danger) adalah suatu kondisi hazard yang terekspos
atau terpapar pada lingkungan sekitar dan terdapat peluang besar terjadinya

5
kecelakaan/insiden. Identifikasi bahaya guna mengetahui potensi bahaya dalam
setiap pekerjaan dan proses kerja. Identifikasi bahaya dilakukan bersama
pengawas pekerjaan atau petugas K3. Identifikasi bahaya menggunakan teknik
yang sudah di bakukan, misalnya seperti Check List, JSA, JSO, What If,Hazops,
dan sebagainya. Semua hasil identifikasi bahaya harus didokumentasikan dengan
baik dan dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan setiap kegiatan. Faktor
potensi bahaya ada empat, yaitu faktor bahaya fisika, kimia, biologi dan
psikososial.

2.5 Teknik Identifikasi Bahaya


1. What if
Teknik ini bersifat brainstorming, namun semua anggota tim dipandu
dengan kata What if. Tujuan dari teknik ini adalah untuk mengidentifikasi
kemungkinan adanya kejadian yang tidak diinginkan dan menimbulkan suatu
konsekuensi yang serius. Melalui teknik ini dapat dilakukan penilaian
terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan rancang bangun, konstruksi
atau modifikasi dari yang diinginkan.
2. HAZOPS
HAZOPS (Hazard and Operability Study) digunakan untuk
mengidentifikasi bahaya yang ada pada proses operasional. Teknik HAZOPS
merupakan bahaya yang ada pada proses operasional. Teknik HAZOPS
merupakan sistem yang sangat terstruktur dan sistematis sehingga dapat
menghasilkan kajian yang komprehensif. Kajian HAZOPS juga bersifat
multidisiplin sehingga hasil kajian akan lebih mendalam dan rinci karena telah
ditinjau dari berbagai latar belakang disiplin dan keahlian.
3. FMEA
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan metode identifikasi
risiko dengan menganalisis berbagai pertimbangan dari kesalahan suatu sistem
atau peralatan yang digunakan dan kemusdian mengevaluasi dampak dari
kesalahan tersebut. FMEA membantu memilih langkah perbaikan untuk
mengurangi dampak kumulatif dari konsekuensi (risk) dan kegagalan sistem
(fault).

4. JHA

6
Menurut OSHA, Job Hazard Analysis merupakan teknik yang berfokus
pada tahapan pekerjaan sebagai cara untuk mengidentifikasi bagaya sebelum
kejadian yang tidak diinginkan terjadi. JHA sangat penting dilakukan untuk
dapat menentukan dan menetapkan prosedur kerja dengan tepat sehingga
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat dicegah ketika perkerja
melakukan suatu prosedur kerja yang baik.
5. FTA
Fault Tree Analysis (FTA) menggunakan metode analisis yang bersifat
deduktif. Dimulai dengan menetapkan kejadian puncak (top event) yang
mungkin terjadi dalam sistem atau proses. Selanjutnya semua kejadian yang
dapat menimbulkan akibat dari kejadian puncak tersebut diidentifikasi dalam
bentuk pohon logika. FTA adalah teknik yang banyak dipakai untuk studi yang
berkaitan dengan resiko dan keandalan dari suatu sistem engineering. Sebuah
FTA secara umum dilakukan dalam 5 tahapan, yaitu:
Mendefinisikan problem dan kondisi batas dari sistem
Pengkonstruksian fault tree,
Mengidentifikasi minimal cut set atau minimal path set
Analisa kualitatif dari fault tree
Analisa kuantitatif fault tree

Langkah pertama bertujuan untuk mencari top event yang merupakan


definisi dari kegagalan suatu sistem, ditentukan terlebih dahulu dakam
menentukan sebuah model grafis FTA. Tahapan kedua, membuat model
grafis atau pengkonstruksian fault tree. Aturan dalam membuat FTA adalah
mendeskripsikan, mengevaluasi dan melengkapi semua gerbang logika fault
event. Tahap ketiga yaitu mencari minimal cut set. Mencari minimal cut set
merupakan analisa kualitatif yang mana dipakai aljabar Boolean. Aljabar
Boleean merupakan aljabar yang dapat digunakan untuk melakukan
penyederhanaan atau menguraikan rangkaian logika yang rumit dan
kompleks menjadi rangkaian logika yang lebih sederhana.langkah terakhir
adalah analisa kualitatif dan kuantitatif yang mana dipakai teori reliabilitas
untuk menyelesaikannya.

7
6. HIRA
Hazzard Identification and Risk Assessment (HIRA) merupakan salah satu
metode identifikasi kecelakaan kerja dengan penilaian risiko sebagai salah
satu poin penting untuk mengimplementasikan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). HIRA ( Hazzard Identification
and Risk Assesment ) merupakan suatu metode atau teknik untuk
mengidentifikasi potensi bahaya kerja dengan mendefinisikan karakteristik
bahan yang mungkin terjadi dan mengevaluasi resiko yang terjadi melalui
penilaian resiko dengan menggunakan matriks penilian resiko. Dilakukannya
HIRA bertujuan untuk mengidentifikasi potensi-potensi bahaya yang terdapat
di suatu perusahaan untuk dinilai besarnya peluang terjadinya suatu
kecelakaan atau kerugian. Identifikasi bahaya dan penilaian risiko serta
pengontrolannya harus dilakukan diseluruh aktifitas perusahaan, termasuk
aktifitas rutin dan non rutin, baik pekerjaan tersebut dilakukan oleh karyawan
langsung maupun karyawan kontrak, supplier dan kontraktor, serta aktifitas
fasilitas atau personal yang masuk ke dalam tempat kerja.
Langkah-langkah membuat HIRA adalah:
Menentukan kegiatan yang akan diidentifikasi, misalnya adalah
material handling.
Mengidentifikasi sumber daya, yang terdiri dari:
1. Alat atau bahan yang digunakan, misalnya forlift ataupun
mobile crane.
2. Bahan potensial, misalnya barang atau material jatuh.
3. Kerugian atau dampak, contohnya adalah merusak material
Menentukan nilai risiko, penilIn risiko dibagi menjadi 4, yaitu:
1. Bobot konsekuensi atau keparahan, didapat dari tael tingkat
keparahan dimana tingkat keparahan dibagi menjadi 5 yaitu
dimulai dari insignificant atau tidak bermakna dengan nilai 1,
minor atau kecil dengan nilai 2, moderate atau sedang dengan
nilai 3, major atau besar dengan nilai 4 dan terakhir nilai 5
dengan kriteria catastrophic atau bencana yang dapat
menyebabkan kematian. Berikut adalah tabel tingkat
keparahan:

8
Tabel 2.1 Tingkat Keparahan
Tingkatan Kriteria Penjelasan
Insignificant
1 (tidak Tidak ada cidera, kerugian materi sangat kecil.
bermakna)
Cidera ringan, memerlukan perawatan P3K,
2 Minor (kecil) langsung dapat ditangani di lokasi kejadian,
kerugian materi sedang.
Moderate Hilang hari kerja, memerlukan perawatan medis,
3
(sedang) kerugian materi cukup besar.
CIdera yang mengakibatkan cacat atau hilang fungsi
4 Major (besar)
tubuh secara total, kerugian materi besar.
Catastrophic Menyebabkan kematian, kerugian materi sangat
5
(bencana) besar.
(Susihono, 2012)

2. Bobot kemungkinan terjadi, didapat dari tabel kemungkinan


atau peluang terjadinya potensi kecelakaan kerja. Berikut
adalah tabel kemungkinan atau peluang terjadinya potensi
kecelakaan kerja:

Tabel 2.2 Keterangan Kemungkinan atau Peluang


Tingkatan Kriteria Penjelasan
Terjadi hampir pada semua keadaan,
Almost Certain (hampir pasti
A misalnya terjadi 1 kejadian dalam
akan terjadi)
setiap hari
Sangat mungkin terjadi pada semua
B Likely (cenderung untuk terjadi) keadaan, misalnya terjadi 1 kejadian
dalam 1 minggu.
Dapat terjadi sewaktu-waktu,
Moderate (mungkin dapat
C misalnya terjadi 1 kejadian dalam 1
terjadi)
bulan.
Mungkin terjadi sewaktu-waktu,
Unlikely (kecilkemungkinan
D misalnya terjadi 1 kejadian dalam 1
terjadi)
tahun.
Hanya dapat terjadi pada keadaan
E Rare (jarang sekali) tertentu, misalnya terjadi 1 kejadian
dalam lebih dari 1 tahun.
(Susihono, 2012)

9
3. Nilai risiko, merupakan penggabungan dari nilai bobot
konsekuesi dari bobot kemungkinan sehingga untuk ke tahap
berikutnya yaitu tahap kategori risiko.
4. Ketegori risiko, merupakan penilaian risiko yang didapat dari
matriks risiko. Berikut adalah tabel matriks penilaian risiko:
Tabel 2.3 Matriks Penilaian Risiko
Kemungkinan Keparahan (akibat)
(Peluang) 1 2 3 4 5
A H H E E E
B M H H E E
C L M H E E
D L L M H E
E L L M H H
(Susihono, 2012)

Tabel 2.4 Keterangan Matriks Risiko


Ekstreme Risk (Risiko Ekstrim), memerlukan penanggulangan segera
E atau penghentian kegiatan atau keterlibatan manajemen puncak.
Perbaikan sesegera mungkin.
High Risk (Risiko Tinggi), memerlukan pihak pelatihan oleh manajemen.
H
Penjadwalan tindakan perbaikan secepatnya.
M Moderate Risk (risiko menengah), penanganan oleh manajemen terkait.
L Low Risk (risiko rendah), kendalikan dengan prosedur rutin.
(Susihono, 2012)

Peraturan dan persyaratan K3 terkait merupakan tahap HIRA yang


berisi tentang peraturan-peraturan atau persyaratan-pesyaratan K3.
Pengendalian risiko, berisi tentang pengendalian-pengendalian dari
risiko yang ada pada kegiatan tersebut, misalnya penggunaan APD
(Alat Pelindung Diri).
Status, tahapan yang menjelaskan tentang ada atau tidaknya
pengendalian risiko kecelakaan kerja.
Nama program K3, merupakan tahap terakhirdalam membuat
HIRA, pada tahap ini berisi tentang program yang ada di
perusahaan apabila pengendalian tersiko berstatus ada.

10
HIRA

Kegiatan Identifikasi Sumber Bahaya Penilaian Resiko


Potensi Dampak Nilai Kategori Program
Bahaya Resik Resiko Pengendalian
o Resiko
Proses Waste dari Mata Iritasi 2C L Menggunakan
Drilling benda kerja dan terluka Kacamata
berterbanga Safety
n mengenai
mata pekerja

Waste dari Konsentrasi 1A L Mengumpulka


benda kerja terganggu n waste yang
berserakan berserakan di
satu tempat
Proses Percikan api Pekerja 2B M Pekerja
Penggerindaa mengenai mengalami mengenakan
n tubuh pekerja luka bakar jaket, sepatu,
sarung tangan,
kacamata
safety

Tersayat/ Terluka 4E M Menggunakan


Terpotong bahkan cacat APD lengkap
permanen

Kebisingan Pendengaran 2C M Menggunakan


Terganggu Earplug

Proses Percikan api Pekerja 2B M Pekerja


Pengelasan mengenai mengalami mengenakan
tubuh luka bakar jaket, sepatu,
pekerja sarung tangan,
kacamata
safety

Intensitas Dapat 3A L Menggunakan


cahaya merusak mata, helm welding
tinggi mata panas

Uap hasil Indra 2A L Menggunakan


pengelasan penciuman masker
terhirup oleh terganggu

11
pekerja

Kontak Pekerja 4E M Menggunakan


dengan arus tersengat sepatu safety,
listrik listrik sarung tangan
safety

12
Fault Tree Analysis(FTA)/Pohon Kegagalan

Waste Benda Kerja Berterbangan

Kontak langsung dengan angin

Tidak ada nya maintenance mesin

Tempat proses permesinan di tempat yang agak terbukaJarak mesin ke rolling door terlalu dekat

Tidak melakukan pembersihan mesin terlebih dahulu

13
Percikan api mengenai tubuh

n Holder
terlalu timah pada mesin
berdekatan denganlas tidak bisa melepas timah dengan benar/cepat
pekerja

14
kebisin

Mesin mengeluarkan kebisingan

Putaran motor dalam mesin cukup tinggi

15
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Nilai resiko potensi bahaya kerja yang dominan di CV. Rizca Pratama, bagian
pengelasan yang berarti tingkat keparahan bahaya kerja yang cukup sedang dan
memungkinkan potensi bahaya kerja tersebut dapat terjadi , sedangkan nilai
kategori potensi bahaya kerja yang dominan adalah M yang berarti Moderate risk
atau resiko sedang sehingga perlu dikendalikan oleh manajemen yang terkait.
b. Faktor penyebab terbesar terjadinya potensi bahaya kerja adalah kondisi ruangan
relatif sempit dengan jumlah mesin yang tidak sebanding dengan ukuran ruangan,
suara mesin bising, penempatan Standard Operational procedure (SOP) pada
mesin belum terpasang secara ergonomis, kondisi jalan sempit, terdapat benda
asing yang menghalangi jalan, dan temperatur ruangan yang meningkat akibat
keterbatasan ruangan.
c. Pencapaian sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang telah
diterapkan sudah sesuai dengan undang-undang No.5 tahun 1970 ditunjukkan
dengan perolehan penghargaan zero accident.

3.2 Saran
Adapun saran yang diajukan peneliti adalah sebagai berikut:
a. Pada penelitian selanjutnya, dalam mengidentifikasi potensi bahaya kerja
dilakukan dengan beberapa metode identifikasi
b. Mengidentifikasi potensi bahaya kerja dilakukan dalam beberapa area kerja yang
sering dijangkau operator atau para pekerja.

DAFTAR PUSTAKA

16
Mustika, Adinda Febby. 2014. Analisa Keterlambatan Proyek Menggunakan Fault Tree
Analysis (FTA) (Studi Kasus Pada Proyek Pembangunan Gedung Program Studi
Teknik Industri Tahap II Universitas Brawijaya Malang. Universitas Brawijaya,
Malang.
Susihno, Wahyu dan Feni Akbar Rini
Muktiono, Noer Seto. 2014. Perbaikan Kondisi Kerja Berdasarkan Pendekatan Hazard
Identification and Risk Assesment (HIRA) untuk Mengurangi Kecelakaan Kerja
Karyawan Di Unit Penggilingan PT Madu Baru Yogyakarta.Universitas
Muhammadiyah. Surakarta.
Ratnasari, Tri Septa. 2009.
Noorina, Mustika. 2016. Perbaikan Stasiun Tin Granular Menggunakan Metode Hazard
Identification and Risk Assesment dan Rapid Upper Limb Assesment.UNTIRTA. Cilegon

LAMPIRAN

17
Proses Drilling

Proses Penggerindaan

Proses Pengelasan

18

Вам также может понравиться