Вы находитесь на странице: 1из 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura dapat terjadi oleh banyak hal diantaranya
adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediastinum,
ataupun akibat proses keradangan seperti tuberculosis dan pneumonia. Hambatan reabsorbsi
cairan tersebut mengakibatkan penumpukan cairan di rongga pleura yang disebut efusi
pleura.Efusi pleura tentu mengganggu fungsi pernapasan sehingga perlu penatalaksanaan yang
baik.Pasien dengan efusi pleura yang telah diberikan tata laksana baik diharapkan dapat sembuh
dan pulih kembali fungsi pernapasannya, namun karena efusi pleura sebagian besar merupakan
akibat dari penyakit lainnya yang menghambat reabsorbsi cairan dari rongga pleura, maka
pemulihannya menjadi lebih sulit.Karena hal tersebut, masih banyak penderita dengan efusi
pleura yang telah di tatalaksana namun tidak menunjukkan hasil yang memuaskan.

Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60%
penderita keganasan pleura primer. Sementana 95% kasus mesotelioma (keganasan pleura
primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan
mengalami efusi pleura.

Kejadian efusi pleura yang cukup tinggi apalagi pada penderita keganasan jika tidak
ditatalaksana dengan baik maka akan menurunkan kualitas hidup penderitanya dan semakin
memberatkan kondisi penderita. Paru-paru adalah bagian dari sistem pernapasan yang sangat
penting, gangguan pada organ ini seperti adanya efusi pleura dapat menyebabkan gangguan
pernapasan dan bahkan dapat mempengaruhi kerja sistem kardiovaskuler yang dapat berakhir
pada kematian.

Perbaikan kondisi pasien dengan efusi pleura memerlukan penatalaksanaan yang tepat oleh
petugas kesehatan termasuk perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan di rumah sakit.Untuk
itu maka perawat perlu mempelajari tentang konsep efusi pleura dan penatalaksanaannya serta
asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura. Maka dalam makalah ini akan dibahas
bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura.

1
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimanakah konsep penyakit efusi pleura?

1.2.2 Bagaimanakah proses asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi konsep efusi pleura meliputi definisi, etiologi, manifestasi klinis dan
patofisiologi

2. Mengidentifikasi proses keperawatan pada efusi pleura meliputi pengkajian, analisa


data dan diagnosa, intervensi dan evaluasi

1.4 Manfaat

1.4.1 Mahasiswa memahami konsep dan proses keperawatan pada klien dengan gangguan efusi
pleura sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah respirasi.

1.4.2 Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi bekal
dalam persiapan praktik di rumah sakit.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Effusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura (Price & Wilson 2005).Pleura
merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis yang melapisi rongga
dada (pleura parietalis) dan menyelubungi paru (pleura visceralis).Diantara pleura parietalis dan
pleura visceralis terdapat suatu rongga yang berisi cairan pleura yang berfungsi untuk
memudahkan kedua permukaan bergerak selama pernafasan.Tekanan dalam rongga pleura lebih
rendah dari tekanan atmosfer, sehingga mencegah kolaps paru.Bila terserang penyakit, pleura
mungkin mengalami peradangan atau udara atau cairan dapat masuk ke dalam rongga pleura
menyebabkan paru tertekan atau kolaps.
Cairan dalam keadaan normal dalam rongga pleura bergerak dari kapiler didalam pleura
parietalis ke ruang pleura dan kemudian diserap kembali melalui pleura visceralis.Selisih
perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura visceralis lebih besar daripada selisih perbedaan
pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura visceralis lebih besar daripada
pleura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam keadaan normal hanya terdapat beberapa
mililiter cairan.

B. Etiologi
Berbagai penyebab timbulnya effusi pleura adalah :
1. Neoplasma, seperti neoplasma bronkogenik dan metastatik.
2. Kardiovaskuler, seperti gagal jantung kongestif, embolus pulmonary dan perikarditis.
3. Penyakit pada abdomen, seperti pankreatitis, asites, abses dan sindrom Meigs.
4. Infeksi yang disebabkan bakteri, virus, jamur, mikobakterial dan parasit.
5. Trauma
6. Penyebab lain seperti lupus eritematosus sistemik, rematoid arthritis, sindroms nefrotik dan
uremia.

3
C. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya Pleural Effusion tergantung pada keseimbangan antara cairan dan
protein dalam rongga pleura.Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai
filtrasi melalui pembuluh darah kapiler.Filtrasi yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotic
plasma dan jaringan interstitial submesotelial kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam
rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi penimbunan cairan berupa transudat
maupun eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada
gagal jatung kongestif. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan
dari pmbuluh darah. Transudasi juga dapat terjadi pada hipoproteinemia seperti pada penyakit
hati dan ginjal. Penimbunan transudat dalam rongga pleura disebut hidrotoraks. Cairan pleura
cenderung tertimbun pada dasar paru akibat gaya gravitasi.
Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat
peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening.Jika efusi pleura
mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema. Empiema disebabkan oleh prluasan infeksi
dari struktur yang berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru atau
perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura. Bila efusi pleura berupa cairan hemoragis disebut
hemotoraks dan biasanya disebabkan karena trauma maupun keganasan.
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi engembangannya. Derajat
gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit.
Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan
terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.
Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan gagal nafas.
Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan partial Oksigen (Pa O2)
60 mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) 50 mmHg melalui pemeriksaan
analisa gas darah.

4
Pathway

5
D. Tanda dan Gejala

1. Batuk, demam , menggigil, panas tinggi, banyak keringat, banyak sputum.

2. Dispnea bervariasi

3. Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)

4. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.

5. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi.

6. Perkusi meredup diatas efusi pleura.

7. Egofoni diatas paru yang tertekan dekat efusi.

8. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.

9. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan
akan berpindah tempat . bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernafasan,
Fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dan raba
berkurang dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung
(garis Ellis Damoiseu)

10. Jari tabuh merupakan tanda fisik yang nyata dari karsinoma bronkogenik,
bronkiektasis, abses dan TB paru.

6
E.klasifikasi

Klasifikasi efusi pleura berdasarkan cairan yang terbentuk (suzanue C smeltezer

danBrendaG.Bare,2002)

1. Transudat
Merupakan filtrate plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh, terjadi
jika faktor-faktor yang mmpengaruhi pembentukan dan reabsorbsi cairan pleura
terganggu yaitu karena ketidak seimbangan tekanan hidrostaltik atau ankotik .
Transudasi menandakan kondisi sepeti asites, perikarditis. Penyakit gagal jantung
kongestik atau gagal ginjal sehingga tterjadi penumpukan cairan.
2. Eksudat
Ekstravasasi cairan kedalam jaringan atau kavitas. Sebagai akibat inflamasi oleh produk
bakteri atau humor yang mengenai pleura contohnya tbc, trauma dada , infeksi virus.
Efusi pleura mungkin merupakan komplikasi gagal jantung kongestif. Tbc, pneumonia
infeksi paru, sindroma nefrotik, karsinoma bronkogenik, serosis hepatis, embolisme paru,
infeksi parasitic.

F.Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen Toraks
Dalam foto thoraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan terlihat permukaan
yang melengkung jika jumlah cairan > 300 cc. Pergeseran mediastinum kadang
ditemukan.
2. CT Scan Thoraks
Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang
utama bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara umum mengungkapkan sifat
serta derajat kelainan bayangan yang terdapat pada paru dan jaringan toraks lainnya.
3. Ultrasound
Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan sering digunakan
dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan pleura pada torakosentesis
4. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnostic maupun terapeutik.
Torakosentesis baik dilakukan pada posisi duduk. Lokasi aspirasi adalah pada bagian

7
bawah paru disela iga 9 garis aksila posterior dengan memakai jarum abocath nomer 14
atau 16 . pengeluara cairan sebanyak tidak lebih dari 1000-1500 cc pada setiap kali
aspirasi. Jika aspirasi dilakukan sekaligus dalam jumlah banyak, maka akan
menimbulkan syok pleural (hipotensi)atau edema paru. Edema paru terjadi karena paru
paru terlalu cepat mengembang.
5. Biopsi pleura
Pemeriksaan histologist satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan
50-75% diagnose kasus pleuritis tuberculosis dan tumor pleura.

G. Penatalaksanaan
Cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau segera dikeluarkan dengan memakai pipa
intubasi melalui selang iga. Bila. Mungkin sebelumnya bila empiemanya multiokuler, perlu
tindakan operatif Pada efusi yang terinfeksi perlu s dapat dibantu dengan irigasi cairan garam
fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi
terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adequate.
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodesis
yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin,
Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.
1. Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.
2. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
3. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
4. Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis),
menghilangkan dispnea.
5. Water seal drainage (WSD)
Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif seperti
nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk
mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka
pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
6. Antibiotika jika terdapat empiema.
7. Operatisi pleuraktomi

H. Komplikasi

8
1. Fibrotoraks
pleural effusion yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan
terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut
dengan fibrotoraks.Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang
berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan
pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura
tersebut.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh
penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam
jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai
kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura,
atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang
terserang dengan jaringan fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada
sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps
paru

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Anamnesis:

9
Pada umumnya tidak bergejala .Makin banyak cairan yang tertimbun makin cepat dan jelas
timbulnya keluhan karena menyebabkan sesak, disertai demam sub febril pada kondisi
tuberkulosis.
2. Kebutuhan istrahat dan aktifitas
Klien mengeluh lemah, napas pendek dengan usaha sekuat-kuatnya, kesulitan tidur, demam
pada sore atau malam hari disertai keringat banyak.
Ditemukan adanya tachicardia, tachypnea/dyspnea dengan usaha bernapas sekuat-kuatnya,
perubahan kesadaran (pada tahap lanjut), kelemahan otot, nyeri dan stiffness (kekakuan).
3. Kebutuhan integritas pribadi
Klien mengungkapkan faktor-faktor stress yang panjang, dan kebutuhan akan pertolongan dan
harapan
Dapat ditemukan perilaku denial (terutama pada tahap awal) dan kecemasan
4. Kebutuhan Kenyamanan/ Nyeri
Klien melaporkan adanya nyeri dada karena batuk
Dapat ditemukan perilaku melindungi bagian yang nyeri, distraksi, dan kurang
istrahat/kelelahan
5. Kebutuhan Respirasi
Klien melaporkan batuk, baik produktif maupun non produktif, napas pendek, nyeri dada
Dapat ditemukan peningkatan respiratory rate karena penyakit lanjut dan fibrosis paru
(parenkim) dan pleura, serta ekspansi dada yang asimetris, fremitus vokal menurun,
pekak pada perkusi suara nafas menurun atau tidak terdengan pada sisi yang mengalami
efusi pleura. Bunyi nafas tubular disertai pectoriloguy yang lembut dapat ditemukan pada
bagian paru yang terjadi lesi. Crackles dapat ditemukan di apex paru pada ekspirasi
pendek setelah batuk.
Karakteristik sputum : hijau/purulen, mucoid kuning atau bercak darah
Dapat pula ditemukan deviasi trakea
6. Kebutuhan Keamanan
Klien mengungkapkan keadaaan imunosupresi misalnya kanker, AIDS , demam sub
febris
Dapat ditemukan keadaan demam akut sub febris

10
7. Kebutuhan Interaksi sosial
Klien mengungkapkan perasaan terisolasi karena penyakit yang diderita, perubahan pola
peran.

B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan perkusi pekak, fremitus vokal menurun atau asimetris
bahkan menghilang, bising napas juga menurun atau hilang.Gerakan pernapasan menurun atau
asimetris, lenih rendah terjadi pada sisi paru yang mengalami efusi pleura.Pemeriksaan fisik
sangat terbantu oleh pemeriksaan radiologi yang memperlihatkan jelas frenikus kostalis yang
menghilang dan gambaran batas cairan melengkung.

C. Pemeriksaan Diagnostik
Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis
Apusan darah asam Zehl-Neelsen : positif basil tahan asam
Skin test : positif bereaksi (area indurasi 10 mm, lebih besar, terjadi selama 48 72 jam
setelah injeksi.
Foto thorax : pada tuberkulosis ditemukan infiltrasi lesi pada lapang atas paru, deposit
kalsium pada lesi primer, dan adanya batas sinus frenikus kostalis yang menghilang, serta
gambaran batas cairan yang melengkung.
Biakan kultur : positif Mycobacterium tuberculosis
Biopsi paru : adanya giant cells berindikasi nekrosi (tuberkulosis)
Elektrolit : tergantung lokasi dan derajat penyakit, hyponatremia disebabkan oleh retensi air
yang abnormal pada tuberkulosis lanjut yang kronis
ABGs : Abnormal tergantung lokasi dan kerusakan residu paru-paru
Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space, peningkatan rasio residual
udara ke total lung capacity, dan penyakit pleural pada tuberkulosis kronik tahap lanjut.
D. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul :
1. Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan dan upaya batuk
buruk
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru
dan atalektasis

11
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan kelemahan, dispnea dan
anoreksia

E. Intervensi
1. Ketidak efektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan dan upaya batuk
buruk.
NOC :
Menunjukkan pembersihan jalan nafas yang efektif dan dibuktikan dengan status pernafasan,
pertukaran gas dan ventilasi yang tidak berbahaya :
- Mempunyai jalan nafas yang paten
- Mengeluarkan sekresi secara efektif.
- Mempunyai irama dan frekuansi pernafasan dalam rentang yang normal.
- Mempunyai fungsi paru dalam batas normal.
Menunjukkan pertukaran gas yang adekuatditandai dengan :
- Mudah bernafas
- Tidak ada kegelisahan, sianosis dan dispnea.
- Saturasi O2 dalam batas normal
- Rontgen toraks dalam rentang yang diharapkan.
NIC :
Kaji dan dokumentasikan
- Keefektifan pemberian oksigen dan perawatan yang lain.
- Keefektifan pengobatan.
- Kecenderungan pada gas darah arteri.
Auskultasi dada anterior dan posterior untukmengetahui adanya penurunan atau tidak adanya
ventilasi dan adanya bunyi hambatan.
Penghisapan jalan nafas
- Tentukan kebutuhan penghisapan oral/trakeal.
- Pantau status oksigen dan status hemodinamik serta irama jantung sebelum, selama dan
setelah penghisapan.

12
Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk menurunan viskositas sekresi.
Jelaskan penggunaan peralatan pendukung denganbenar, misalnya oksigen, alat penghisap
lender.
Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa merokok merupakan kegiatan yang dilarang
di dalam ruang perawatan.
Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam untuk memudahkan
keluarnya sekresi.
Rundingkan dengan ahliterapi Pernafasan sesuai dengan kebutuhan.
Berikan oksigen yang telah dihumidifikasi.
Beritahu dokter tentang hasil analisa gas darah yang abnormal.
Bantu dalam pemberian aerosol. Nebulizer dan perawatan paru lain sesuai dengan kebijakan
dan protocol institusi.
Anjurkan aktivitas fisik untuk meningkatkan pergerakan sekresi.
Jika pasien tidak mampu untuk melakukan ambulasi, letak posisi tidur pasien diubah tiap 2
jam.
Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur untuk menurunkan kecemasan dan
peningkatan kontrol diri.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru dan
atalektasis.
NOC :
Gangguan pertukaran gas akan terkurangi yang dibuktikan dengan status pernafasan yang tidak
bermasalah.
Pertukaran gas tidak akan terganggu dibuktikan dengan indicator :
- Status neurologist dalam rentang yang diharapkan.
- Tidak ada dispnea saat istirahat dan aktifitas.
- Tidak ada gelisah, siamosis dan keletihan
- Pa O2, Pa CO2, pH arteri dan saturasi O2 dalam batas normal.
NIC :
Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman, usaha bernafas, produksi sputum.

13
Pantau saturasi O2 dengan oksimeter.
Pantau hasil analisa gas darah.
Pantau status mental ( tingkat kesadaran, gelisah, confuse)
Peningkata frekuanse pemantauan pada saatpasien tampak somnolen.
Observasi terhadap sianosis, terutama membrab mukosa mulut.
Jelaskan penggunaan alat bantu yang digunakan.
Ajarkan teknik bernafas dan relaksasi.
Ajarkan batuk yang efektif.
Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan pemeriksaan AGD dan alat Bantu yang
dianjurkan sesuai dengan perubahan kondisi pasien.
Laporkan perubahan kondisi pasien: bunyi nafas, pola nafas, hasil AGD dan efek dari
pengobatan.
Berikan obat-obat yang diresepkan.
Jelaskan kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan prosedur, untuk menurunkan ansietas.
Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen.
Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ventilasi dan mengurangi dispnea
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
NOC :
Mentoleransi aktifitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya tahan, penghematan
energi dan aktifitas kehidupan sehari-hari.
Menunjukkan penghematan energi ditandai dengan indicator :
> Menyadari keterbatasan energi.
> Menyeimbangkan aktifitas dan istirahat.
> Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas.
NIC :
Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktifitas.
Tentukan penyebab keletihan.
Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas.
Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber energi.

14
Pantau pola istirahat pasien dan lamanya istirahat.
Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang teknik perawatan diri yang akan meminimalkan
konsumsi oksigen.
Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk mencegah
kelelahan.
Hindari menjadwalkan aktivitas perawatan selama periode istirahat.
Bantu pasien untuk mengubah posisi tidur secara berkala dan ambulasi yang dapat ditolerir.
Rencanakan aktifitas dengan pasien / keluarga yang meningkatkan kemandirian dan daya
tahan.
Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktifitas.
Rencanakan aktivitas pada periode pasien mempunyai energi paling banyak.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan kelemahan, dispnea dan
anoreksia.
NOC :
Menunjukkan status gizi yang baik dengan indicator adekuatnya makanan oral, pemberian
makanan lewat NGT atau nutrisi parenteral.
Mempertahankan berat badan dalam batas normal.
Nilai laboratorium albumin, transferin dan elektrolit dalam batas normal.
NIC :
Tentukan motivasi pasien untk mengubah kebiasaan makan.
Pantau nilai laboratorium khususnya transferin, albumin dan elektrolit.
Ketahui makanan kesukaan pasien.
Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
Timbang pasien pada interval yang tepat.
Ajarkan keluarga dan pasien tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal.
Diskusikan dengan ahli gizi dalam memberikan asupan diet.
Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab perubahan nutrisi.
Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan.

15
Bantu makan sesuai kebutuhan.
Identifikasi faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap hilangnya nafsu makan.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Efusi pleural adalah adanya sejumlah besar cairan yang abnormal dalam ruang antara
pleural viseralis dan parietalis. Bergantung pada cairan tersebut, efusi dapat berupa
transudat(Gagal jantung, sirosis hepatis dan ascites) atau eksudat (infeksi dan neoplasma) ; 2
jenis ini penyebab dan strategi tata laksana yang berbeda. Efusi pleura yang disebabkan oleh
infeksi paru disebut infeksi infeksi parapneumonik.Penyebab efusi pleura yang sering terjadi
di negara maju adalah CHF, keganasan, pneumonia bakterialis, dan emboli paru.Di Negara
berkembang, penyebab paling sering adalah tuberculosis.

Pasien dapat datang dengan berbagai keluhan, termasuk nafas pendek, nyeri dada, atau
nyeri bahu.Pemeriksaan fisik dapat normal pada seorang pasien dengan efusi kecil. Efusi
yang lebih besar dapat menyebabkan penurunan bunyi nafas, pekak pada perfusi, atau
friction rub pleura.

4.2 Saran

Efusi pleura merupakan penyakit komplikasi yang sering muncul pada penderita
penyakit paru primer, dengan demikian segera tangani penyakit primer paru agar efusi yang
terjadi tidak terlalu lama menginfeksi pleura.

16
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A, 2001, Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke 3 Jilid I, Jakarta : Media Aesculapius
FKUI.
Price, A & Wilson, M, 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses PenyakitEdisi 6,
Terjemahan, Jakarta : EGC.
NANDA, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006, Alih Bahasa : Budi
Santosa, Prima Medika, Jakarta
Smeltzer, S & Bare, B 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC.

17

Вам также может понравиться