Вы находитесь на странице: 1из 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tribunnews.com (Maret,2016), mengabarkan bahwa berdasarkan hasil
penelitian dari berbagai lembaga-lembaga akademis yang dimuat media, ikan,
dan kerang di Teluk Jakarta terkontaminasi merkuri dengan kandungan antara
0,45 1,2 ppm. Sedangkan WHO pada tahun 1980-an memberikan nilai
ambang batas 0,5 ppm kandungan merkuri pada ikan. Hal ini memberikan
kekhawatiran pada masyarakat sekitar yang menggunakan air dari Teluk
Jakarta yang muaranya ke laut. Karena kandungan merkuri pada ikan diatas
ambang batas akan menyebabkan kerusakan saraf. Salah satu usaha yang
harus dilakukan yaitu dengan meminimalisasi pencemaran limbah merkuri
pada Teluk tersebut. Untuk meminimalisasi upaya pencemaran limbah merkuri
dibutuhkan suatu pendeteksi kandungan merkuri. Tempurung kelapa sebagai
biomasa yang mampu menjadi bahan baku untuk pembuatan Carbon
Nanodots. Carbon Nanodots tersebut mampu mendeteksi Merkuri pada limbah
Cair.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar balakang diatas penulis merumuskan masalah
sebagai berikut :
1
Bagaimana pembuatan Carbon Nanodots dari Biomasa Tempurung
Kelapa?
2
Bagaimana mekanisme Carbon Nanodots bisa mendetekti ion Hg2+
2.1 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas penelitian ini mempunyai tujuan sebagai
berikut :
1
Mengetahui pembuatan Carbon Nanodots dari Biomassa Tempurung
Kepala.
2
Mengetahui mekanisme Carbon Nanodots bisa mendeteksi ion Hg2+

2.1 Manfaat
Melalui karya tulis ilmiah ini, penulis ingin memberikan solusi
terhadap upaya penyelamatan lingkungan di wilayah pesisir pantai dari limbah
industri yang mengandung merkuri .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Kelapa
Kelapa (Cocos nucifera) merupakan salah satu anggota tanaman
palma yang paling dikenal dan banyak tersebar di daerah tropis. Tinggi pohon
kelapa dapat mencapai 10-14 meter lebih, daunnya berpelepah dengan
panjang dapat mencapai 3-4 meter lebih dengan sirip-sirip lidi yang
menopang tiap helaian. Tanaman ini dimanfaatkan hampir semua bagiannya
oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serbaguna, terutama bagi
masyarakat pesisir. Tanaman ini diperkirakan berasal dari pesisir Samudera
Hindia di sisi Asia, namun kini telah menyebar luas di seluruh pantai tropika
dunia. Kelapa merupakan tanaman tropis yang telah lama dikenal masyarakat
Indonesia termasuk daerah Gorontalo. Hal ini terlihat dari penyebaran
tanaman kelapa dihampir seluruh wilayah Nusantara, yaitu di Sumatera
dengan areal 1,20 juta ha (32,90%), Jawa 0,903 juta ha (24,30%), Sulawesi
0,716 juta ha (19,30%), Bali, NTB, dan NTT 0,305 juta ha (8,20%), Maluku
dan Papua 0,289 juta ha (7,80%).

Dalam taksonomi tumbuh-tumbuhan, tanaman kelapa dimasukkan ke


dalam klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuh-tumbuhan)

Divisio : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)

Sub-divisio : Angiospermae (Berbiji tertutup)

Kelas : Monocotyledonae (Biji berkeping satu )

Ordo : Palmales

Familia : Palmae

Genus : Cocos

Spesies : Cococ nucifera L

Tempurung kelapa adalah salah satu bagian dari kelapa setelah


sabut kelapa yang memiliki nilai ekonomis tinggi yang dapat dijadikan
sebagai basis usaha. Tempurung kelapa ini merupakan lapisan yang keras
dengan ketebalan 3-5 mm. Tempurung kelapa yang memiliki kualitas yang
baik yaitu tempurung kelapa yang tua dan kering yang ditunjukkan dengan
warna yang gelap kecoklatan. Bentuk fisik tempurung kelapa dapat dilihat
pada Gambar 2 .1.

G
aGambar 2.1 Bentuk Fisik Tempurung Kelapa
(Sumber: kompasiana.co.id)
Tempurung kelapa termasuk golongan kayu keras dengan kadar air
sekitar enam sampai sembilan persen (dihitung berdasar berat kering) yang
tersusun dari lignin, selulosa dan hemiselulosa. Tempurung kelapa dalam
penggunaan biasanya digunakan sebagai bahan pokok pembuatan arang
dan arang aktif.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Tempurung Kelapa
Persentase
Komponen
(%)

Selulosa 26,6

Hemiselulosa 27,7

Lignin 29,4

Abu 0,6

Komponen Ekstraktif 4,2

Uronat Anhidrat 3,5

Nitrogen 0,1

Air 8,0

Sumber: Suhardiyono, 1988 dalam Anonim


Pada dasarnya limbah tempurung kelapa sangat melimpah dan
dalam pemanfaatannya belum begitu optimal. Biasanya pemanfaatan
limbah tempurung kelapa digunakan sebagai bahan bakar sekali pakai.
Oleh karena itu limbah tempurung kelapa ini akan dijadikan sesuatu yang
lebih bermanfaat yaitu sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan.
2.2 Biomassa
2.2.1 Pengertian Biomassa
Biomassa merupakan bahan biologis yang berasal dari organisme
atau makhluk hidup. Biomassa juga didefinisikan sebagai bahan-bahan
organik berumur relatif muda yang berasal dari tumbuhan atau hewan,
baik yang terbentuk dari hasil produksinya, sisa metabolismenya, ataupun
limbah yang di hasilkannya. Biomassa juga disebut sebagai fitomassa
dan seringkali diterjemahkan sebagai bioresource atau sumber daya yang
diperoleh dari hayati. basis sumber daya ini meliputi ratusan bahkan
ribuan spesies tanaman daratan dan lautan, berbagai sumber pertanian,
perhutanan dan limbah residu dari proses industri serta kotoran hewan

Biomasa bersifat mudah didapatkan, ramah lingkungan dan


terbarukan. Sifat biomassa yang merupakan energi dengan katagori
sumber energi terbarukan mendorong penggunaanya menuju skala yang
lebih besar. Contoh biomassa antara lain adalah tanaman, pepohonan,
rumput, ubi, limbah pertanian, limbah hutan, tinja dan kotoran ternak.
Selain digunakan untuk tujuan primer bahan pangan, pakan ternak,
minyak nabati, bahan bangunan. Umum yang digunakan sebagai bahan
bakar adalah biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan
limbah setelah diambil produk primernya.

3.2. Pemanfaatan Biomassa

Untuk memanfaatkan sumber energi berupa biomassa sebagai


bahan bakar, maka diperlukan sebuah teknologi untuk
mengkonversikannya. terdapat beberapa teknologi untuk mengkonversi
biomassa. Proses pembakaran secara langsung adalah teknologi yang
paling sederhana, biomassa dibakar dan akan menghasilkan energi panas
yang digunakan misalnya untuk memanaskan tungku atau boiler.
Konversi termokimiawi adalah teknologi konversi biomassa yang
memerlukan perlakuan panas untuk memicu reaksi kimia, yang akan
menghasilkan gas yang memiliki karateristik tertentu sebagai bahan bakar.
Biomassa dari tempurung kelapa merupakan salah satu bahan baku energi
alternatif dengan jumlah melimpah di pesisir pantai. Sehingga pemakaian
tempurung kelapa dapat meningkatkan nilai guna material yang sudah
menjadi limbah atau produk samping (Najib,2012).

2.3 Carbon Nanodots (C-Dots)


Carbon nanodots (C-Dots) merupakan sebuah nanomaterial baru
berbasis karbon yang berukuran dibawah 10 nm. Material tersebut pertama
kali diperoleh dari proses pemurnian single-walled carbon nanotube melalui
proses elektroforensis pada tahun 2004. Bentuk fisik carbon nanodots (C-
Dots) disajikan pada Gambar 2.2
Gambar 2.2 (a) C-Dots di bawah sinar tampak, (b) C-Dots di bawah sinar UV
(Sumber: Manish, dkk 2015)

Berdasarkan Gambar 2.2, carbon nanodots (C-Dots) terdispersi di


dalam air. Jika disimpan di bawah sinar tampak, carbon nanodots (C-Dots)
akan berwarna kuning kecoklatan dan berwarna biru jika disimpan di bawah
sinar UV pada panjang gelombang 360 nm 366 nm (Manish dkk, 2015).
Warna biru pada carbon nanodots (C-Dots) menunjukkan pendaran warna
akibat penyerapan cahaya yang terjadi pada carbon nanodots (C-Dots).
Karena ukurannya yang sangat kecil, carbon nanodots (C-Dots) sulit untuk
didapatkan secara langsung dalam fasa padat dari bahan bakunya.

2.3.1 Struktur Carbon Nanodots (C-Dots)


Carbon nanodots (C-Dots) memiliki struktur molekul yang berbeda
dengan karbon biasa. Struktur molekul tersebut dapat terbentuk karena
ukuran carbon nanodots (C-Dots) berada pada rentang <10 nm. Struktur dan
ikatan carbon nanodots (C-Dots) disajikan pada Gambar 2.3.
(a)

(b)

Gambar 2.3 (a) Struktur C-Dots, (b) Ikatan pada C-Dots


(Sumber: Shoujun Zhu, 2014)

Carbon nanodots (C-dots) memiliki berbagai keunggulan,


diantaranya pancaran fotoluminisensi yang tinggi, mudah terdispersi di
dalam air, tidak beracun dan keberadaan bahan baku pembuatannya sangat
melimpah di alam (Li dkk, 2012). Carbon nanodots (C-Dots) mempunyai
energi band-gap sehingga mempunyai sifat fotoluminisensi. Sifat
fotoluminisensi ini menyebabkan carbon nanodots (C-Dots) dapat
digunakan sebagai material fotokatalis. Dengan keunggulan sifatnya, kajian
intensif mengenai carbon nanodots (C-Dots) terus berkembang dengan
cepat hingga saat ini.

2.3.2 Metode Pembuatan Carbon Nanodots (C-Dots)


Metode pembuatan carbon nanodots (C-Dots) dibagi menjadi dua,
yaitu metode top-down dan bottom up. Pembuatan carbon nanodots (C-
Dots) dengan cara memecah partikel berukuran besar menjadi partikel
berukuran nanometer disebut metode top-down. Sedangkan metode
pembuatan carbon nanodots (C-Dots) yang dimulai dari atom-atom atau
molekul-molekul untuk membentuk partikel berukuran nanometer yang
dikehendaki disebut metode bottom-up. Metode pembuatan carbon
nanodots (C-Dots) yang paling banyak digunakan adalah metode top-down,
karena bahan baku pembuatannya banyak tersedia di alam (Rui Zhang dkk,
2013). Metode pembuatan carbon nanodots (C-Dots) disajikan pada
Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Metode Pembuatan C-Dots


(Sumber: Handika, 2015)

Bahan baku pembuatan carbon nanodots (C-Dots) sampai saat ini


menggunakan bahan-bahan organik yang dapat digunakan sebagai sumber
karbon. Metode yang banyak dilakukan oleh beberapa peneliti adalah
metode untuk mendapatkan carbon nanodots (C-Dots) secara fisika
menggunakan pemanasan. Cara ini dilakukan karena energi dan bahan
yang digunakan lebih efektif dan lebih efisien dibandingkan metode untuk
mendapatkan carbon nanodots (C-Dots) secara kimia.
Metode pembuatan carbon nanodots (C-Dots) dengan metode top-
down umumnya dilakukan dengan metode pemanasan menggunakan
Microwave dan Furnace (pemanasan sederhana). Adapun metode yang
paling sederhana dan terus dikembangkan sampai saat ini adalah metode
pemanasan sederhana. Vikneswaran dkk (2014) berhasil membuat carbon
nanodots (C-Dots) berukuran 5,5 nm dari kulit pisang yang dikarbonisasi
pada temperatur 300oC selama 2 jam menggunakan Furnace, kemudian
didispersikan di dalam air dan dipanaskan menggunakan Microwave
dengan rasio 100 mg karbon : 25 mL air. Hasil yang diperoleh merupakan
carbon nanodots (C-Dots) yang terdispersi di dalam air.
Pada proses pembuatan carbon nanodots (C-Dots), terdapat
beberapa kemungkinan tahap-tahap yang harus dilakukan. Tahap-tahap
tersebut disajikan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 (a) Tahap pembuatan C-Dots dari molekul sederhana, (b) Tahap
pembuatan C-Dots dari molekul kompleks.

Berdasarkan Gambar 2.8, tahap-tahap pembuatan carbon


nanodots (C-Dots) dilakukan berdasarkan metode dan bahan baku yang
akan digunakan. Bahan baku yang lebih sederhana seperti Asam Sitrat
hanya memerlukan satu kali proses pemanasan untuk memperoleh carbon
nanodots (C-Dots). Namun, bahan baku sederhana yang dapat digunakan
untuk pembuatannya tidak banyak tersedia di alam dan tidak ekonomis.
Bahan baku dengan struktur polimer yang kompleks seperti selulosa
memerlukan lebih dari satu kali proses pemanasan untuk memperoleh
carbon nanodots (C-Dots). Keunggulan dari bahan baku dengan struktur
kompleks adalah ketersediaannya di alam sangat melimpah dan lebih
ekonomis.

2.3.3 Sifat Fotoluminisensi pada Carbon Nanodots (C-Dots)


Fotoluminisensi merupakan emisi cahaya secara spontan dari
sebuah material semikonduktor yang mengalami eksitasi optik. Dengan
ukuran carbon nanodots (C-Dots) yang berada dibawah 10 nm, maka
carbon nanodots (C-Dots) dapat menyerap energi cahaya yang diberikan
melalui celah pita yang terbentuk diantara pita konduksi dan pita valensi.
Saat energi cahaya dari luar diberikan pada carbon nanodots (C-
Dots) dengan intensitas yang cukup besar, maka foton akan terserap
sehingga elektron mengalami eksitasi. Seringkali, eksitasi tersebut tidak
stabil sehingga elektron kembali pada keadaan dasarnya. Energi cahaya
akan dipancarkan ketika elektron kembali pada keadaan dasarnya.
Peristiwa ini disebut dengan fotoluminisensi.
Diagram fotoluminisensi pada material fotokatalis disajikan pada
Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Diagram Fotoluminisensi Material Fotokatalis


(Sumber: Silvia, 2012)

Berdasarkan Gambar 2.6, fotoluminisensi memiliki tiga tahapan,


yaitu absorpsi, fluoresensi dan fosforesensi.

1) Absorpsi
Carbon nanodots (C-Dots) memiliki ukuran dibawah 10 nm
yang dapat berfungsi sebagai medium optik untuk cahaya. Ketika
cahaya merambat kedalam carbon nanodots (C-Dots) melalui celah
pita yang terbentuk diantara pita valensi dan pita konduksi, maka
cahaya tersebut akan mengalami absorpsi dan luminisensi. Absorpsi
akan terjadi selama perambatan cahaya didalam carbon nanodots (C-
Dots) dengan frekuensi cahaya yang sama dengan frekuensi transisi
elektron didalam carbon nanodots (C-Dots). Pada proses absorpsi,
intensitas cahaya akan berkurang dan carbon nanodots (C-Dots) akan
terlihat berwarna.
Setelah cahaya diabsorpsi oleh carbon nanodots (C-Dots),
maka akan terjadi peristiwa luminisensi. Luminisensi merupakan
peristiwa emisi spontan cahaya oleh elektron yang tereksitasi di dalam
carbon nanodots (C-Dots). Luminisensi terjadi ketika elektron
berpindah dari pita valensi menuju pita konduksi setelah dieksitasi
oleh energi cahaya, kemudian akan kembali lagi pada keadaan
dasarnya. Hal ini disebabkan karena elektron menyerap foton dari
cahaya sehingga elektron menjadi tidak stabil. Elektron akan
mengalami relaksasi sehingga energi foton akan diemisikan.
2) Fluoresensi
Fluoresensi adalah proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu
materi setelah tereksitasi oleh berkas cahaya yang memiliki energi
tinggi. Fluoresensi akan terjadi ketika suatu materi dikenai energi
cahaya. Emisi cahaya terjadi karena proses absorpsi cahaya oleh
elektron yang mengakibatkan elektron tereksitasi (Haryanto, 2008).
Elektron yang tereksitasi akan kembali pada keadaan semula dengan
melepaskan energi berupa cahaya (de-eksitasi). Fluoresensi merupakan
proses perpindahan tingkat energi dari keadaan elektron tereksitasi (S 1
atau S2) menuju keadaan stabil (ground states).

3) Fosforesensi
Fosforesensi merupakan proses pemancaran energi cahaya
setelah material dikenai energi cahaya. Fosforesensi terjadi ketika
daerah di sekitar material menjadi gelap. Fosforesensi berfungsi untuk
mempermudah proses terjadinya fluoresensi setelah sumber energi
cahaya dimatikan. Ketika tidak ada sumber cahaya yang mengenai
material optik, fosforesensi akan tetap terjadi walaupun waktunya sangat
singkat.
Perbedaan fluoresensi dan fosforesensi terdapat pada rentang waktu
antara penyerapan cahaya dan emisi cahaya. Fluoresensi terjadi pada waktu
10-6 detik sampai dengan 10-9 detik setelah penyerapan cahaya. Sedangkan
fosforesensi terjadi pada waktu 10-3 detik. Fluoresensi terjadi pada
temperatur sedang dalam larutan cair, sedangkan fosforesensi terjadi pada
temperatur yang sangat rendah serta media yang pekat.
Setelah terjadi proses fosforesensi, warna yang terkandung dalam
larutan cair akan berkurang intensitasnya meskipun berada pada tempat
yang gelap atau dengan jumlah cahaya masuk yang sedikit. Semakin lama
waktu fluoresensi, maka fosforesensi akan berlangsung lebih lama pula.
Diagram proses fluoresensi dan fosforesensi dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Proses Fluoresensi dan Fosforesensi


(Sumber: Haryanto, 2008)

2.4 Merkuri
Merkuri (Hg) berasal dari bahasa Latin Hydragium yang berarti
cairan perak, mempunyai nomor atom 80, berat molekul 200.61,
merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair pada temperature
kamar. Di bawah titik lelehnya merupakan padatan putih dan di atas titik
didihnya merupakan uap tak berwarna (Redzeki,2007). Selain untuk kegiatan
penambangan emas, merkuri juga digunakan dalam produksi gas klor dan
soda kaustik, termometer, bahan tambal gigi, dan baterai (Widaninggrum dkk,
2007).
2.4.1 Karakteristik Merkuri
Merkuri adalah unsur kimia sangat beracun (toxic). Unsur ini
dapat bercampur dengan enzyme didalam tubuh manusia menyebabkan
hilangnya kemampuan enzyme untuk bertindak sebagai katalisator untuk
fungsi tubuh yang penting. Logam Hg ini dapat terserap kedalam tubuh
melalui saluran pencernaan dan kulit.
Merkuri memiliki sifat sebagai berikut (Pallar,1994 dalam
Sismanto, 2007):
1. Berwujud cair pada temperatur kamar. Zat cair ini tidak sangat
mudah menguap
2. (tekanan gas/uapnya adalah 0,0018 mm Hg pada 25C).
3. Terjadi pemuaian secara menyeluruh pada temperatur 396C.
4. Merupakan logam yang paling mudah menguap.
5. Logam yang sangat baik untuk menghantar listrik.
6. Dapat melarutkan berbagai logam untuk membentuk alloy yang
disebut juga amalgam.
7. Merupakan unsur yang sangat beracun bagi hewan dan manusia.
2.4.2 Toksisitas Merkuri
Menurut Agus, dkk (2005), salah satu logam berat yang memiliki
bahaya potensial adalah merkuri baik terhadap manusia maupun hewan
karena : (1) bersifat sebagai racun dan meracuni; (2) tidak dapat
dirombak/sukar dihancurkan oleh organisme. Toksisitas merkuri dapat
terjadi pada bentuk organik maupun anorganik. Toksisitas merkuri berbeda
sesuai bentuk kimianya, misalnya merkuri anorganik bersifat toksik pada
ginjal, sedangkan merkuri organik seperti metil merkuri bersifat toksik
pada sistim syaraf pusat.
2.4.3 Pencemaran Merkuri
Pencemaran lingkungan dilakukan oleh industri-industri dan
kegiatan lain, melalui air buangan atau melalui sistem ventilasi udara.
Merkuri yang terbuang ini kemudian mengkontaminasi sungai, pantai atau
badan air yang terdapat di sekitarnya, air ini kemudian mengkontaminasi
ganggang dan ikan-ikan kecil Demikian pula dengan kerang
mengumpulkan merkuri di dalam tubuhnya. Kadar merkuri yang
mengkontaminasi langsung pada tubuh ikan yaitu antara 0.0005 0.075
ppm. Ikan-ikan dan kerang ini kemudian dikonsumsi oleh manusia
sehingga sedikit demi sedikit merkuri berakumulasi dalam tubuh manusia.
Sebagai contoh adalah terjadinya peningkatan kadar merkuri (Hg)
di perairan teluk jakarta. Kenaikan kadar merkuri dalam perairan teluk
jakarta. Kenaikan kadar merkuri dalam perairan teluk jakarta tersebut
pertama kali dikemukakan oleh A.A loeddin, kepala Badan penelitian dan
Pengembangan Departemen Kesehatan . penelitian yang dilakukan pihak
LON ( Lembaga Oseanologi Nasional-LIPPI ) pada tahun 1983, ternyata
hasilnya mendukung pendapat A.A Loeddin. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa kadar merkuri dalam 19 perairan teluk jakarta telah
mencapai 0, 027 ppm; berarti hampir empat kali dari jumlah hasil
penelitian yang dilakukan dua tahun sebelumya. Peningkatan kadar
merkuri dalam perairan teluk jakarta ituh telah meninggalkan bekas bagi
masyarakat teluk jakarta. Tercatat satu orang telah meninggal dan beberapa
orang lainnya mengalami kelumpuhan, lidah kelu, dan sama sekali tidak
memiliki daya.
(palar, 2008).
BAB III
METODE PENULISAN

3.1. Sumber dan Jenis Data


Data-data yang dipergunakan dalam penyusunan karya tulis ini
berasal dari berbagai literatur kepustakaan yang berkaitan dengan
permasalahan yang dibahas. Beberapa jenis referensi utama yang digunakan
adalah berita, buku pustaka teknik kimia, jurnal imiah edisi online, dan artikel
ilmiah yang bersumber dari internet. Jenis data yang diperoleh variatif,
bersifat kualitatif maupun kuantitatif.
3.2. Pengumpulan Data
Metode penulisan bersifat studi pustaka. Informasi didapatkan dari
berbagai literatur dan disusun berdasarkan hasil studi dari informasi yang
diperoleh. Penulisan diupayakan saling terkait antar satu sama lain dan sesuai
dengan topik yang dibaha
3.3. Bahan dan Alat Penelitian
3.3.1. Bahan Penelitian
Bahan
Tempurung Kelapa 10 kg
NaOH teknik 1L
NaClO2 1L

3.3.2. Alat Penelitian


Alat
Pisau 2 buah Batang Pengaduk 2 buah
Palu 1 buah Spatula 1 buah
Mortar 1 buah Bola Hisap 2 buah
Oven 1 buah Botol Semprot 1 buah
Termometer 1 buah Pipet Tetes 2 buah
Corong Buchner 1 buah Pipet Volume 10 mL 2 buah
Furnace 1 buah Cawan Pijar 2 buah
unit SEM 1 buah Kaca Arloji 2 buah
unit FTIR 1 buah Neraca Analitik 1 buah
UVvis spectra 1 buah Kertas Saring 20 buah
Gelas Kimia 2000 mL 1 buah Pompa Vakum 1 buah
Gelas Kimia 1000 mL 1 buah Statif dan Klem 1 pasang
Gelas Kimia 500 mL 2 buah Magnetic Stirrer 2 buah
Gelas Kimia 250 mL 2 buah Desikator 1 buah
Gelas Kimia 100 mL 2 buah Stop watch 1 buah
Hot Plate 1buah Sarung Tangan 2 pasang

3.4. Prosedur Penelitian


Metode penelitian yang digunakan pada pembuatan carbon nanodots
(C-Dots) merupakan metode karbonisasi yang terdiri dari beberapa tahap yang
berkesinambungan sebagai berikut:
1. Tahap I adalah mengumpulkan alat dan bahan yang digunakan dalam proses
pembuatan carbon nanodots (C-Dots).
2. Tahap II adalah mencacah batok kelapa hingga berukuran 1-3 mm
menggunakan palu dan mortar. Kemudian dikeringkan di dalam Oven pada
temperatur 1050C selama 2 jam.
3. Tahap III adalah proses ekstraksi selulosa dari batok kelapa. Pada tahap ini
dilakukan proses pelarutan batok kelapa kering di dalam larutan NaOH 4%
pada temperatur 700C-800C selama 2 jam dan di dalam larutan NaClO 2 3%
pada temperatur 700C-800C selama 3 jam yang dilakukan sebanyak dua kali
proses dengan larutan tersebut. Kemudian disaring menggunakan Corong
Buchner dan dikeringkan di bawah sinar matahari selama 1 jam, kemudian
dikeringkan di dalam Oven pada temperatur 70oC selama 1 jam hingga
warna selulosa menjadi putih.
4. Tahap IV adalah proses karbonisasi selulosa dari batang tanaman eceng
gondok menggunakan Furnace. Pada proses karbonisasi dilakukan variasi
temperatur dan waktu untuk memperoleh carbon nanodots (C-Dots)
berukuran dibawah 10 nm yang memiliki sifat fotoluminisensi. Variasi
temperatur yang digunakan yaitu 2000C, 2250C, 2500C dan variasi waktu
yang digunakan yaitu 90 menit, 120 menit, 150 menit.
5. Tahap V adalah analisis produk carbon nanodots (C-Dots) yang diperoleh
dengan menggunakan unit SEM untuk mengetahui ukuran produk dan unit
FTIR untuk mengetahui struktur molekul produk.
6. Tahap VI adalah proses pengujian C-Dots sebagai sensor Hg 2+. Campurkan
1 L C-Dots dengan 1 ml Phosphat Buffer Saline, kemudian tambahkan
cairan dengan kandungan Hg2+.
7. Tahap VII adalah pengujian menggunakan UVvis spectra untuk
mengetahui kemampuan C-Dots sebagai pendeteksi ion Hg2+.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada pembahasan penulis menyampaikan hasil analisis permasalahan sesuai


dengan data yang didapat serta kajian teori yang telah ditelaan dengan berbagai
kemungkinan, serta pembahasan hasil untuk menjawab pertanyaan penelitian yang
telah dirumuskan sebelumnya. Sehingga menghasilkan model pemecahan
masalah atau gagasan yang kreatif.
BAB V
PENUTUP

Berisi kesimpulan dan saran yang direkomendasikan.


1) Kesimpulan
2) Saran .
DAFTAR PUSTAKA

Daftar pustaka berisi daftar referensi yang digunakan dalam penulisan. Penulisan
daftar pustaka untuk buku formatnya adalah nama pengarang, tahun terbit, judul
buku, kota terbit, dan nama penerbit. Penulisan daftar pustaka untuk jurnal ditulis
dengan nama penulis, tahun, judul tulisan, nama jurnal, volume, dan nomor
halaman. Penulisan daftar pustaka yang diperoleh dari internet ditulis alamat
website-nya dan waktu aksesnya (tanggal dan jam).
LAMPIRAN

Вам также может понравиться