Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
berikut :
2. Aspek Material :
Basis penghitungan pajak adalah objek pajak. Dalam rangka optimalisasi alokasi
sumber dana, manajemen akan merencanakan pembayaran pajak yang tidak lebih
dan tidak kurang. Untuk itu, objek pajak harus dilaporkan secara benar dan lengkap.
b. Badan
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik
negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap
Klasifikasi Objek Pajak Badan
Penghasilan yang merupakan Objek Pajak tidak bersifat final (Pasal 4 ayat (1) UU
PPh)
Penghasilan yang merupakan Objek Pajak yang dipotong PPh final (Pasal 4 ayat (2)
UU PPh)
Penghasilan yang bukan merupakan merupakan Objek Pajak (Pasal 4 ayat (3) UU
PPh)
c. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Yang menjadi Objek Pajak adalah Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang Diterima atau diperoleh Wajib Pajak Berasal dari Indonesia maupun
luar Indonesia Dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambahkekayaan Wajib
Pajak Dengan nama dan dalam bentuk apapun. Termasuk :
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
lain dalam Undang-undang PPh
c. laba usaha
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi
h. royalti
n. premi asuransi
Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenai
pajak
a. 1) bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amal
zakat atau lembaga amal zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan
yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang
diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP 18 Tahun 2009)
2) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK-
245/PMK.03/2008)
b. Warisan
c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti
saham atau sebagai pengganti penyertaan modal
Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha
milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah
yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen
paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.
g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai
i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma,
dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif
l. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan,
yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali
dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak
diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK-80/PMK.03/2009)
Yang menjadi Pengurang Penghasil Bruto adalah besarnya Penghasilan Kena Pajak
bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan
penghasilan bruto dikurangi biaya-biaya yang menurut ketentuan undang-undang
perpajakan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Biaya yang dapat
dikurangkan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara.
Sesuai Pasal 6 UU PPh, biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha,
antara lain:
1) biaya pembelian bahan
6) premi asuransi
7) biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan PMK (PMK-
02/PMK.03/2010)
2) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
Direktorat Jenderal Pajak; dan
3) telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis
mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur
yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus;
atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk
jumlah utang tertentu
4) syarat sebagaimana dimaksud pada butir h.3 di atas tidak berlaku untuk
penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil.
Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) UU PPh, pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto yaitu :
Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti dividen, termasuk
dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi
Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota
Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali :
cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan
konsumen, dan perusahaan anjak piutang
cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk
oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan
cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan
cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri
untuk usaha pengolahan limbah industri
yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan (PMK-81/PMK.03/2009)
1) pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dengan nama dan dalam
bentuk apapun, kepada pihak lain yang tidak berkaitan langsung dengan
penyelenggaraan kegiatan promosi.
2) Biaya Promosi untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
yang bukan merupakan objek pajak dan yang telah dikenai pajak bersifat final.
Dalam hal promosi dilakukan dalam bentuk pemberian sampel produk, besarnya
biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar harga pokok
sampel produk yang diberikan, sepanjang belum dibebankan dalam perhitungan
harga pokok penjualan.
Biaya Promosi yang dikeluarkan kepada pihak lain dan merupakan objek
pemotongan PPh wajib dilakukan pemotongan pajak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Mekanisme pemotongan PPh kepada pihak-pihak yang menerima
penghasilan atas pengeluaran biaya promosi mengacu pada ketentuan perpajakan
yang berlaku.
Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif yang paling sedikit harus memuat data
penerima berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, tanggal, bentuk dan jenis
biaya, besarnya biaya, nomor bukti pemotongan dan besarnya Pajak Penghasilan
yang dipotong dengan format sebagaimana dalam lampiran PMK-2/PMK.03/2010.
Pada saat pengisian Lampiran Peraturan Menteri mengenai Daftar Nominatif perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Dalam hal pemberian sampel, kolom Keterangan harus diisi dengan mencantumkan
Nama Kegiatan dan Lokasinya;
Dalam hal Biaya Promosi dikeluarkan dalam bentuk sponsorship, kolom Keterangan
harus diisi dengan informasi kontrak dan/atau perjanjian sponsorship secara
lengkap, termasuk nomor dan tanggal kontrak;
Dalam hal Biaya Promosi dilakukan dalam bentuk selain sponsorship dan kegiatan
promosi tersebut dilakukan berdasarkan suatu kontrak dan/atau perjanjian, maka
Wajib Pajak harus mencantumkan informasi kontrak dan/atau perjanjian secara
lengkap dalam kolom Keterangan, termasuk nomor dan tanggal kontrak.
Daftar nominatif dilaporkan sebagai lampiran saat Wajib Pajak menyampaikan SPT
Tahunan PPh Badan.
Dalam hal ketentuan huruf f dan g di atas tidak dipenuhi, Biaya Promosi tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto.
Piutang Yang Nyata-nyata Tidak Dapat Ditagih
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih diatur dalam PMK- 105/PMK.03/2009
stdd PMK-57/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 Januri 2009). PMK- 57/PMK.03/2010
disampaikan melalui SE-62/PJ/2010 tanggal 10 Mei 2010. Pokok-pokok ketentuan
adalah sebagai berikut :
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah piutang yang timbul dari
transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan bidang usahanya, yang nyata-nyata tidak
dapat ditagih meskipun telah dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal
atau terakhir oleh Wajib Pajak
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat dapat dibebankan sebagai pengurang
penghasilan bruto, sepanjang memenuhi persyaratan:
1) telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih tersebut dalam bentuk hard copy dan/atau soft copy kepada Direktorat
Jenderal Pajak; dan
3) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah diserahkan perkara
penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani
piutang negara, atau terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-
nyata tidak dapat ditagih tersebut, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan
umum atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah
dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.
Persyaratan butir b.3 ini tidak berlaku untuk debitur kecil ( Rp 100 juta) atau
debitur kecil lainnya ( Rp 5 juta).
Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan dokumen/bukti untuk
pemenuhan ketentuan dalam butir b di atas diserahkan kepada Direktorat Jenderal
Pajak dengan cara melampirkannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh
tahun pajak dihapuskannya piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.
Penerbitan umum atau khusus sebagaimana dimaksud dalam syarat piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah penerbitan yang meliputi:
Penerbitan umum adalah pemuatan pengumuman pada penerbitan surat
kabar/majalah atau media massa cetak yang lazim lainnya yang berskala nasional;
atau
Penerbitan khusus adalah pemuatan pengumuman pada:
penerbitan Himpunan Bank-Bank Milik Negara (HIMBARA)/Perhimpunan Bank-Bank
Umum Nasional (PERBANAS)
penerbitan/pengumuman khusus Bank lndonesia; dan/atau
penerbitan yang dikeluarkan oleh asosiasi yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak
dan pihak kreditur menjadi anggotanya.
Yang dimaksud debitur kecil -> piutang debitur kecil yang jumlahnya tidak melebihi
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), yang merupakan gunggungan jumlah
piutang dari beberapa kredit yang diberikan oleh suatu institusi bank/lembaga
pembiayaan dalam negeri sebagai akibat adanya pemberian:
Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), yaitu kredit lunak untuk usaha
ekonomi produktif yang diberikan kepada Keluarga Prasejahtera dan Keluarga
Sejahtera I yang telah menjadi peserta Takesra dan tergabung dalam kegiatan
kelompok Prokesra-OPPKS;
Kredit Usaha Tani (KUT), yaitu kredit modal kerja yang diberikan oleh bank kepada
koperasi primer baik sebagai pelaksana (executing) maupun penyalur (channeling)
atau kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai pelaksana pemberian
kredit, untuk keperluan petani yang tergabung dalam kelompok tani guna
membiayai usaha taninya dalam rangka intensifikasi padi, palawija, dan
hortikultura;
Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS), yaitu kredit yang diberikan oleh
bank kepada masyarakat untuk pemilihan rumah sangat sederhana (RSS);
Kredit Usaha Kecil (KUK), yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil;
Kredit Usaha Rakyat (KUR), yaitu kredit yang diberikan untuk keperluan modal
usaha kecil lainnya selain KUK; dan/atau
Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia dalam
mengembangkan usaha kecil dan koperasi.
Yang dimaksud debitur kecil lainnya -> debitur selain sebagaimana dimaksud dalam
butir e di atas yang jumlahnya tidak melebihi Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Apabila di kemudian hari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dilunasi oleh
debitur seluruhnya atau sebagian, maka jumlah piutang yang dilunasi tersebut
merupakan penghasilan bagi kreditur pada tahun pajak diterimanya pelunasan.
Pembentukan/Pemupukan Dana Cadangan
Pembentukan/pemupukan dana cadangan diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 tanggal 22 April 2009 (berlaku sejak tanggal 1
Januari 2009). Pokok-pokok ketentuan adalah sebagai berikut :
Bank umum konvensional dan bank umum syariah serta BPR konvensional dan BPR
Syariah dapat membentuk dana cadangan piutang tak tertagih.
Besarnya cadangan piutang tak tertagih sebagai berikut :
1) Bank Umum Konvensional :
3) BPR Konvensional :
4) BPR Syariah :
100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang
ditetapkan perusahaan penilai
Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan
tersebut di atas adalah jumlah pokok pinjaman yang diberikan oleh bank.
Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih.
Dalam hal cadangan piutang tak tertagih tidak atau tidak seluruhnya dipakai untuk
menutup penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak tertagih, maka jumlah
kelebihan cadangan tersebut harus diakui sebagai penghasilan. Dan sebaliknya,
apabila jumlah cadangan yang ada tidak mencukupi, maka kekurangannya
diperhitungkan sebagai kerugian (biaya).
Penghasilan Usaha Bank Berbasis Syariah
Perlakuan Pajak Penghasilan atas kegiatan usaha berbasis syariah diatur dalam PP
Nomor 25 Tahun 2009, yaitu sebagai berikut:
Usaha Berbasis Syariah adalah setiap jenis usaha yang menjalankan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah yang meliputi perbankan syariah, asuransi
syariah, pegadaian syariah, jasa keuangan syariah dan kegiatan usaha berbasis
syariah lainnya
Perlakuan Pajak Penghasilan dari kegiatan Usaha Berbasis Syariah meliputi:
penghasilan;
biaya; dan
pemotongan pajak atau pemungutan pajak.
Biaya dari Kegiatan Usaha Berbasis Syariah termasuk :
hak pihak ketiga atas bagi hasil;
margin; dan
kerugian dari transaksi bagi hasil.
Pemotongan pajak atau pemungutan pajak dari kegiatan Usaha Berbasis Syariah
dilakukan juga terhadap:
hak pihak ketiga atas bagi hasil;
bonus;
margin; dan
hasil berbasis syariah lainnya yang sejenis.
Ketentuan mengenai penghasilan, biaya, dan pemotongan pajak atau pemungutan
pajak dari kegiatan Usaha Berbasis Syariah sebagaimana dimaksud di atas berlaku
mutatis mutandis ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pemberlakuan secara mutatis mutandis dimaksudkan bahwa ketentuan perpajakan
yang berlaku umum berlaku pula untuk kegiatan Usaha Berbasis Syariah.
5. Aturan Khusus Perbankan
PPh Pasal 21 untuk Gaji, upah , honorarium, insentif, imbalan lainnya dalam bentuk
dan nama apapun
PPh Pasal 22 untuk Pengadaan (Pembelian) Barang oleh Bank BUMN/D
1) Kewajiban Pemungutan PPh Pasal 22
Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan
pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN)
dan/atau belanja daerah (APBD)
Bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari
APBN maupun non-APBN
Wajib dipungut PPh Pasal 22 dari wajib pajak penjual dengan tarif efektif 1,5% x
Harga Jual (belum termasuk PPN). PPh Pasal 22 dipungut pada saat pembayaran.
PPh Pasal 23 untuk Bunga, Dividen, Royalti, Sewa, dan Imbalan Jasa
1) Pemotong PPh Pasal 23 menurut Pasal 23 ayat (1) dan ayat (3) adalah :
Badan Pemerintah
Subjek Pajak Badan Dalam Negeri
Penyelenggara Kegiatan
Bentuk Usaha Tetap
Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya
Orang Pribadi Sebagai Wp Dalam Negeri Tertentu Yang Ditunjuk Oleh Dirjen Pajak
2) Penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri atau BUT yang dikenakan pemotongan
PPh Pasal 23 menurut Pasal 23 ayat (1) adalah sebagai berikut :
jasa manajemen
jasa konsultan
jasa lain yg ditetapkan dirjen pajak selain jasa yg telah dipotong pph psl 21
Yang memiliki NPWP dikenakan tarif 2%, yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif
4%.
Atas penghasilan berupa bunga atau imbalan lain yang diberikan atas penyaluran
pinjaman dan atau pemberian pembiayaan, termasuk yang menggunakan
pembiayaan berbasis syariah sehubungan dengan jasa keuangan yang dibayarkan
atau terutang kepada badan usaha:
perusahaan pembiayaan yang merupakan badan usaha di luar bank dan lembaga
keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang
termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan dan telah memperoleh ijin
usaha dari Menteri Keuangan
BUMN atau BUMD yang khusus didirikan untuk memberikan sarana pembiayaan
bagi UMKM termasuk PT Permodalan Nasional Madani, yang berfungsi sebagai
penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan, tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal
23.
PPh Pasal 4 ayat (2) untuk PPh yang bersifat final, misal : bunga tabungan/ deposito,
hadiah undian, dan lain lain
1) PPh Final atas Bunga Deposito/Tabungan
PPh Final atas Bunga Deposito/Tabungan diatur dalam PP Nomor 131 Tahun 2000
dan KMK-51/KMK.04/2001. Pokok-pokok ketentuan adalah sebagai berikut :
PPh Final dikenakan atas bunga yang berasal dari deposito/tabungan baik yang
ditempatkan pada bank yang didirikan di dalam negeri maupun bank di luar negeri
melalui cabangnya di di Indonesia, termasuk jasa giro serta diskonto Sertifikat Bank
Indonesia, kecuali WP Orang Pribadi yang seluruh penghasilannya dalam 1 tahun
pajak termasuk bunga dan diskonto tidak melebihi PTKP.
PPh yang terutang adalah sebesar 20% dari jumlah bruto (terhadap wajib pajak
dalam negeri atau BUT) dan 20% dari jumlah bruto atau sesuai tarif P3B yang
berlaku (terhadap wajib pajak luar negeri).
Dikecualikan dari pemotongan PPh :
Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI sepanjang jumlah deposito dan
tabungan serta sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00
dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.
Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia
atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana
Pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan, sepanjang dananya diperoleh dari
sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU Nomor 11 Tahun
1992 Tentang Dana Pensiun.
Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan
rumah sederhana dan sangat sederhana, kapling siap bangun untuk rumah
sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sepanjang untuk
dihuni sendiri.
Pembebasan pemotongan PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI
yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan,
sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 UU Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun dapat diberikan
berdasarkan SKB Pemotongan PPh atas Bunga Deposito dan Tabungan serta
Diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang diterbitkan oleh KPP tempat dana pensiun
terdaftar.
PPh Final atas Penghasilan dari Hadiah atas Undian diatur dalam PP Nomor 132
Tahun 2000, KEP-395/PJ/2001, dan SE-19/PJ.43/2001. Pokok-pokok ketentuannya
adalah sebagai berikut :
Hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun melalui cara undian yang diterima
atau diperoleh orang orang pribadi/badan dalam negeri dan orang pribadi atau
badan luar negeri dikenakan PPh Final sebesar 25% dari jumlah bruto nilai undian.
Penyetoran PPh tersebut oleh penyelenggara undian dengan SSP secara kolektif
selambat-lambatnya tanggal10 bulan berikutnya.
Pelaporan ke KPP setempat dengan SPT Masa PPh atas hadiah undian selambat-
lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah dibayarkannya atau diserahkannya
hadiah undian tersebut.
PPh Pasal 25 Wajib Pajak Bank
1) Angsuran PPh Pasal 25 WP Bank
Angsuran PPh Pasal 25 bank tidak berdasarkan SPT Tahunan tahun sebelumnya
tetapi berdasarkan Laporan Keuangan Triwulan (PMK-255/PMK.03/2008 stdd PMK
Nomor 208/PMK.03/2009). Dalam Pasal 3 PMK-255/PMK.03/2008 stdd PMK Nomor
208/PMK.03/2009 menyebutkan bahwa : Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk
WP bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi adalah sebesar PPh yang dihitung
berdasarkan penerapan tarif umum atas laba rugi fiskal menurut laporan keuangan
triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi PPh Pasal 24 yang dibayar atau
terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
3) Persandingan UU PPN yang lama dengan UU PPN yang baru yang mengatur
PPN terkait usaha perbankan.
jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat
deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu;
jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak
lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel
unjuk, cek, atau sarana lainnya;
jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa:
sewa guna usaha dengan hak opsi;
anjak piutang;
pembiayaan konsumen;
jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan
fidusia; dan
jasa penjaminan.
4) Jenis jasa keuangan yang tidak dikenakan PPN telah disebutkan secara limitatif
dalam Memori Penjelasan Pasal 4A ayat (3) huruf d UU PPN, Jenis jasa lainnya yang
tidak disebutkan dalam Memori Penjelasan Pasal 4A ayat (3) huruf d UU PPN
dikenakan PPN
5) Contoh jenis jasa yang Dilakukan Perusahaan Perbankan yang Dikenakan PPN
(ketentuan dalam SE dan Surat Dirjen hanya bersifat penegasan) :
https://slidepajak.wordpress.com/2010/07/23/aspek-perpajakan-pada-bidang-usaha-
perbankan/
Tax Planning (Perencanaan Pajak)
Posted on October 31, 2012 by tanyapajak Standard
Saat ini Tax Planning adalah salah satu istilah yang beken di bidang perpajakan.
Banyak sekali PAJAKers yang menanyakan hal ini sama admin @tanyaPAJAK. Oleh
karena keterbatasan karakter di Twitter, lebih baik admin tulis saja di blog ini.
Setiap Wajib Pajak Badan yang ada di Indonesia mencari cara untuk meminimalkan
pajak penghasilannya dengan cara-cara yang legal. Nah hal ini lazim disebut
dengan tax planning atau perencanaan pajak.
Tujuan pokok dari tax planning adalah untuk mengurangi jumlah atau total pajak
yang harus dibayar oleh wajib pajak. Tapi ingat, secara legal bukan ilegal. Tax
planning adalah tindakan legal karena penghematan pajak hanya dilakukan dengan
memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur oleh undang-undang. Tujuannya bukan
untuk mengelak membayar pajak, tetapi mengatur sehingga pajak yang dibayar
tidak lebih dari jumlah yang seharusnya.
Tax Planning adalah suatu kapasitas yang dimiliki oleh wajib pajak (WP) untuk
menyusun aktivitas keuangan guna menmdapat pengeluaran (beban) pajak yang
minimal. secara teoritis, tax planning dikenal sebagai effective tax planning, yaitu
seorang wajib pajak berusaha mendapat penghematan pajak (tax saving) melalui
prosedur penghindaran pajak (tax avoidance) secara sistematis sesuai ketentuan
UU Perpajakan (Hoffman, 1961).
Dalam sudut pandang perencanaan pajak, tax avoidance yang dilakukan oleh wajib
pajak adalah sah dan secara yuridis sehingga tidak bisa ditetapkan pengenaan
pajak. pengertian dari tax avoidance adalah upaya pengurangan utang pajak secara
konstitusional (international tax glossary, 2005).
Perencanaan pajak selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi atau
fenomena terkena pajak. Kalau terkena pajak apakah dapat diupayakan untuk
dikecualikan atau dikurangin jumlah pajaknya, selanjutnya apakah pembayaran
pajak yang dimaksud dapat ditunda pembayaran dan lain sebagainya. Akhir dari
prosedur perpajakan adalah pembayaran pajak. Tentu lebih menguntungkan jika
perusahaan membayar pajak pada saat terakhir dari pada penyetoran dilakukan
jauh sebelumnya.
Untuk dapat meminimalisasi kewajiban pajak, dapat dilakukan berbagai cara, baik
yang masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang melanggar
peraturan perpajakan (unlawful), seperti tax avoidance dan tax evasion.
Perencanaan pajak umumnya selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu
transaksi atau kejadian mempunyai dampak perpajakan. Apabila kejadian tersebut
mempunyai dampak pajak, apakah dampak tersebut dapat diupayakan untuk
dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya. Selanjutnya, apakah pembayaran
pajak tersebut dapat ditunda.
Beban pajak langsung umumnya ditanggung oleh orang atau badan yang
memperoleh penghasilan, sedangkan beban pajak tidak langsung ditanggung oleh
konsumen atau masyarakat. Bagi perusahaan pajak yang dikenakan terhadap
penghasilan dianggap sebagai biaya/beban dalam menjalankan atau melakukan
kegiatan usaha. Pajak sebagai biaya akan mempengaruhi besarnya laba yang
diterima maupun yang akan dikembalikan kepada pemegang saham. Jadi pada
dasarnya secara ekonomis pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia
untuk dibagikan atau diinvestasikan kembali oleh perusahaan.
Dalam meningkatkan efisiensi dan daya saing maka pengusaha wajib menekan
biaya seoptimal mungkin. Demikian juga dengan kewajiban membayar pajak,
karena merupakan biaya yang menurunkan laba sesudah pajak. Upaya dalam
melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui Manajemen
Pajak.
Pungutan pajak oleh Ditjen Pajak adalah UU KUP, UU PPh, UU PPN/PPnBM, PBB, Bea
materai, dan Bea Peralihan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dimana UU
pajak tersebut diatur lebih lanjut dalam PP, KepPres, KMK, SK, serta SE Ditjen Pajak.
Sanksi administrasi tersebut dapat berupa bunga, denda, dan kenaikan. Sedangkan
sanksi pidana dapat berupa pidana penjara maupun denda financial.
Walaupun perusahaan telah memenuhi kewajiban perpajakan secara formal, tetapi
kalau ternyata motivasi rekayasa tidak sesuai dengan jiwa dari ketentuan
perpajakan, administrasi perpajakan (fieus) dapat menganggap bahwa WP kurang
patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Untuk mencapai tujuan manajemen pajak ada dua hal yang perlu dikuasai dan
dilaksanakan yaitu :
a. Memahami ketentuan dan peraturan perpajakan
Dengan mempelajari peraturan perpajakan seperti UU, PP, Keppres, KMK, SK, dan
SE DitJen Pajak, kita dapat mengetahui peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan
untuk menghemat beban pajak
Ada berbagai tipe pajak yang harus menjadi pertimbangan utama baik berupa pajak
langsung maupun pajak tidak langsung serta cukai seperti :
PPh Badan dan OP
Pajak atas Capital Gain
Withholding tax, gaji, upah, sewa, bunga, dan royalty
Pajak atas ekspor, impor dan bea masuk
Pajak atas undian/hadiah
Bea Materai
Adanya berbagai kewajiban jenis pajak yang harus dibayar dimana masing-masing
jenis pajak tersebut mempunyai sifat perlakuan sendiri-sendiri misalnya Bea Masuk
akan dianggap sebagai biaya yang dapat dikurangkan dari PKP atau bisa dimintakan
restitusi apabila kita melakukan ekspor barang. Sedangkan PPh adalah pajak atas
laba atau penghasilan yang dapat mengurangi besarnya penghasilan bersih setelah
pajak. Maka agar tidak menganggu atau tidak menderaskan cashflow perusahaan,
perlu adanya perencanaan pajak yang baik agar bisa menganalisis atas transaksi
apa, terkena pajak apa, dan perlu dana berapa sehingga diketahui berapa
penghasilan bersih setelah pajak.
Adanya perlakuan perpajakan yang berbeda atas obyek pajak yang secara
ekonomis hakekatnya sama akan menimbulkan usaha perencanaan pajak, agar
beban pajak rendah. Jadi karena objek pajak merupakan basis perhitungan (tax
bases) besarnya pajak, maka dalam rangka optimalisasi alokasi sumber dana,
manajemen akan merencanakan pajak yang tidak lebih dan tidak kurang.
Bagaimana prosedurnya
2. Tax Law
Kita menyadari bahwa kenyataannya dimanapun tidak ada undang-undang yang
mengatur secara permasalahan dengan sempurna, maka dalam pelaksanaannya
selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan yang lain (PP, Keppres, KMK, dan SE DJP),
serta tidak jarang ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan undang-
undang itu sendiri karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijaksanaan
dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapai. Keadaan ini menyebabkan
munculnya celah (loophole) bagi WP untuk menganalisis dengan cermat atas
kesempatan tersebut untuk digunakan perencanaan pajak yang baik.
3. Tax Administration
Indonesia merupakan negara yang begitu luas wilayahnya dan begitu banyak
penduduknya dan sebagai negara yang sedang membangun masih mengalami
kesulitan dalam melaksanakan administrasi perpajakannya secara memadai. Hal
yang mendorong perusahaan untuk melaksanakan perencanaan perpajakan dengan
baik agar terhindar dari sanksi administrasi maupun pidana karena adanya
perbedaan penafsiran antara fiskus dengan WP, akibat dari begitu luasnya
peraturan perpajakan yang berlaku dan sistem informasi yang belum efektif.
Secara umum motivasi dilaksanakannya tax planning adalah untuk memaksimalkan
laba setelah pajak, Karena pajak itu ikut mempengaruhi dalam penga,bilan
keputusan atas suatu tindakan dalam operasi perusahaan untuk melakukan
investasi dengan cara menganalisis secara cermat dan memanfaatkan peluang atau
kesempatan yang ada dalam ketentuan perpajakan yang sengaja dibuat oleh
pemerintah untuk memberikan perlakuan yang berbeda atas obyek pajak yang
secara ekonomis hakekatnya sama, dengan memanfaatkan :
* Perbedaan tarif pajak (tax rate)
* Perbedaan perlakuan atas objek pajak sebagai dasar pengenaan pajak (tax
base)
* Loop hole (celah), shelter, dan haven.
Kesimpulan
Pada umumnya, perencanaan pajak (tax planning) merujuk kepada proses
merekayasa usaha dan transaksi Wajib Pajak agar utang pajak berada dalam jumlah
yang minimal, tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Namun demikian,
perencanaan pajak juga dapat diartikan sebagai perencanaan pemenuhan
kewajiban perpajakan secara lengkap, benar, dan tepat waktu sehingga dapat
secara optimal menghindari pemborosan sumber daya.
b. Aspek Material
Basis penghitungan pajak adalah objek pajak. Dalam rangka optimalisasialokasi
sumber dana, manajemen akan merencanakan pembayaran pajakyang tidak lebih
dan tidak kurang. Untuk itu, objek pajak harus dilaporkansecara benar dan lengkap.
b. Faktor Pajak
Dalam menganalis setiap permasalahan yang dihadapi dalam penyusunan
perencanaan pajak adalah tidak terlepas dari dua hal yang berkaitan dengan faktor-
faktor pajak yaitu menyangkut setiap tipe perpajakan nasional yang dianut oleh
suatu negara dan sikap fiskus dalam menafsirkan peraturan perpajakan baik
Undang-undang domestik maupun mancanegara.
Membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak (Design of
one or more possible tax plans).
Model perjanjian internasional dapat melibatkan satu atau lebih tindakan berikut ini:
a. Pemilihan bentuk transaksi operasi atau hubungan internasional.
Hampir semua perpajakan internasional paling tidak ada dua negara yang
ditentukan lebih dahulu. Dari sudut pandang perpajakan dalam hal ini proses
perencanaan tidak bisa berada di luar dari tahapan pemilihan transaksi, operasi dan
hubungan yang paling menguntungkan. Metode yang harus diterapkan dalam
menganalisis dan membandingkan beban pajak maupun pengeluaran lainnya dari
suatu proyek adalah apabila tidak ada rencana pembatasan minimum pajak yang
diterapkan dan apabila ada rencana pembatasan minimum diterapkan, berhasil
atau pun gagal.
b. Pemilihan dari negara asing sebagai tempat melakukan investasi atau menjadi
residen dari negara tersebut. Dalam rencana perpajakan internasional mungkin
diberi perlakuan khusus dengan memilih antara dua atau lebih kemungkinan
investasi di negara-negara berbeda.
c. Penggunaan satu atau lebih negara tambahan.
Dalam banyak kasus, pertimbangan penghemaan pajak tidak hanya di pengaruhi
oleh pemilihan yang hati-hati dari bentuk transaksi, operasi maupun hubungan
internasional, tetapi juga oleh penggunaan satu atau lebih negara sebagai
tambahan dari negara yang bersangkutan yang sudah ada dalam data base.
Perencanaan pajak internasional sebetulnya merupakan perluasan yang sederhana
dari perencanaan pajak nasional. Dalam membuat model pengaturan yang paling
tepat, penting sekali untuk mempertimbangkan.
d. Apakah kepemilikan dari hak, surat berharga, dan lain-lain harus dikuasakan
kepada satu atau lebih perusahaan, individu, atau kombinasi dari semuanya itu.
e. Adakah hubungan antara berbagai individu dan entitas.
a.Tax saving
Tax saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melaluipemilihan alternatif
pengenaan pajak dengan tarifyang lebih rendah.Misalnya, perusahaanyang memiliki
penghasilan kena pajak lebih dari Rp. 100 juta dapat melakukan perubahan
pemberian natura kepada karyawanmenjadi tunjangan dalam bentuk uang.
b.Tax avoidance
Tax avoidance merupakan upaya efisiensi beban pajak denganmenghindari
pengenaan pajak melalui transaksiyang bukan merupakan objekpajak. Misalnya,
perusahaanyang masih mengalami kerugian,perlumengubah tunjangan karyawan
dalam bentuk uang menjadi pemberian naturakarena natura bukan merupakan
objek pajak PPh Pasal21.
Wajib Pajak sering kurang memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang
dapat dikreditkan yang merupakan pajakdibayar dimuka. Misalnya, PPh Pasal 22
atas pembeliansolar dan/atau impor dan Fiskal Luar Negeri atas perjalanan dinas
pegawai.
Dalam kredit pajak PPN (Pajak Masukan), Pengusaha Kena Pajak dapatmenggunakan
dokumenlain yang fungsinya sama dengan faktur pajakstandar, seperti SPPB
atauSurat Perintah Pengiriman Barang(delivery order) yang dikeluarkan oleh Bulog
untuk penyaluran tepung terigu, FNBP(Faktur NotaBon Pen yerahan)yang
dikeluarkan oleh Pertamina untukpenyerahan BBM dan/atau bukan BBM, dan tanda
pembayaran atau kuitansi telepon.
Sumber:
https://tanyapajak1.wordpress.com/2012/10/31/tax-planning-perencanaan-pajak/
Teknik Dasar Manajemen Pajak dan Perencanaan Pajak
Perencanaan dan Manajemen Pajak adalah suatu keniscayaan bagi setiap
perusahaan yang menginginkan adanya penghematan pajak karena dalam undang-
undang perpajakan Indonesia hal ini diperkenankan. Dengan menyusun
perencanaan dan manajemen pajak sejak dini perusahaan akan terhindar dari
segala hal yangmengakibatkan peningkatan beban pembayaran pajak.
Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Manajemen
pajak itu sendiri merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan
benar, tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin untuk
memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Langkah selanjutnya adalah
pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation) dan pengendalian pajak
(tax control). Pada tahap perencanaan pajak ini, dilakukan pengumpulan dan
penelitian terhadap peraturan perpajakan. Tujuannya adalah agar dapat dipilih jenis
tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya, penekanan
perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimimalisasi kewajiban pajak.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan oleh
negara untuk membiayai pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan.
Sedangkan bagi perusahaan, pajak merupakan beban yang akan mengurangi laba
bersih. Minimalisasi beban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari
yang masih ada di dalam bingkai peraturan perpajakan sampai dengan yang
melanggar peraturan perpajakan. Upaya minimalisasi pajak ini sering disebut
dengan perencanaan pajak (tax planning). Melaksanakan kewajiban pembayaran
pajak dengan jumlah yang sebenarnya sesuai peraturan merupakan hal yang harus
dilakukan oleh setiap subyek pajak suatu negara, dimana tindakan penyelewengan
merupakan tindakan melawan hukum, tetapi melakukan penghematan pajak
merupakan suatu hal yang sah-sah saja asalkan tidak melanggar ketentuan
perpajakan yang ada.
Perencanaan pajak dilakukan dengan memanfaatkan pengecualian-pengecualian
dan celah-celah perpajakan (loopholes) yang diperbolehkan oleh UU No.17 Tahun
2000 Tentang Pajak sehingga perencanaan pajak tersebut tidak dianggap sebagai
pelanggaran yang akan merugikan Wajib Pajak dan tidak mengarah pada
penggelapan pajak. Bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami berbagai
permasalahan di berbagai sektor khususnya sektor ekonomi atau biasa disebut
dengan krisis ekonomi. Di dalam kondisi ekonomi saat ini, banyak perusahaan
mengalami gulung tikar atau memutuskan untuk menutup usahanya. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya meningkatnya tingkat inflasi dan nilai
tukar rupiah terhadap mata uang asing (dollar) yang mengalami penurunan.
Sebagai akibatnya perusahaan harus mengeluarkan biaya usaha yang besar untuk
membiayai kegiatan usahanya, tetapi dengan pengeluaran yang besar tersebut,
perusahaan tidak mendapatkan penghasilan yang sebanding dengan biaya yang
dikeluarkannya. Hal ini akan lebih terasa pada perusahaan yang mempunyai
pinjaman atau hutang berupa dollar dalam jumlah yang besar, perusahaan yang
tergantung pada barang impor atau perusahaan yang masih tergantung pada pihak
asing.
Dalam keadaan seperti ini, maka manajer perusahaan harus dapat menentukan
keputusan serta tujuan dari perusahaan yang dipimpin atau dikendalikannya. Tugas
manajer perusahaan adalah mengambil keputusan yang didasarkan pada
keterpaduan antara fungsi bisnis yang meliputi bidang pemasaran, produksi,
keuangan sumber daya manusia, penelitian serta pengembangan, dan fungsi
manajerial yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan serta
pengawasan. Berdasarkan masalah di atas maka sangat perlu
pengkajian/pembahasan tentang Perencanaan Pajak Secara Umum .
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas adalah.
1) Bagaimana Konsep manajemen strategis dan perencanaan startegis yang
dilakukan oleh manajer?
2) Apa saja Risiko dan pengaruh pajak atas perusahaan?
3) Bagaimana manajemen pajak yang baik?
4) Apa saja motivasi dilakukannya perencanaan pajak?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah yaitu.
1) Mengetahui Konsep manajemen strategis dan perencanaan startegis yang
dilakukan oleh manajer
2) Mengetahui Risiko dan pengaruh pajak atas perusahaan
3) Mengetahui manajemen pajak yang baik
4) Mengetahui motivasi dilakukannya perencanaan pajak
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Manajemen Strategi dan Perencanaan Strategis
Perencanaan merupakan proses penentuan tujuan organisasi (perusahaan) dan
kemudian menyajikan (mengartikulasikan) dengan jelas strategi-strategi (program),
taktik-taktik (tata cara pelaksanaan program), dan operasi (tindakan) yang
diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan secara menyeluruh.
Perencanaan strategis dalam organisasi merupakan salah satu aspek dari materi
manajemen strategis yang selalu diperlukan oleh setiap organisasi. Setiap
perubahan lingkungan yang terjadi memerlukan respons strategis, baik dalam
perencanaan, pelaksanakan, maupun evaluasi.
Dari sebutan semula perencanaan perusahaan, berkembang menjadi strategi
perusahaan, perencanaan strategis, kebijakan bisnis, dan akhirnya menjadi
manajemen strategis, yang berisi bagaimana pimpinan puncak suatu organisasi
menanggapi perubahan lingkungan yang sangat kompleks dan dinamis tersebut.
Agar dapat mencapai tujuan, setiap perusahaan melakukan dua fungsi pokok, yaitu:
a) Fungsi bisnis yang meliputi bidang pemasaran, produksi, keuangan, sumber
daya manusia, penelitian dan pengembangan, dan sebagainya.
b) Fungsi Manajerial yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan,
dan pengawasan.
Tugas manajer perusahaan adalah mengambil keputusan yang didasarkan pada
keterpaduan antara kedua fungsi tersebut sehingga mencapai keterpaduan di
tingkat atas. Menurut Glueck dan Jauch (1980) seperti yang dikutip oleh Martani
Husaeni (1989), yang mengarah kepada perkembangan suatu strategi yang efektif
untuk membantu mencapai sasaran perusahaan.
Studi tentang manajemen strategi menekankan pada pemantauan dan evaluasi
kesempatan-kesempatan dan hambatan-hambatan lingkungan, di samping
kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan perusahaan.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1 Simpulan
Manajemen strategi menekankan pada pemantauan dan evaluasi kesempatan-
kesempatan dan hambatan-hambatan lingkungan, di samping kekuatan-kekuatan
dan kelemahan-kelemahan perusahaan.
Risiko yang mungkin timbul karena investasi, yaitu risiko penghasilan, risiko modal,
risiko keuangan, risiko inflasi, risiko atas keputusan yang dapat diubah serta risiko
politik. Sedangkan pengaruh pajak atas perusahaan adalah pajak merupakan unsur
pengurang laba yang tersedia untuk dibagi atau diinvestasikan kembali oleh
perusahaan. dalam praktik bisnis, umumnya pengusaha mengindentikan
pembayaran pajak sebagai beban sehingga akan berusaha untuk meminimalkan
beban tersebut guna mengoptimalkan laba
Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan
benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk
memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan.
Ada 3 (tiga) unsur perpajakan yang memotivasi dilakukannya perencanaan
pajak: kebijakan perpajakan, undang-undang perpajakan dan administrasi
perpajakan.
3.2 Saran
1) Dengan adanya kebijakan Tax Planning pada perusahaan yang dilaksanakan
dengan tepat maka akan memberikan keuntungan karena adanya penghematan
pajak.
2) Perusahaan harus lebih memahami ketentuan peraturan perpajakan yang
berlaku serta harus selalu mengikuti perkembagan perubahan peraturan perpajakan
yang terbaru sehingga manajemen dapat memahami dan melaksanakan peraturan
perpajakan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.binus.ac.id/content/F0522/F052288114.ppt
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26342/5/Chapter%20I.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26342/4/Chapter%20II.pdf
http://akhwatassyari.blogspot.sg/2012/05/normal-0-false-false-false-in-x-none-
x.html
Strategi Perencanaan dan Manajemen Pajak
Perusahaan