Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1
Masalah infeksi nosokomial makin banyak mendapat perhatian karena di
samping dapat meningkatkan morbilitas maupun mortalitas, juga menambah
biaya perawatan dan obat-obatan, waktu dan tenaga yang pada akhirnya akan
membebani pemerintah atau rumah sakit, personil rumah sakit maupun
penderita dan keluarganya. Hal ini jelas bertentangan dengan kebijaksanaan
pembangunan bidang kesehatan yang justru menekankan peningkatan efisiensi
pelayanan kesehatan.
Infeksi nosokomial atau disebut juga Hospital Acquired Infection (HAI)
adalah infeksi yang didapatkan dan berkembang selama pasien di rawat di
rumah sakit (WHO, 2004). Sumber lain mendefinisikan infeksi nosokomial
merupakan infeksi yang terjadi di rumah sakit atau fasilitas pelayanan
kesehatan setelah dirawat 2x24 jam. Pasien, petugas kesehatan, pengunjung
dan penunggu pasien merupakan kelompok yang paling berisiko terjadinya
infeksi nosokomial, karena infeksi ini dapat menular dari pasien ke petugas
kesehatan, dari pasien ke pengunjung atau keluarga ataupun dari petugas ke
pasien (Husain, 2008).
Infeksi nosokomial terjadi diseluruh dunia, termasuk dinegara negara
berkembang maupun negara miskin. Sebuah survei mengenai prevalensi
infeksi nosokomial yang dikelola WHO, pada 55 rumah sakit di 14 negara
yang dibagi menjadi 4 wilayah, yakni Eropa, Mediterranian Timur, Asia
Tenggara dan Pasifik Barat, menunjukkan bahwa sekitar 8,7 % rumah sakit
pasien mengalami infeksi nosokomial, pada survei lain menyatakan sekitar 1,4
juta pasien diseluruh dunia mengalami infeksi nosokomial. Penelitian tersebut
dilaporkan frekuensi paling tinggi terjadi pada rumah sakit di Mediterranian
Timur sebesar 11,8 %, diikuti oleh wilayah Asia Tenggara 10%, kemudian
wilayah Pasifik Barat 9,0% dan diikuti Eropa 7,7 %.
Tingginya angka kejadia infeksi nasikomnial disebabkan oleh berbagai hal
dan salah satunya penularan dapat terjadi melalui tenaga perawat ditempatkan
sebagai penyebab yang paling utama infeksi nosokomial. Penularan melalui
tangan perawat dapat secara langsung karena tangan yang kurang bersih atau
secara tidak langsung melalui peralatan yang invasif. Menurut NNIS (National
Nasocomial Infection Supervilence) menyatakan 3 sampai 10 % dari seluruh
penderita yang dirawat di RS menjadi korban infeksi nosokomnial dan 90%
2
infeksi nosokomnial disebabkan oleh bakteri dan selebihnya disebabkan oleh
virus dan jamur.
Banyaknya faktor yang menyebkan terjadinya infeksi nosokomial
menuntut kemampuan perawat untuk mencegah tranmisi infeksi di rumah sakit
dan upaya pencegahannya. Perawat berperan dalam pencegahan infeksi
nosokomial, hal ini disebabkan perawat merupakan salah satu anggota tim
kesehatan yang berhubungan langsung dengan klien dan bahan infeksius di
ruang rawat. Perawat juga bertanggung jawab menjaga keselamatan klien di
rumah sakit melalui pencegahan kecelakaan, cidera, trauma, dan melalui
penyebaran infeksi nosokomial (Handiyani,2000). Di ruang UGD aktifitas
seorang perawat dituntut sangat cepat dan tepat, hal ini sering menyebabkan
perawat kurang memperhatikan aspek aseptik dalam melakukan tindakan
keperawatan.
Salah satu tindakan aseptic yang dapat dilakukan prawat dalam
meminimalisasi kejadian infeksi nosokomial adalah dengan mencuci
tangan.Tindakan mencuci tangan secara benar dapat mengurangi kejadian
infeksi nosokomial. Selain itu, perawat juga harus memperhatikan peralatan
yang kurang steril, air yang terkontaminasi kuman, cairan desinfektan yang
mengandung kuman, yang sering meningkatkan risiko infeksi nosokomial
(Utje, 1993).
I.2 TUJUAN
Tujuan dari praktik klinik profesi kepemimpinan dan manajemen
keperawatan adalah untuk memfasilitasi permasalahan nosokomial yang ada di
Unit Gawat Darurat RSUD Depok.
3
keperawatan terutama dalam penanganan masalah infeksi nosokomial dan
asuhan keperawatan.
3. Mahasiswa Keperawatan
Sebagai masukan dan informasi bagi mahasiswa praktik untuk
meningkatkan pengetahuan dan melaksanakan asuhan keperawatan secara
komprehensif kepada pasien.
4. Masyarakat
Meningkatkan kepuasan dalam pemberian pelayanan asuhan
keperawatan di unit rawat inap.
4
pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan untuk mencapai tujuan. Proses
manajemen dibagi menjadi lima tahap yaitu perencanaan, pengorganisasian,
kepersonaliaan, pengarahan dan pengendalian (Marquis dan Huston, 2010).
Swanburg (2000) menyatakan bahwa manajemen keperawatan adalah kelompok
dari perawat manajer yang mengatur organisasi dan usaha keperawatan yang pada
akhirnya manajemen keperawatan menjadi proses dimana perawat manajer
menjalankan profesi mereka.
Manajemen keperawatan memahami dan memfasilitasi pekerjaan perawat
pelaksana serta mengelola kegiatan keperawatan. Suyanto (2009) menyatakan
bahwa lingkup manajemen keperawatan adalah manajemen pelayanan kesehatan
dan manajemen asuhan keperawatan. Manajemen pelayanan keperawatan adalah
pelayanan di rumah sakit yang dikelola oleh bidang perawatan melalui tiga
tingkatan manajerial yaitu manajemen puncak (kepala bidang keperawatan),
manajemen menegah (kepala unit pelayanan atau supervisor), dan manajemen
bawah (kepala ruang perawatan). Keberhasilan pelayanan keperawatan sangat
dipengaruhi oleh manajer keperawatan melaksanakan peran dan fungsinya.
Manajemen keperawatan adalah proses kerja setiap perawat untuk
memberikan pengobatan dan kenyamanan terhadap pasien. Tugas manager
keperawatan adalah merencanakan, mengatur, mengarahkan dan mengawasi
keuangan yang ada, peralatan dan sumber daya manusia untuk memberikan
pengobatan yang efektif dan ekonomis kepada pasien (Gillies, 2000).
5
8. Manajemen keperawatan bagian aktif dari divisi keperawatan, dari
lembaga, dan lembaga dimana organisasi itu berfungsi.
9. Budaya organisasi mencerminkan nilai-nilai kepercayaan.
10. Manajemen keperawatan mengarahkan dan pemimpin.
11. Manajemen keperawatan memotivasi.
12. Manajemen keperawatan merupakan komunikasi efektif.
13. Manajemen keperawatan adalah pengendalian atau pengevaluasian.
6
informasi untuk mengkoordinasikan pekerjaan secara akurat dan efektif
(Swanburg, 2000).
Perencanaan yang adekuat dan efektif akan mendorong pengelolaan sumber
yang ada dimana kepala ruangan harus mengidentifikasi tujuan jangka panjang
dan tujuan jangka pendek serta melakukan perubahan (Marquis dan Huston,
2010). Suarli dan bahtiar (2009) menyatakan bahwa perencanaan sangat penting
karena mengurangi ketidakpastian dimasa yang akan datang, memusatkan
perhatian pada setiap unit yang terlibat, membuat kegiatan yang lebih ekonomis,
memungkinkan dilakukannya pengawasan.
Fungsi perencanaan pelayanan dan asuhan keperawatan dilaksanakan oleh
kepala ruang. Swanburg (2000) menyatakan bahwa dalam keperawatan,
perencanaan membantu untuk menjamin bahwa klien akan menerima pelayanan
keperawatan yang mereka inginkan. Perencanaan kegiatan keperawatan di ruang
rawat inap akan memberi petunjuk dan mempermudah pelaksanaan suatu kegiatan
untuk mencapai tujuan pelayanan dan asuhan keperawatan kepada klien.
Perencanaan di ruang rawat inap melibatkan seluruh personil mulai dari perawat
pelaksana, ketua tim dan kepala ruang. Tanpa perencanaan yang adekuat, proses
manajemen pelayanan kesehatan akan gagal (Marquis dan Huston, 2010).
1. Pendekatan Perencanaan
a. Perencanaan inside-out dan perencanaan outside-in
b. Perencanaan top-down dan perencanaan bottom-up
c. Perencanaan contingency
2. Dasar Dasar Perencanaan yang Baik
a. Forecasting
b. Penggunaan skenario
c. Benchmarking
d. Partisipasi dan keterlibatan
e. Penggunaan staf perencana
7
1. Pengumpulan data
2. Analisa lingkungan (Analisa SWOT : S = Strength, W = Weakness, O =
Opportunities, T = Threaths)
3. Pengorganisasian data: pilih data yang mendukung dan menghambat
4. Menetapkan dan memprioritaskan masalah.
8
II.1.5 Pengorganisasian Keperawatan
Pengorganisasian dilakukan setelah perencanaan. Pengorganisasian adalah
langkah untuk menetapkan, menggolongkan dan mengatur berbagai macam
kegiatan, menetapkan tugas pokok dan wewenang serta pendelegasian wewenang
oleh pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai tujuan (Muninjaya, 2004).
Huber (2000) menyatakan bahwa pengorganisasian adalah memobilisasi sumber
daya manusia dan material dari lembaga untuk mencapai tujuan organisasi, dapat
juga untuk mengidentifikasi antara hubungan yang satu dengan yang lain.
Pengorganisasian dapat dilihat secara statis dan dinamis. Secara statis merupakan
wadah kegiatan sekelompok orang untuk mencapai tujuan, sedangkan secara
dinamis merupakan suatu aktivitas dari tata hubungan kerja yang teratur dan
sistematis untuk mencapai tujuan tertentu (Suarli dan Bahtiar, 2009).
Manfaat pengorganisasian untuk penjabaran secara terinci semua pekerjaan
yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan, pembagian beban kerja sesuai
dengan kemampuan perorangan/kelompok, dan mengatur mekanisme kerja antar
masing-masing anggota kelompok untuk hubungan dan koordinasi (Huber, 2000).
Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa pada pengorganisasian hubungan
ditetapkan, prosedur diuraikan, perlengkapan disiapkan, dan tugas diberikan.
Prinsip-prinsip organisasi saling ketergantungan dan dinamis. Kepala ruangan
dapat menciptakan lingkungan yang meransang dalam praktik keperawatan.
Prinsip-prinsip pengorganisasian menurut Swanburg (2000) adalah:
1. Prinsip rantai komando
Prinsip rantai komando menyatakan bahwa untuk memuaskan anggota efektif
secara ekonomi dan berhasil dalam mencapai tujuan. Komunikasi cenderung ke
bawah dan satu arah. Pada organisasi keperawatan, rantai komando ini datar,
dengan garis manajer dan staf teknis serta administrasi yang mendukung
perawat pelaksana.
2. Prinsip kesatuan komando
Prinsip kesatuan komando menyatakan bahwa seorang perawat pelaksana
mepunyai satu pemimpin dan satu rencana. Keperawatan primer dan
manajemen kasus mendukung prinsip prinsip kesatuan komando ini.
3. Prinsip rentang kontrol
Prinsip ini menyatakan bahwa setiap perawat harus dapat mengawasi secara
efektif dalam hal jumlah, fungsi, dan geografi. Pada prinsip ini, makin kurang
pengawasan yang diperlukan untuk perawat. Perawat harus memiliki lebih
9
banyak pengawasan untuk menghindari terjadinya kesalahan. Kepala ruangan
harus lebih banyak mengkoordinasikan.
4. Prinsip spesialisasi
Prinsip spesialisasi menyatakan bahwa setiap orang harus menampilkan satu
fungsi kepemimpinan tunggal, sehingga ada devisi kerja atau pembagian tugas
yang membentuk departement.
10
2. Keberhasilan suatu organisasi ditentukan oleh kualitas sumber daya
manusianya. Hal ini terkait erat dengan bagaimana seorang pimpinan
merencanakan ketenagaan di unit kerjanya.
11
pengawasan bertujuan agar penggunaan sunber daya lebih efisien dan staf dapat
lebih efektif untuk mencapai tujuan program (Muninjaya, 2004).
Prinsip pengawasan yang harus diperhatikan manager keperawatan dalam
menjalankan fungsi pengendalian (Muninjaya, 2004) adalah:
1. Pengawasan yang dilakukan harus dimengerti oleh staf dan hasilnya
mudah diukur
2. Pengawasan merupakan kegiatan penting dalam upaya mencapai tujuan
organisasi
3. Standar untuk kerja harus dijelaskan kepada semua staf.
12
4. Menyusun anggaran (budgeting), misalnya mengalokasikan sumber
yang tersedia (uang, alat, manusia) dengan memperhitungkan waktu
dengan tepat.
5. Mengembangkan prosedur, misalnya menentukan tata cara yang paling
tepat.
6. Menafsirkan dan menetapkan kebijakan (interpreting and estabilishing
policy), misalnya menafsirkan kebijakan atasan dan menetapkan
kebijakan operasional.
Peran kepemimpinan yang berhubungan dengan hierarki perencanaan menurut
Marquis dan Huston (2010), yaitu:
1. Mengkaji lingkungan eksternal dan internal.
2. Berpikir kreatif dan inovatif dalam perencanaan.
3. Mempengaruhi dan menginspirasi anggota agar aktif terlibat dalam
perencanaan jangka panjang.
4. Secara periodik melakukan klarifikasi nilai untuk meningkatkan kesadaran
diri.
5. Mengarahkan untuk mendengarkan aktif dan memberikan umpan balik.
6. Mengkomunikasikan tujuan organisasi kepada anggota.
7. Memotivasi anggota untuk terlibat aktif dalam mengambil keputusan.
8. Terbuka untuk ide baru dan berbagai ide.
9. Menjadi model peran dalam menetapkan metode perencanaan.
13
memudahkan pembagian tugas pada perawat sesuai dengan pengetahuan
dan keterampilan yang mereka miliki serta disesuaikan dengan kebutuhan
klien. Ini yang disebut dengan metoda penugasan keperawatan. Metoda
penugasan tersebut antara lain : metode fungsional, metode alokasi
klien/keperawatan total, metode tim keperawatan, metode keperawatan
primer, dan metode moduler.
3. Koordinasi kegiatan
Kepala ruangan sebagai koordinator kegiatan harus menciptakan kerjasama
yang selaras satu sama lain dan saling menunjang untuk menciptakan
suasana kerja yang kondusif. Selain itu perlu adanya pendelegasian tugas
kepada ketua tim atau perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan di
ruang rawat inap.
4. Evaluasi kegiatan
Kegiatan yang telah dilaksanakan perlu dievaluasi untuk menilai apakah
pelaksanaan kegiatan sesuai rencana. Kepala ruang berkewajiban untuk
memberi arahan yang jelas tentang kegiatan yang akan dilakukan. Untuk itu
diperlukan uraian tugas dengan jelas untuk masing-masing staf dan standar
penampilan kerja.
5. Kelompok kerja
Kegiatan di ruang rawat inap diperlukan kerjasama antar staf dan
kebersamaan dalam kelompok, hal ini untuk meningkatkan motivasi kerja
dan perasaan keterikatan dalam kelompok untuk meningkatkan kualitas
kerja dan mencapai tujuan pelayanan dan asuhan keperawatan.
Keterampilan yang harus dimiliki oleh kepala ruangan sebagai manajemen
yang terintegrasi dalam pengorganisasin menurut Marquis dan Huston (2010)
yaitu:
1. Kepala ruangan memandang struktur organisasi sebagai peta yang memberi
jalan kepada siapa mereka harus berkomunikasi dan siapa yang memiliki
kewenangan
2. Kepala ruangan memiliki pemahaman personal tentang rancanagan
organisasi yang lebih besar
3. Kepala ruangan memahami kesulitan yang menyertai setiap struktur,
sehingga dapat memberi dukungan.
4. Kepala ruangan harus memiliki pengetahuan tentang budaya organisasi,
meningkatkan pengembangan budaya yang konstruktif, menjelaskan serta
14
mengkomunikasikan pengembangan budaya tersebut kepada perawat
pelaksana.
5. Kepala ruangan berpikir kritis dan memiliki perilaku model peran yang baik
untuk menyelesaikan masalah
6. Kepala ruangan menahan diri untuk tidak menghakimi dan mendukung
semua anggota untuk ikut berpartisipasi dan berkontribusi
7. Kepala ruangan memahami organisasi dan mengenali apa yang dapat
dibentuk, diubah, dan yang tetap.
15
klasifikasi kerja temasuk jabatan yang kosong. Anggaran keuangan angan
memperlihatkan pekerja apa yang dibutuhkan (Gillies, 2000).
Penjadwalan yang dilakukan sendiri memberikan kesempatan dan tanggung
jawab kepada perawat untuk membuat jadwal kerja sendiri (Marquis dan Huston,
2010). Gillies (2000) menyatakan bahwa dalam hal penjadwalan kepala ruangan
harus mengatur tentang pola-pola perputaran jawdal, jadwal-jadwal liburan, dan
praktek-praktek lembur. Alat dan metode yang digunakan untuk menentukan
kebutuhan kepersonaliaan perlu ditinjau ulang secara berkala. Tanggung jawab
fiskal dan etis adalah fungsi yang menyertai ketenagaan (Marquis dan Huston,
2010).
Berdasarkan pada filosofi para kepala ruangan dalam hal mengembangkan fungsi
ketenagaan menurut Gillies (2000) adalah sebagai berikut:
1. Memberikan seorang staf perawat yang professional secara keseluruhan
dalam ruangan.
2. Memberikan staf yang tepat dengan perbandingan perawat 1:1 dengan
pasien untuk setiap jam kerja.
3. Tenaga kesehatan lain dengan perbandingan 2:1 dengan pasien setiap
ruangan.
4. Melibatkan seluruh staf perawat dalam menyusun program ketenagaan.
5. Membagi tenaga perawat secara merata dalam hal jadwal libur, jam
kerja,waktu putaran, waktu istirahat.
6. Bertanggung dalam perencanaan ketenagaan.
7. Membuat jadwal perawat paling cepat jadwal 2 bulan.
8. Mengerti akan kebutuhan staf dalam hal istirahat, liburan.
9. Memberikan penghargaan kepada perawat berprestasi.
16
Kepala ruangan haruslah menunjukkan bahwa ia memiliki kemampuan
bekerja yang harmonis, bersikap objektif dalam menghadapai persoalan dalam
pelayanan keperawatan melalui pengamatan, dan objektif juga dalam menghadapi
tingkah laku stafnya. Kepala ruangan harus peka akan kodrat manusia yang punya
kelebihan dan kekurangan, memerlukan bantuan orang lain, dan mempunyai
kebutuhan yang bersifat pribadi dan sosial (Muninjaya, 2004).
Manajer keperawatan harus memiliki keterampilan komunikasi
interpersonal yang baik. Kepala ruangan setiap hari berkomunikasi dengan pasien,
staf, dan atasan setiap hari (Nursalam, 2012). Komunikasi membentuk inti
kegiatan manajemen dan melewati semua proses manajemen (Marquis dan
Huston, 2010).
Prinsip komunikasi manajer keperawatan menurut Nursalam (2012), yaitu:
1. Manajer harus mengerti struktur organisasi, siapa yang terkena dampak dari
keputusan yang dibuat. Jaringan komunikasi formal dan informal perlu
dibangun antara manajer dan staf
2. Komunikasi bukan hanya sebagai perantara, tetapi sebagai proses yang tak
terpisahkan dalam organisasi
3. Komunikasi harus jelas, sederhana, dan tepat.
4. Perawat profesional adalah mampu berkomunikasi dengan secara adekuat,
lengkap dan cepat.
5. Manajer harus meminta umpan balik apakah komunikasi dapat diterima
6. Menjadi pendengar yang baik adalah komponen penting dalam komunikasi.
Konflik sering terjadi dalam tatanan asuhan keperawatan. Konflik yang
terjadi antar staf dengan staf, staf dengan pasien, staf dengan keluarga dan
pengunjung, staf dengan dokter (Swanburg, 2000). Manajer memiliki interaksi
dengan staf yang memiliki nilai, keyakinan, latar belakang dan tujuan berdeda
yang menjadi sumber terjadinya konflik (Marquis dan Huston, 2010). Sebagai
manajer keperawatan, kepala ruangan memiliki asumsi bahwa konflik suatu hal
yang dapat dihindari dan jika konflik tidak dikelola dengan baik, maka dapat
menghasilkan penyelesaian yang kreatif dan berkualitas. Kepala ruangan
menggunakan konflik yang konstruktif dalam menciptakan lingkungan yang
produktif (Nursalam, 2012).
Pengarahan akan mencapai tujuannya jika dikerjakan dengan baik. Dauglas
dalam Swansburg (2000) mengatakan bahwa ada dua belas aktivitas teknis yang
berhubungan dengan pengarahan pada manajemen, yaitu:
17
1. Merumuskan tujuan perawatan yang realistis untuk pelayanan keperawatan,
pasien dan perawat pelaksana.
2. Memberikan prioritas utama untuk kebutuhan klien sehubungan dengan
tugas-tugas perawat pelaksana.
3. Melaksanakan koordinasi untuk efisiensi pelayanan.
4. Mengidentifikasi tanggung jawab dari perawat pelaksana.
5. Memberikan perawatan yang berkesinambungan.
6. Mempertimbangkan kebutuhan terhadap tugas-tugas dari perawat pelaksana.
7. Memberikan kepemimpinan untuk perawat dalam hal pengajaran,
konsultasi, dan evaluasi.
8. Mempercayai anggota.
9. Menginterpretasikan protokol.
10. Menjelaskan prosedur yang harus diikuti.
11. Memberikan laporan ringkas dan jelas.
12. Menggunakan proses kontrol manajemen.
18
Peran Manajer dapat mempengaruhi faktor motivasi dan lingkungan. Tetapi
faktor lain yang mungkin mempengaruhi tergantungnya tugas, khususnya
bagaimana manajer bekerja dalam suatu organisasi. Secara umum peran manajer
dapat dinilai dari kemampuannya dalam memotivasi dan meningkatkan kepuasan
staf. Kepuasan kerja staf dapat dilihat dari terpenuhinya kebutuhan fisik, psikis,
dimana kebutuhan psikis tersebut dapat terpenuhi melalui peran manajer dalam
memperlakukan stafnya. Hal ini dapat ditanamkan kepada manajer agar
diciptakan suasana keterbukaan dan memberikan kesempatan kepada staf untuk
melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya (Marquis dan Huston, 2010).
19
3) Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah
4) Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru
masuk
h. Membantu pengembangan staf: pendidikan, latihan dll.
i. Merencanakan bimbingan terhadap peserta di keperawatan.
3. Pengorganisasian
a. Merumuskan metode atau sistem penugasan yang digunakan
b. Merumuskan tujuan/sistem metode
c. Membuat rincian tugas katim dan anggota tim secara jelas
d. Membuat rentang kendali: karu membawahi 2 katim, dan katim
membawahi 2 3 orang perawat
e. Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan
f. Mengatur dan mengendalikan situasi lahan praktek
g. Mendelegasikan tugas saat karu tidak berada di tempat kepada
katim
h. Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus
administrasi pasien
i. Mengatur penugasan jadwal pos /pekarya
j. Identifikasi masalah dan cara penanganan
4. Pengarahan
a. Memberikan pengarahan kepada ketua Tim
b. Memberikan motivasi dalam meningkatkan
c. pengetahuan, ketrampilan dan sikap anggota Tim
d. Memberi pujian kepada anggota Tim yang
e. melaksanakan tugas dengan baik
f. Membimbing bawahan
g. Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim
h. Melakukan supervisi
i. Memberikan informasi tentang hal-hal yang
j. berhubungan dengan yankep diruangan
k. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
5. Pengawasan
a. Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi langsung
dengan katim maupu pelaksana mengenai askep yang diberikan
kepada pasien.
b. Melalui supervisi:
1) Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri atau
melalui laporan langsung secara lisan dan
memperbaiki/mengatasi kelemahan/kendala yang terjadi saat itu
juga
2) Pengawasan tidak langsung mengecek daftar hadir katim ,
membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan
yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan
20
dilaksanakan, mendengarakn laporan katim tentang pelaksanaan
tugas
6. Evaluasi
a. Fungsi pengendalian:
1) Mengevaluasi kinerja katim.
2) Memberikan umpan balik pada kinerja katim.
3) Mengatasi masalah di ruang rawat dan menetapkan tidak lanjut.
4) Memperhatikan aspek legal dan etik keperawatan.
5) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.
2. Katim:
a. Membuat perencanaan berdasarkan tugas dan kewenangannya yang
didelegasikan oleh karu.
b. Membuat penugasan, supervisi dan evaluasi.
c. Mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai kebutuhan pasien.
d. Mengembangkan kemampuan anggota.
e. Menyelenggarakan konferensi.
21
f. Mendelegasikan pelaksanaan proses askep kepada anggota tim dan
pelimpahan wewenang: pengambilan keputusan dan penggunaan
sumber daya.
g. Membuat rincian tugas anggota tim meliputi pemberian askep,
kerjasama anggota dan antar tim.
4. Pengarahan
a. Memberikan pengarahan kepada anggota tim
b. Memberikan bimbingan pada anggota tim
c. Memberikan informasi yang berhubungan dengan askep
d. Mengawasi proses pemberian askep
e. Melibat anggota tim sampai awal dan akhir kegiatan
f. Memberikan pujian/motivasi kepada anggota tim
g. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
5. Pengawasan
a. Melalui komunikasi mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan
perawat pelaksana dalam memberi askep
b. Melalui Supervisi: melihat/mengawasi proses askep yang
dilaksanakan oleh anggota tim dan melihat catatan yang dibuat selama
proses keperawatan serta mendengar laporan secara lisan tentang
tugas yang dilakukan.
6. Pengarahan
a. Memberi pengarahan tentang tugas setiap anggota tim.
b. Memberi petunjuk kepada anggota tim dalam melaksnakan askep
c. Memberi teguran, pengarahan kepada anggota tim yang melalaikan
tugasnya atua membuat kesalahan
d. Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugasnya
dengan baik: tepat waktu, berdasarkan prinsip, rasional, dan sesuai
kebutuhan pasien.
7. Evaluasi
Fungsi pengendalian:
a. Mengevaluasi asuhan keperawatan
b. Memberikan umpan balik pada pelaksana
c. Memperhatikan aspek legal dan etik
d. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
22
1. Memberikan perawatan secara langsung berdasarkan proses keperawatan
dengan sentuhan kasih sayang.
a. Melaksanakan tindakan perawatan yang telah disusun.
b. Mengevalusai tindakan keperawatan yang telah diberikan.
c. Mencatat dan melaporkan semua tindakan perawatan dan repons pasien
pada catatan perawatan.
2. Melaksanakan program medik dengan penuh tanggung jawab, misal:
a. Pemberian obat.
b. Pemeriksaan laboratorium.
c. Persiapan pasien yang akan dioperasi.
Perawat pelaksana: Seorang perawat yang diberikan wewenang dan
ditugaskan untuk memberikan pelayanan keperawatan langsung kepada klien.
Peran Perawat Pelaksana Pengkajian- : mengkaji kesiapan pasien dan diri sendiri
untuk melaksanakan suhan keperawatan.
1. Perencanaan
a. Bersama Karu mengadakan serah terima tugas.
b. Menerima pembagian tugas dari katim.
c. Bersama katim menyiapkan keperluan untuk melaksanakan asuhan
keperawatan.
d. Mengikuti ronde keperawatan.
e. Menerima pasien baru.
2. Implementasi
Fungsi Pengorganisasian:
a. Menerima penjelasan tujuan pengorganisasian tim.
b. Menerima pembagian tugas.
c. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh katim.
d. Melaksanakan program kolaborasi dengan tim kesehatan lain.
e. Menyesuiakn waktu istirahat dengan anggota tim lainnya.
f. Melaksanakan asuhan keperawatan.
g. Menunjang pelaporan, mencatat tindakan keperawatan yang dilaksanakan.
Fungsi pengarahan:
a. Menerima pengarahan dan bimbingan dari katim.
b. Menerima informasi yang berkaitan dengan askep dan melaksanakan askep
dengan etik dan legal.
c. Memehami pemahaman yang telah dicapai.
d. Menunjang pelaporan dan pendokumentasian.
3. Evaluasi
Fungsi pengendalian:
Menyiapkan menunjukkan bahan yang diperlukan untuk proses evaluasi serta
ikut mengevaluasi kondisi pasien.
23
II.2 KONSEP PATIENT SAFETY
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesmen
risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem
tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan
yang seharusnya dilakukan. (Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit,
Depkes R.I. 2006)
Setiap tahun menetapkan National Patient Safety Goals (sejak 2002), Juli
2003: Menerbitkan Pedoman The Universal Protocol for Preventing Wrong Site,
Wrong Procedure, Wrong Person Surgery, Maret 2005 mendirikan International
Center for Patient Safety. (JCAHO-Joint Comm. On Accreditation for Healthcare
Organization USA)
WHO Health Assembly ke 55 Mei 2002 menetapkan resolusi yang
mendorong negara untuk memberikan perhatian kepada problem Patient Safety
meningkatkan keselamatan dan sistem monitoring. Pada bulan Oktober 2004,
WHO dan berbagai lembaga mendirikan World Alliance for Patient Safety
dengan tujuan mengangkat isu Patient Safety Goal First do no harm dan
menurunkan morbiditas, cedera dan kematian yang diderita pasien. (WHO: World
Alliance for Patient Safety, Forward Programme, 2004). Enam tujuan penanganan
patient safety menurut Joint Commission International antara lain:
mengidentifikasi pasien dengan benarmeningkatkan komunikasi secara efektif,
meningkatkan keamanan dari high-alert medications, memastikan benar tempat,
benar prosedur, dan benar pembedahan pasien, mengurangi risiko infeksi dari
pekerja kesehatan, mengurangi risiko terjadinya kesalahan yang lebih buruk pada
pasien.
Salah satu penyebab utama kesalahan yang tidak dapat dihindarkan oleh
pasien dalam organisasi perawatan kesehatan adalah kesalahan pengobatan.
Pengobatan dengan risiko yang paling tinggi yang menyebakan luka melalui
penyalahgunaan (meliputi kemoterapi, konsentrasi cairan elektrolit, heparin, IV
digoxin, dan adrenergic agonists) adalah dkenal sebagai high-alert drugs.
24
Namun mungkin kesalahan atau mungkin tidak menjadi lebih banyak dengan
obat-obatan tersebut dibandingkan obat yang lainnya, mungkin berhubungan
dapat juga lebih menghancurkan atau memperburuk.
Pada tahun 1999, sekitar 160 organisasi perawat kesehatan melalui United
States- based Institute for Safe Medication Practices (ISMP), lima pengobatan
yang sering terjadi dan hasil yang salah dalam kematian atau masalah yang serius
yang mana adalah Insulin, Opiates and narcotics, Injectable potassium
chloride/phosphate concentrate, Intravenous anticoagulants (heparin) dan
sodium chloride solutions di atas 0.9 %.
Obat-obatan adalah salah satu bagian yang terpenting dalam penanganan
pada pasien untuk memastikan patient safety. Seperti, potassium chloride (2
mEq/ml atau konsentrasi yang lebih), pothasium phosphate, sodium chloride
(0,9%) atau dengan konsentrasi lebih), dan magnesium sulfate (50% atau
konsentrasi lebih). Kesalahan ini dapat juga muncul ketika angota staf tidak engan
benar mengorientasikan ke unit perawatan pasien, ketika perawat kontrak dan
digunakan dan tidak berorientasi dengan benar, atau selama keadaan gawat
darurat. Pada staf pendidik dapat dicegah Look-Alike, Sound Alike Errors
mengajarkan staf untuk mencegah bunyi kedengarannya sama tetapi berbeda
dengan menggunakan:
1. Menuliskan dengan benar dan mengucapkan ketika mengkomunikasikan
informasi dalam pengobatan. Buat pendengar tersebut mengulang
kembali pengobatan tersebut untuk meyakinkan mereka mengerti dengan
benar.
2. Mengingatkan merek tersebut dan nama obat generik yang biasa
diucapakan dan seperti terlihat.
3. Memperhatikan potensial untuk kesalahan kesalahan pembagian ketika
menambahkan obat
4. Kelompokkan obat dengan kategori daripada dengan alpabet.
5. Mengingatkan menempatkan dalam sistem komputer dan di atas label
pada tempat pengobatan untuk tanda dokter, perawat, dan farmasi pada
masalah yang potensial.
6. Meliputi indikasi pada pengobatan dalam menolong farmasi
mengidentifikasi masalah potensial.
25
7. Melakukan check tempat atau label pengobatan selain label pasien
sebelum memberikan dosis kepada pasien (Joint Commission
International, 2007).
Terdapat enam tahapan untuk mengambil keputusan dalam pemberian
pengobatan yaitu:
1. Membuat diagnosa yang benar.
2. Mengerti patofisiologi pada penyakit tersebut, review pilihan menu dari
farmakoterapi.
3. Teliti pasien obat dan dosis yang benar.
4. Memilih poin-poin akhir atau bagian untuk mengikuti.
5. Memelihara hubungan terapeutik dg pasien. (Melmon and Morellis
Clinical Pharmacology, 2000).
Adapun untuk memberikan obat dengan tepat terdapat 6 tepat yang harus
diperhatikan yaitu:
1. Tepat obat: mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
menanyakan ada tidaknya alergi obat, menanyakan keluhan pasien
sebelum dan setelah memberikan obat, mengecek label obat, mengetahui
reaksi obat, mengetahui efek samping obat, hanya memberikan obat yang
didiapkan diri sendiri.
2. Tepat dosis: mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek
hasil hitungan dosis dengan dengan perawat lain, mencampur/mengoplos
obat.
3. Tepat waktu: mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
mengecek tanggal kadarluarsa obat, memberikan obat dalam rentang 30
menit.
4. Tepat pasien: mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
memanggil nama pasien yang akan diberikan obat, mengecek identitas
pasien pada papan/kardeks di tempat tidur pasien
5. Tepat cara pemberian: mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
mengecek cara pemberian pada label/kemasan obat.
6. Tepat dokumentasi: mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
mencatat nama pasien, nama obat, dosis, cara, dan waktu pemberian obat
(Kozier, B. Erb, G. & Blais, K. (1997).
26
II.2.1 Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit Sebagai Langkah Strategis
Keselamatan Pasien Rumah Sakit- KPRS (patient safety) adalah suatu
system dimana RS membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ni termasuk: asesment
risiko, Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
Peloporan dan analisis insiden, Kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil. Tujuan sistem keselamatan pasien RS:
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS
2. Meningkatnya akuntabilitas RS terhadap pasien dan masyarakat,
3. Menurunnya KTD di RS,
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan KTD (Buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah
sakit, Depkes R.I. 2006)
World Alliance for Patient Safety menyusun program: Six areas of action for
2005:
1. Tantangan Global Keselamatan Pasien. Focusing over an initial two-year
cycle on the challenge of health-care associated infection 2005-2006:
Clean care associated infection: Clean Care is safer Care
2. Pasien untuk Keselamatan Pasien. Involving patient organizations and
individuals in Alliance work.
3. Taxonomy untuk Keselamatan Pasien. Ensuring consistency in the
concepts, principles, norms and terminology used in patient safety work.
4. Riset untuk Keselamatan Pasien. Promoting existing interventions in
patient safety and coordinating international efforts to develop solutions.
5. Pelaporan dan Pembelajaran. Generating best practice guidelines for
existing and new reporting systems.
Programe: six areas of action (2005)
1. Speak up if you have guestions or concerns: its your right to know.
2. Pay attention to the care you are receiving.
3. Educate youself about your diagnosis, test and treatment.
4. Ask a trusted family member or friend to be your advocate.
5. Know what medications you take and why you take them.
6. Use a health care provider that rigorously evaluates itself against
safety standars.
27
7. Participate in all decisions about your care (WHO: World Alliance for
Patient safety, Forward Programme, 2004)
28
II.2.4 Indikator Patient Safety
Indikator patient safety merupakan ukuran yang digunakan untuk
mengetahui tingkat keselamatan pasien selama dirawat di rumah sakit. Indikator
ini dapat digunakan bersama dengan data pasien rawat inap yang sudah
diperbolehkan meninggalkan rumah sakit. Indikator patient safety bermanfaat
untuk menggambarkan besarnya masalah yang dialami pasien selama dirawat di
rumah sakit, khususnya yang berkaitan dengan berbagai tindakan medik yang
berpotensi menimbulkan risiko di sisi pasien. Dengan mendasarkan pada IPS ini
maka rumah sakit dapat menetapkan upaya-upaya yang dapat mencegah
timbulnya outcome klinik yang tidak diharapkan pada pasien. (Dwiprahasto,
2008).
Secara umum IPS terdiri atas 2 jenis, yaitu IPS tingkat rumah sakit dan IPS
tingkat area pelayanan.
1. Indikator tingkat rumah sakit (hospital level indicator) digunakan untuk
mengukur potensi komplikasi yang sebenarnya dapat dicegah saat pasien
mendapatkan berbagai tindakan medik di rumah sakit. Indikator ini
hanya mencakup kasus-kasus yang merupakan diagnosis sekunder akibat
terjadinya risiko pasca tindakan medik.
2. Indikator tingkat area mencakup semua risiko komplikasi akibat tindakan
medik yang didokumentasikan di tingkat pelayanan setempat
(kabupaten/kota). Indikator ini mencakup diagnosis utama maupun
diagnosis sekunder untuk komplikasi akibat tindakan medik.
29
Selain penjelasan di atas metode tim perlu menjadi strategi dalam
penanganan patient safety karena metode tim merupakan metode pemberian
asuhan keperawatan, yaitu seorang perawat profesional memimpin sekelompok
tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok
pasien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif. (Sitorus, 2006). Pada metode ini
juga memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh. Adanya pemberian
asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. (Nursalam, 2002). Jadi dengan
pemberian asuhan keperawatan yang menyeluruh kepada pasien diharapkan
keselamatan pasien dapat diperhatikan, sehingga dapat meningkatkan mutu
pelayanan.
30
b. Reservoir
Reservoir adalah tempat patogen mampu bertahan hidup tetapi dapat atau
tidak berkembang biak (Patricia, 2005). Reservoir yang paling umum
adalah tubuh manusia. Berbagai mikroogranisme hidup pada kulit dan
dalam rongga tubuh, cairan dan keluaran.
c. Portal keluar
d. Setelah mikrooganisme menemukan tempat untuk tumbuh dan
berkembang biak, mereka harus menemukan salah keluar jika mereka
masuk ke pejamu lain dan menyebabkan penyakit. Mikroorganisme dapat
keluar melalui berbagai tempat, seperti kulit dan membran mukosa,
traktus respiratorrius, traktus urinarius, traktus gastrointestinal, traktus
reproduktif dan darah.
e. Penularan
Ada banyak cara penularan mikroorganisme dari reservoir ke penjamu
(host).Penyakit infeksius tertentu cenderung ditularkan secara lebih
umum melalui cara yang spesifik. Mikroorganisme yang sama dapat
ditularkan melalui lebih dari satu rute. Misalnya, herpes zoster dapat
disebarkan melalui udara dalam nuklei droplet atau melalui kontak
langsung. Meskipun cara utama penularan mikroorganisme adalah tangan
dari pemberi layanan kesehatan, hampir semua objek dalam lingkungan
dapat menjadi alat penularan patogen. Semua personel rumah sakit yang
memberi pelayanan diagnostik dan pendukung.
f. Portal Masuk
Organisme dapat masuk kedalam tubuh melalui rute yang sama dengan
yang digunakan untuk keluar. Faktor-faktor yang menurunkan daya tahan
tubuh memperbesar kesempatan patogen masuk kedalam tubuh.
31
Kebanyakan orang menganggap bahwa infeksi silang inilah yang
dimaksud dengan infeksi nosokomial. Infeksi ditularkan dari penderita
atau anggota staf rumah sakit kependerita lainnya.
c. Infection acquired form the environtment
Keadaan lingkungan ini selalu dituduh sebagai penyebab infeksi
nosokomial. Seperti lingkungan yang kotor dalam rumah sakit, alat-alat
untuk pemeriksaan atau pengobatan. Infeksi atau keracunan dari
makanan yang disediakan dirumah sakit.
d. Self infection (infeksi diri sendiri)
Ini adalah penyebab infeksi nosokomial yang tersering. Disini kuman-
kuman jaringan tubuhnya dan menimbulkan penyakit. Misalnya pada
pemberian antibiotik flora usus. Flora usus yang tadinya tidak, oleh
karena terjadinya empat komponen yang terlihat dibawah ini merupakan
gambaran dari hospital infection. Faktor-faktor yang menentukan
terjadinya infeksi.
32
Transmisi melalui udara yang terkontaminasi dengan mikroorganisme
patogen, memiliki partikel kurang yang sama dengan mikron. Tranmisi
terjadi ketika menghirup udara yang mengandung mikroorganisme
patogen. Mikroorganisme dapat tinggal di udara beberapa waktu
sehingga penanganan khusus udara dan ventilias perlu dilakukan.
Mikroorganisme yang transmisi melalui udara adalah mycobacteroum
tuberculosis, rubeola dan varicella virus.
d. Food Borne (melalui makanan)
Transmisi mikroorganisme melalui makanan alat kesehatan dan peralatan
yang terkontaminasi dengan mikroorganisme patogen.
e. Blood Borne (melalui darah)
Terjadinya infeksi dapat berasal dari penyakit HIV, hepatitis B dan C
melalui jarum suntik yang telah terkontaminasi.
33
Pembersihan adalah membuang sampah material asing seperti otoran dan
materi organik dari suatu objek. Desinfeksi menggambarkan proses yang
memusnahkan banyak atau semua mikroorganisme, denan pengecualian
spora bakteri, dari objek yang matim Biasanya menggunakan desinfeksi
kimia atau pasteurisasi basah. Sterilisasi adalah pemusnahan seluruh
mikroorganisme termasuk spora.
b. Kontrol atau eleminasi reservoir
Untuk mengeliminasi reservoir perawat harus membersihkan cairan
tubuh, drainase, atau larutan yang dapat merupakan tempat
mikroorganisme. Perawat juga membuang sampah dengan hati-hati alat
yang terkontaminasi material infeksius.Semua institusi kesehatan harus
memiliki pedoman untuk membuang materi sampah infeksius menurut
kebijakan lokal dan negara.
c. Kontrol terhadap portal keluar
Perawat mengikuti praktik pencegahan dan kontrol untuk meminimalkan
atau mencegah organisme yang keluar melalui saluran pernafasan,
perawat harus selalu menghindari berbicara langsung menghadap pasien
Perawat harus selalu menggunakan sarung tangan sekali pakai bila
menangani eksudat. Masker, gown dan kacamata jika terdapat
kemungkinan adanya percikan dan kontak cairan. Perawat yang demam
ringan namun tetap bekerja harus memakai masker, khususnya bila
mengganti balutan atau melakukan prosedur steril. Perawat juga
bertanggung jawab mengajarkan klien untuk melindungi orang lain pada
saat bersin dan batuk. Cara lain mengontrol keluarnya mikroorganisme
adalah penanganan yang hati-hati terhadap eksudat. Cairan yang
terkontaminasi dapat dengan mudah terpecik saat dibuang ditoilet atau
bak sampah.
d. Pengendalian penularan
Pengendalian efektif terhadap infeksi mengharuskan perawat harus tetap
waspada tentang jenis penularan dan cara mengontrolnya. Bersihkan dan
sterilkan semua peralatan yang reversibel. Teknik yang paling penting
adalah mencuci tangan dengan aseptik. Untuk mencegah penularan
mikroorganisme melalui kontak tidak langsung, peralatan dan bahan
yang kotor harus dijaga supaya tidak bersentuhandengan baju perawat.
34
Tindakan yang salah sering dilakukan adalah mengangkat linen yang
kotor langsung dengan tangan memgenai seragam.
e. Kontrol terhadap portal masuk
Dengan mempertahankan integritas kulit dan membran mukosa
menurunkan kemungkinan penjamu. Tenaga kesehatan harus berhati-hati
terhadap resiko jarum suntik. Perawat harus menjaga kesterilan alat dan
tindakan invasif. Klien, tenaga kesehatan dan tenaga kebersihan beresiko
mendapat infeksi dari tusukan jarum secara tidak sengaja. Pada saat
pembersihan luka perawat menyeka bagian dalam dulu kemudian bagian
luar.
f. Perlindungan terhadap penjamu yang rentan
Tindakan isolasi atau barier termasuk penggunaan gown, sarung tangan,
kacamata dan masker serta alat pelindung lainnya. Perawatan semua
klien, kewaspadaan berdasarkan penularan perlukaan untuk memgurangi
resiko infeksi untuk klienm Tanpa memandang jenis sistem isolasi,
perawat harus mengikuti prinsip dasar yaitu : harus mencuci tangan
sebelum masuk dan meninggalkan ruang isolasi, benda yang
terkontaminasi harus dibuang untuk mencegah penyebaran
mikroorganisme, pemgetahuan tentang proses penyakit dan jenis
peenularan infeksi harus diaplikasikan paa saat menggunakan barrier
pelindung, semua orang yang kemungkinan terpapar selama perpindahan
klien diluar kamar isolasi harus dilindungi. Lingkungan yang protektif
yang digunakan untuk isolasi dapat memiliki tekanan udara yang negatif
untuk mencegah partikel infeksius mengalir keluar dari ruangan. Ada
juga kamar khusus dengan tekanan aliran positif digunakan pada pasien
yang rentan seperti resepien transplantasi.
g. Perlindungan bagi perawat
Perlindungan barier harus sudah tersedia bagi pekerja yang memasuki
kamar isolasi, penggunaan gown, sarung tangan, masker dan kacamata
pelindung. Perawat mengenakan sarung tangan bila resiko terpapar
materi infeksius, khususnya sarung tangan direkomendasikan saat
perawat ada goresan atau luka pada kulit, saat melakukan fungsi vena,
karena mereka beresiko terkena tumpahan darah atau cairan tubuh
lainnya pada tangan, dan bila mereka kurang pengalaman. CDC lebih
35
lanjut merekomendasikan bahwa sarung tangan hanya digunakan sekali
pakai.
36
perawatan yang diberikan kepada pasien di ruang gawat darurat. Perawat
memberikan prioritas pertama untuk pasien gangguan jalan nafas,
bernafas atau sirkulasi terganggu.Pasien-pasien ini mungkin memiliki
kesulitan bernapas atau nyeri dada karena masalah jantung dan mereka
menerima pengobatan pertama.Pasien yang memiliki masalah yang
sangat mengancam kehidupan diberikan pengobatan langsung bahkan
jika mereka diharapkan untuk mati atau membutuhkan banyak sumber
daya medis. (Bagus,2007).
Menurut Brooker, 2008. Dalam prinsip triase diberlakukan system
prioritas, prioritas adalah penentuan/penyeleksian mana yang harus
didahulukan mengenai penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman
jiwa yang timbul dengan seleksi pasien berdasarkan : 1) Ancaman jiwa
yang dapat mematikan dalam hitungan menit. 2) Dapat mati dalam
hitungan jam. 3) Trauma ringan. 4) Sudah meninggal.Pada umumnya
penilaian korban dalam triage dapat dilakukan dengan:
1) Menilai tanda vital dan kondisi umum korban.
2) Menilai kebutuhan medis.
3) Menilai kemungkinan bertahan hidup.
4) Menilai bantuan yang memungkinkan.
5) Memprioritaskan penanganan definitive.
6) Tag Warna.
37
untuk pasien tersebut. Hal tersebut termasuk intervensi terapeutik,
prosedur diagnostic dan tugas terhadap suatu tempat yang dapat
diterima untuk suatu pengobatan.
6) Tercapainya kepuasan pasien
a) Perawat triase seharusnya memenuhi semua yang ada di atas
saat menetapkan hasil secara serempak dengan pasien
b) Perawat membantu dalam menghindari keterlambatan
penanganan yang dapat menyebabkan keterpurukan status
kesehatan pada seseorang yang sakit dengan keadaan kritis.
c) Perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan
keluarga atau temannya.
Time Saving is Life Saving (respon time diusahakan sesingkat
mungkin), The Right Patient, to The Right Place at The Right
Time, with The Right Care Provider.
Pengambilan keputusan dalam proses triage dilakukan berdasarkan :
1) Ancaman jiwa mematikan dalam hitungan menit
2) Dapat mati dalam hitungan jam
3) Trauma ringan
4) Sudah meninggal
38
1) Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan
yang memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat
2) Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi
memerlukan penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan
3) Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa
disebabkan oleh gangguan ABC (Airway / jalan nafas, Breathing /
pernafasan, Circulation / sirkulasi), jika tidak ditolong segera maka
dapat meninggal / cacat (Wijaya, 2010)
Darurat tidak gawat (P3) Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi
memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar,
tidak ada gangguan ABC dan dapat langsung
diberikan terapi definitive. Untuk tindak lanjut
dapat ke poliklinik, misalnya laserasi, fraktur
minor / tertutup, sistitis, otitis media dan
lainnya
Tidak gawat tidak darurat (P4) Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak
memerlukan tindakan gawat. Gejala dan tanda
klinis ringan / asimptomatis. Misalnya
penyakit kulit, batuk, flu, dan sebagainya
39
Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)
KLASIFIKASI KETERANGAN
Prioritas I (merah) Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi
dan tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan
hidup yang besar. Penanganan dan pemindahan
bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas,
pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan
nafas, tension pneumothorak, syok hemoragik, luka
terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka
bakar) tingkat II dan III > 25%
Prioritas II (kuning) Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila
tidak segera ditangani dalam jangka waktu singkat.
Penanganan dan pemindahan bersifat jangan
terlambat. Contoh: patah tulang besar, combutio
(luka bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma
thorak / abdomen, laserasi luas, trauma bola mata.
Prioritas III (hijau) Perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak
perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat
terakhir. Contoh luka superficial, luka-luka ringan
Prioritas 0 (hitam) Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat
parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti
jantung kritis, trauma kepala kritis.
e. Proses Triage
Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Perawat triage
harus mulai memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat
dan melakukan pengkajian, misalnya melihat sekilas kearah pasien yang
berada di brankar sebelum mengarahkan ke ruang perawatan yang tepat.
Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan cepat,
tidak lebih dari 5 menit karena pengkajian ini tidak termasuk pengkajian
perawat utama. Perawat triage bertanggung jawab untuk menempatkan
pasien di area pengobatan yang tepat; misalnya bagian trauma dengan
peralatan khusus, bagian jantung dengan monitor jantung dan tekanan darah,
dll. Tanpa memikirkan dimana pasien pertama kali ditempatkan setelah
40
triage, setiap pasien tersebut harus dikaji ulang oleh perawat utama
sedikitnya sekali setiap 60 menit.
Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau
gawat darurat, pengkajian dilakukan setiap 15 menit / lebih bila perlu.Setiap
pengkajian ulang harus didokumentasikan dalam rekam medis.Informasi
baru dapat mengubah kategorisasi keakutan dan lokasi pasien di area
pengobatan.Misalnya kebutuhan untuk memindahkan pasien yang awalnya
berada di area pengobatan minor ke tempat tidur bermonitor ketika pasien
tampak mual atau mengalami sesak nafas, sinkop, atau diaforesis.(Iyer,
2004).
Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda - tanda objektif
bahwa ia mengalami gangguan pada airway, breathing, dan circulation,
maka pasien ditangani terlebih dahulu. Pengkajian awal hanya didasarkan
atas data objektif dan data subjektif sekunder dari pihak keluarga. Setelah
keadaan pasien membaik, data pengkajian kemudian dilengkapi dengan data
subjektif yang berasal langsung dari pasien (data primer)
41
c) Minimal (hijau). Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan
dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya :
Laserasi minor, memar dan lecet, luka bakar superfisial.
d) Expextant (hitam) Pasien mengalami cedera mematikan dan akan
meninggal meski mendapat pertolongan. Misalnya : Luka bakar
derajat 3 hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb.
5) Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan
warna : merah, kuning, hijau, hitam.
6) Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan
pengobatan diruang tindakan UGD. Tetapi bila memerlukan tindakan
medis lebih lanjut, penderita/korban dapat dipindahkan ke ruang
operasi atau dirujuk ke rumah sakit lain.
7) Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan
medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan
menunggu giliran setelah pasien dengan kategori triase merah selesai
ditangani.
8) Penderita dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat
jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka
penderita/korban dapat diperbolehkan untuk pulang.
9) Penderita kategori triase hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar
jenazah. (Rowles, 2007).
42
BAB III
ANALISA DATA
43
1. Memberikan pelayanan paripurna yang bermutu prima
kepada seluruh lapisan masyarakat;
2. Membentuk RSUD Kota Depok sebagai organisasi
pembelajar menuju Rumah Sakit Kelas B dengan
keunggulan Jejaring Pusat Stroke;
3. Meningkatkan komitmen, profesionalisme dan
produktivitas SDM RSUD Kota Depok;
4. Mengembangkan manajemen RSUD Kota Depok yang
efektif dan mandiri
44
oleh pelayanan laboratorium, Radiologi dan Farmasi yang melayani
secara 24 jam.
Kabid keperawatan
Diah fitri S.Kep
b. Struktur Organisasi
Pelaksana
POS 45
Rini, Varra, Laras, Nursalam, Satria
III.1.3 Peralatan dan Fasilitas
Fasilitas untuk pasien
a. Secara keseluruhan ruang IGD memiliki 9 bed terdiri dari
b. AC : 2 buah
c. Kursi Roda : 2 buah
d. Tempat sampah : 9 buah
e. Wastafel : 1 buah
46
3) Ruang Karu : tidak ada
4) Nurse Station : 1 pinggir ruang pasien
5) Komputer : 1 buah
6) Telepon : 1 buah
7) Kulkas : 1 buah
8) AC : 2 buah
9) Televisi : 1 buah
Alat Medik
47
16 Handscoon Stok cukup Baik
48
d. Sudah tersedia wastafel di nurse station serta handrub di ruangan.
e. Perawat di ruangan UGD sebagian besar sudah memahami peran dan
fungsinya dalam menjalankan askep
f. Adanya format renpra, catatan perkembangan dan pengkajian yang
telah dijadikan acuan ruangan, sehingga memudahkan perawat
dalam melakukan pengkajian dan pelaksanaan askep serta
pendokumentasian
g. Terciptanya lingkungan kerja yang harmonis
h. Kerjasama yang terjalin antara petugas medis dan non medis
sangat baik
i. Perawat baik dan sopan
2. Weakness
a. 100% pendidikan perawat adalah Ahli Madya Keperawatan.
b. Kurang lengkapnya pengisian askep terutama pada pengkajian dan
rencana keperawatan.
c. Belum terdapat struktur organisasi di ruang UGD.
d. Kurangnya pemberian pendidikan kesehataan pada klien yang akan
pulang.
e. Belum diterapkannya metode operan dalam pergantian shift.
f. Tidak efektifnya peraturan batas pengunjung atau pendamping
pasien di UGD.
g. Tidak ditulisnya evaluasi pasien pada saat pasien pulang.
h. Terdapat papan identitas di semua ruangan tetapi tidak digunakan
secara maksimal.
i. Penataan alat medis yang kurang tertata rapi.
j. Tidak efektifnya penggunaan Triage dalam menangani pasien.
k. Kurang mendukungnya penyediaan alat-alat tidak habis pakai di
ruangan seperti timbangan bayi maupun alat-alat emergency lainnya.
l. Jumlah perawat tidak mencukupi dibandingkan dengan beban kerja
yang ada sehingga pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan
kurang optimal.
m. Perawat seolah-olah hanya mengerjakan intervensi medik seperti
memberi obat dan memasang infus.
n. Asuhan keperawatan tidak berjalan optimal.
o. Pendokumentasian tidak maksimal.
p. Perawat sudah terbiasa dengan kondisi sekarang.
3. Oppotunities
49
a. Manajemen rumah sakit memberi kesempatan untuk pengembangan
pengetahuan perawat.
b. Adanya mahasiswa FIKES UPN Veteran Jakarta praktek profesi
manajemen yang diharapkan agen pembaharu dalam manajemen
ruangan.
c. Ruangan UGD mempunyai peluang untuk meningkatkan akreditasi.
4. Threathts
a. Semakin kritisnya masyarakat dengan kualitas pelayanan rumah
sakit, sehingga masyarakat akan lebih memilih rumah sakit yang
dianggap lebih baik.
b. Banyaknya Rumah Sakit lain yang lebih lengkap dari segi pelayanan
kesehatan maupun fasilitas.
50
moment disetiap tindakan.
7) Sterilisasi alat kurang diperhatikan dalam
melakukan tindakan perawatan luka,
pemasangan NGT, Kateter urin, dan lain
sebagainya.
8) Nasal kanul tidak selalu diganti untuk
pasien yang berbeda.
9) Tidak efektifnya peraturan batas
pengunjung ke UGD sehingga terkadang
UGD dipenuhi oleh pendamping pasien.
10) Belum adanya pemiahan alat-alat yang
digunakan untuk mengukur tanda-tanda
vital, urine dan defekasi antara pasien
infeksi dan non infeksi.
51
kegawat daruratan pasien.
5) Penggunaan ruangan tidak sesuai dengan
fungsinya.
III.1.5 POA
N URAIAN TUJUAN SASARA METOD MEDIA DANA WAKTU PJ
O KEGIATAN N E
1.Mini bag berisi
APD
(termometer, )
52
53