Вы находитесь на странице: 1из 22

Optimasi Deteksi Dini Potato Virus Y (PVY) Pada Kentang Solanum

tuberosum L. varietas Kalosi Dengan Teknik ELISA (Enzyme Linked


Immunosorbent Assay)

A. Masniawati, Tutik Kuswinanti, Risco B. Gobel, Indah Toyyibah

ABSTRACT
A research about Optimization of Early Detection of Potato Virus Y (PVY) in Potato
Solanum tuberosum L. varieties Kalosi by ELISA Technique (Enzyme linked immunosorbent
assay) was done. The purpose of this research was to determine the level of sensitivity of the
combination of antibody and antigen dilutions with ELISA technique in detecting the virus
PVY in potato plants. The research was carried out in the Laboratory of Agricultural
Biotechnology, Research Center of Hasanuddin University, Makassar. Sample was tested
using extracts of potato tuber varieties kalosi Generation 2. Leaf extract of infected potato
was used as positive control, and buffer extract as a negative control. In the early stages of a
process of optimization of the ELISA reagents through the process of sample extraction
positive control, dilutions of antigen and antibodies was used. It was aimed to determine the
minimum level of dilution that can still be used to detect the virus PVY. Observation
measured by Elisa Reader that operated in wavelength 405 nm. Positive result signed if tested
samples has average point more than 2x point of negative sample. The results showed that the
optimization of some level of dilution suggests that the level of antigen dilutions up to 10-4
could still detect the presence of the virus PVY and the maximum level of antibody dilution
is 1:1200. Testing the results against the potato tuber varieties kalosi on a combination of
antibodies (10-3) with antigen (10-3) did not reveal any positive reaction to the virus PVY.

Keywords: PVY virus disease, ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay), potato seed tubers

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kentang merupakan salah satu makanan pokok dunia di samping gandum, padi, dan

jagung dengan kemampuan produksi perhektar lebih tinggi dibanding ketiga pangan pokok

tersebut (Duriat, 1985).

Produksi kentang di Indonesia masih rendah. Produktivitas kentang di Sulawesi

Selatan misalnya, dari tahun 1998-2002 baru mencapai 7,02 ton perhektar, sementara potensi

hasilnya dapat mencapai 30 ton perhektar. Sedangkan menurut Rukmana (1997) bahwa

dengan pemeliharaan yang intensif, sebenarnya produktivitas kentang dapat mencapai 30 - 35

ton perhektar.
Kebutuhan bibit kentang nasional setiap tahunnya diprediksi mencapai 120.000 ton

padahal kualitas produksi kentang yang dihasilkan sangat ditentukan oleh mutu benih atau

bibit awal yang digunakan dalam budidaya. Selama ini kebutuhan bibit yang sehat dan

bermutu baru dapat tercukupi sekitar 2.100 ton, yang sebagian besar adalah import (Pitojo,

2004). Jumlah bibit bermutu yang dipasok oleh penangkar sangat terbatas, dilain pihak bibit

impor bermutu tinggi harganya sangat mahal. Kondisi ini menyebabkan para petani enggan

untuk menggunakan bibit bermutu (bersertifikat) untuk proses produksi. Selain itu tingginya

serangan hama dan penyakit dan rendahnya penguasaan teknologi baru juga merupakan

masalah yang perlu segera ditangani (Masjkur, 2001 dalam Baharuddin, 2005).

Umumnya petani memperoleh bibit dengan menyisihkan sebagian umbi dari hasil

panennya yang berukuran kecil tanpa melakukan seleksi bibit, atau dari petani lain berupa

bibit lokal yang tidak diketahui asal-usulnya (Duriat, 1985).

Banyaknya penyakit pada kentang yang terbawa benih akibat penggunaan benih

secara turun-temurun menjadi penyebab tingginya intensitas serangan penyakit khususnya

oleh virus. Penyakit tersebut bisa menyebabkan daya hasil atau produksi kentang menurun

hingga 100% (Setiadi dan Nurulhuda, 2005). Salah satunya adalah Potato Virus Y (PVY) yang

merupakan virus paling penting pada kentang yang dapat menurunkan produksi kentang 40-

80% (Afiyanti, 2008 dalam Semangun, 2004).

Penggunaan benih sehat yang bebas atau berkadar virus rendah perlu dipersyaratkan

karena terbukti bahwa makin rendah kelas benih (G 2, G3, G4, dan non-sertifikat), makin tinggi

persentase virus setelah benih ditanam di lapang (Mulyana , 2005; Pradjadinata , 2005 dalam

Pengenalan Penyakit Patogen, 1983), yaitu benih yang tidak bersertifikat memiliki

kandungan virus 6-7 kali lipat.

Pencegahan penggunaan bibit yang terinfeksi virus dapat dilakukan melalui deteksi

dini penyakit virus sebagai salah satu upaya mengurangi infeksi virus dan munculnya penyakit
di lapangan. Teknik deteksi patogen pada benih kentang dapat dilakukan dengan metode

konvensional melalui pertumbuhan pada media yang dilanjutkan dengan pengamatan

mikroskopis. Metode ini membutuhkan waktu yang lama dan dilakukan pada benih yang

menampakkan gejala. Metode lainnya adalah dengan menggunakan teknik ELISA

memanfaatkan antibodi spesifik dalam proses pengerjaannya (Manzila, 2003).

ELISA digunakan dalam bidang imunologi untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau

antigen dalam suatu sampel. Penggunaan ELISA melibatkan setidaknya satu antibodi dengan

spesifitas untuk antigen tertentu. Metode ELISA telah berkembang sampai tingkatan yang

sangat sulit untuk membuat generalisasi tentang kemampuan kinerja berbagai konfigurasi.

Namun dalam hal ini, teknik ini dimulai dengan menggunakan konfigurasi sederhana dengan

substrat yang padat. Assai asli menggunakan permukaan gelas yang sebelumnya telah

diperlakukan untuk meningkatkan adsorbsi baik antigen maupun antibodi. Sekarang

komponen plastik telah hampir secara universal diterima sebagai pilihan dari substrat padat

yang hingga kini telah tersedia plastik dengan berbagai daya adsorbsi yang dapat

menyederhanakan metode ini (Sarmoko, 2008).

Teknik ELISA mempunyai beberapa kelebihan yang didasarkan pada kesederhanaan

dalam proses pengerjaannya, tidak membutuhkan peralatan yang rumit serta tidak

membutuhkan proses ekstraksi, elektroforesis dan pewarnaan seperti yang dilakukan pada

metode PCR. Selama ini, uji serologi dengan menggunakan metode ELISA dikatakan kurang

sensitif jika dibandingkan dengan metode molekuler. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan

pengulangan hingga beberapa kali agar keakuratannya bisa bertambah.

Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan pengujian keberadaan PLRV, PVY, dan

PVX pada kentang varietas granola, atlantik, super john, raja, kalosi dan masale dengan teknik

ELISA (Masira Salahuddin 2009), dari pengujian tersebut hanya sampel planlet kentang
varietas Kalosi yang positif mengandung virus Y (PVY) sedangkan pada varietas lainnya

negatif. Oleh karena itu, untuk mengetahui seberapa jauh keberadaan PVY pada tanaman

kentang varietas kalosi generasi 2 (G2) maka diadakan penelitian untuk mendeteksi virus

PVY dengan teknik ELISA dengan kombinasi tingkat pengenceran antibodi dan antigen.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat sensivitas dari kombinasi

pengenceran antibodi dan antigen dengan teknik ELISA dalam mendeteksi virus PVY pada

tanaman kentang.

Penelitian ini diharapkan nantinya dapat bermanfaat untuk proses seleksi dalam

memperoleh bibit kentang yang sehat dan bebas virus.

METODOLOGI PENELITIAN
Bahan dan Alat

3.1.1 Bahan

Bahan yang digunakan adalah general ekstrak buffer, aquades, Conjugated Antibodi

PVY (coat protein), antibodi (PVY), daun kentang terinfeksi PVY sebagai kontrol positif

PVY, umbi kentang varietas Kalosi generasi dua (G2), coating buffer, PBST (phosphate

buffer saline tween), ECM buffer, larutan PNP (para-nitrophenyl phosphate), PNP buffer,

NAOH 3 M, dan kertas tissue (woollpaper).

3.1.2 Alat

Alat-alat yang digunakan adalah mikroplate ELISA, EID Reader BIO-RAD Model

550, pipet Eppendorf 100 l, pipet tip steril 100 l, mortar dan pestel, erlemeyer, hot plate

dan pH meter.

3.2 Metode Pelaksanaan

3.2.1 Penyediaan Larutan untuk ELISA


Larutan yang perlu disediakan yaitu Coating Buffer (1X) 1000 ml (Lampiran 1),

PBST/Wash Buffer (1X) 1000 ml (Lampiran 1), ECM Buffer (1X) 1000 ml (Lampiran 1),

PNP Buffer (1X) 1000 ml (Lampiran 1), dan General Exctraction Buffer (GEB 1X) 1000 ml

(Lampiran 1).

3.2.2 Proses Ekstraksi dan Pengenceran Antigen

Untuk kontrol positif digunakan daun tanaman kentang yang terinfeksi PVY,

selanjutnya dideteksi terlebih dahulu menggunakan ELISA. Jika pada daun yang bergejala

tersebut memberikan reaksi yang positif, maka pengujian dilanjutkan untuk mendeteksi

keberadaan virus PVY pada sampel umbi G2 varietas Kalosi. Pertama-tama daun kentang

ditimbang sebanyak 1 g kemudian digerus bersama 1 ml General Extrak Buffer menggunakan

mortal (perbandingan 1 : 1 (g/ml)). Kemudian hasil ekstraksi tersebut diencerkan dengan

GEB dengan perbandingan 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6 dengan metode pengenceran

bertingkat.
3.2.3 Proses Pengenceran Antibodi
Antibodi yang digunakan adalah antibodi khusus PVY. Selanjutnya antibodi

diencerkan dengan Coating Buffer dengan menggunakan perbandingan 1 : 200, 1 : 400, 1 :

600, 1 : 800, 1 : 1000, dan 1 : 1200.

3.2.5 Tahapan ELISA


Pada tahapan ini digunakan dua buah mikroplate, sumuran mikroplate pertama diisi

dengan 100 l antibodi yang telah dilarutkan dalam coating buffer dengan perbandingan 1 :

200 dan lubang mikroplate kedua diisi dengan 100 l hasil pengenceran antibodi ( 1 : 200, 1 :

400, 1 : 600, 1 : 800, 1 : 1000, dan 1 : 1200 ), kemudian diinkubasikan pada kotak lembab

dengan temperatur ruang selama 4 jam. Larutan dalam mikroplate dibuang dan kemudian

dicuci dengan PBST sampai 8 kali. Lalu dikeringkan dengan cara membalik dan menepuk-

nepukkan pada kertas tissue. Kemudian sumuran mikroplate pertama diisi dengan 100 l
pengenceran antigen dari hasil ekstraksi sampel daun kentang dengan pengenceran 10-1, 10-2,

10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6 dan sumuran mikroplate kedua diisi dengan 100 l hasil ekstraksi daun

kentang dengan ekstrak buffer (1:1 g/ml). Kontrol positif dan kontrol negatif dimasukkan ke

dalam sumuran mikroplate dengan perbandingan 1 : 1, kemudian diinkubasikan pada suhu

ruang selama 2 jam. Setelah itu sumuran mikroplate dicuci kembali dengan PBST 1X sampai

8X.
ECM Buffer disediakan 10 menit sebelum waktu inkubasi berakhir. Semua mikroplate

diisi dengan 100 l enzim konjugat yang telah dilarutkan dengan konjugat buffer dengan

perbandingan 1 : 200. Kemudian plate ditutup dengan kertas tissue lembab, lalu diinkubasi

pada suhu ruang selama 2 jam. Setelah itu, lubang mikroplate dicuci dengan PBST sampai 8

kali.
Selanjutnya disediakan larutan PNP dalam substrat buffer kira-kira 15 menit sebelum

waktu inkubasi dengan takaran 1 mg / ml. sumuran mikroplate diisi dengan 100 l larutan

PNP lalu mikroplate tersebut diinkubasi pada suhu ruang dalam kotak lembab selama 30 - 60

menit. Untuk menghentikan reaksi, ditambahkan 5 l NaOH 3M pada mikroplate. Pembacaan

hasil dilakukan dengan menggunakan ELISA reader dengan panjang gelombang 405 nm.

3.3 Uji Terhadap Umbi Kentang Solanum tuberosum L. varietas Kalosi Generasi 2 (G2)
Hasil dari optimasi deteksi dini PVY ini akan diujikan pada umbi kentang varietas

Kalosi generasi 2 (G2) yaitu hasil optimasi pada pengenceran antigen dikombinasikan dengan

hasil optimasi pengenceran antibodi dengan tahapan ELISA yang sama pada awal pengerjaan.
3.4 Pengamatan
Pengamatan hasil ELISA dilakukan secara:
1. Kualitatif dengan adanya perubahan warna menjadi kuning pada reaksi pengujian di

mikroplate jika sampel yang diuji mengandung virus. Semakin tinggi intensitas warna

yang terbentuk, maka semakin tinggi pula konsentrasi virus yang terdapat pada

sampel.
2. Kuantitatif dari nilai absorbance yang diukur akan terekam pada kertas yang terdapat

pada ELISA Reader dengan panjang gelombang 405 nm. Nilai kuantitatif dihitung

setelah mikroplate dimasukkan pada ELISA Reader. Sampel uji dinyatakan positif
terinfeksi virus, jika nilai pembacaan ELISA Reader menunjukkan nilai dua kali

nilai absorbance yang dibaca pada kontrol negatif.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Hasil pengujian Potato Virus Y (PVY) dari pengenceran antibodi dan antigen pada

tanaman kentang dan hasil pengujian terhadap umbi kentang varietas kalosi generasi 2 (G2)

terlihat pada tabel berikut:

Tabel 1: Nilai absorbansi ELISA Reader hasil pengenceran antigen dari sampel kontrol positif
Perlakua
n Ulangan
Antigen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1,47
A 1,516 1,515 1,442 1,385 1,334 1,349 1,329 1,355 1,311 1,313 1,462
1
0,65
B 0,643 0,645 0,657 0,646 0,606 0,636 0,612 0,409 0,592 0,593 0,615
6
0,43
C 0,443 0,439 0,426 0,435 0,439 0,426 0,410 0,407 0,407 0,402 0,412
4
0,17
D 0,159 0,168 0,160 0,164 0,161 0,155 0,161 0,157 0,151 0,152 0,158
3
0,07
E 0,075 0,077 0,081 0,074 0,078 0,081 0,077 0,079 0,081 0,081 0,081
9
0,07
F 0,078 0,076 0,085 0,076 0,307 0,074 0,074 0,077 0,078 0,072 0,081
9
G
1,3 1,2 0,0 0,0
H
38 48 72 73
Sumber : Data Primer sebelum diolah, 2011

Keterangan :

A = 10-1 C = 10-3 E = 10-5

B = 10-2 D = 10-4 F = 10-6

Nilai absorbansi ELISA Reader

Nilai absorbansi kontrol positif


Nilai absorbansi kontrol negatif

Tabel 2: Nilai rata-rata absorbansi ELISA Reade hasil pengenceran antigen dari sampel
kontrol positif

Nilai Absorbansi
Tingkat Pengenceran sampel Keterangan
rata-rata PVY
-1 Keter
10 1,399 +
10-2 0,609 + anga
-3
10 0,423 +
-4
10 0,159 + n:
10-5 0,079 -
-6
- 10 0,096 - =
Kontrol (+) 1,293 +
Kontrol (-) 0,073 tidak
2x Kontrol (-) 0,146
mengandung virus (nilai <2x kontrol negatif)

+ = mengandung virus (nilai 2x kontrol negatif)

Pada pembacaan nilai absorbansi ELISA Reader tanaman kentang (sampel kontrol

positif), nilai kontrol negatif yang dijadikan standar acuan untuk PVY adalah sebesar 0,072

dan 0,073 dengan nilai rata-rata (Tabel 2) sebesar 0,073 dan kontrol positif sebesar 1,338 dan

1,248 dengan nilai rata-rata (Tabel 2) adalah sebesar 1,293.

Pada tabel 2. Menunjukkan nilai absorbansi rata-rata pengenceran antigen kontrol

positif yaitu untuk (10-1) 1-12 sebesar 1,399; (10-2) 1-12 sebesar 0,609; (10-3) 1-12 sebesar

0,423; (10-4) 1-12 sebesar 0,159; (10-5) 1-12 sebesar 0,079; dan (10-6) 1-12 sebesar 0,096.

Pada pengenceran antigen 10-1 sampai 10-4 memperlihatkan nilai yang berada pada kisaran

dua kali kontrol negatif sehingga dapat disimpulkan bahwa pada pengenceran tersebut

mampu mendeteksi keberadaan PVY pada kontrol positif sedangkan pengenceran 10 -5 dan 10-
6
tidak memperlihatkan nilai yang berada pada kisaran dua kali kontrol negatif sehingga

disimpulkan pada pengenceran tersebut tidak terdeteksi lagi keberadaan virus PVY.
Tabel 3: Nilai absorbansi ELISA Reader pada kontrol positif dengan beberapa tingkat
Tingkat Pengenceran Nilai Absorbansi Keterangan
Perlakua
n Antibodi rata-rata PVY
Ulangan
Antibodi
1 21 : 200
3 4 5 6 2,140
7 8 9 10+ 11 12
2,1 2,2 2,2 2,1 2,0 2,1 2,1 2,1 2,0 2,1 2,1 2,1
A 1 : 400 1,302 +
18 03 06 30 46 82 45 36 63 82 33 40
1,2 1,5 1,3 1,1 1,2 1,2 1,2 1,2 1,3 1,2 1,2 1,3
B 1 : 600 0,677 +
87 05 42 88 65 45 82 71 10 88 96 47
0,7 0,8 0,7 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,5 0,6 0,6 0,7
C
87 56
1 : 800
09 71 10 60
0,575
26 74 26 18
+ 21 69
0,6 0,7 0,6 0,5 0,5 0,5 0,5 0,4 0,5 0,4 0,5 0,5
D
70 25
1 : 1000
10 76 43 73
0,368
47 92 47 98
+ 57 60
0,2 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,2 0,3 0,4 0,6 0,6 1,1
E
02 54
1 : 1200
48 27 52 73
0,366
42 41 16 16
+ 48 91
0,1 0,1 0,1 0,1 0,2 0,2 0,6 1,1 0,7 0,3 0,2 0,2
F
33
Kontrol
02 18
(+) 16 34 96
2,112
01 31 84 71
+ 18 83
G Kontrol (-) 0,041
2,1 2,0 0,0 0,0
H
41 2x
82 Kontrol (-) 47 43 0,082

pengenceran antibodi
Sumber : Data Primer sebelum diolah, 2011

Keterangan :

A = 1 : 200 C = 1 : 600 E = 1 : 1000


B = 1 : 400 D = 1 : 800 F = 1 : 1200
Nilai absorbansi ELISA Reader Nilai absorbansi kontrol negatif

Nilai absorbansi kontrol positif

Tabel 4 : Nilai rata-rata absorbansi ELISA Reader pada kontrol positif dengan beberapa
tingkat pengenceran antibodi

Keterangan :

= tidak mengandung virus (nilai <2x kontrol negatif)

+ = mengandung virus (nilai 2x kontrol negatif)

Pada pembacaan nilai absorbansi ELISA Reader pada kontrol positif (hasil

pengenceran antibodi), nilai kontrol negatif (Tabel 3) yang dijadikan standar acuan untuk

PVY adalah sebesar 0,047 dan 0,043 dengan nilai rata-rata (Tabel 4) sebesar 0,041 dan
kontrol positif (Tabel 3) sebesar 2,141 dan 2,082 dengan nilai rata-rata (Tabel 4) adalah

sebesar 2,112.

Pada tabel 4. Menunjukkan nilai absorbansi rata-rata pengenceran antibodi pada

kontrol positif yaitu untuk (1:200) 1-12 sebesar 2,140; (1:400) 1-12 sebesar 1,302; (1:600) 1-

12 sebesar 0,677; (1:800) 1-12 sebesar 0,575; (1:1000) 1-12 sebesar 0,368; dan (1:1200) 1-12

sebesar 0,366. Pada pengenceran antibodi 1 : 200 sampai 1 : 1200 memperlihatkan nilai yang

berada pada kisaran dua kali kontrol negatif sehingga dapat disimpulkan bahwa pada semua

pengenceran antibodi tersebut masih dapat mendeteksi PVY.

Tabel 5: Nilai absorbansi ELISA Reader uji penyakit PVY pada umbi kentang varietas kalosi
pada kombinasi antibodi (10-3) dengan antigen (10-3)
Perlakuan Sumber :
Kombinas
i Ulangan
Ab/Ag
(10-3/10-3)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
A 0,378 0,280 0,265 0,256 0,276 0,275 0,270 0,268 0,280 0,274 0,272 0,280
B 0,275 0,305 0,302 0,246 0,238 0,251 0,251 0,256 0,241 0,260 0,253 0,288
C 0,312 0,299 0,259 0,273 0,257 0,295 0,265 0,277 0,268 0,264 0,279 0,277
D 0,342 0,311 0,332 0,269 0,265 0,257 0,270 0,281 0,246 0,254 0,250 0,284
E 0,411 0,296 0,292 0,251 0,266 0,261 0,307 0,248 0,246 0,241 0,266 0,282
F 0,381 0,296 0,262 0,256 0,262 0,267 0,264 0,270 0,260 0,263 0,282 0,213
G
H 1,957 0,735 0,245 0,293

Data Primer sebelum diolah, 2011

Keterangan :

A F (1) = Kombinasi antibodi (10-3) dengan antigen (10-3)

2 12 = Ulangan perlakuan

Nilai absorbansi ELISA Reader

Nilai absorbansi kontrol positif

Nilai absorbansi kontrol negatif


Tabel 6: Rata-rata nilai absorbansi ELISA Reader uji penyakit PVY pada umbi kentang
varietas kalosi pada kombinasi antibodi (10-3) dengan antigen (10-3)

Nilai Absorbansi Rata-rata PVY


pada kombinasi pengenceran Keterangan
antibodi (10-3) dan antigen (10-3)

0,281 -

0,263 -

0,277 -

0,280 -

0,281 -

0,273 -

Kontrol (+) 1,346 +

Kontrol (-) 0,269

2x Kontrol (-) 0,538

Keterangan :

- = tidak mengandung virus (nilai <2x kontrol negatif)

+ = mengandung virus (nilai 2x kontrol negatif)

Pada pengujian nilai absorbansi ELISA Reader pada tanaman kentang varietas Kalosi

G2 pada kontrol negatif yang dijadikan standar menunjukkan nilai 0,245 dan 0,293 dengan

nilai rata-rata sebesar 0,538 dan kontrol positif menunjukkan nilai 1,975 dan 0,735 dengan

nilai rata-rata sebesar 1,346. Pada pengujian ini, nilai absorbansi pada kombinasi

pengenceran antibodi (10-3) dengan antigen (10-3) menunjukkan nilai rata-rata 0,281 dan pada

pengulangan berikutnya menunjukkan nilai rata-rata 0,263, 0,277, 0,280, 0,281 dan 0,273.

Terlihat pada pengujian ini, keseluruhan nilai rata-rata absorbansi menunjukkan nilai yang
tidak jauh berbeda dari standar acuan pada kontrol negatif, sehingga dapat dikatakan bahwa

kombinasi pengenceran antibodi dan antigen pada tingkat pengenceran 10 -3 tidak

mengandung virus PVY.

ac
b

c
c d
Gambar 1. Hasil deteksi PVY dengan beberapa pengenceran antigen dari sampel kontrol
positif. Keterangan: a = tingkat pengenceran antigen, b = ulangan, c = kontrol
positif, d = kontrol negatif.

Gambar 2. Hasil deteksi PVY pada sampel kontrol positif dengan beberapa tingkat
pengenceran antibodi. Keterangan: a = tingkat pengenceran antigen, b =
ulangan, c = kontrol positif, d = kontrol negatif.

b
a

c d

Gambar 3. Hasil uji penyakit PVY pada umbi kentang varietas kalosi pada kombinasi
antibodi (10-3) dengan antigen (10-3). Keterangan: a = tingkat pengenceran
antigen, b = ulangan, c = kontrol positif, d = kontrol negatif.

Pada sumuran mikroplate (Gambar 1,2,3), ketebalan warna yang dihasilkan

menunjukkan antigen yang berikatan dengan antibodi dengan kata lain intensitas warna

kuning tergantung dari konsentrasi antigen yang terdeteksi.

4.2 Pembahasan

Keberhasilan pada tahap awal yang dimulai dari skrining laboratorium hingga Screen

House, tidak memberikan jaminan bebas virus untuk generasi berikutnya disebabkan adanya

kemungkinan terinfeksi virus pada saat di lapangan. Menurut Wahyuni (2005), hal ini terkait

dengan sejauh mana pencegahan terhadap faktor penularan virus seperti serangga vektor,

nematoda, jamur, perlukaan baik melalui manusia, hewan atau antar tanaman sehat dan

tanaman yang terinfeksi.

Menurut Manzila et al. (2003) bahwa, kepekatan virus pada bagian tanaman berbeda-

beda sehingga dianjurkan memilih bagian tanaman yang jelas terlihat gejalanya dan

penggerusan sampel dengan ekstrak buffer yang paling efektif adalah dengan pengenceran

100 atau dengan perbandingan 1 : 10. Namun jika kepekatan virus pada tanaman tinggi,

pengenceran ekstrak tanaman dapat ditingkatkan mencapai 10-3.


Pada penelitian ini dilakukan dua pengenceran yang berbeda yaitu pada antigen dan

antibodi pada tanaman kentang varietas kalosi sebagai sampel kontrol positif. Pengenceran

ini dilakukan untuk mengetahui pengenceran minimal yang masih bisa digunakan untuk

mendeteksi virus. Adapun hasil pengamatan pada pengenceran antigen, nilai absorbansi

ELISA Reader pada pengenceran 10-1 hingga 10-4 pada tanaman kentang varietas kalosi

menunjukkan adanya reaksi positif terhadap penyakit PVY. Dimana sampel dikatakan positif

mengandung protein virus apabila nilai absorbansinya menunjukkan nilai yang besarnya dua

kali atau lebih dari nilai kontrol negatif yang dimaksudkan.

Berdasarkan hal tersebut, pengenceran antigen hingga 10 -4 masih dapat mendeteksi

keberadaan virus PVY. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada bagian tanaman yang

digerus dengan ekstrak buffer mengandung virus dengan kepekatan tinggi sehingga pada saat

pemberian pNPP sampel menunjukkan perubahan warna yang signifikan. Burges, (1995)

menyatakan dalam hubungannya dengan deteksi antigen atau virus, sensivitas dapat diartikan

kemampuan untuk mendeteksi antigen dalam jumlah sedikit atau untuk mendeteksi respon

imun yang kecil. Spesifisitas berkaitan dengan kemampuannya untuk membedakan antigen

yang sangat erat hubungannya atau membedakan respon imun terhadap antigen yang

berkaitan erat.

Sedangkan pada pengenceran antibodi, nilai absorbansi pada semua tingkat

pengenceran yaitu 1:200, 1:400, 1:600, 1:800, 1:1000 dan 1:1200 menunjukkan reaksi positif

terhadap penyakit PVY. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sifat spesifisitas dimana

antibodi mampu bereaksi secara spesifik terhadap antigen dalam hal ini PVY sehingga

sampai pengenceran maksimal tersebut antibodi masih menunjukkan reaksi yang positif.

Menurut Hall (1987) dalam Goding (1986) kini antibodi monoklonal diproduksi terhadap

antigen dengan spesifisitas yang telah ditentukan dan dipakai untuk penyidik pada enzim

imunoasai yang cepat dan dengan rerprodusibilitas tinggi.


Hasil uji kombinasi pengenceran antibodi (10-3) dengan antigen (10-3) pada umbi

kentang varietas kalosi diperoleh nilai absorbansi yang menunjukkan angka yang berada

pada kisaran kontrol negatif, sehingga disimpulkan tidak ada virus PVY yang terdeteksi pada

sampel yang di uji. Hal ini kemungkinan disebabkan karena umbi bibit generasi 2 yang

digunakan sebagai sampel terbukti telah sesuai dengan standar sertifikasi. Kemungkinan

lainnya adalah apabila tanaman kentang generasi 2 ini terinfeksi PVY, infeksi virus ini belum

sampai menginfeksi umbinya. Pitojo (2004) mengatakan bahwa standar pemeriksaan untuk

memperoleh sertifikasi sebagai bibit yang terbebas dari beberapa penyakit yaitu untuk jenis

penyakit yang disebabkan oleh virus, G0 dan G1 adalah 0%, G2 (0,1%), G3 (0,3%), dan G4

(2%). Penyakit busuk daun yang disebabkan oleh Phytophthora serta penyakit lainnya, untuk

G0 dan G1 (1%), G2, G3 dan G4 (10%).

Pengamatan hasil reaksi pada penelitian ini dapat juga dilihat berdasarkan perubahan

warna yang terjadi pada substrat pereaksi sesuai dengan label atau imunoprob konjugat Ab-

enzim yaitu dalam hasil ini warna yang terbentuk adalah warna kuning pada sumuran

mikroplate. Pada penelitian ini senyawa kimia yang digunakan sebagai media (substrat) untuk

reaksi enzimatik adalah p-nitrophenyl phosphatae (PNPP). Menurut Suryadi, dkk (2009)

dalam Priou (2001) bahwa enzim Alkaline phosphatase (AP) memerlukan PNPP yang

dilarutkan dalam diethanolamine 10%, substrat ini dihidrolisis oleh enzim menjadi p-

nitrophenyl (PNP) yang berwarna kuning. Semakin tinggi intensitas warna yang terbentuk,

semakin tinggi pula konsentrasi virus yang terdapat pada sampel. Menurut Suryadi, dkk

(2009) dalam Converse dan Martin (1990) bahwa perubahan warna terjadi akibat hidroliza

enzimatik pada reaksi antara konjugat antibodi-enzim dengan substratnya, sehingga hasil

ELISA lebih peka dan dapat dikuantifikasi.

Keberadaan virus dalam jumlah yang relatif rendah kadangkala tidak menimbulkan

gejala atau bersifat laten dan tidak dapat dilihat sehingga pada saat penanaman di lapangan
gejalanya barulah terlihat (Thomas dan Geering, 2005). Oleh karena itu perlu

dipertimbangkan tentang proses perbanyakan tanaman dimulai dari pembenihan hingga

perbanyakan di lapangan karena menurut Hans (1994) infeksi oleh virus dapat menyebabkan

penurunan bahkan kehilangan hasil sehingga mempengaruhi kuantitas dan kualitas produksi.

Semakin lama umur tanaman maka akumulasi virus di dalam jaringan tanaman akan semakin

meningkat sehingga usaha pengendaliannya sulit dilaksanakan. Dengan adanya deteksi dini

pada planlet dan umbi kentang akan mengeliminasi virus sebagai tindakan pencegahan

terhadap penyebarannya di lapangan. Penggunaan metode secara biomolekuler seperti Uji

Serologi (ELISA) telah dapat mendeteksi konsentrasi virus hingga pengenceran antigen 10 -4

dan antibodi 1:1200.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil pengujian terhadap virus PVY dengan menggunakan metode ELISA, maka

dapat disimpulkan bahwa:

1. Sampel daun kentang sebagai kontrol positif dengan pengenceran antigen hingga 1 :

10000 dan pengenceran antibodi hingga 1 : 1200 masih mampu mendeteksi

keberadaan PVY.
2. Umbi kentang varietas kalosi sebagai bahan uji pada kombinasi antibodi (10 -3) dengan

antigen (10-3) tidak ditemukan adanya reaksi positif terhadap virus PVY.

5.2 SARAN

Sebaiknya pada penelitian ELISA selanjutnya, konsentrasi antibodi PVY yang

digunakan adalah 1 : 1200 berdasarkan hasil optimalisasi yang diperoleh dalam penelitian

ini.
DAFTAR PUSTAKA

Afiyanti, M., 2008. Deteksi Potato Mosaik Virus Y (PVY) Pada planlet, G0 dan G2
Tanaman Kentang Varietas Atlantik dalam Semangun, H. 2004. Penyakit-penyakit
Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Agrios, G.N., 1996. Ilmu Penyakit Tuimbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Anonim. 2007. Kentang. http:/id.wikipedia.org/wiki/kentang diakses tanggal 20 Oktober


2010.

Anonim. 2008. Peluang Investasi Agrobisnis Kentang. http://www/garutkab.co. id diakses


tanggal 21 Oktober 2010.

Aqifah, I. 2009. Sejarah Kentang Kalosi. http:// istana aqi fah .b l o g spot .com / 2009/
02/kota-santri.html diakses tanggal 4 Maret 2011.

Arai, K., Doi, Y.K. and Asuyama, H. 1969. Ann. Phytopath. Soc. Japan. Columbia
University. New York. USA. 35: 10.
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ICTVdb/ICTVdB/.potato leafroll virus).

Astawan, M. 2004. Kandungan Gizi Di Dalam Kentang. http://www.gizi.net /cgi-


bin/berita/fullnews.cgi?newsid1 diakses tanggal 21 Agustus 2011.

Athoriyah, B., 2008. Pengamatan Intensitas Serangan dan Deteksi Dini Penyakit PLRV
(potato leafroll virus; polerovirus) Pada Tanaman Kentang ( Solanum
tuberosum L.) Dengan Metode DAS ELISA Secara Langsung. Skripsi Jurusan
Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin.
Makassar.

Baharuddin. 2005. Penerapan Sistem Perbenihan Kentang Industri Berbasis Paket


Bioteknologi Ramah Lingkungan. Proposal Riset Andalan Perguruan Tinggi dan
Industri (RAPID). Universitas Hasanuddin. Makassar.

Barnes, L. and Evian, C. 2006. Life with HIV and AIDS (2nd ed.). Gallo Manor: Awareness
Publishing Group (Pty) Ltd.

Burrows, M.E. and Thomas, A. Z. 2005. Virus Problems of Potato. USDA-ARS and
Department of Plant Pathology. Cornell University. Ithaca. NY 14853.

Converse, R.H. and Martin., 1990. ELISA Methods for Plant Viruses. in Hampton, R. and
S.H. De Boer (Eds). Serological Methods for Detection and Identification of Viral
and Bacterial Plant Pathogens. A Laboratory Manual. The APS Press. St. Paul.
Minnesota.
Duriat, A.S.S. 1985. Pengenalan Penyakit Patogen dalam Pengembangan Kentang di
Indonesia. Penerbit Ghalia Indonesia.

Goodman, R.N., Kiraly, Z. and Wood, K.R. 1986. The Biochemistry and Physiology of
Plant Disease. University of Missouri Press. Columbia.

Hall, R.A. 1987. Penggunaan Antibodi Monoklonal Dalam ELISA dalam Goding, J.W.
1986. Monoclonal Antibodies: Principles and practice. Academic Press. New York,
edisi ke-2.

Kojima, M., Shikata, E., Sugawara, M. and Murayama, D. 1969. Virology 39:162.In:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ICTVdb/ICTVdB/. Potato leafroll virus. In: ICTVdB
The Universal Virus database, version 3. Buchen Osmond, C. (Ed), ICTVdB
Management. Columbia University. New York. USA.

Lequin, R.M. 2005. Enzyme Immunoassay (EIA)/Enzyme-Linked Immunosorbent Assay


(ELISA). Clinical Chemistry. 51 (12): 24152418.

Mahfud, C.M. dan Suryadi, A. 2006. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Kentang
Secara Terpadu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa Timur.

Manzila, I., Machmud, M., Jumanto, dan Suryadi., 2003. Evaluasi Lapangan Perangkat
ELISA Dengan Antibodi Poliklonal Untuk Deteksi dan Identifikasi RRSV dan
Ralstonia solanacearum.
http://www.indobiogen.or.id/terbitan/prosiding/fulltext_pdf/prosiding2003_328-
339_ifa_avaluasi.pdf diakses tanggal 15 November 2010.
Matthwes, R.I.B. 1992. Plant Phatology. Academic Press. New York. Pp 255-260.

Maulana, A. 2008. Kentang (Solanum tuberosum). http://worldplant.multiply.


com/journal/item/2/KENTANG_Solanum_tuberosum diakses tanggal 12 Oktober 2010.

Mayo, M.A. and Barker, H. 1984. Rep. Scottish Crop Res. Inst. 1983. p. 186. In:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ICTVdb/ICTVdB/. Potato leafroll virus. In: ICTVdB
The Universal Virus database, version 3. Buchen Osmond, C. (Ed), ICTVdB
Management. Columbia University. New York. USA.

Michael, J. and Pelzcar, J. 1986. Dasar Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia. Jakarta.

Nuzulullia, U. 2006. Limit Deteksi Tobacco Mosaic Virus dan Cucumber Mosaic Virus
(Patogen Tular Benih) pada Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.) dengan
Menggunakan Metode ELISA. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Pitojo, S. 2004. Benih Kentang. Kanisius. Yogyakarta.

Retno. 2001. Diagnosis Serologik Pada Tuberkologis Paru.


http://ad.harrenmedianetwork.com/st?
ad_type=iframe&ad_size=728x90&section=297176 diakses tanggal 15 November
2011.

Rukmana, R. 1997. Budidaya Kentang dan Pasca Panen. Kanisius. Jakarta.

Salahuddin, M. 2009. Deteksi Dini PLRV, PVX dan PVY Pada Planlet Beberapa Varietas
Kentang Solanum tuberosum L. Dengan Teknik ELISA (Enzyme Linked
Immunosorbent Assay). Skripsi Jurusan Biologi. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Salazar, L.F. 1996. Potato Viruses and Their Control. International Potato Center (CIP).
Peru.

Samadi, B. 1997, Usaha Tani Kentang. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Sarmoko. 2008. Tinjauan Tentang ELISA. http://en.Wordpress.com/tag/biot echnology/


diakses tanggal 13 Juli 2011.
Sastrahidayat, I.R. 1990. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional. Surabaya.

Semangun, H. 1994. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Universitas Gadjah Mada.


Yogyakarta.

Semangun, H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada


University Press. Yogyakarta.

Setiadi dan Nurulhuda, F.S. 2005. Kentang Varietas dan Pembudidayaan. Penebar
Swadaya. Jakarta.

Siagian, A. 2006. Keracunan Pangan Karena Mikroba. Fakultas Kesehatan Masyarakat.


Universitas Sumatra Utara.

Soelarso, R.B. 1997. Budidaya Kentang Bebas Penyakit. Kanisius. Yogyakarta.

Suryadi, Y.I., Manzila. dan Machmud. 2009. Potensi Pemanfaatan Perangkat Diagnostik
ELISA serta Variannya untuk Deteksi Patogen Tanaman. Jurnal Agrobiogen.
5(1):39-48.

Thomas, J. and Geering, A. 2005. Pengelolaan Koleksi Patogen Tanaman. Negara


Persemakmuran Australia.
Tjitrosoepomo, G. 2002. Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. Gadjah Mada Universitas
Press. Yogyakarta.

Wahyuni, W. 2005. Dasar-Dasar Virologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.


Yogyakarta.
26 27 November 2011 18 Juli 2011

26 27 November 2011 18 Juli 2011

26 27 November 2011

26 27 November 2011 18 Juli 2011

26 27 November 2011 18 Juli 2011

26 27 November 2011

Вам также может понравиться