Вы находитесь на странице: 1из 2

Hate Speech Dalam Demokrasi di Indonesia

Pada awal masa pemerintahan Presiden Jokowi, perhatian public sempat tertuju
pada peristiwa penangkapan seorang pemuda bernama M. Arsyad ( 24 tahun ) yang
bekerja sebagai pedagang sate di Jakarta dengan tujuan telah melakukan perbuatan
tidak menyenangkan melalui pengiriman foto tidak senono antara Presiden Jokowi
dengan Ibu Megawati Soekarno Puteri lewat akun faceebooknya. Walaupun sempat
di tahan semalam di Bareskrim Polri, tetapi pada akhirnya Jokowi memaafkan
pemuda tersebut dan pihak kepolisian pun melepaskannya. Jokowi pada saat itu
berharap agar peristiwa penghinaan seperti itu tidak terulang kembali.

Belakangan ini peristiwa serupa menjadi trend topic kembali, pasalnya kasus-kasus
penghinaan dan perbuatan tidak menyenangkan yang kemudian dikenal dengan
istilah Menyebar Kebencian atau Hate Speech bukannya berkurang seperti
harapan Jokowi namun sebaliknya semakin marak di berbagai media social.

Sasaran Hate speech sebenarnya tidak hanya tertuju kepada pejabat tinggi saja
akan tetapi ke semua kalangan masyarakat, baik secara individual seperti artis,
politikus dan public figure lainnya maupun kelompok tertentu di masyarakat baik
yang berkaitan dengan agama, olahraga, seni dan keprofesian lainnya, yang pasti
akan menimbulkan rasa benci disemua kalangan yang terlibat.

Menghadapi masalah ini menurut Kapolri sering kali aparatnya ragu untuk bertindak
karena tidak jelas landasan hukumnya, oleh karena itu di keluarkan Surat Edaran
Kapolri Nomor SE/06/X/2015 tentang ujaran kebenciaan atau hate speech. Dengan
demikian sebenarnya SE Hate speech ini bersifat internal bagi kalangan Polri agar
memiliki landasan hukum yang jelas dalam menangani berbagai kasus akibat
penyebaran kebencian ini.

Walaupun demikian ada sebagian pihak masyarakat yang memandang bahwa Surat
Edaran Hate Speech ini merupakan upaya polri untuk membungkam kebebasan
masyarakat dalam menyatakan pendapat, dan ini berarti mencederai semangat
demokrasi di Indonesia.

Masyarakat akan menjadi takut untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya


dalam menghadapi berbagai ketidakberesan di masyarakat. Harus diakui bahwa
media sosil sekarang ini menjadi alat yang praktis bagi masyarakat untuk
menumpahkan segala unek-unek dan keresahan yang dialaminya, sehingga dengan
cara itu bias mewakili upayanya untuk menyatakan pendapat berbagai bentuk
partisipasinya dlam bermasyarakat.

Tetapi dilain pihak tidak sedikit kalangan yang mendukung Surat edaran Kapolri ini
mengikat hate speech berpotensi besar menimbulkan keresahan dan konflik
dimasyarakat seperti kasus Tolikara di Papua atau yang paling akhir kasus
penampakan Sekjen Jack Mania karena menyebar fitnah ketika Persib Bandung
bertanding di Jakarta. Dengan demikian di alam demokrasi yang diperlukan adalah
kebebasan yang bertanggung jawab.

Kita berharap upaya Kapolri mengeluarkan surat edaran tentang Hate speech
benar-benar untuk memberikan kepastian proses hukum bagi korban hate speech,
bukan untuk membungkam masyarakat dalam menyatakan pendapat, karena kalau
itu yang terjadi justru akan menimbulkan bibit-bibit kebencian baru dimasyarakat
yang sekarang ini sudah cerdas memaknai hiduk berdemokrasi.

Вам также может понравиться