Вы находитесь на странице: 1из 8

Adanya Pengaruh Hormon IAA dan Hormon Kinetin terhadap

Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan

Siti Nur Faedah


1405113011
Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP
Universitas Riau, Pekanbaru 28293
Sitinurfaedah18@gmail.com

ABSTRAK
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui hormon IAA terhadap
pembentukan akar kacang hijau dan mengetahui pengaruh hormon Kinetin
terhadap penundaan penuaan daun pepaya, di laboratorium B PMIPA FKIP
Universitas Riau, pada 14 April 2016. Dalam pelaksanaan percobaan metode yang
digunakan adalah metode eksperimen. Dari hasil percobaan diketahui bahwa
hormon IAA berperan dalam pembentukan akar kecambah kacang hijau dan
hormon Kinetin juga berperan dalam penundaan penuaan pada daun pepaya
dengan ciri menguningnya daun yang terjadi ketika protein pecah dan klorofil
rusak.

Kata kunci : Hormon IAA, Hormon Kinetin.

PENDAHULUAN
Istilah auksin pertama kali digunakan oleh Frits Went yang menemukan
bahwa suatu senyawa menyebabkan pembengkokan koleoptil ke arah cahaya.
Pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat terpacunya pemanjangan sel pada sisi
yang ditempeli potongan agar yang mengandung auksin. Auksin yang ditemukan
Went kini diketahui sebagai asam indol asetat (IAA). Selain IAA, tumbuhan
mengandung tiga senyawa lain yang dianggap sebagai hormon auksin, yaitu 4-
kloro indolasetat (4-kloro IAA) yang ditemukan pada benih muda jenis kacang-
kacangan, asam fenil asetat (PAA) yang ditemui pada banyak jenis tumbuhan, dan
asam indolbutirat (IBA) yang ditemukan pada daun jagung dan berbagai jenis
tumbuhan dikotil.
Auksin dicirikan sebagai substansi yang merangsang pembelokan kearah
cahaya (fotonasti) pada bioassay terhadap koleoptil haver (Avena sativa) pada
suatu kisaran konsentrasi. Kebanyakan auksin alami memiliki gugus indol. Auksin
sintetik memiliki struktur yang berbeda-beda.
Auksin disintesis di apeks tajuk dan ujung akar yang akan ditransportasikan
melalui poros embrio. Auksin memiliki sifat mudah rusak jika terkena cahaya
langsung (Riyadi, 2014).
Beberapa auksin alami (organik) adalah Indole-3-Acetic Acid (IAA) dan
Indole Butyric Acid (IBA), 4-kloro IAA, dan Phenylacetic acid (PAA). Auksin
sintetik banyak macamnya, yang umum dikenal adalah Nephtaleine Acetic Acid
(NAA), Asam Beta-Naftoksiasetat (BNOA), 2,4-Dichlorophenoxy Acetic Acid
(2,4-D), dan Asam 4-Klorofenoksiasetat (4-CPA), 2-Methyl-4 Chlorophenoxy
Acetic Acid (MCPA), 2,4,5-T dan 3,5,6-Trichloro Picolinic Acid (Picloram)
(Gunawan, 1987 dan Riyadi, 2014).
Kusumo (1984) dalam Anonim (2011) menyatakan bahwa IBA
mempunyai sifat yang lebih baik dan efektif daripada IAA dan NAA, karena
kandungan kimianya lebih stabil dan daya kerjanya lebih lama. IBA yang
diberikan kepada setek tanaman akan stabil berada di lokasi pemberiannya,
sedangkan IAA biasanya mudah menyebar ke bagian lain sehingga menghambat
perkembangan pucuk, dan NAA mempunyai kisaran (range) yang sempit
sehingga batas kepekatan yang meracuni dari zat ini sangat mendekati kepekatan
optimum.
Fungsi Auksin
Beberapa fungsi auksin pada tanaman sebagai berikut (Anonim 2011 dan
Riyadi, 2014) :
a. Perkecambahan benih : auksin akan mematahkan dormansi benih dan akan
merangsang proses perkecambahan benih. Perendaman benih dengan
auksin akan menaikkan kuantitas hasil panen.
b. Pembentukan akar : auksin akan memacu proses terbentuknya akar serta
pertumbuhan akar dengan lebih baik.
c. Mengurangi gugurnya buah sebelum waktunya.
d. Mematahkan dominansi pucuk/apikal, yaitu suatu kondisi dimana pucuk
tanaman atau akar tidak berkembang.
e. Pemberian auksin pada bunga yang tidak diserbuki akan merangsang
perkembangan buah tanpa biji. Hal ini disebut partenokarpi.
Mekanisme Kerja Auksin
Mekanisme kerja auksin adalah dengan menginisiasi pemanjangan sel dan
juga memacu protein tertentu yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk
memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ mengaktifkan enzim tertentu sehingga
memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun
dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara
osmosis.
Auksin yang dikombinasikan dengan giberellin dapat memacu
pertumbuhan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel ada kambium
pembuluh sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang.
Salah satu manfaat auksin (IBA) yaitu merangsang enzim yang berguna
dalam mengaktifkan metabolisme sel yang salah satunya untuk mengambil
oksigen. Oksigen diperlukan untuk proses oksidasi cadangan makanan yang
terdapat dalam benih. Dengan demikian, hasil oksidasi dapat digunakan untuk
pertumbuhan benih. Proses perkecambahan terjadi karena sel-sel embrional
memiliki kemampuan membelah dan bertambah banyak. Kemampuan tersebut
mengakibatkan benih tumbuh menjadi kecambah. Pertumbuhan akan terus
berlanjut terutama pada bagian ujung batang dan akar pertumbuhan dapat
berlangsung jika tersedia makanan yang digunakan untuk pembentukan akar dan
mempertahankan sifat geotropisme. Setelah itu enzim yang terdapat pada benih
akan aktif.
Auksin disintesis di pucuk batang dekat meristem pucuk, jaringan muda
(misal daun muda) dan terutama bergerak arah ke bawah batang (polar), sehingga
terjadi perbedaan kadar auksin di pucuk batang dan di akar. Aktivitasnya meliputi
perangsangan dan penghambatan pertumbuhan, tergantung pada konsentrasi
auksinnya. Jaringan yang berbeda memberikan respon yang berbeda pula terhadap
kadar auksin yang dapat merangsang atau menghambat pertumbuhan tanaman
(Zaki Ismail Fahmi, 2011).
Mekanisme pelonggaran dinding sel dipengaruhi oleh proses pengaktifan
gen yang terlibat dalam sintesis protein. Pengontrolan sintesis protein sendiri
diatur oleh gen pengatur, gen operator dan gen struktural. Kombinasi antara gen
struktural dan gen operator disebut operon. Gen pengatur berperan dalam
membentuk protein pengatur yang disebut represor. Represor ini berperan dalam
menjaga gen operon dalam keadaan tertutup dan keadaan ini menandakan operon
tidak aktif. Molekul induser dalam hal ini IAA apabila bergabung dengan operon
yang tidak aktif akan menonaktifkan represor sehingga akan mengaktifkan
operon. Operon yang aktif menandakan dapat terjadinya transkripsi mRNA yang
kemudian akan mengarahkan translasi protein enzim ATP-ase. Pemberian IAA
dapat meningkatkan sintesis enzim ini sehingga H+ akan dipompakan keluar.
Peristiwa ini akan menyebabkan lingkungan menjadi asam. Pada kondisi asam
enzim-enzim yang dapat memotong ikatan antara dinding sel akan teraktifkan, di
antaranya glukonase yang akan menghidrolisis rantai utama hemiselulosa,
xylosidase berperan dalam rantai cabang dari rantai utama xyloglukan,
transglikosidase yang dapat memotong dan menggabungkan selulase, dan
pektinase yang akan menghidrolisis rantai penyusun pektin. Proses ini
menyebabkan pelonggaran dinding sel, sehingga air dapat masuk dan tekanan
turgor akan naik. Tekanan turgor yang naik akan menyebabkan sel mengembang
dan apabila pengembangan sel berlangsung searah misal ke arah vertikal akan
menyebabkan pemanjangan sel (Taiz dan Zeiger, 1998).
Kinetin merupakan turunan dari hormon sitokinin. Adapun fungsi
utamanya adalah merangsang pembelahan sel. Beberapa dari protein yang berupa
enzim yang diperlukan dalam mitosis. Proses penuaan ini yang menyertakan
pertambahan umum, yang mengarah kematian organ atau organisme tersebut
mengalami penuaan (Salisbury,1995).
Terdapat bukti utama yang menyatakan keterlibatan sitokinin yaitu banyak
jenis sitokinin yang mampu menggantikan sebagian faktor yang dibutuhkan akar
untuk menunda penuaan dan kandungan sitokinin pada helai daun dapat
meningkat berlipat ganda, berkurangnya pengangkutan sitokinin dari akar ke tajuk
dapat mengakibatkan penuaan lebih cepat (Sasmitamiharja, 1996).
Proses penuaan dialami oleh semua sel kecuali sel meristematik. Penuaan
merupakam suatu proses hilangnya klorofil, RNA, dan protein termasuk enzim.
Jika keempat unsur ini hilang maka akan mengakibatkan kerusakan organ
(Lakitan, 2007).
Bukti keterlibatan kinetin dalam proses penuaan daun yaitu :
Sitokinin mampu mengganti faktor yang dibutuhkan oleh akar dalam
proses penuaan sehingga kandungan kinetin akan meningkat yang
diangkut ke daun yang menunda proses penuaan
Pada bunga matahari pada fase vegetatif pembentukan kinetin menurun
dan daun berguguran (Salisbury, 1995).
Kinetin menunda penuaan pada daun dengan cara mempertahankan keutuhan
membran tonoplas, kloroplas, dan mitokondria. Kinetin juga berperan dalam
perusakan membran melalui oksidasi asam lemak tak jenuh pada membran.
Proses ini disebabkan karena kinetin menghambat pembentukan dan mempercepat
penguraian radial bebas seperti superoksidatif dan radial hidroksi karena kalau
tidak di cegah akan mengoksidasi membran (Salisbury, 1995).
Hormon auksin disintesis di jaringan-jaringan meristematis, khususnya di
daerah meristematis ujung batang (ujung apikal) sedangkan hormon sitokinin
disintesis diujung akar. Transport auksin terjadi secara basipetal yaitu dari ujung
batang menuju ke arah basal. Namun demikian hanya ada sel-sel tertentu yang
mampu mengikat auksin, karena tidak semua sel memiliki reseptor yang mampu
mengenali auksin sehingga belum tentu batang bagian apikal memiliki kadar
auksin lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar auksin pada batang bagian
basal (Yunin Hidayati, 2009).
Pemberian perlakuan kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh
memberikan respon berbeda-beda. Respon yang berbeda tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal adalah genotipe
(Bai dan Qu 2000; Tripathy dan Reddy, 2002; Shirin et al. 2007), sedangkan
faktor eksternal antara lain kombinasi zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin
(Rashid et al. 2009; Abdelmageed et al. 2012).
BAHAN DAN METODE
Pelaksanaan percobaan yaitu pada tanggal 14 April 2016, di laboratorium
B PMIPA FKIP Universitas Riau. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam
percobaan ini adalah : Botol M-150 11 buah, kertas karbon, kertas bekas, karet
gelang, kertas label, pisau silet, larutan IAA, larutan Fenil Amino Purin (FAP),
aquades, kecambah kacang hijau, dan daun pepaya.
Adapun cara kerja pengaruh hormon IAA terhadap pembentukan akar
kacang hijau yaitu : Disiapkan larutan IAA dengan konsentrasi 0, 0,01, 0,1, 1, 10,
100 ppm masing-masing sebanyak 50 ml, kemudian dimasukkan kedalam botol
M-150 dan diberi label, Dimasukkan pada masing-masing botol 3 buah kecambah
kacang hijau dengan akar dipotong secara diagonal, lalu botol M-150 dibungkus
dengan kertas karbon dan diberi label pada tiap-tiap konsentrasi larutan, Diamati
panjang dan jumlah akarnya selama 2 minggu.
Sedangkan cara kerja pengaruh hormon kinetin terhadap penundaan
penuaan daun pepaya yaitu : Disiapkan larutan FAP dengan konsentrasi 0,
15,25,50,100 ppm, Kemudian botol M-150 diisi dengan aquades dan diberi label,
Diolesi daun pepaya dengan larutan FAP yang telah disiapkan, Diletakkan
masing-masing daun pepaya kedalam botol M-150 yang sudah berisi air dengan
tangkai daun terendam, Daun yang dijadikan kontrol hanya diolesi dengan
aquades, Pengolesan diulang setiap 3 hari sekali selama 2 minggu, Diamati waktu
penuaan pada daun pepaya tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Tabel pengaruh IAA terhadap pembentukan akar kacang hijau
Hari Akar
ke Jumlah Panjang (mm)
0 0,01 0,1 1 10 100 0 0,01 0,1 1 10 100
1 - - - - - - - - - - - -
2 6 4 7 9 5 - 0,7 0,2 0,7 0,5 1 -
3 9 6 10 11 7 - 1 0,2 1 0,9 1,4 -
4 12 7 11 12 7 - 1,1 0,3 1,2 0,9 1,4 -
5 12 7 12 12 15 - 1,5 0,3 1,5 1 1,6 -
6 13 9 12 12 15 - 1,5 0,3 1,5 1,5 1,6 -
7 14 12 13 13 16 - 1,6 0,4 1,5 1,8 1,8 -
8 14 13 14 13 16 - 1,6 0,4 1,5 2 2 -
9 16 14 15 14 18 - 1,8 0,6 1,6 2 2,2 -
10 16 16 15 14 18 - 1,9 0,8 1,7 2,3 2,4 -
11 18 18 17 15 19 - 1,9 0,8 1,8 2,4 2,4 -
12 19 20 19 16 20 - 2 0,9 1,8 2,4 2,6 -
13 21 21 19 18 22 - 2,1 1,1 1,9 2,5 2,6 -
14 23 22 21 20 24 - 2,2 1,1 2 2,5 2,6 -

Pada tabel A dapat dilihat bahwa pada masing-masing larutan IAA dengan
konsentrasi 0, 0,01, 0,1, 1, 10 ppm pertumbuhan akar kecambah kacang hijau
semakin hari semakin banyak dan panjang pula. Namun pada larutan IAA dengan
konsentrasi 100 ppm akar kecambah kacang hijau sama sekali tidak tumbuh,
seharusnya semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin banyak dan panjang
pula akar yang tumbuh.
Hal ini tidak sesuai dengan Percobaan penggunaan IAA yang telah banyak
dilakukan. Gera et al. (1997) melaporkan bahwa IAA secara nyata mempengaruhi
perakaran pada setek Accasia nicotiana. Selanjutnya Palasinamy et al. (1998)
melaporkan bahwa penggunaan IAA pada tanaman Azadirachta indica ternya
dapat memacu pertumbuhan akar hingga 8 cm lebih panjang pada konsentrasi
IAA 3000 ppm dan persentase pertumbuhan akar 24% lebih besar daripada tidak
menggunakan IAA. Thakur dan Ghupta (1998) juga melaporkan bahwa
penggunaan IAA 600 ppm pada tanaman Alnus nitida dapat memacu pertumbuhan
panjang akar 9,3 kali lebih panjang dengan persentase pertumbuhan akar 24,11%
dari pada tidak menggunakan IAA.

B. Pengaruh hormon kinetin terhadap penundaan penuaan daun pepaya


Larutan FAP Hari mulai terjadinya penuaan pada daun
(ppm) 3 hari ke-1 3 hari ke-2 3 hari ke-3 3 hari ke-4
0 Segar Segar Mulai layu Layu / mati
15 Segar Segar Mulai layu Layu / mati
25 Segar Agak layu Layu Mati
50 Layu Layu Mati Mati
100 Layu Layu Mati Mati

Pada tabel B dapat diketahui bahwa 3 hari yang pertama daun masih
terlihat segar pada konsentrasi 0, 15, 25 ppm dan yang layu hanya pada
konsentrasi 50 dan 100 ppm. 3 hari yang kedua pada konsentrasi 0, 15 ppm daun
masih segar dan pada konsentrasi 25, 50, 100 ppm daun layu. Pada 3 hari yang
ketiga konsentrasi larutan 0, 15, 25 ppm daun sudah mulai layu dan pada
konsentrasi larutan 50, 100 ppm daun sudah mati sedangkan pada 3 hari yang
keempat daun sudah mati semua. Jika dilihat dari hasil percobaan daun menjadi
semakin cepat layu dan mati sebab diperkirakan karena adanya perbedaan umur
daun sehingga proses penuaan terjadi, atau terjadi kesalahan dalam pengolesan
FAP pada daun.
Hasil percobaan ini tidak sesuai dengan hasil percobaan pada
referensi yang didapat, yang mana dijelaskan bahwa jika daun yang berumur sama
dan diberi olesan kinetin dengan konsentrasi yang tinggi maka daun akan lebih
terlihat segar dibanding dengan daun yang diolesi kinetin dengan konsentrasi yang
rendah. Menurut Lakitan (2007), bahwa konsentrasi kinetin pada tumbuhan akan
mempengaruhi dalam proses kerjanya terhadap penundaan penuaan yang akan
terjadi pada jaringan dan organ.
Loveless (1987), menyatakan bahwa sebuah contah penuaan adalah
menguningnya daun-daun yang terjadi ketika protein pecah dan klorofil rusak.

KESIMPULAN
Jadi dapat disimpulkan bahwa hormon IAA (Auksin) berperan dalam
pembentukan akar pada kecambah kacang hijau dan juga hormon ini memiliki
fungsi Perkecambahan benih, Pembentukan akar, Mengurangi gugurnya buah
sebelum waktunya, Mematahkan dominansi pucuk/apikal, dan dapat merangsang
perkembangan buah tanpa biji. Sedangkan hormon Kinetin (Sitokinin) adalah
hormon yang dapat menunda penuaan pada daun. Hormon Kinetin menunda
penuaan pada daun dengan cara mempertahankan keutuhan membran tonoplas,
kloroplas, dan mitokondria.

DAFTAR PUSTAKA
Abdelmageed AHA, Faridah QZ, Shuhada NK, Julia AA (2012) Callus induction
and plant regeneration of Michelia champaca L. (Magnoliaceae): A
multipurpose tree. Journal of Medicinal Plants Research 6: 3336-3344.

Anonim 3. 2011. Pengaruh dan Fungsi Hormon.


http://henvikaekaade.blogspot .com. diakses Pada Tanggal 30 April
2016.

Bai Y, Qu R (2000) An evaluation of callus induction and plant regeneration in


twenty-five turf-ype tall fescue (Festuca arundinacea Schreb.)
cultivars. Grass and Forage Science 55:326-330.

Gunawan, L. W. 1987. Pengenalan Teknik In Vitro. Skripsi. Laboratorium Kultur


Jaringan Tanaman, Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Bogor.

Gera, H., M. Gera, R. L. Srivastava dan S. L. Meena. 1997. Rooting trial of


Acasia nicotiana Will et. Del. through branch cuttings. Journal of
Tropical Forestry 13: 10-18.

Lakitan, benyamin. 2007. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo


Persada. Jakarta.

Loveless, R.A. 1987. Prinsip-prinsip biologi tumbuhan untuk daerah tropik,


Gramedia Jakarta.
Palanisamy, P., S. A. Ansari, P. Kumar dan N. Gupta. 1998. Adventious rooting in
cutting of Azordiracha indica and Pogomia pinnata. New Forestry 16:
81-88.

Rashid U, Ali S, Ali GM, Ayub N, Masood MS (2009) Establishment of an


efficient callus induction and plant regeneration sistem in Pakistani
wheat (Triticum aestivum L.) cultivars. Electronic Journal of
Biotechnology 12: 1-12.

Riyadi, I. 2014. Media Tumbuh : Penggunaan Zat Pengatur Tumbuh dan Bahan
bahan Lain. Materi disampaikan pada Pelatihan Kultur Jaringan
Tanaman Perkebunan. BPBPI Bogor 19 23 Mei 2014.

Salisbury, FB., Ross, CW., 1995 . Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Penerbit ITB.
Bandung.

Sasmitamiharja, D.,1996. Fisiologi Tumbuhan. Jurusan PMIPA ITB. Bandung.

Shirin F, Hossain M, Kabir MF, Roy M, Sarker SR (2007) Callus induction and
plant regeneration from internodal and leaf explant of for potato
(Solanum tuberosum L.). Journal of Agricultural Science 3:1-6.

Taiz, L. and E. Zeiger. 1998. Plant Physiology. Massachusetts: Sinauer


Associates, Inc.

Tripathy S, Reddy GM (2002) In vitro callus induction and plantlet regeneration


from Indian cotton cultivars. Plant Cell Biotechnology and Molecular
Biology 3:137-142.

Yunin Hidayati. 2009. Kadar Hormon Auksin Pada Tanaman Kenaf (Hibiscus
cannabinus L). Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo.
AGROVIGOR Volume 2 Nomor 2. ISSN 1979 5777.

Zaki Ismail Fahmi. 2011. Kajian Pengaruh Auksin Terhadap Perkecambahan


Benih dan Petumbuhan Tanaman. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi
Tanaman Perkebunan Surabaya. Surabaya.

Вам также может понравиться