Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan bertanggung jawab
terhadap pergerakan. Komponen utama sistem utama sistem muskuloskeletal adalah jaringan
ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligamen, bursa, dan jaringan-
jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini. Beragamnya jaringan dan organ
sistem muskuloskeletal dapat menimbulkan berbagai macam gangguan. Beberapa gangguan
tersebut timbul pada sistem itu sendiri, sedangkan gangguan yang berasal dari bagian lain tubuh
tetapi menimbulkan efek pada sistem muskuloskeletal. Tanda utama gangguan sistem
muskuloskeletal adalah nyeri dan rasa tidak nyaman , yang dapat bervariasi dari tingkat yang
paling ringan sampai yang sangat berat (Price, Wilson, 2005).
Salah satu gangguan tersebut adalah osteomielitis. Osteomielitis adalah radang tulang
yang disebabkan oleh organisme piogenik, walaupun berbagai agen infeksi lain juga dapat
menyebabkannya, gangguan ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang,
melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa, dan periosteum (Dorland, 2002).
Osteomyelitis merupakan inflamasi pada tulang yang disebabkan infeksi piogenik atau
non-piogenik seperti Micobacterium tuberkulosa atau Staphylococcus aureus. Infeksi dapat
terbatas pada sebagian kecil tempat pada tulang atau melibatkan beberapa daerah seperti sum-
sum, perioesteum, dan jaringan lunak disekitar tulang. Kunci keberhasilan penatalaksanaan
osteomyelitis adalah diagnosis dini dan operasi yang tepat serta pemilihan jenis antibiotik yang
tepat. Secara umum, dibutuhkan pendekatan multidisipliner yang melibatkan ahli orthopaedi,
spesialis penyakit infeksi, dan ahli bedah plastik pada kasus berat dengan hilangnya jaringan
lunak.
Secara umum prevalensi osteomielitis lebih tinggi pada negara berkembang. Di Amerika
Serikat insidensi osteomielitis adalah 1 dari tiap 5000 orang, dan 1 dari tiap 1000 usia bayi.
insidensi pertahun pada pasien sickle cell berkisar 0,36%. Prevalensi osteomielitis setelah adanya
trauma pada kaki bisa meningkat yaitu 16% terdapat dalam 30-40% pasien diabetes, dan jika
dibandingkan antara laki-laki dan perempuan kira-kira 2:1. Angka kematian akibat osteomielitis
rendah, biasanya disebabkan sepsis atau kondisi medis serius yang menyertai.
Di Indonesia osteomielitis masih merupakan masalah karena tingkat higienis yang masih
rendah dan pengertian mengenai pengobatan yang belum baik, diagnosis yang terlambat
sehingga biasanya berakhir dengan osteomielitis kronis, angka kejadian tuberkulosis masih
tinggi, pengobatan osteomielitis memerlukan waktu lama dan biaya tinggi, serta banyak pasien
dengan fraktur terbuka yang datang terlambat dan sudah terjadi osteomielitis.
Osteomielitis hematogenik akut merupakan penyakit yang terutama terjadi pada anak-
anak. Osteomielitis karena trauma langsung dan osteomielitis perkontinuitatum umum sering
terjadi pada usia dewasa dan remaja dibandingkan usia anak-anak. Tulang vertebra dan pelvis
paling sering terkena pada kasus dewasa, sedangkan osteomielitis pada anak-anak biasanya
mengenai tulang panjang.
Tibia merupakan tulang yang paling sering terjadi osteomielitis post traumatika, karena
merupakan tulang yang peka, dengan asupan darah yang kurang kuat. Insidensi osteomielitis
setelah fraktur terbuka dilaporkan sekitar 2% sampai 16%, tergantung pada derajat trauma dan
terapi yang didapat. Pengobatan yang cepat dan tepat dapat mengurangi resiko infeksi,
menurunkan kemungkinan berkembangnya osteomielitis, terutama pada pasien-pasien dengan
faktor resiko seperti diabetes, gangguan imunitas dan yang baru mengalami trauma.
Dari penelitian yang dilakukan Riset total insiden tahunan terjadinya osteomyelitis pada
anak adalah 13 dari 100.000 orang. Osteomyelitis paling sering terjadi pada anak dibawah 3
tahun. Dengan diagnosis dan perawatan awal yang tepat, prognosis untuk osteomyelitis adalah
baik. Jika ada penundaan yang lama pada diagnosis atau perawatan, dapat terjadi kerusakan yang
parah pada tulang atau jaringan lunak sekelilingnya yang dapat menjurus pada defisit-defisit
yang permanen. Umumnya, pasien-pasien dapat membuat kesembuhan sepenuhnya tanpa
komplikasi-komplikasi yang berkepanjangan.
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan pada
bayi dan infant. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi yang
tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula.
(Yuliani 2010). Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonatal adalah
sekitar 1 kasus per1.000. Kejadian tahunan pada pasien dengan anemia sel sabit adalah
sekitar 0,36%. Insiden osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000 penduduk.
Kejadian tertinggi pada Negara berkembang. Tingkat mortalitas osteomielitis
adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat sepsis atau kondisi medis berat yang mendasari.
(Randall, 2011).
Hasil studi pendahuluan yang didapat dari catatan medical bedah di RSUP DR. M.
DJAMIL PADANG pada tahun 2009 terdapat 230 penderita fraktur femur, pada tahun 2010
terdapat 183 penderita fraktur femur, dan data yang terakhir pada tahun 2011 dari bulan januari
sampai bulan oktober terdapat 138 penderita fraktur femur jumlah fraktur femur mengalami
penurunan. Fraktur femur banyak terjadi dibawah usia 30 tahun dan juga banyak terjadi pada
jenis kelamin laki-laki dari pada perempuan.
Fraktur patologis di Sumatera Barat lebih sering terjadi pada daerah tulang yang lemah
oleh karena tumor, osteoporosis, osteomielitis,osteomalasia dan rakhitis. Kejadian ini banyak
ditemukan pada orang tua terutama perempuan umur 60 tahun keatas (Rasjad,C, 2007).
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mampu mengetahui dan memahami patofisiologi dan asuhan keperawatan sistem
muskuloskletal
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan teoritis : Pengkajian pada
pasien Osteomielitis
b. Mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan teoritis : Diagnosa pada
pasien Osteomielitis
c. Mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan teoritis : Intervensi pada
pasien Osteomielitis
d. Mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan teoritis : Implementasi
pada pasien Osteomielitis
e. Mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan teoritis : Evaluasi pada
pasien Osteomielitis
BAB II
PEMBAHASAN
1. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. DEFINISI
Osteomielitis adalah infeksi tulang. infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada
jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah,respon jaringan terhadap inflamasi,tingginya
tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru disekeliling jaringan
tulang mati).
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah ) dari focus infeksi
ditempat lain ( misalnya tonsil yang terinfeksi,lepuh,gigi terinfeksi , infeksi saluran nafas atas).
Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat dimana terdapat trauma
atau dimana resistensi rendah kemungkinan akibab trauma subklinis (tak jelas ).
B. ETIOLOGI
1. Osteomielitis dapat terjadi karena penyebaran hematogen (melalui darah) dari focus
infeksi tempat lain (Osteomielitis Primer ).
2. Osteomielitis yang disebaabkan oleh bakteri disekitarnya seperti bisul dan luka
(stafilokokus aureus ( 75%), atau E.colli, Proteus atau Pseudomonas).Osteomielitis secara
umum dapat diklasifikasikan berdasarkan perjalanan klinis, yaitu osteomielitis akut, sub
akut, dan kronis. Hal tersebut tergantung dari intensitas proses infeksi dan gejala yang
terkait.
C. KLASIFIKASI
Schrock (1996:473) mengklasifikasikan osteomielitis menjadi 2 (dua) yaitu:
1. Osteomielitis primer yang disebabkan oleh implantasi mikroorganisme secara
langsung ke dalam tulang dan biasanya terbatas pada tempat tersebut. Fraktur terbuka
(compound fracture), dan operasi bedah pada tulang merupakan penyebab tersering.
2. Osteomielitis sekunder (hematogen) biasanya disebabkan oleh penyebaran melalui
aliran darah. Kadang-kadang, osteomielitis sekunder dapat disebabkan oleh perluasan
infeksi secara langsung dari jaringan lunak di dekatnya ke fokus lain. Osteomielitis
sekunder dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : Osteomielitis akut dan kronik.
a.Osteomielitis akut disebabkan oleh infeksi bakteri yang meluas (bakteremia) dan
semua kuman patogen (Staphylococcus, Streptococcus, Pneumococcus, Gonococcus,
Basil Coil dan Basil Influenza < 4 minggu).
b.Osteomielitis kronik merupakan osteomielitis akut yang lama terjadi dan tidak
sembuh-sembuh, bisa terjadi karena adanya infeksi sampingan dari penyakit yang
diderita oleh pasien, seperti tubercolosis atau kadang-kadang sifilis (> 4 minggu).
D. MANIFESTASI KLINIS
Jika infeksi dibawa darah ,biasanya awitannya mendadak ,sering terjadi dengan
manifestasi klinis septicemia (misalnya mengigil, deman tinggi,denyut nadi cepat dan
malaise umum) . Gejala sistemik awal dapat menutupi gejala local secara lengkap .
Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsunm korteks tulang , akan mengenai
periosteum dan jaringan lunak , dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri,bengkak
dan sangat nyeri tekan. Pasien yang menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang
semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang
terkumpul.
Bila osteomielitis terjadi akibat penyebarabn infeksi disekitarnya atau
kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septicemia. Daerah infeksi membengkak,
hangat, nyeri dan nyeri tekan.
Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir
keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri,inflamasi,pembengkakandan
pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat terjadi pada jaringan parut akibat
kurangnya asupan darah.
E. PATOFISIOLOGI
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang.
Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada osteomielitis meliputi
proteus,pseudomonas, dan escerichia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten
penisilin ,nasokomial,gram negative dan anaerobic.
Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi 3 bulan pertama
(akut fulminan stadium 1) dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau
infeksi superficial . infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan
setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama ( stadium 3 ) biasanya akibat
penyebaran hematogen terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan .
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi,peningkatan
vaskularisasi, dan edema.setelah 2 atau 3 hari,thrombosis pada pembuluh darah terjadi
pada tempat tersebut ,mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan
dengan peningkatan tekanan jaringan dan medulla. Infeksi kemudian berkembang ke
kavitas medularis dan kebawah perisosteum dapat menyebar ke jaringan lunak atau
sendi sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal ,kemudian akan
terbentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun lebih sering
dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah . Abses yang terbentuk dalam dindingnya
terbentuk daerah jaringan mati ,namun seperti rongga abses pada umumnya ,jaringan
tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat
menyempit dan menyembuh ,seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi
pertumbuhan tulang baru ( involukrum) dan mengelilingi sequestrum . jadi meskipun
terjadi proses penyembuhan namun sequestrum infeksius kronis yang tetap ada tetap
rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien dinamakan osteomielitis
tipe kronik.
F. WOC
Trauma
Cidera
G. KOMPLIKASI
1. Dini
Kekakuan yang permanen pada persendian terdekat (jarang terjadi)
Abses yang masuk ke kulit dan tidak mau sembuh sampai tulang yang
mendasarinya sembuh
Atritis septic
Infeksi
2. Lanjut
Osteomielitis kronik ditandai oleh nyeri hebat rekalsitran, dan penurunan
fungsi tubuh yang terkena
Fraktur patologis Kontraktur sendi
Gangguan pertumbuhan
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pada osteomielitis akut ,pemeriksaan sinar x awal hanya dapat menunjukkan
pembengkakan jaringan lunak.pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalfikasi
ireguler,nekrosis tulang,pengangkatan periosteum dan pembentukan tulang baru.
Pemindaian tulang dan MRI dapat membantu diagnosis definitive
awal.Pemeriksaan darah memperlihatkan peningkatan leukosit dan peningkatan
laju endap darah. Kultur darah dan kultur abses diperlukan untuk menentukan
jenis antibiotika yang sesuai.
2. Pada osteomilitis kronik,besar,kavitas,ireguler,peningkatan periosteum,sequstra,
atau pembentukan tulang padat terlihat pada sinar x . pemindaian tulang dapat
dilakukan untuk mengidentifikasi area infeksi. Laju sedimentasi dan jumlah sel
darah putih biasanya normal .
I. PENATALAKSANAAN
Daerah yang terkena harus dimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan
mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit
beberapa kali perhari untuk meningkatkan aliran darah.
Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi. Kultur
darah dan swab,kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih
antibiotika yang terbaik . Kadang infeksi disebabkan oleh lebih dari satu pathogen.
Begitu specimen kultur telah diperoleh dimulai pemberian antibiotika intravena
dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap penisilin semi
sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengontrol infeksi sebelum aliran darah
kedaerah tersebut menurun akibat terjadinya thrombosis.Pemberian dosis antibiotika
terus-menerus sesuai waktu yang sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam
darah terus-menerus tinggi. Antibiotika yang paling sensitive terhadap organisme
penyebab yang diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya . Bila infeksi
tampak telah terkontrol ,antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3
bulan . Untuk meningkatkan absopsi antibiotika oral jangan diminum bersama makanan.
Bila pasien yang diberikan antibiotika tidak menunjukkan respon terhadap
terapi ,tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan ,jaringan purulen dan nekrotik
diangkat dan daerah itu di irigasi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril.
Terapai antibiotika dilanjutkan.
Pada osteomielitis kronik,antibiotika merupakan anjuran terhadap depridemen
bedah. Dilalakukan sequestrektomi ( pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli
bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang
memanjalankan yang dalam rongga menjadi cekungan yang dangkal (saucerization).
Semua tulang dan kartigo yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi
penyembuhan yang permanen .
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tumpon
agar dapat di isi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat
dipasang dranase berpengisap untuk mengontrol hematoma dan membuang debris.
Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi
disamping dengan pemberian irigasi ini.
Rongga yang didebridemen dapat di isi dengan graft tulang kanselus untuk
merangsang penyembuhan .pada depek yang sangat besar,rongga dapat di isi transfer
tulang berpembuluh darah atau flat otot ( di mana suatu otot diambil dari jaringan
sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan
meningkatkan asuppan darah ,perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan
penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara
bertahap untuk proses penyembuhan . Depridemen bedah dapat melemahkan tulang ,
yang kemudian memerlukan stabilitasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat
penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong ekterna untuk mencegah
terjadinya patah tulang.
3. Pemeriksaan fisik
g. Integument
Akan terjadi peningkatan pengeluaran keringat, karena pasien mengalami nyeri yang
hebat, cemas, dll.
h. Nutrisi
Biasanya karena nyeri, pasien akan mengalami penurunan nafsu makan.
i. Eliminasi
Biasanya tidak terdapat gangguan.
h. Peran Hubungan
Biasanya pasien mengalami depresi dikarenakan penyakit yang dialaminya. Serta adanya
tekanan yang datang dari lingkungannya. Dan klien juga tidak dapat melakukan perannya
dengan baik.
i. Seksual Reproduksi
Biasanya pasien tidak mengalami gangguan dalam masalah seksual.
j. Koping Toleransi Stress
Biasanya pasien mengalami stress ysng berat karena kondisinya saat itu.
k. Nilai Kepercayaan
Pola keyakinan perlu dikaji oleh perawat terhadap klien agar kebutuhan spiritual klien
data dipenuhi selama proses perawatan klien di RS. Kaji apakah ada pantangan agama
dalam proses pengobatan klien. Klien biasanya mengalami gangguan dalam beribadah
karena nyeri yang ia rasakan.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Dx Noc Nic
keperawatan
1. Nyeri Nyeri : Respons Simpang Manajemen nyeri
berhubungan Psikologis Aktivitas :
dengan - Proses Pemikiran Lambat (1/3) 1. Lakukan pengakajian nyeri
- Pelemahan ingatan (1/3)
inflamasi dan secara komprehensif termasuk
- Gangguan konsentrasi (1/3)
pembengkakan - Kebimbangan (1/3) lokasi, karakteristik, durasi,
- Bahaya nyeri (1/3)
frekuensi, kualitas dan faktor
- Kuatir tentang nyeri (1/3)
- Kuatir akan membebani orang presifasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari
lain (1/3)
- Kuatir akan ketertinggalan (1/3) ketidaknyamanan
- Depresi (1/3) 3. Gunakan teknik komunikasi
- Kegelisahan (1/3) terapeutik untuk mengatahui
- Kesedihan (1/3)
- Keadaan tidak berdaya (1/3) pengalaman nyeri pasien
- Keputusasaan (1/3) 4. Kai kultrul yang mempengaruhi
- Keadaan tidak berharga (1/3) respons nyeri
- Perasaan dikucilkan (1/3) 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa
- Gangguan dengan Efek merusak
lampau
nyeri (1/3) 6. Evaluasi bersama pasien dan tim
- Berpikir bunuh diri (1/3)
- Berpikir pesimis (1/3) kesehatan lain tentang
- Takut pada tindakan dan ketidakefektifan kontrol nyeri
peralatan (1/3) masa lampau
- Takut nyeri tidak dapat ditahan 7. Bantu pasien dan keluarga untuk
(1/3) mencari dan menemukan
- Kebencian terhadap orang lain
dukungan
(1/3) 8. Kontrol lingkungan yang dapat
- Melumpuhkan kemarahan pada
mempengarui nyeri seperti suhu
efek nyeri (1/3)
ruangan percahayaan dan
Pengontrolan Nyeri
- Menilai faktor penyebab (1/3) kebisingan
- Recognize lamanya Nyeri (1/3) 9. Kurangi faktor presivitasi nyeri
- Gunakan ukuran pencegahan 10. Pilih dan lakukan penanganan
(1/3) nyeri
- Penggunaan mengurangi nyeri 11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
dengan non analgesic (1/3) menentukan intervesi
- Gunakan tanda tanda vital 12. Ajarkan tentang teknik
memantau perawatan (1/3) nonformakologi
- Laporkan tanda / gejala nyeri 13. Berikan analgetik untuk
pada tenaga kesehatan mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol
professional (1/3)
- Gunakan catatan nyeri (1/3) nyeri
- Gunakan sumber yang tersedia 15. Tingkatkan istrirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter
(1/3)
- Menilai gejala dari nyeri (1/3) jika ada keluhan dan tindakan
- Laporkan bila nyeri terkontrol
nyeri tidak berhasil
(1/3) 17. Monitor penerimaan pasien
Nyeri : Efek Pengganggu tentang manajement nyeri
- Kehilangan hubungan 18. Pemberian analgesik
Interpersonal (1/3) 19. Tentukan lokasi, karakteristik,
- Kehilangan aturan penampilan kualitas dan derajat nyeri
(1/3) sebelum pemberian obat
- Permainan yang membahayakan 20. Cek instruksi dokter tentang
(1/3) jenis obat, dosis, dan frekuensi
- Aktivitas diwaktu luang yang 21. Cek riwayat alergi
membahayakan (1/3) 22. Pilih analgesik yang diperlukan
- Pekerjaan yang membahayakan atau kombinasi dari analgesik
(1/3) ketika pemberian lebih dari satu
- Kenyamanan hidup yang 23. Tentukan pilihan anagesik
membahayakan (1/3) tergantung tipe dan beratnya
- Kontrol perasaan yang
nyeri
membahayakan (1/3) 24. Tentukan analgesik pilihan, rute
- Kehilangan konsentrasi (1/3)
- Harapan yang membahayakan pemberian, dan dosis optimal
25. Pilih rute pemberian secara IV,
(1/3)
- Kehilangan mood (1/3) IM, untuk pengobatan nyeri
- Kesabaran berkurang (1/3) secara teratur
- Gangguan tidur (1/3) 26. Monitor vitalsign sebelum dan
- Kehilangan mobilitas fisik (1/3)
sesudah pemberian nalgesik
- Kehilangan kemandirian (self
pertama kali
care) (1/3)
27. Berikan analgesik tepat waktu
- Kurangnya nafsu makan (1/3)
- Kesulitan untuk mengurus terutama saat nyeri hebat
28. Evaluasi aktivitas analgesik
pekerjaan (1/3)
- Kesulitan eliminasi (1/3) tanda dan gejala
- Absen dalam bekerja (1/3) Administrasi analgesic
- Absen dalam sekolah (1/3) a. Tentukan lokasi,
Tingkat Nyeri
karakteristik, kualitas, dan
- Melaporkan nyeri (1/3)
- Persentase tubuh yang derajat nyeri sebelum
dipengaruhi (1/3) pemberian obat
- Merintih dan Menangis (1/3) b. Cek instruksi dokter tentang
- Lama episode nyeri (1/3)
jenis obat, dosis, dan
- Ekspresi oral ketika nyeri (1/3)
- Ekspresi wajah ketika nyeri (1/3) frekuensi
- Posisi tubuh melindungi (1/3) c. Cek riwayat alergi
- Gelisah (1/3) d. Pilih analgesic yang
- Kekuatan otot (1/3) diperlukan atau kombinasi
- Perubahan frekuensi nafas (1/3)
- Perubahan frekuensi nadi (1/3) dari analgesic ketika
- Perubahan tekanan darah (1/3) pemberian lebih dari Satu
- Perubahan ukuran pupil (1/3) e. Tentukan pilihan analgesic
- Keringat (1/3)
- Hilang nafsu makan (1/3) tergantung tipe dan berat
nyeri
f. Tentukan analgesic pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
g. Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
h. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesic pertama kali
i. Berikan analgesic tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
j. Evaluasi evektivitas
analgesic, tanda dan gejala
A. KESIMPULAN
Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan
oleh staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus influensae (Depkes RI, 1995).
Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau
mengakibatkan kehilangan ekstremitas. (Brunner, suddarth. (2001). Staphylococcus aureus
merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang.Organisme patogenik lainnya yang sering
dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus, Pseudomonas, dan Escerichia Coli.Jika infeksi
dibawa oleh darah, biasanya awaitan mendadak, sering terjadi dengan manifetasi klinis
septikema (misalnya : menggigil, demam tinggi, tachycardia dan malaise umum).
B. SARAN
Dengan adanya makalah ini pembaca diharapkan mampu memahami pembahasan teoritis
tentang penyakit Osteomielitis. Dan bagi perawat sendiri diharapkan mampu memberikan asuhan
keperawatan yang baik dan sesuai dengan kondisi klien yang di rawat. Sehingga tidak ada lagi
citra buruk perawat yang tidak memberikan pelayanan yang baik bagi klien.