Вы находитесь на странице: 1из 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Biodiesel adalah bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari sumberdaya
hayati yang berupa minyak lemak nabati atau lemak hewani yang telah digunakan
sebagai alternatif atau dicampur dengan minyak solar di mobil dan armada
industri dengan mesin diesel. Senyawa utamanya adalah ester. Biodiesel telah
banyak digunakan sebagai bahan bakar pengganti solar. Bahan baku biodiesel
yang dikembangkan bergantung pada sumber daya alam yang dimiliki suatu
negara, minyak kanola di Jerman dan Austria, minyak kedelei di Amerika Serikat,
minyak sawit di Malaysia, dan minyak kelapa di Filipina Indonesia mempunyai
banyak sekali tanaman penghasil minyak lemak nabati, diantaranya adalah kelapa
sawit, kelapa, jarak pagar, jarak, nyamplung, dan lain-lain, serta minyak hewani
yang berasal dari lemak sapi, lemak ayam, dan lain-lain.
Agar dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti solar, biodiesel harus
mempunyai kemiripan sifat fisik dan kimia dengan minyak solar. Salah satu sifat
fisik yang penting adalah viskositas. Sebenarnya, minyak lemak nabati sendiri
dapat dijadikan bahan bakar, namun, viskositasnya terlalu tinggi sehingga tidak
memenuhi persyaratan untuk dijadikan bahan bakar mesin diesel. Perbandingan
sifat fisik dan kimia biodiesel dengan minyak solar disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Perbandingan sifat fisik dan kimia biodiesel dan solar
Sifat fisik / kimia Biodiesel Solar
Komposisi Ester alkil Hidrokarbon
Densitas, g/ml 0,8624 0,8750
Viskositas, cSt 5,55 4,6
Titik kilat, oC 172 98
Angka setana 62,4 53
Energi yang dihasilkan 40,1 MJ/kg 45,3 MJ/kg
(Sumber: Internasional Biodiesel, 2001)
Dibandingkan dengan minyak solar, biodiesel mempunyai beberapa
keunggulan. Keunggulan utamanya adalah emisi pembakarannya yang ramah
lingkungan karena mudah diserap kembali oleh tumbuhan dan tidak mengandung
SOx. Perbandingan emisi pembakaran biodiesel dengan minyak solar disajikan
dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Perbandingan emisi pembakaran biodiesel dengan solar


Senyawa emisi Biodiesel Solar
SO2, ppm 0 78
NO, ppm 37 64
NO2, ppm 1 1
CO, ppm 10 40
Partikulat, mg/Nm3 0,25 5,6
Benzen, mg/Nm3 0,3 5,01
Toluen, mg/Nm3 0,57 2,31
Xilen, mg/Nm3 0,73 1,57
Etil benzen, mg/Nm3 0,3 0,73
(Sumber : Internasional Biodiesel, 2001)

Biodiesel pertama kali dikenalkan di Afrika Selatan sebelum perang dunia


II sebagai bahan bakar kenderaan berat. Biodiesel didefinisikan sebagai metil/etil
ester yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau hewan dan memenuhi kualitas
untuk digunakan sebagai bahan bakar di dalam mesin diesel. Sedangkan minyak
yang didapatkan langsung dari pemerahan atau pengempaan biji sumber minyak
(oilseed), yang kemudian disaring dan dikeringkan (untuk mengurangi kadar air),
disebut sebagai minyak lemak mentah. Minyak lemak mentah yang diproses
lanjut guna menghilangkan kadar fosfor (degumming) dan asam-asam lemak
bebas (dengan netralisasi dan steam refining) disebut dengan refined fatty oil atau
straight vegetable oil (SVO).
SVO didominasi oleh trigliserida sehingga memiliki viskositas dinamik
yang sangat tinggi dibandingkan dengan solar (bisa mencapai 100 kali lipat,
misalkan pada Castor Oil). Oleh karena itu, penggunaan SVO secara langsung di
dalam mesin diesel umumnya memerlukan modifikasi/tambahan peralatan khusus
pada mesin, misalnya penambahan pemanas bahan bakar sebelum sistem pompa
dan injektor bahan bakar untuk menurunkan harga viskositas. Viskositas (atau
kekentalan) bahan bakar yang sangat tinggi akan menyulitkan pompa bahan bakar
dalam mengalirkan bahan bakar ke ruang bakar. Aliran bahan bakar yang rendah
akan menyulitkan terjadinya atomisasi bahan bakar yang baik. Buruknya
atomisasi berkorelasi langsung dengan kualitas pembakaran, daya mesin, dan
emisi gas buang.
Pemanasan bahan bakar sebelum memasuki sistem pompa dan injeksi
bahan bakar merupakan satu solusi yang paling dominan untuk mengatasi
permasalahan yang mungkin timbul pada penggunaan SVO secara langsung pada
mesin diesel. Pada umumnya, orang lebih memilih untuk melakukan proses
kimiawi pada minyak mentah atau refined fatty oil/SVO untuk menghasilkan metil
ester asam lemak (fatty acid methyl ester-FAME) yang memiliki berat molekul
lebih kecil dan viskositas setara dengan solar sehingga bisa langsung digunakan
dalam mesin diesel konvensional. Biodiesel umumnya diproduksi dari refined
vegetable oil menggunakan proses transesterifikasi. Proses ini pada dasarnya
bertujuan mengubah (tri, di, mono) gliserida berberat molekul dan berviskositas
tinggi yang mendominasi komposisi refined fatty oil menjadi fatty acid methyl
ester (FAME).
Konsep penggunaan minyak tumbuh-tumbuhan sebagai bahan pembuatan
bahan bakar sudah dimulai pada tahun 1895 saat Dr. Rudolf Christian Karl Diesel
(Jerman, 1858-1913) mengembangkan mesin kompresi pertama yang secara
khusus dijalankan dengan minyak tumbuh-tumbuhan. Mesin diesel atau biasa juga
disebut Compression Ignition Engine yang ditemukannya itu merupakan suatu
mesin motor penyalaan yang mempunyai konsep penyalaan di akibatkan oleh
kompressi atau penekanan campuran antara bahan bakar dan oksigen didalam
suatu mesin motor, pada suatu kondisi tertentu. Konsepnya adalah bila suatu
bahan bakar dicampur dengan oksigen (dari udara) maka pada suhu dan tekanan
tertentu bahan bakar tersebut akan menyala dan menimbulkan tenaga atau panas.
Pada saat itu, minyak untuk mesin diesel yang dibuat oleh Dr. Rudolf Christian
Karl Diesel tersebut berasal dari minyak sayuran. Tetapi karena pada saat itu
produksi minyak bumi (petroleum) sangat melimpah dan murah, maka minyak
untuk mesin diesel tersebut digunakan minyak solar dari minyak bumi. Hal ini
menjadi inpirasi terhadap penerus Karl Diesel yang mendesain motor diesel
dengan spesifikasi minyak diesel. Bahan bakar nabati bioetanol dan biodiesel
merupakan dua kandidat kuat pengganti bensin dan solar yang selama ini
digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel. pemerintah Indonesia telah
mencanangkan pengembangan dan implementasi dua macam bahan bakar
tersebut, bukan hanya untuk menanggulangi krisis energi yang mendera bangsa
namun juga sebagai salah satu solusi kebangkitan ekonomi masyarakat .

2.1. Proses Transesterifikasi


Reaksi transesterifikasi sering disebut reaksi alkoholisis, yaitu reaksi
antara trigliserida dengan alkohol menghasilkan ester dan gliserin. Alkohol yang
sering digunakan adalah metanol, etanol, dan isopropanol. Berikut ini adalah
tahap-tahap reaksi transesterifikasi:

trigliserida alkohol digliserida ester

digliserida alkohol monogliserida ester

monogliserida alkohol gliserin ester


Secara keseluruhan reaksi transesterifikasi adalah sebagai berikut:
Trigliserida 3 (alkohol) gliserin 3 (ester)

Trigliserida bereaksi dengan alkohol membentuk ester dan gliserin. Kedua


produk dari reaksi ini membentuk dua fasa yang bertingkat sehingga mudah
dipisahkan. Fasa gliserin terletak dibawah dan fasa ester alkil diatas. Ester dapat
dimurnikan lebih lanjut untuk memperoleh biodiesel yang sesuai dengan standard
yang telah ditetapkan, sedangkan gliserin dimurnikan sebagai produk samping
pembuatan biodiesel. Gliserin merupakan senyawaan penting dalam industri.
Gliserin banyak digunakan sebagai pelarut, bahan kosmetik, sabun cair, dan lain-
lain.
2.1.1 Pengotor
Pengotor yang ada dalam biodiesel diantaranya gliserin, air, dan alkohol
sisa. Pemisahan pengotor dilakukan untuk mendapatkan biodiesel yang memenuhi
kriteria untuk dijadikan bahan bakar.
1. Gliserin
Gliserin dan ester membentuk dua fasa yang tidak saling larut. Gliserin
yang berada di lapisan bawah karena densitasnya lebih besar dari ester. Pemisahan
gliserin dari ester dapat dilakukan dengan cara dekantasi. Gliserin merupakan
produk samping proses pembuatan biodiesel yang bernilai ekonomis tinggi yang
dapat dijual dalam keadaan mentah (crude glycerin) atau gliserin yang telah
dimurnikan. Pemurnian gliserin akan lebih sulit jika terbentuk sabun hasil reaksi
asam lemak bebas dengan basa.
2. Air
Salah satu produk samping reaksi esterifikasi adalah air. Air harus
dihilangkan sebelum reaksi transesterifikasi. Pemisahan air ini dapat dilakukan
dengan penguapan atau menggunakan absorber. Pemisahan air dengan penguapan
lebih banyak dilakukan dalam industri biodiesel karena lebih murah. Air menjadi
sulit dipisahkan jika terdapat sabun hasil reaksi asam lemak bebas dengan basa.
Air akan berikatan dengan sabun dan gliserin sehingga pemisahannya menjadi
sulit.

2.2. Pengaruh Waktu Reaksi dan Kecepatan Pengadukan


Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor penting, antara
lain:
1. Waktu Reaksi
Waktu reaksi berbanding lurus dengan produk yang dihasilkan. Semakin
lama waktu reaksi semakin banyak produk yang dihasilkan karena keadaan ini
akan memberikan kesempatan terhadap molekul-molekul reaktan untuk
bertumbukan satu sama lain. Namun setelah kesetimbangan tercapai tambahan
waktu reaksi tidak mempengaruhi reaksi, melainkan dapat menyebabkan produk
berkurang karena adanya reaksi balik, yaitu metil ester terbentuk menjadi
trigliserida (Affandi, dkk., 2013).
2. Kecepatan Pengadukan
Proses pengadukan dapat meningkatkan pergerakan partikel materi.
Dengan meningkatnya pergerakan partikel materi, maka peristiwa tumbukan dan
kontak antarpartikel materi pun akan makin sering. Dengan begitu, reaksi kimia
akan berlangsung makin cepat. Oleh karena itu, agar reaksi kimia berlangsung
lebih cepat, maka zat-zat yang bereaksi memerlukan pengadukan.

2.3. Lemak Hewani


Salah satu dari pembuatan biodiesel dapat dilakukan dengan menggunakan
lemak hewan, seperti lemak sapi yang memiliki harga yang murah dan sering
tidak dikonsumsi lagi, sedangkan tingkat konsumsi daging sapi di Indonesia
nomor dua setelah daging ayam dilihat dari konsumsi daging menurut jenis
daging per kapita. Lemak ayam dapat disimpan untuk waktu reaksi yang lama
tanpa perlu pencegahan dan dismpan dalam tempat kedap udara untuk mencegah
terjadinya oksidasi (Affandi, dkk., 2013). Asam lemak merupakan asam organik
yang terdiri atas rantai hidrokarbon lurus yang pada satu ujung mempunyai gugus
karboksil (COOH) dan pada ujung lain gugus metil (CH3). Asam lemak
dibedakan menurut jumlah karbon yang dikandungnya, yaitu asam lemak rantai
pendek (6 atom karbon atau kurang), rantai sedang (8 hingga 18 karbon), rantai
panjang (14-18 karbon), dan rantai sangat panjang (20 atom karbon atau lebih).
(Almatsier, 2004).
Berdasarkan penelitian sebelumnya tentang karakteristik lemak hewani
(ayam, sapi dan babi) hasil analisa FTIR dan GCMS, maka pada tabel di bawah
ini dapat dilihat komposisi asam lemak pada lemak ayam.

Tabel 2.3. Komposisi asam lemak pada lemak ayam


Asam Lemak Persentase asam lemak (%)
Asam Kaprilat C8:0 Td
Asam Kaprat C10:0 Td
Asam Laurat C12:0 Td
Asam Misirat C14:0 0,74
Asam Palmitoetat C16:1 7,01
Asam Palmiat C16:0 27,24
Asam Margarta C17:0 Td
Asam Linoleat C18:2 16,36
Asam Oleat C18:1 38,35
Asam Stearat C18:0 5,56
Asam Arakidonat C20:4 0,87
Asam Eikosenat C20:1 0,41
Asam Arakat C20:0 Td
(Sumber: Sandra Hermanto dan Anna Muawanah, 2008)

2.4. Pembuatan Biodiesel


Biodiesel dapat berupa metil ester ataupun etil ester tergantung dari jenis
alkohol yang digunakan. Tetapi yang paling sering diproduksi adalah metil ester
karena metanol mudah didapat dan tidak mahal.
Kondisi proses produksi biodiesel dengan menggunakan katalis basa adalah:
1. Reaksi berlangsung pada temperatur dan tekanan yang rendah (150F dan
20 psi).
2. Menghasilkan konversi yang tinggi (98%) dengan waktu reaksi dan
terjadinya reaksi samping yang minimal.
3. Konversi langsung menjadi biodiesel tanpa tahap intermediate.
4. Tidak memerlukan konstruksi peralatan yang mahal.
Secara umum, pembuatan biodiesel adalah sebagai berikut : Katalis dan
stearin dimasukkan ke dalam reaktor, kemudian dialirkan metanol hasil destilasi
ke bagian bawah reaktor. Katalis yang umum digunakan adalah natrium
hidroksida (kaustik soda). Campuran bereaksi pada temperatur 150F selama 1
sampai 8 jam dengan pengadukan yang kuat. Katalis yang ditambahkan harus
cukup untuk mengkatalis reaksi dan juga bereaksi dengan asam lemak bebas. Jika
kandungan asam lemak bebas terlalu tinggi (lebih dari 0,5-1%), atau jika terdapat
air dalam reaksi, sabun akan terbentuk dengan terlebih dahulu membentuk emulsi
dengan metanol dan minyak, sehingga reaksi metanolisis tidak dapat terjadi.
Karena itu minyak yang digunakan harus diolah sedemikian rupa untuk
membuang asam lemak bebas dan semua laju umpan masuk dijaga agar bebas air.
Biasanya dalam pembuatan biodiesel digunakan metanol berlebih supaya
minyak ataupun lemak yang digunakan terkonversi secara total membentuk ester.
Kelebihan metanol dapat dipisahkan dengan proses destilasi. Metanol yang
diperoleh kembali ini dapat digunakan lagi untuk proses pembuatan biodiesel.
Selanjutnya Pada tahap ini juga perlu dijaga agar air tidak terakumulasi pada alur
pengeluaran metanol. Setelah reaksi selesai dan metanol telah dipisahkan,
terbentuk dua produk utama, yaitu gliserol dan metil ester. Karena adanya
perbedaan densitas (gliserol 10 lbs/gal dan metil ester 7,35 lbs/gal) maka
keduanya dapat terpisah secara gravitasi. Gliserol terbentuk pada lapisan bawah
sementara metil ester pada lapisan atas. Gliserol yang dihasilkan mengandung
katalis yang tidak terpakai dan sabun.
Pemurnian gliserol dapat dilakukan dengan penambahan asam membentuk
garam dan dialirkan ke tempat penyimpanan gliserol kotor. Gliserol yang
diperoleh biasanya memiliki kemurnian sekitar 80-88 % dan dapat dijual sebagai
gliserol kotor. Setelah dipisahkan dari gliserol, metil ester dicuci dengan air
hangat untuk membuang residu katalis dan sabun, lalu dikeringkan dan dialirkan
ke tempat penyimpanan. Metil ester yang dihasilkan biasanya mempunyai
kemurnian 98 % dan siap dijual sebagai bahan bakar (biodiesel).

2.5. Biodiesel dari Lemak Ayam


Pembuatan biodisel dari lemak ayam dapat diaplikasi untuk menanggulangi
pencemaan lingkungan serta menunjang ketahanan energi kemasyarakatan, untuk
keperluan sendiri dilingkungannya. Tulisan ini akan memaparkan kinetika dan
proses pembuatan biodisel dengan bahan baku lemak ayam broiler dan metanol
dengan katalisator CaO. Teknologi ini sangat mudah, murah dan dalam
aplikasinya sangat bermanfaat terhadap lingkungan dan dapat meningkatkan nilai
ekonomis limbah dari penjual ayam potong dipasar Indralaya, Ogan Ilir. Pada
prinsipnya, proses transesterifikasi adalah mengeluarkan gliserin dari minyak dan
mereaksikan asam lemak bebasnya dengan alkohol menjadi alkohol ester (Fatty
Acid Methyl Ester) atau biodisel (Yoeswono, dkk, 2008).

Вам также может понравиться

  • Fix
    Fix
    Документ33 страницы
    Fix
    Dita Miranda Liedorra
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ1 страница
    Cover
    Dita Miranda Liedorra
    Оценок пока нет
  • Biru
    Biru
    Документ1 страница
    Biru
    Dita Miranda Liedorra
    Оценок пока нет
  • Matriks Penelitian
    Matriks Penelitian
    Документ2 страницы
    Matriks Penelitian
    Dita Miranda Liedorra
    Оценок пока нет
  • Macam Macam Valve
    Macam Macam Valve
    Документ21 страница
    Macam Macam Valve
    Dita Miranda Liedorra
    Оценок пока нет
  • Atavisme
    Atavisme
    Документ5 страниц
    Atavisme
    Dita Miranda Liedorra
    Оценок пока нет
  • Hazard Identification
    Hazard Identification
    Документ22 страницы
    Hazard Identification
    Dita Miranda Liedorra
    Оценок пока нет
  • Makalah Dampak Internet
    Makalah Dampak Internet
    Документ9 страниц
    Makalah Dampak Internet
    Dita Miranda Liedorra
    Оценок пока нет