Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Nurhayati Nufus
12100114105
Preseptor :
Rini Sulviani, dr., Sp.A., M.Kes.
BAB I
PENDAHULUAN
1
Keadaan gizi kurang dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan,
perkembangan, khususnya pada perkembangan otak, penurunan kecerdasan serta
penurunan intelligence quotient (IQ), gangguan perkembangan mental, gangguan
perilaku seperti anak menjadi apatis, gangguan bicara, serta kerentanan terhadap
penyakit. Hal ini dapat berpengaruh pada kehadiran dan prestasi anak di
sekolah.1,5,6,7,8 Selain itu dapat berdampak buruk pada banyak organ dan
sistem yang pada dasarnya membutuhkan gizi karena gizi diperlukan dalam
metabolisme serta proses-proses yang terjadi di dalam tubuh.9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Menurut United Nations of Childrens Fund (UNICEF) banyak
faktor yang menyebabkan gizi kurang, yaitu:11
1. Penyebab langsung
Makanan dan penyakit dapat menyebabkan gizi kurang secara
langsung. Anak yang mendapatkan cukup makanan tetapi sering sakit,
pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang
tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya melemah dan
terserang penyakit.
2. Penyebab tidak langsung
Ada tiga penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang,
yaitu ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai, pola pengasuhan
anak kurang memadai dan pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang
memadai.
Penilaian status gizi terdiri atas 2 cara, yaitu langsung dan tidak
langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi
antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik sedangkan penilaian status gizi
3
secara tidak langsung dapat dibagi menjadi survei konsumsi makanan,
statistik vital, dan faktor ekologi.4
Penilaian status gizi secara langsung dan tidak langung akan dibahas
secara umum sebagai berikut.
A. Antropometri
1. Pengertian
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari
sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi.
2. Penggunaan
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan
fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri disajikan dalam
bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah
sebagai berikut :
Umur.
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan
penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil
penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak
berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang
sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang
mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur
anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12
bulan, 1 bulan adalah 30 hari.
Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran
massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap
perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi
makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks
BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat
perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam
4
penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling
banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja
tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan
kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu.
Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat
dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk
melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan
berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan
dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U ( tinggi badan menurut umur), atau
juga indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan
karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan
setahun sekali. Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter
penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang
berhubungan dengan status gizi.
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Tabel 1. Indikator Pertumbuhan menurut Z-score
Z-score Indikator pertumbuhan
Catatan :
1. Seorang anak pada kategori ini termasuk sangat tinggi dan
biasanya tidak menjadi masalah kecuali anak yang sangat
tinggi mungkin mengalami gangguan endokrin seperti
adanya tumor yang memproduksi hormon pertumbuhan.
Rujuk anak tersebut, jika diduga mengalami endokrin
(misalnya anak tinggi sekali menurut umurnya, sedangkan
tinggi orang tua normal)
2. Seorang anak berdasarkan BB/U berdasarkan kategori ini,
kemungkinan mempunyai masalah pertumbuhan, tetapi
akan lebih baik bila anak ini dinilai berdasarkan indikator
PB/U atau TB/U, BB/TB atau BB/PB atau IMT/U.
16
3. Hasil ploting diatas 1 menunjukan kemungkinan risiko. Bila
kecenderungannya menuju garis z score 2 berarti risiko lebih
pasti.
4. Anak yang pendek atau sangat pendek kemungkinan akan
menjadi gemuk bila mendapatkan intervensi gizi yang salah.
5. Anak yang dinilai berdasarkan BB/PB atau TB sebagai
sangat kurus dan terlihat tanda-tanda klinis
marasmus,maka disebut marasmus.
6. Anak yang dinilai berdasarkan indeks BB/U atau indeks
lainnya bila dittemukan edema pada kedua punggung kaki
dan tidak ditemukan penyebab lain (penyebab jantung,
ginjal dan hati maka disebut kwasiorkor atau marasmic
kwashai kurus iorkor).
7. Anak yang dinilai berdasarkan indeks BB/PB atau TB sebagai
kurus disebut juga gizi kurang, dan sangat kurus disebut
juga gizi buruk.
B. Klinis
1. Pengertian
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai
status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang
terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat
pada jaringan epitel (superficial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan
17
mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti
kelenjar tiroid.
2. Penggunaan
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid
clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda
klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu
digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan
pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.
C. Blokimia
1. Pengertian
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang
diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.
Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa
jaringan tubuh seperti hati dan otot.
2. Penggunaan
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan
terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi, Banyak gejala klinis yang kurang
spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk
menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
D. Biofisik
1. Pengertian
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan
struktur dari jaringan.
2. Penggunaan
Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta
senja epidemik (epidemic of night blindnes), Cara yang digunakan adalah tes
adaptasi gelap.
2. Penggunaan
18
Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran
tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu.
Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.
F. Statistik Vital
1. Pengertian
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis
data beberpa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka
kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang
berhubungan dengan gizi.
2. Penggunaan
Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak
langsung pengukuran status gizi masyarakat.
G. Faktor Ekologi
1. Pengertian
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi
sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya.
Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti
iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.
2. Penggunaan
Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui
penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program
intervensi gizi.
BAB III
KURANG ENERGI PROTEIN
3.1 Definisi
KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi
energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka
19
Kecukupan Gizi.13 KEP adalah suatu kondisi patologis yang diakibatkan
kegagalan kronis dan kumulatif terpenuhinya kebutuhan fisiologis energi dan
protein.14
3.2 Epidemiologi
KEP merupakan bentuk malnutrisi yang terdapat terutama pada anak-anak
di bawah umur 5 tahun dan kebanyakan di negara-negara sedang
berkembang.15
Di Indonesia terjadi peningkatan prevalensi gizi kurang (berat badan
menurut umur). Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013
menunjukkan prevalensi gizi kurang dari 13,0% pada tahun 2010
meningkat menjadi 13,9% pada tahun 2013, dan gizi buruk dari 4,9% pada
tahun 2010 meningkat menjadi 5,7% pada tahun 2013.2
Di Jawa Barat angka prevalensi gizi kurang mengalami peningkatan dari
9,9% pada tahun 2010 menjadi 16% pada tahun 2013.2
Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2004 menyebutkan
bahwa di negara berkembang, setiap empat anak terkena Protein Energy
Malnutrition di seluruh dunia: 26,7% underweight dan 32,5% stunted.1
3.3 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya KEP dapat dibagi menjadi 2, yaitu:14
1. KEP Primer
Kekurangan konsumsi karena tidak tersedianya bahan makanan
Faktor-faktor penyebab KEP akibat dari asupan makanan yang kurang
atau asupan makanan dengan kualitas nutrisi protein yang rendah
diantaranya:
a. Faktor Sosial dan Ekonomi
Kemiskinan menyebabkan ketersediaaan makanan yang
rendah, kepadatan penduduk dan kondisi pemukiman yang tidak
sehat, serta perawatan anak yang tidak layak, kesalahpahaman
tentang kegunaan makanan tertentu, ketidakcukupan pemberian
makan selama sakit, dan distribusi makanan yang tidak tepat.
20
Kebiasaan budaya dan sosial yang menentukan makanan
tabu, beberapa makanan dan kebiasaan makan terutama populer
diantara dewasa dan wanita, dan perpindahan dari daerah desa ke
kota dapat menyebabkan atau mempercepat pemunculan KEP.
b. Faktor Biologis
Malnutrisi maternal sebelum dan/atau selama kehamilan
lebih sering menyebabkan berat badan bayi baru lahir yang rendah.
Penyakit infeksius adalah penyumbang utama sebagai penyebab
KEP, seperti diare, campak, AIDS, tuberkulosis yang menyebabkan
keseimbangan negatif protein dan energi karena anoreksia
(pengurangan asupan makanan), muntah, penurunan absorpsi
(kehilangan nutrien), dan proses katabolik (peningkatan kebutuhan
dan kehilangan metabolik).
c. Faktor Lingkungan
Kondisi pemukiman padat/tidak sehat menimbulkan
infeksi, yang juga merupakan penyebab KEP yang sangat penting,
terutama diantara orang dengan kejadian diare yang berat dan
sering. Pola pertanian, kekeringan, banjir, perang, dan perpindahan
darurat akan mengalami kekurangan makanan dan dapat
menyebabkan KEP di semua populasi.
d. Umur
KEP dapat mempengaruhi semua tingkat umur, namun lebih
sering pada bayi dan anak-anak yang sedang tumbuh dengan
peningkatan kebutuhan nutrisi (mereka tidak mendapat makanan
sendiri dan biasanya tinggal pada kondisi higienis di bawah
rendah), sehingga sering menjadi diare atau infeksi lainnya. Bayi
yang disapih lebih awal dari ASI atau yang diberi susu formula
untuk jangka panjang tanpa pemberian makanan komplemen yang
cukup akan menjadi malnutrisi karena kekurangan asupan energi
dan protein yang adekuat.
2. KEP Sekunder
21
Kekurangan kalori-protein akibat penyakit (misalnya penyakit ginjal, hati,
jantung, paru, dan lain-lain)
Catatan :
KEP berat/gizi buruk secara klinis terdapat dalam 3 (tiga) tipe, yaitu
Kwashiorkor, Marasmus, dan Marasmik-Kwashiorkor;
Tanpa melihat berat badan, bila disertai edema yang bukan karena
penyakit lain adalah KEP berat/gizi buruk tipe Kwashiorkor;
22
KEP sedang KEP Berat
Edema Simetris Tidak Ya (Kwashiorkor)
BB/TB (Z skor) -2 s/d -3 SD (kurus) <-3 SD marasmus (sangat kurus)
TB/U (Z-skor) -2 s/d -3 SD (pendek) <-3 SD (sangat pendek)
Catatan : untuk anak >5 tahun, sebagai pembanding digunakan referensi kurva
pertumbuhan WHO 2007 dan menggunakan indeks antropometri BMI untuk usia
(BMI/U) sebagai ganti BB/TB
1. Kwashiorkor
23
- Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki
(dorsum pedis). Diawali dengan edema pada kedua punggung kaki +,
tungkai dan lengan bawah ++ , dan seluruh tubuh (wajah dan perut) +
++ .
- Penampilan seperti anak gendut
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata sayu
- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut
tanpa rasa sakit, dan rontok. Pada kwashiorkor yang lanjut terlihat
rambut kusam, kering, halus, jarang. Warna hitam menjadi merah,
coklat, kelabu sampai putih.
- Perubahan status mental (rewel, banyak menangis, pada pada stadium
lanjut sangat apatis)
- Pembesaran hati
- Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri
atau duduk
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement
dermatosis). Dimulai dengan titik merah menyerupai petekie, berpadu
menjadi bercak yang lambat laun menghitam, yang kemudian akan
mengelupas maka terdapat bagian yang merah dikelilingi oleh batas-
batas yang masih hitam. Bagian tubuh yang sering basah disebabkan
terjadinya keringat atau air kencing dan terus-menerus berupa bercak
merah muda yang meluas dan berubah warna mendapat tekanan
merupakan predileksi terjadinya crazy pavement dermatosis.
2. Marasmus
24
- Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua
- Perubahan status mental (cengeng, rewel, apatis)
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada
(pada daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/baggy
pants) sehingga turgor kulit berkurang. Kulit juga tampak kering dan
dingin.
- Perut cekung
- Tulang rusuk menonjol (Iga gambang,:piano sign)
- Sering disertai: - penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
- diare
- Otot-otot atrofi
- Tekanan darah rendah dan tidak jarang terdapat bradikardi
- Frekuensi nafas berkurang
- Anemia
3. Marasmik-Kwashiorkor
25
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klnik
Kwashiorkor dan Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-
NCHS disertai edema yang tidak mencolok.
26
3.7 Kriteria Diagnosis
Diagnosis KEP didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.14 Di dalam anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai
berikut :
a. Asupan makanan (Intake makanan dan cairan saat ini, diet sebelum sakit,
menyusui/ASI, hilangnya nafsu makan)
b. Aktivitas
c. Penyakit yang mendasari (durasi dan frekuensi diare dan muntah, tipe diare
(berair/berdarah), batuk kronis, diketahui atau suspek menderita HIV, kontak
dengan penderita tuberkulosis, kontak dengan penderita campak)
d. Lingkungan keluarga untuk mengetahui latar belakang sosial anak
e. Riwayat selama postnatal (berat badan lahir)
f. Riwayat tumbuh kembang: ditimbang setiap bulan, duduk, berdiri, bicara dan
lain-lain
g. Riwayat imunisasi
27
b. Antropometri
(BB/TB)
c. Pitting Edema
Pemeriksaan Penunjang
Darah : Hb, Leukosit, Eritrosit, Nilai Absolut Eritrosit, Hematokrit, Apus
Darah Tepi, Albumin, Protein Total, Ureum, Kreatinin, Kolesterol, HDL,
Trigliserida, Fe, TIBC, Transthyretin Serum, Elektrolit, Glukosa, Bilirubin,
Indeks Protrombin dan Biakan
Urin : rutin, kultur
Apus Rektal
28
Foto Rontgen toraks
3.8 Penatalaksanaan
3.8.1 KEP Ringan
Diberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah dan
pemberian vitamin. Dianjurkan untuk memberikan ASI eksklusif (Bayi <4 bulan)
dan terus memberikan ASI sampai 2 tahun. Pada pasien KEP ringan yang dirawat
inap untuk penyakit lain, diberikan makanan sesuai dengan penyakitnya dengan
tambahan energi sebanyak 20% agar tidak jatuh pada KEP sedang atau berat, serta
untuk meningkatkan status gizinya. Selain itu obati penyakit penyerta.
29
BB ideal x RDA menurut usia tinggi
Pemberian kalori awal sebesar 50-75% dari target untuk menghindari
refeeding .
a. Penderita rawat jalan (di RS/Puskesmas):
Diberikan nasehat pemberian makanan dengan tambahan energi 2050% dan
vitamin serta teruskan ASI bila anak <2 tahun. Pantau kenaikan berat
badannya setiap 2 minggu dan obati penyakit penyerta.
b. Penderita rawat inap:
Diberikan makanan tinggi energi dan protein, secara bertahap sampai dengan
energi 20-50% di atas kebutuhan yang dianjurkan (Angka Kecukupan
Gizi/AKG) dan diet sesuai dengan penyakitnya, berat badan dipantau setiap
hari, selain itu diberi vitamin dan penyuluhan gizi. Setelah penderita sembuh
dari penyakitnya, tapi masih menderita KEP ringan atau sedang, rujuk ke
puskesmas untuk penanganan masalah gizinya.
Dalam proses pengobatan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase
stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Tatalaksana ini digunakan baik pada
penderita kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-kwashiorkor. Bagan dan jadwal
pengobatan sebagai berikut:14,16
30
1 Hipoglikemia
2 Hipotermia
3 Dehidrasi
4 Elektrolit
5 Infeksi
6 MulaiPemberian
Makanan
7 Tumbuh
kejar/peningkatan
pemberian makanan
8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe
9 Stimulasi
10 Tindak lanjut
31
kematian pada 2 hari pertama perawatan. Hipoglikemi dapat terjadi karena adanya
infeksi berat atau anak tidak mendapat makanan selama 4-6 jam.
Bila kadar gula darah dibawah 54 mg/dl atau 3 mmol/dl, berikan:
Bila anak sadar :
1 Glukosa 10% atau larutan sukrosa 10% sebanyak 50 ml bolus (pemberian
sekaligus). (1 sdt gula dalam 5 sdm air) secara oral atau pipa naso-gastrik.
2 Selanjutnya berikan larutan tersebut setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali
berikan bagian dari jatah untuk 2 jam)
3 Berikan antibiotika (lihat langkah 5)
4 Secepatnya berikan makan setiap 2 jam, siang dan malam (lihat langkah 6)
Bila anak tidak sadar
1. Glukosa 10% IV 5 mg/kgBB diikuti dengan glukosa atau larutan sukrosa 10%
sebanyak 50 ml melalui NGT.
2. Bila anak mulai sadar segera berikan F75 (lihat langkah 6)
Pemantauan :
- Bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula darah dengan darah
dari ujung jari atau tumit setelah 2 jam.
- Sekali diobati, kebanyakan anak akan stabil dalam 30 menit
- Bila gula darah turun lagi sampai <50 mg/dl, ulangi pemberian 50 ml (bolus)
larutan glukosa 10% atau sukrosa, dan teruskan pemberian setiap 30 menit
sampai stabil.
- Ulangi pemeriksaan gula darah bila suhu aksila <36C dan/atau kesadaran
menurun.
Pencegahan :
- Mulai segera pemberian makan setiap 2 jam (langkah 6), sesudah dehidrasi
yang ada dikoreksi.
- Selalu memberikan makanan sepanjang malam.
Catatan :
32
Bila tidak dapat memeriksa kadar glukosa darah, anggaplah setiap anak KEP
berat/gizi buruk menderita hipoglikemia dan atasi segera dengan ditatalaksana
seperti tersebut di atas.
33
lahan untuk menghindari beban sirkulasi dan jantung. (Lihat penanganan
kegawatan).
Cairan rehidrasi oral standar WHO mengandung terlalu banyak natrium dan
kurang kalium untuk digunakan pada penderita KEP berat/gizi buruk. Sebagai
pengganti, berikan larutan garam/elektrolit khusus yaitu Resomal (Rehydration
Solution for Malnutrition atau penggantinya)
Diagnosis pasti adanya dehidrasi adalah dengan pengukuran berat jenis urin
(>1.030), selain tanda dan gejala klinis khas bila ada antara lain rasa haus dan
mukosa mulut kering. Tidak mudah untuk memperkirakan status dehidrasi pada
KEP berat/gizi buruk dengan menggunakan tanda-tanda klinis saja. Jadi, anggap
semua anak KEP berat/gizi buruk dengan diare encer mengalami dehidrasi
sehingga harus diberi:
- Cairan Resomal / pengganti sebanyak 5 ml/KgBB setiap 30 menit selama 2
jam secara oral atau lewat pipa nasogastrik.
- Selanjutnya beri 510 ml/kg/jam untuk 410 jam berikutnya; jumlah tepat
yang harus diberikan tergantung berapa banyak anak menginginkannya dan
banyaknya kehilangan cairan melalui tinja dan muntah.
- Ganti Resomal/cairan pengganti pada jam ke-6 dan ke-10 dengan formula
khusus sejumlah yang sama bila keadaan rehidrasi menetap/stabil.
- Selanjutnya mulai beri formula khusus (langkah 6).
- Selama pengobatan, pernafasan cepat dan nadi lemah akan membaik dan anak
mulai kencing.
Pemantauan
Penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap -1 jam selama 2 jam pertama,
kemudian setiap jam untuk 6-12 jam selanjutnya.dengan memantau:
- denyut nadi
- pernafasan
- frekuensi kencing
- frekuensi diare/muntah.
Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan ubun-ubun besar yang
berkurang, perbaikan turgor kulit, merupakan tanda bahwa rehidrasi telah
berlangsung, tetapi pada KEP berat/gizi buruk perubahan ini seringkali tidak
34
terlihat, walaupun rehidrasi sudah tercapai. Pernafasan dan denyut nadi yang cepat
dan menetap selama rehidrasi menunjukkan adanya infeksi atau kelebihan cairan.
Tanda kelebihan cairan: frekwensi pernafasan dan nadi meningkat, edema dan
pembengkakan kelopak mata bertambah. Bila ada tanda-tanda tersebut, hentikan
segera pemberian cairan dan nilai kembali setelah 1 jam.
Pencegahan:
- Bila diare encer berlanjut: teruskan pemberian formula khusus (langkah 6)
- Ganti cairan yang hilang dengan Resomal / pengganti (jumlah + sama)
Sebagai pedoman, berikan Resomal/pengganti sebanyak 50-100 ml setiap
kali buang air besar cair
- Bila masih mendapat ASI, teruskan.
35
Karenanya pada semua KEP berat/gizi buruk beri secara rutin :
- Antibiotik spektrum luas
- Vaksinasi Campak bila umur anak >6 bulan dan belum pernah diimunisasi,
bila keadaan anak sudah memungkinkan (paling lambat sebelum anak
dipulangkan)
- Ulangi pemberian vaksin setelah keadaan gizi anak menjadi baik.
- Beberapa ahli memberikan metronidazol (7.5 mg/kg, setiap 8 jam selama 7
hari) sebagai tambahan pada antibiotik spektrum luas guna mempercepat
perbaikan mucosa usus dan mengurangi resiko kerusakan oksidatif dan infeksi
sistemik akibat pertumbuhan bakteri anaerobik dalam usus halus.
Pilihan antibiotik spektrum luas:
Bila tanpa penyulit:
Kotrimoksasol 5 ml suspensi pediatri secara oral, 2 x/hari selama 5 hari (2,5 ml
bila berat badan < 4 Kg)
Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada penyulit (hipoglikemia: hipotermia,
infeksi kulit, saluran nafas atau saluran kencing), beri :
Ampisilin 50 mg/kgBB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 2 hari, dilanjutkan dengan
Amoksisilin secara oral 15 mg/KgBB setiap 8 jam selama 5 hari. Bila amoksisilin
tidak ada, teruskan ampisilin 50mg/kgBB setiap 6 jam secara oral.
Dan
Gentamicin 7.5 mg /Kg/BB/i.m./i.v. sekali sehari, selama 7 hari.
Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol 25
mg/kg/BB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 5 hari.
Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik, tambahkan antibiotik spesifik yang
sesuai. Tambahkan obat anti malaria bila pemeriksaan darah untuk malaria
positif.
Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotik, lengkapi pemberian
hingga 10 hari. Bila masih tetap ada, nilai kembali kadaan anak secara lengkap,
termasuk lokasi infeksi, kemungkinan adanya organisme yang resisten serta
apakah vitamin dan mineral telah diberikan dengan benar.
36
Semua KEP berat menderita kekurangan vitamin dan mineral. Walaupun anemia
biasa dijumpai, jangan terburu-buru memberikan preparat besi (Fe), tetapi tunggu
sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya setelah minggu
ke-2). Pemberian besi pada masa awal dapat memperburuk keadaan infeksinya.
Berikan setiap hari:
- Suplementasi multivitamin
- Asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)
- Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari
- Tembaga (Cu) 0.2 mg/kgBB/hari
- Bila BB mulai naik: Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10 mg/kgBB/hari
- Vitamin A oral pada hari 1 :
umur > 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan : 100.000 SI, 0-5 bulan : 50.000 SI
(jangan berikan bila sebelumnya anak sudah pasti mendapat vit. A).
37
- Jumlah yang diberikan dan sisanya
- Muntah
- Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja
- BB (harian).
Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan berkurang dan BB mulai naik, tetapi
pada penderita dengan edema BB-nya akan menurun dulu bersamaan dengan
menghilangnya edema, baru kemudian BB mulai naik.
Bila diare berlanjut atau memburuk walaupun pemberian nutrisi sudah berhati-
hati. (lihat bab diare persisten).
38
Bila terjadi peningkatan detak nafas >5x/menit dan denyut nadi >25x/menit dalam
pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula. Setelah
normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.
Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi:
- Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering.
- Energi : 150-220 Kkal/kgBB/hari
- Protein 4-6 gram/kgBB/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula, karena
energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
Pemantauan setelah periode transisi:
Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan berat badan :
- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
- Evaluasi kenaikan BB setiap minggu (g/kgBB/minggu)
Bila kenaikan BB:
- Kurang ( <5 g/kgBB/hari ), perlu re-evaluasi menyeluruh :
Sedang (5-10 g/kgBB/haris), evaluasi apakah masukan makanan mencapai
target atau apakah infeksi telah dapat diatasi.
39
Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan dirumah
setelah penderita dipulangkan.
Peragakan kepada orangtua :
- pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang
padat
- terapi bermain terstruktur.
Sarankan:
- Membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur:
- Pemberian suntikan/imunisasi dasar dan ulangan (booster)
- Pemberian vitamin A setiap 6 bulan.
Pemberian Diet
Pemberian diet pada KEP berat harus memenuhi syarat sebagai berikut:
- Melalui 3 fase yaitu fase stabilisasi, transisi, dan rehabilitasi
- Kenutuhan energi : 100 200 kal/kgBB/hari
- Kebutuhan protein : 1 6 g/kgBB/hari
- Pemberian suplementasi vitamin dan mineral bila ada defisiensi atau
pemberian bahan makanan sumber mineral tertentu sebagai berikut:
Sumber Zn : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah, telur ayam
Sumber Cu : tiram, daging, hati
Sumber Mn : beras, kacang tanah, kedelai
Sumber Mg : daun seledri, bubuk coklat, kacang-kacangan, bayam
Sumber K : jus tomat, pisang, kacang-kacangan, kentang, apel, alpukat, bayam,
daging tanpa lemak.
- Jumlah cairan 150-200 ml/kgBB/hari, bila edema dikurangi
- Cara pemberian per oral atau lewat NGT
- Porsi makan kecil dan frekuensi sering
- Makanan fase stabilisasi harus hiperosmolar, rendah laktosa, dan rendah serat
(Lihat tabel 7 Formula WHO dan Modifikasi)
- Teruskan pemberian ASI
- Jenis makanan berdasarkan berat badan
- BB <7kg diberikan kembali makanan bayi
- BB >7kg dapat langsung diberikan makanan anak secara bertahap
40
- Mempertimbangkan hasil anamnesis riwayat gizi
41
F75 : Setiap 100 ml mengandung 75 kalori
F100 : Setiap 100 ml mengandung 100 kalori
F135 : Setiap 100 ml mengandung 135 kalori
Jika hanya sedikit yang disiapkan maka tidak layak untuk menyiapkan vitamin
karena jumlah yang sedikit. Dalam kasus ini tambahkan suplemen multivitamin,
42
alternatifnya campurkan mineral dan vitamin untuk anak yang kekurangan gizi
bisa menggunakan diet ini. Formula lainnya dapat dibuat dengan 35gram susu
kering, 70 gram gula, 35 gram tepung sereal, 17 gram minyak, 20ml larutan
mineral, 140 mg larutan vitamin dan air sampai 1000ml. alternatif lainnya dapat
menggunakan 300 ml susu sapi segar, 70 gram gula, 35 gram tepung sereal, 17
gram minyak, 20 ml larutan mineral, 140 mg larutan vitamin, dan tambahkan air
sampai 1000ml.
CAIRAN RESOMAL
Terdiri atas :
Air 2L
Bubuk WHO-ORH untuk 1L (*) 1 pak
Gula pasir 50 g
Larutan eletrolit/mineral (**) 40g
Setiap 1L cairan resomal mengandung Na 45 mEq, K 40 mEq, dan Mg 1,5 mEq.
(*) Bubur WHO-ORH untuk 1L mengandung NacL 3,5 g, trisodium citrate
dihidrat 2,9 g, KCl 1,5 g, dan glukosa 20 g.
(**) Larutan elektrolit mineral, terdiri atas :
KCL 224 g
Tripotassium Citrat 81 g
MgCL2.6H2O 76 g
Zn asetat 2H2O 8,2 g
Cu SO4.5H2O 1,4 g
Air sampai larutan menjadi 2500 ml (2,5 L)
43
Gula pasir 50g
Bubuk HCl 4g
Oleh karena larutan pengganti tidak mengandung Mg, Zn, dan Cu, maka berikan
makanan yang merupakan sumber mineral tersebut. Dapat pula diberikan MgSo4 50%
IM 1x dengan dosis 0,3ml/kgBB (maks. 2ml).
Tindak Lanjut
Merujuk ke Puskesmas
Merencanakan dan mengikuti kunjungan rumah
Merencakan pemberdayaan keluarga
44
B. PENGOBATAN PENYAKIT PENYERTA
Pengobatan ditujukan pada penyakit yang sering menyertai KEP berat, yaitu:
1. Defisiensi vitamin A
Bila terdapat tanda defisiensi vitamin A pada mata, beri anak vitamin A
secara oral pada hari ke-1, 2 dan 14 atau sebelum pulang dan bila terjadi
perburukan keadaan klinis dengan dosis:
umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali
umur 6-12 bulan : 100.000 SI/kali
umur 0-5 bulan : 50.000 SI/kali
Bila ada ulserasi pada mata, beri tambahan perawatan lokal untuk mencegah
prolaps lensa :
beri tetes mata kloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3 jam
selama 7-10 hari
teteskan tetes mata atropin, 1 tetes, 3 kali sehari selama 3-5 hari
tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali.
2. Dermatosis
Dermatosis ditandai adanya :
hipo/hiperpigmentasi
deskuamasi (kulit mengelupas)
lesi ulserasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi
sekunder, antara lain oleh Candida; umumnya terdapat defisiensi Zn.
Sesudah splementasi Zn dan dermatosis membaik, penyembuhan akan
lebih cepat bila diberikan
Kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (K-
permanganat) 1% selama 10 menit
Beri salep/krim (Zn dengan minyak kastor)
Usahakan agar daerah perineum tetap kering.
45
3. Parasit/cacing
Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari.
4. Diare melanjut
Diare biasa menyertai KEP berat, tetapi akan berkurang dengan sendirinya
pada pemberian makanan secara berhati-hati
Intoleransi laktosa tidak jarang sebagai penyebab diare.Diobati hanya bila
diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum.
Berikan formula bebas / rendah laktosa.
Metronidazol 7.5 mg/kgBB per oral setiap 8 jam selama 7 hari.
Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab lain dari
melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik.
5. Tuberkulosis
Bila dugaan kuat menderita TB, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali
alergi) dan Ro-foto toraks. Bila positif atau sangat mungkin TB, obati sesuai
pedoman pengobatan TB.
C. KEGAGALAN PENGOBATAN
Kegagalan pengobatan tercermin pada angka kematian dan kenaikan berat
badan:
1 Perhatikan saat terjadi kematian
Dalam 24 jam pertama: kemungkinan hipoglikemia, hipotermia, sepsis
yang terlambat atau tidak terdeteksi, atau proses rehidrasi kurang tepat.
Dalam 72 jam: cek apakah volume formula terlalu banyak atau
pemilihan formula tidak tepat.
Malam hari: kemungkinan terjadi hipotermia karena selimut kurang
memadai, tidak diberi makan, perubahan konsentrasi formula terlalu
cepat.
Kenaikan BB tidak adekuat pada fase rehabilitasi.
2. Penilaian kenaikan berat-badan
Penilaian kenaikan BB: - baik : >10 gram/kgBB/hari
46
- sedang : 5-10 gram/kgBB/hari
-kurang <5 gram/kgBB/hari
Kemungkinan penyebab kenaikan BB <5 gram/kgBB/hari antara lain:
Pemberian makanan tidak adekwat
Defisiensi nutrien tertentu; vitamin, mineral
Infeksi yang tidak terdeteksi, sehingga tidak diobati (HIV/AIDS)
Masalah psikologik.
47
Evaluasi setelah 1 jam :
- Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekwensi nadi dan pernafasan)
dan status hidrasi syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan
seperti diatas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan
pemberian Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam
selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-
75/pengganti).
- Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam
hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan
transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3
jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-75/pengganti).
2. Anemia berat
Transfusi darah segar 10ml/kgBB dalam 3 jam diperlukan bila:
Hb <4 g/dl atau
Hb 4-6 g/dl disertai distres pernafasan atau tanda gagal jantung.
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk transfusi
dengan jumlah yang sama.
Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v. pada saat transfusi dimulai.
Amati reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok).
Anak dengan distres nafas setelah transfusi Hb tetap <4 g/dl atau antara
4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.
DAFTAR PUSTAKA
48
1. Fatmah E. Baseline survey on nutritional and health status of underfive
children at poor communities in DKI Jakarta, Tangerang and Bogor year
2004. Makara Kesehatan.2005; 9 (2): 41-48
2. Departemen Kesehatan RI. Penyajian pokok-pokok hasil riset kesehatan
dasar 2013. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2013
3. Kurniawati E. Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan
status gizi balita di Kelurahan Baledono, Kecamatan Purworejo,
Kabupaten Purworejo. 2011: 22-31
4. Nyoman D S, Bakri B F, Ibnu. Penilaian status gizi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran ECG; 2012.
5. Sinaga A. Upaya kader posyandu dalam peningkatan status gizi balita di
kelurahan Margasuka kota Bandung. Jurnal Darma Agung: 2013: 18-26
6. Gunawan G, Fadlyana E, Rusmil K. Hubungan status gizi dan perkembangan
anak usia 1 2 tahun. Sari Pediatri. 2011; 13 (2): 142-146
7. Masloman N, Gunawan S. The association between nutritional status and
motor development in children under five years old. Paediatrica Indonesiana.
2005; 45 (5-6): 107-110
8. Khomsan A. Ekologi masalah gizi, pangan, dan kesehatan. Bandung:
Alfabeta; 2012.
9. Hadi W S. 2013. Hubungan asupan gizi dengan status gizi balita gizi
buruk menurut respons perkembangan status gizinya di wilayah kerja
puskesmas III Pakuan Baru kota Jambi tahun 2013: 1-11
10. Mustika C D. Bahan pangan, gizi dan kesehatan. Bandung: Alfabeta;
2012.
11. Alamsyah D. Pemberdayaan gizi teori dan aplikasi. Yogyakarta: Nuha
Medika; 2013.
12. Almaitsier S, Soetardjo S, Soekarti M. Gizi seimbang dalam daur
kehidupan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2011.
13. Berhman. Nelson textbook of Pediatrics. 19th Edition. Chapter 43
Undernutrition. Philadelphia : WB Saunders; 2011.
14. Herry Garna, Heda Melina Nataprawira. Pedoman Diagnosis dan Terapi.Ilmu
Kesehatan Anak.Edisi ke-5. Bandung: SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr.
Hasan Sadikin; 2014; 847-860
15. Antonius H Purdjadi, Badriul Hegar, Setyo Handryastuti,dkk.Pedoman
Pelayanan Medis.Ikatan Dokter Anak Indonesia.Jilid I. 2010; 183-188.
16. Damayanti RS, Endang DL, dkk. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit
Metabolik. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid I. Cetakan Pertama. 2011;
129-148
49