Вы находитесь на странице: 1из 14

FAKTORFAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUALITAS HIDUP

PADA PASIEN HIV/AIDS DI. UNIT RAWAT JALAN


RS. AL. Dr. MINTOHARDJO JAKARTA
2016

FACTORS RELATED TO THE QUALITY OF LIVE PATIENTS WITH


HIV/AIDS AT DR. MINTOHARDJO HOSPITAL
2016

OLEH :
Yoheva Surandari 1
Dewi Prabawati, MAN 2
DR. Rustika, MSc 3

ARTIKEL ILMIAH

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SINT CAROLUS


PROGRAM SI KEPERAWATAN, JAKARTA
FEBRUARI 2017

1. Mahasiswa STIK Sint Carolus


2. Dosen Tetap STIK Sint Carolus
3. Dosen Metodologi
ABSTRAK
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sel darah putih
yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. Angka kejadian HIV/AIDS
meningkat pada usia muda yang masih produktif, hal ini akan mempengaruhi semua
aspek kehidupan. Salah satunya kualitas hidup. Tujuan penelitian untuk mengetahui
dan menjelaskan hubungan antara status nutrisi, tingkat pengetahuan, dukungan
keluarga dan kepatuhan minum obat ARV. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel pada penelitian ini
sebanyak 65 orang pasien di RS. AL. Dr. Mintohardjo, di ambil menggunakan teknik
non probability sampling melalui purposive sampling. Analisis univariat diperoleh,
tingkat pengetahuan pasien mayoritas adalah baik (63,1%), kurang mendapat
dukungan keluarga (53,8%), status nutrisi baik (63,1%), patuh mengkonsumsi obat
ARV (58,5%), dan memiliki kualitas hidup tidak baik (53,8%). Analisa bivariat
menggunakan uji Kendall Tau B, diperoleh ada hubungan antara kualitas hidup
pasien HIV dengan pengetahuan ( value=0,005), dukungan keluarga dengan
kualitas hidup ( value=0,000), dan kepatuhan minum obat ARV dengan kualitas
hidup ( value=0,018); namum tidak ditemukan adanya hubungan antara kualitas
hidup dengan status nutrisi ( value=0,577). Disarankan untuk perawat di unit rawat
jalan khusus HIV agar dapat memberi penyuluhan tentang HIV terutama cara
penularan menggunakan media yang komunikatif. Selain itu rumah sakit harus lebih
menggalakkan dukungan keluarga sebagai support system untuk mencapai kualitas
hidup pasien yang lebih baik.
Kata kunci : kualitas hidup, HIV/AIDS

ABSTRAK
Human Immunodeficiency Virus (HIV) is a virus that attacks white blood cells that
cause a decline in the human immune. The incidence of HIV/AIDS is increasing at
productive period who are at young age, this will affect all aspects of life, and quality
of life is one of them. The purpose of this study was to identify the relationship
between the level of knowledge, family support, nutritional status, ARV medication
adherence and quality of life. This research was a descriptive correlation with cross
sectional approach. There were 65 patients of HIV at Dr. Mintohardjo Hospital as the
respondent, which taken using purposive sampling technique. The Univariate
analysis showed that the majority of respondents have good level of knowledge
(63.1%), lack of family support (53.8%), good nutritional status (63.1%), dutifully
taking antiretroviral drugs (58.5%) and poor quality of life (53.8%). From bivariate
analysis using Kendall Tau B tests, it was showed that there is relationship between
quality of life with knowledge level ( value=0.005), family support ( value=0.000),
and medication adherence ARV ( value=0.018); however the is no relationship
between quality of life with nutritional status ( value=0.577). It is suggested for
nurses in specialized HIV outpatient unit to provide education on HIV transmission,
especially how to use the communicative media such as leaflet. Aside from that, the
hospital should encourage family support as the support system element so that the
patients with will achieve satisfying quality of life.
Keyword : quality of live, HIV/AIDS

2
PENDAHULUAN
Penyakit HIV/AIDS disebabkan oleh virus Human Immunodeficiency Virus
(HIV) yang menyebabkan penyakit yang disebut Acquired Immunodeficiency
Syndrome (AIDS), berupa kumpulan gejalagejala penyakit infeksi lain akibat
menurunnya system kekebalan tubuh (Hawari, 2009).
Menurut Laporan Perkembangan HIV/AIDS Triwulan I tahun 2016
Direktorat Jendral Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit, mulai bulan Januari
Maret 2016, jumlah infeksi HIV yang dilaporkan sebanyak 7.146 orang.
Persentasi HIV tertinggi pada kelompok umur 2549 tahun (69,7%), diikuti
kelompok umur 2024 tahun (16.6%), dan kelompok umur 50 tahun (7.2%).
Sedangkan pada kasus AIDS, presentasi angka kejadian pada kelompok umur 30
39 tahun (37,7%), diikuti kelompok umur 20-29 (29,9%), dan kelompok umur 40
49 tahun (19%).
Data tersebut menunjukkan bahwa, penderita HIV/AIDS banyak diderita
oleh orangorang dengan usia produktif (Kemenkes, 2016). Dari banyaknya usia
produktif yang terkena HIV/AIDS, hal ini dapat mengganggu aspek secara bio,
psiko, sosio dan spiritual yang akan ikut berpengaruh terhadap kualitas hidup
pasien. Kualitas hidup merupakan indikator yang dinilai tidak hanya dari seberapa
baik fungsi individu dalam kehidupan seharihari, tetapi juga bagaimana persepsi
individu dari status kesehatan mempengaruhi sikap hidup (Bello&Bello, 2013
dalam Novianti, 2014). Menurut WHO kualitas hidup dibagi menjadi 4 domain,
yaitu a) domain fisik, b) domain hubungan social, c) domain psikologis d) domain
lingkungan.
Seperti kita tahu, bahwa kepatuhan pada terapi adalah suatu hal yang sangat
penting untuk diperhatikan. Menurut Brannon dan Feist (1997) dalam Yuli (2011)
dijelaskan bahwa terdapat beberapa hal yang bisa mendukung kepatuhan seperti :
a) karakteristik penyakit pasien; b) karakter personal; c) norma budaya; d)
interaksi pasien dan dokter. Lasserman & Perkins (2001) dalam Kusuma (2011)
mengatakan, dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh pasien HIV/AIDS
sebagai support system atau sistem pendukung utama sehingga ia dapat menjalani
terapidengan patuh dan mengembangkan respon atau koping yang efektif untuk
3
beradaptasi dengan baik dalam menangani stressor yang ia hadapi terkait
penyakitnya baik fisik, psikologis, maupun sosial.
Selain itu, status nutrisi juga ikut mempengaruhi kualitas hidup pasien
HIV/AIDS. Mengingat bahwa, efek samping yang ditimbulkan dari konsumsi obat
ARV memberi pengaruh kepada seseorang. Misalnya saja, rasa mual dan muntah
yang secara langsung akan mempengaruhi status gizi dari pasien HIV/AIDS
(Kemenkes, 2010).
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, banyak usia muda yang
produktif menderita penyakit HIV, dimana seharusnya mereka masih bisa tetap
bekerja atau menjalankan aktifitas seharihari. Peningkatan jumlah penderita
HIV/AIDS di RS. AL. Dr. Mintohardjo, ini tidak lepas dari kurangnya kesadaran
para pasien HIV/AIDS dalam mengetahui pentingnya pengobatan yang harus
dilakukan. Aspek kualitas hidup pada pasien HIV/AIDS sangat penting untuk
diperhatikan karena penyakit ini bersifat kronis sehingga berdampak luas pada
masalah fisik, psikologis, sosial, maupun spiritual. Berdasarkan fenomena
tersebut, maka peneliti ingin mengetahui tentang faktorfaktor yang berhubungan
dengan kualitas hidup pada pasien dengan HIV/AIDS.
Tujuan dari penelitian ini agar mengetahui faktorfaktor apa saja yang
berhubungan dengan kualitas hidup pada pasien dengan HIV/AIDS di Unit Rawat
Jalan RS. AL. Dr. Mintohardjo. Faktor tersebut akan dijadikan perawat sebagai
awal dari proses keperawatan yaitu pengkajian yang lebih mendalam.

4
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan metode kuantitatif dengan
menggunakan desain penelitian deskripsi korelasional dengan pendekatan cross
sectional yang bertujuan untuk mencari hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependennya. Populasi penelitian ini 150 orang pasien HIV/AIDS selama 6
bulan terakhir yang menjalani terapi ARV di Unit Rawat Jalan RS. AL. Dr.
Mintohardjo, teknik pengambilan sampel menggunakan teknik sampling non
probability sampling melalui purposive sampling, dengan jumlah sampel yang
diperlukan 65 orang pasien HIV/AIDS yang menjalani terapi ARV di Unit Rawat
Jalan RS. AL. DR. Mintohardjo. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan
Desember 2016 di Unit Rawat Jalan RS. AL. Dr. Mintohardjo.
Prosedur pengumpulan data peneliti melewati beberapa proses sebagai berikut :
peneliti mendapat persetujuan dari Direktur Rumah Sakit dan Kepala Unit Rawat
Jalan RS. AL. DR. Mintohardjo, kemudian peneliti mendatangi tempat penelitian
untuk melakukan survey dan melakukan penjaringan sampel dengan purposive
sampling. Setelah didapat, subyek mengisi lembar informed consent dan mengisi
lembar kuesioner. Subjek diberi penjelasan tentang manfaat dan tujuan penelitian,
penjelasan tentang kuesioner dan kerahasiaan. Setelah semua kuesioner terkumpul
kemudian peneliti melakukan pengolahan data dan analisa data. Setelah itu maka
akan didapatkan hasil penelitian.
Pada penellitian ini, alat instrument yang digunakan berupa kuesioner. Analisa
data diolah menggunakan analisa univariat dimana analisa dilakukan untuk
mengetahui gambaran distribusi frekuensi dan presentase semua variabel independen
dan dependen, sedangkan analisa bivariat di gunakan untuk melihat hubungan antara
dua variabel yaitu variabel dependen dengan variabel independen. Analisa bivariat
dibuat dengan Kendall Tau karena membandingkan skala ukur ordinal dan ordinal.

5
HASIL DAN PEMBAHASAN .
Tabel Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Data Demografi Pasien
HIV/AIDS di RS. AL. Dr. Mintohardjo Tahun 2016
Frekuensi Persen (%)
Jenis Pria 40 61,5 %
Kelamin Wanita 25 38,5 %
Dewasa muda 1934 tahun 31 47,7 %
Usia
Dewasa tua 3560 tahun 34 52,3 %
Pendidikan dasar dan menengah
31 47,7 %
Tingkat (SD, SMP, SMA)
Pendidikan Perguruan tinggi
34 52,3 %
(Sarjana & Pasca Sarjana)
Sumber : Data Primer Yang Diolah
Hasil analisa dari tabel diatas menunjukkan bahwa responden pria lebih
banyak dibandingkan reponden wanita dengan jumlah presentase 61,5%, usia
responden dewasa tua lebih besar dibandingkan usia dewasa muda dengan
presentase 52,3%, kemudian pada tingkat pendidikan sebanyak 52,3%
responden memiliki tingkat pendidikan perguruan tinggi,

Tabel Hubungan Antara Status Nutrisi Dengan Kualitas Hidup Pasien


HIV/AIDS di RS. AL. Dr. Mintohardjo Tahun 2016
Kualitas Hidup
Status Nutrisi
Tidak Baik Baik Total Nilai
n % n % n %
Tidak Baik 14 58,3% 10 41,7% 24 100%
0,577
Baik 21 51,2% 20 48,8% 41 100%
Total 35 53,8% 30 46,2% 65 100%
Sumber : Data Primer Yang Diolah

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang memiliki status


nutrisi baik memiliki kualitas hidup tidak baik (51,2%). Hasil uji Kendall Tau
didapatkan value=0,577 (>0,05) berarti tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara status nutrisi dengan kualitas hidup pasien HIV/AIDS di
Instalasi Rawat Jalan RS. AL. Dr. Mintohardjo Jakarta.

6
Status nutrisi merupakan faktor yang sangat menunjang kelangsungan
kualitas hdiup pasien HIV/AIDS. Hal ini dikemukakan oleh Depkes (2011)
bahwa, efek pengobatan ARV seperti mual dan muntah dapat menyebabkan
asupan gizi tidak adekuat dan tidak mampu memenuhi kebutuhan energi yang
meningkat, apalagi disertai infeksi akut.
Kurang gizi dapat menurunkan kapasitas fungsional, memberikan
kontribusi tidak berfungsinya kekebalan dan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Salah satu faktor yang berperan dalam penurunan sistim imun,
adalah defisiensi zat gizi baik mikro maupun makro. Memburuknya status gizi
bersifat multifaktor, terutama disebabkan oleh kurangnya asupan makanan,
gangguan absorbsi dan metabolisme zat gizi, infeksi oportunistik, serta
kurangnya aktivitas fisik.
Asumsi dari peneliti, hal ini didasari karena keberadaan pasien yang
hampir sebagian merupakan kalangan menengah keatas, yang juga status
ekonomi nya sangat baik. Dengan demikian, pemenuhan kebutuhan nutrisi
bukan suatu hal yang sulit untuk di penuhi. Ratarata IMT responden sesuai
dengan standar yang diberlakukan untuk daerah Asia Pasifik, berada di batas
normal yaitu kisaran 18,5 22,9.
Selain itu, pasien dengan HIV/AIDS seharusnya sangat memperhatikan
asupan gizi seimbang yang di konsumsi. Hal ini mengingat bahwa penyakit
HIV/AIDS yang menyerang daya tahan tubuh akan akan membuat tubuh
seorang penderita akan mudah terkena penyakit lain. Tidak hanya dengan gizi
yang seimbang, makanan yang dikonsumsi juga harus di jamin kebersihan nya.
Makanan yang bersih, akan mengurangi seorang pasien terkena penyakit lain
yang di sebabkan dari makanan.

7
Tabel Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Kualitas Hidup Pasien
HIV/AIDS di RS. AL. Dr. Mintohardjo Tahun 2016
Kualitas Hidup
Tingkat Pengetahuan
Tidak Baik Baik Total Nilai
n % n % n %
Kurang 18 75% 6 25% 24 100%
0,005
Baik 17 41,5% 24 58,5% 41 100%
Total 35 53,8% 30 46,2% 65 100%
Sumber : Data Primer Yang Diolah

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa responden dengan tingkat


pengetahuan baik memiliki kualitas hidup yang baik (58,5%). Hasil uji Kendall
Tau didapatkan value=0,005 (<0,05) berarti terdapat hubungan yang
bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kualitas hidup pasien HIV/AIDS
di Instalasi Rawat Jalan RS. AL. Dr. Mintohardjo Jakarta. Dengan demikian.
Menurut Budiman (2013), pengetahuan bukanlah fakta dari suatu
kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif
seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya. Perilaku
merupakan bagian perilaku kesehatan.
Semakin banyak informasi yang di terima, hal ini secara tidak langsung
akan membuat pasien semakin paham tentang penyakit HIV/AIDS. Pasien
akan mengetahui, bagaimana perjalanan penyakit HIV/AIDS sampai kepada
pengobatan yang seperti apa yang bisa dilakukan untuk dirinya.
Pendidikan sesorang bisa berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang
terhadap suatu hal. Pendidikan sendiri dianggap penting karena merupakan
faktor yang dapat mempengaruhi pasien dalam menentukan pilihan
pengobatan. Seseorang yang terkena HIV/AIDS, apabila dia memiliki
pendidikan dan pengetahuan yang baik, maka dia akan mampu memilih
pengobatan seperti apa yang akan di pilih untuk menangani penyakitnya.
Semakin baik pengetahuan yang didapat oleh pasien penderita
HIV/AIDS, maka semakin baik pula perilaku nya yang secara tidak langsung
akan mempengaruhi perilaku kesehatan pasien itu sendiri. Hal ini juga
mendukung kualitas hidup mereka semakin lebih baik. Mereka tetap bisa
bekerja secara produktif seperti biasa dan menjalankan aktifitas mereka dengan
8
baik tanpa terganggu dengan adanya virus HIV dalam tubuh mereka. Pasien
HIV pun tetap bisa berinteraksi dengan baik karena mereka mengetahui dengan
baik apa saja kegiatan yang dapat dan tidak dapat menularkan penyakit mereka
kepada orang sehat.

Tabel Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Pasien


HIV/AIDS di RS. AL. Dr. Mintohardjo Tahun 2016
Dukungan Kualitas Hidup
Keluarga Tidak Baik Baik Total Nilai
n % n % n %
Kurang 26 74,3% 9 25,7% 35 100%
0,000
Baik 9 30% 21 70% 30 100%
Total 35 53,8% 30 46,2% 65 100%
Sumber : Data Primer Yang Diolah

Dari tabel diatas menunjukkan responden dengan dukungan keluarga


baik memiliki kualitas hidup yang baik (70%). Hasil uji Kendall Tau
didapatkan value=0,000 (<0,05) berarti terdapat hubungan yang bermakna
antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien HIV/AIDS di Instalasi
Rawat Jalan RS. AL. Dr. Mintohardjo.
Secara konsep dukungan dari keluarga merupakan unsur penting dalam
membantu individu menyelesaikan masalah. Apabila ada dukungan, rasa
peraya diri akan bertambah dan memotivasi untuk menghadapi masalah yang
terjadi (Thamber, 2009).
Dukungan keluarga memiliki 4 komponen dimana tiap komponen saling
berpengaruh satu sama lain. Dukungan emosional membuat pasien memiliki
rasa aman dalam keluarga. Pasien akan merasa didengarkan dan merasa
diperhatikan oleh keluarga. Dukungan penghargaan membuat pasien merasa
dihargai didalam keluarga. Pasien akan merasa di anggap keberadaan nya
didalam keluarga. Keluarga memberi bimbingan, perhatian, dan sebagai
sumber pemecahan masalah bagi pasien.
Dukungan instrumental merupakan dukungan sumber pertolongan dalam
hal membantu memenuhi kebutuhan pasien. Keluarga mencarikan solusi bagi
pasien, membantu pasien dalam melakukan kegiatan. Dukungan informasional
9
yang di berikan keluarga salah satunya dengan keluarga memberikan saran atas
masalah yang di hadapi pasien. Keluarga yang memberikan dukungan yang
positif bisa menjadi sugesti yang baik bagi pasien. Misalnya saja memberi
nasehat, saran, dan memberi informasi akan suatu hal.
IYW (2005); Lasserman&Perkins (2001) dalam Kusuma (2011)
mengatakan, dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh pasien HIV/AIDS
sebagai support system atau sistem pendukung utama sehingga ia dapat
mengembangkan respon atau koping yang efektif untuk beradaptasi dengan
baik dalam menangani stressor yang ia hadapi terkait penyakitnya baik fisik,
psikologis, maupun sosial.
Menurut Rihaliza (2010) dalam Harefa (2012), dalam menjalani
kehidupan pasien yang postif terinfeksi HIV akan terasa sulit karena mereka
akan merasa dikucilkan dan mendapat stigma social serta diskriminasi dari
masyarakat. Hal ini akan berdampak pada respons sosial pasien, yang bisa saja
justru menyebabkan adanya gangguan perilaku. Pada penelitian Li, et al.
(2004) dalam Kusuma (2011) diketahui juga bahwa orang yang hidup dengan
HIV/AIDS sangat membutuhkan bantuan dan dukungan dari keluarga karena
penyakit ini bersifat kronis dan membutuhkan penanganan yang komprehensif.
Oluwagbemiga (2007) dalam Kusuma (2011) menyatakan adanya
anggota keluarga yang terinfeksi HIV/AIDS akan memberikan dampak
langsung pada keluarga antara lain beban psikologis (malu, marah, sedih) yang
mengakibatkan keluarga cenderung untuk mengisolasi dan menelantarkan
anggota keluarga yang terinfeksi HIV, sosial (keluarga sering dikucilkan oleh
masyarakat), maupun ekonomi (dengan berkurangnya sumber finansial akibat
kehilangan pekerjaan ataupun berhenti bekerja karena kondisi sakit yang
semakin parah dan bertambahnya biaya yang dikelurkan untuk biaya
pengobatan dan perawatan).
Asumsi peneliti, dukungan keluarga yang baik sangat memberikan
pengaruh terhadap kualitas hidup pasien dengan HIV/AIDS. Apa bila keluarga
mampu menjadi support system yang baik bagi pasien, akan merasa dirinya

10
dibutuhkan dalam keluarga dan hal ini akan membuat pasien memiliki rasa
percaya diri untuk menjalani kegitan.
Dukungan keluarga juga sangat mungkin dipengaruhi dari adanya stigma
yang sangat melekat dalam masyarakat. Hal ini bisa saja memberi dampak bagi
keluarga. Stigma ini membuat pasien HIV/AIDS seringkali dianggap telah
melanggar norma-norma dalam keluarga dan memalukan keluarga.
Dengan dampak yang begitu besar pada keluarga, maka ini dapat
berdampak pula pada keluarga dalam melaksanakan fungsinya dalam
memberikan dukungan bagi anggota keluarga yang sakit. Akibatnya, pada
individu tersebut dapat berkembang penilaian negatif terhadap diri, kurang
termotivasi untuk menjaga kesehatannya, dan kurangnya bantuan dalam
perawatan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dari keluarga sehingga
kualitas hidupnya akan semakin memburuk.
Perawat memberdayakan orangorang terdekat pasien dalam hal ini
keluarga untuk menjadi support system yang efektif agar dapat senantiasa
memberikan dukungan dan bantuan yang dibutuhkan oleh pasien sehingga
dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Ketika pasien masih di tatanan rumah
sakit dapat dilakukan dengan konseling kesehatan mengenai dukungan
keluarga yang dibutuhkan pasien serta hal-hal yang perlu diketahui keluarga
terkait penyakit yang diderita pasien seperti cara penularan, perjalanan
penyakit, dan perawatan/pengobatan atau hal-hal yang perlu dilakukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan pasien. Selain itu, perlu juga untuk melibatkan
keluarga dalam manajemen pengobatan dan perawatan pasien sehingga
keluarga dapat memberikan dukungan secara efektif pada pasien. Selanjutnya,
perawat di rumah sakit dapat bekerja sama dengan perawat komunitas agar
dapat dilakukan kontrol dan intervensi lanjutan dalam usaha pemberdayaan
keluarga.

11
Tabel 5.2.4 Hubungan Antara Kepatuhan Minum Obat ARV Dengan Kualitas
Hidup Pasien HIV/AIDS di RS. AL. Dr. Mintohardjo Tahun 2016
Kualitas Hidup
Kepatuhan
Tidak Baik Baik Total Nilai
n % n % n %
Tidak Baik 19 70,4% 8 29,6% 35 100%
0,018
Baik 16 42,1% 22 57,9% 30 100%
Total 35 53,8% 30 46,2% 65 100%
Sumber : Data Primer Yang Diolah

Dari tabel 5.2.4 menunjukkan responden dengan kepatuhan minum obat


yang baik memiliki kualitas hidup yang baik (57,9%). Hasil uji Kendall Tau
didapatkan value=0,018 (<0,05) berarti terdapat hubungan yang bermakna
antara dukungan keluarga kepatuhan minum obat dengan kualitas hidup pasien
HIV/AIDS di Instalasi Rawat Jalan RS. AL. Dr. Mintohardjo Jakarta.
Kepatuhan adalah tingkat perilaku individu (misalnya minum obat,
mematuhi diet, atau melakukan perubahan gaya hidup) sesuai anjuran terapi
kesehatan. Untuk meningkatkan kepatuhan, perawat perlu memastikan bahwa
paisen mampu melakukan terapi yang diprogramkan, memahami instruksi yang
penting, menjadi partisipan yang mau berusaha mencapai tujuan terapi, dan
menghargai hasil perubahan perilaku yang direncanakan (Kozier, 2010).
Pada kasus pengobatan HIV/AIDS, kepatuhan atau adherence pada terapi
adalah keadaan dimana pasien mematuhi pengobatan atas dasar kesadaran
sendiri, bukan hanya karena mematuhi perintah dokter. Adherence atau
kepatuhan harus selalu dipantau dan dievaluasi secara teratur pada setiap
kunjungan.
Menurut Carey (1998) dalam Yasin (2011), respon terhadap terapi ARV
ditunjukkan dengan adanya perbaikan pengganti surrogate marker (pertanda
pengganti) perkembangan penyakit HIV/AIDS. Respon yang muncul dari
pengobatan ARV sangat mungkin dapat mengganggu tingkat kepatuhan minum
obat dan akan mempengaruhi kualitas hidup mereka. Ini bisa saja akan
membuat pasien malas untuk meneruskan pengobatan mengingat efek yang
muncul sangat mengganggu terutama dalam beraktifitas.
12
Semkin pasien merasa efek obat ARV dapat mengganggu, maka akan
semakin mempengaruhi kepatuhan pasien itu sendiri. Pasien HIV/AIDS akan
merasa tidak nyaman dan merasa terganggu saat beraktifitas, hal ini akan
memberi pengaruh saat melakukan pengobatan, dan mereka akan lebih
memilih menghentikan pengobatan.

KESIMPULAN DAN SARAN


Pasien HIV/AIDS di RS. AL. Dr. Mintohardjo sebanyak 150 pasien dan
diambil sampel sebagai responden sebanyak 65 pasien. Mayoritas responden berjenis
kelamin pria (60%), dengan mayoritas usia masuk kedalam kategori dewasa tua
(52,3%), dan memiliki tingkat pendidikan akhir perguruan tinggi (52,3%).
Berdasarkan tingkat pengetahuan tentang penyakit HIV/AIDS, mayoritas responden
berpengetahuan baik (63,1%), memiliki dukungan keluarga yang baik (46,2%),
mayoritas responden memiliki status nutrisi yang baik (63,1%), dan mayoritas
responden patuh terhadap pengobatan ARV (58,5%).
Berdasarkan nilai statistik faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas
hidup pada pasien dengan HIV/AIDS menunjukkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara status nutrisi dengan kualitas hidup pasien HIV/AIDS ( value =
0,577), pengetahuan dengan kualitas hidup pasien HIV/AIDS di RS. AL. Dr.
Mintohardjo ( value = 0,005), dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien
HIV/AIDS ( value = 0, 000), kepatuhan dengan kualitas hidup pasien HIV/AIDS (
value = 0,018). Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman asuhan
keperawatan sebagai upaya peningkatan kualitas hidup pada pasien HIV/AIDS, RS
dapat mengadakan penyuluhan kepada pasien HIV tentang penyakit AIDS, terutama
tentang cara penularan HIV, efek samping dari pengobatan ARV dan manfaat dari
kepatuhan pengobatan ARV, diharapkan lebih melibatkan keluarga sebagai salah
satu unsur support system untuk mencapai kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang
lebih baik dan RS mengadakan programprogram di RS yang bisa meningkatkan
kepatuham pasien terhadap pengobatan ARV.

13
DAFTAR PUSTAKA

Budiman. (2013). Kapita Selekta Kuesioner : Pengetahuan dan Sikap dalam


penelitian Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika.
Depkes, (2011). Pedoman Praktis Untuk Mempertahankan Berat Badan Normal
Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (Imt) Dengan Gizi Seimbang.
www.depkes.go.id. Diperoleh 10 Oktober 2016.
________. (2010). Pedoman Pelayanan Gizi Bagi ODHA. Jakarta.
Harefa, dkk. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri Orang
HIV/AIDS (ODHA) di Lembaga Medan Plus Medan Tahun. Jurnal
Keperawatan Padjajaran Vol 2 No 1, 1118.
Hawari. (2009). Dampak Seks Bebas Terhadap Kesehatan Jiwa. Jakarta : Balai
Penerbit FK UI.
Kemenkes (2016). Final Laporan Perkembangan HIV/AIDS triwulan 1 tahun 2016.
Jakarta
Kusuma, H. (2011). Hubungan Antara Depresi Dan Dukungan Keluarga
Dengan Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS Yang Menjalani Perawatan Di
Rsupn Cipto Mangunkusumo Jakarta. Tesis. Universitas Indonesia.
Tamber dan Khasiani, N. (2009). Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medik.
Yasin. M, dkk. (2011). Analisis Respon Terapi Antiretroviral Pada Pasien
HIV/AIDS. Majalah Farmasi Indonesia, 22(3), 212-222.
Yuli, E. P (2011). Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Menjalankan Program
Terapi Pada Pasien Terapi Rumatan Metadon. Developmental and
Clinical Psychology, 1(1).

14

Вам также может понравиться