Вы находитесь на странице: 1из 33

BAB 1

PENDAHULUAN

Limfoma Non Hodgkin merupakan salah satu jenis bentuk keganasan dari
Limfoma Maligna. Limfoma Maligna (LM) adalah proliferasi abnormal dari
sistem limfoid dan struktur yang membentuknya; dapat menyerang kelenjar getah
bening atau organ di luar kelnjar getah bening. Limfoma non Hodgkin (LNH)
adalah kelompok keganasan primer limfosit yang berasal dari limfosit B, Limfosit
T, dan dapat juga berasal dari sel NK (Natural Killer) yang berada pada sistem
limfe. Pada LNH terjadi proliferasi dari sel limfosit yang tak terkendali sehingga
menyebabkan terbentuknya tumor.1
Saat ini angka pasien LNH di Amerika semakin meningkat dengan
pertambahan 5-10 % setiap tahunnya, yang menjadikannya sebagai urutan ke lima
tersering dengan angka kejadian 12-15 per 100.000 penduduk. Di Prancis
penyakit ini merupakan keganasan ketujuh tersering. Sedangkan di Indonesia
sendiri, LNH bersama dengan penyakit Hodgkin dan leukemia menduduki urutan
ke enam tersering. Sampai saat ini belum diketahui mengapa angka kejadian LNH
terus meningkat. Adanya hubungan antara penyakit AIDS dan LNH berdasarkan
dari studi sebelumnya tersebut memperkuat dugaan adanya hubungan antara LNH
dengan infeksi. 2
Pada laporan kasus ini, penderita yang terkena LNH dan kurang energi
protein (KEP) pada akhir masanya. KEP merupakan keadaan kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-
hari atau disebabkan oleh gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi
angka kecukupan gizi.3
Dikarenakan beberapa data diatas tersebut, maka diperlukan kepekaan
klinis terhadap gejala dan tanda dari Limfoma Non Hodgkin, sehingga diagnosis
LNH dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan untuk penderita dapat
lebih optimal.

BAB 2

1
KASUS
2.1. IDENTITAS
1. Identitas Penderita:
Nama penderita : An. Magdalena Seran
Umur : 8,6 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat/tanggal lahir : Lamandau, 20 Agustus 2008
Agama : Kristen Protestan

2. Identitas Orang Tua/Wali:


Ayah : Nama : Tn. T
Pendidikan : Swasta
Pekerjaan : SMP
Alamat : PT. Sumber Mahadika Graha 001 Penopa Kab.
Lamandau
Ibu : Nama : Ny. M
Pendidikan : Ibu Rumah Tangga
Pekerjaan : SMP
Alamat : PT. Sumber Mahadika Graha 001 Penopa Kab.
Lamandau

2.2. YANG MENGIRIM


Rujukan Rumah Sakit Daerah Sultan Imanuddin Pangkalan Bun
2.3. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan : Ibu dan Ayah Pasien
Tanggal/jam : 11 Januari 2017 / 13.00 WIB
1. Keluhan Utama : Benjolan pada leher disebelah kiri
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang rujukan dari RS Sultan
Imannudin dengan keluhan benjolan di leher sebelah kiri sejak 2 bulan
yang lalu. Benjolan berukuran 6x8 cm, tidak ada nyeri tekan, immobile,
konsistensi keras, tidak ada tanda radang pada benjolan, permukaan tidak
rata, keluhan lain seperti batuk (-), pilek (-). Selain itu, pasien juga ada

2
demam sejak 1 minggu SMRS. Demam dirasakan naik turun. Demam
menurun saat diberikan obat penurun panas. Demam tidak disertai
menggigil, mimisan, gusi berdarah, nyeri menelan, dan nyeri berkemih.
Ibu pasein juga mengatakan os mengalami mual dan muntah sejak
1 hari SMRS. Pasien muntah setiap apa yang dimakan dimuntahkan
dengan volume sekitar gelas aqua. Muntah berwarna hijau kekuningan,
tetapi tidak ada darah. Selain itu juga mengeluh nyeri pada perut bagian
atas ditengah. Nyeri tidak dirasakan menjalar. BAK dan BAB lancar serta
tidak nyeri. Selain itu, ibu pasien mengatakan bahwa os mengalami
penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan dari 23 kg menjadi 19
kg dalam 3 bulan terakhir ini.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat memiliki operasi limfoma 2 bulan yang lalu di RSUD
Sultan Imanduddin Pangkalanbun
2. Riwayat operasi usus buntu
3. Riwayat TB Paru (+) sejak 1 tahun yang lalu. Pengobatan sudah
tuntas, keluhan batuk sudah tidak ada.

2.4. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan Umum : Tampak lemas, tampak kurus, tampak pucat
Kesadaran : Kompos Mentis
GCS : E4M6V5
2. Pengukuran
Tanggal : 12-01-2017
Umur : 8,6 tahun
Tanda vital: Nadi : 110 x/menit (reguler, isi cukup, dan kuat angkat)
Suhu : 36,00C
Respirasi : 21 x/menit
Berat badan : 19 kg
Tinggi badan : 135 cm
Status Gizi : KEP berat
3. Kulit

3
Warna : Sawo Matang
Sianosis : Tidak ada
Hemangioma : Tidak ada
Turgor : Tidak cepat kembali
Kelembapan : Kering
Pucat : Tidak Ada
Lain-lain : Tidak Ada
4. Kepala
Bentuk : Mesosephal
Sefal hematom : Tidak ada
Caput suksadenum : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
Rambut: Warna : Hitam
Tebal/tipis : Tipis
Distribusi : Merata
Alopesia : Tidak ada
Lain-lain : Mudah Dicabut
Mata: Palpebra : Edem (-), cekung (-)
Alis, bulumata : Hitam, jarang, tidak mudah tercabut
Konjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterik (-)
Produksi air mata : Cukup
Pupil: Diameter : 3 mm / 3 mm
Simetris : +/+
Refleks cahaya : Langsung (+/+), tidak langsung (+/+)
Kornea : Jernih
Telinga: Bentuk : Simetris
Sekret : Tidak ada
Serumen : Minimal
Nyeri : Tidak ada

Hidung: Bentuk : Simetris

4
Pernapasan cuping hidung: (-/-)
Epistaksis : Tidak ada
Sekret : Tidak ada
Lain-lain : Memakai NGT
Mulut: Bentuk : Normal
Bibir : Sianosis, kering (+)
Gusi : - Tidak mudah berdarah
- Tidak ada pembengkakan
Lain-lain : tidak ada
Lidah: Bentuk : Normal
Pucat : Tidak ada
Tremor : Tidak tremor
Warna : Merah muda
5. Leher
Vena jugularis: Pulsasi : Tidak teraba
Tekanan : Tidak meningkat
Pembesaran kelenjar leher : ada region colli sinistra
Benjolan berukuran 6x8 cm, tidak
ada nyeri tekan, immobile, konsistensi
keras, tidak ada tanda radang pada
benjolan, permukaan tidak rata
Massa : Tidak ada
Tortikolis : Tidak ada
6. Thoraks
Dinding dada/paru
Inspeksi : Bentuk : Simetris kanan-kiri, ketinggalan gerak
(-), barrel chest (-), pectus carinatum
(-), pectus excavatum (-)
Retraksi : (-)
Dispnea : (-)
Pernapasan : Thorakal-abdominal
Palpasi : Fremitus fokal : Normal (+/+)

5
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi: Suara napas dasar : Vesikuler (+/+)
Suara napas tambahan: Ronki (-/-) wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi: Ictus cordis : Tidak terlihat
Palpasi: Apeks : Teraba di SIC V linea midclavicula
sinistra
Auskultasi: Frekuensi : 110 x/menit, irama: reguler
Suara dasar : S1-S2 reguler, thrill (-),
Bising : Gallop (-), murmur (-)
7. Abdomen
Inspeksi: Bentuk : Cembung, Distensi (+)
Lain-lain : ada bekas jahitan operasi
Palpasi: Hati : Tidak teraba membesar
Lien : Tidak teraba membesar
Massa : Tidak ada
Perkusi: Timpani/pekak : Timpani
Asites : Tidak ada
Auskultasi : Bising usus (+) normal
8. Ekstremitas
Umum : Akral hangat, CRT < 2 detik, edem (-),
ikterik (-), pucat (-), clubbing finger (-).

2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

6
2.5.1. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Makroskopik :
Jaringan warna putih ukuran 1 x 1 x 1 cm. pada pemotongan warna putih.
Mikroskopik :
Sediaan dari operasi tampak jaringan ikat limforetikuler dan sebukan sel-sel
limfosit, beberapa sel histosit. Pada bagian lain tampak sel-sel bulat, oval
berkelompokkan dengan ratio inti sitoplasma besar, khromatis kasar, anak inti
nyata.
Diagnosis/kesimpulan :
Histopatologis mengesankan Diffuse Non Hodgkin Lymphoma Maligna,
Large Cell Type.

2.5.2. Pemeriksaan Darah Tepi


Kesan : Leukositosis dengan Neutrofilia dan aktivasi neutrophil + monositosis
DD/ - Infeksi berat
- Infeksi bacterial

2.5.3 Laboratorium

7
Tanggal / Waktu
06-01-2017 (20.13 WIB) 09-01-2017 11-01-2017 (06.36 WIB)
a. Darah Lengkap Kimia Darah Darah Lengkap
WBC = 23.590 /uL GDS = 85 mg/dL WBC = 34.070 /uL
RBC = 4.760.000 /uL Ureum = 81 mg/dl RBC = 4.500.000 /uL
HGB = 11,4 g/dL Kreatinin = 0,74 mg/dl HGB = 11,1 g/dL
HCT = 33,2 % SGOT/AST = 33 U/L HCT = 33,5 %
MCV = 69.7 fL SGPT/ALT = 26 U/L MCV = 74,4 fL
MCH = 23,9 pg Albumin = 2,60 g/dl MCH = 24,4 pg
MCHC = 34,4 g/dL MCHC = 32,9 g/dL
PLT = 63.000/uL Elektrolit PLT = 59.000 /uL
b. Kimia Darah Natrium = 122 mmol/L
GDS = 102 mg/dL Kalium = 4,1 mmol/L
Calcium = 1,04 mmol/L

Elektrolit ( 12-01-2017) Kimia Darah (13-01-2017)


Natrium = 121 mmol/L Ureum = 107 mg/dl
Kalium = 5,3 mmol/L
Calcium = 0,99 mmol/L

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

8
3.1 Definisi
Limfoma Hodgkin sebelumnya disebut penyakit Hodgkin, adalah kanker jaringan
limfoid, biasanya kelenjar limfe dan limpa. Penyakit ini adalah salah satu jenis
kanker yang paling sering dijumpai pada dewasa muda, terutama pria muda.
Penyakit hodgkin merupakan gangguan klonal yang berasal dari satu sel
abnormal. Populasi sel abnormal diturunkan dari sel B atau yang lebih jarang, dari
sel T atau monosit. Sel-sel neoplastik pada penyakit Hodgkin disebut sel Reed-
Sternberg. Sel-sel ini terselip di antara jaringan limfoid normal yang terdapat di
organ limfoid.4
3.2 Epidemiologi
Limfoma merupakan penyakit keganasan yang sering ditemukan pada
anak, hampir sepertiga dari keganasan pada anak setelah leukemia dan keganasan
susunan syaraf pusat. Angka kejadian tertinggi pada umur 7-10 tahun dan jarang
dijumpai pada usia di bawah 2 tahun. Laki-laki lebih sering bila dibandingkan
dengan perempuan dengan perbandingan 2,5:1. Angka kejadiannya setiap tahun
diperkirakan meningkat dan di AS 16,4 persejuta anak di bawah usia 14 tahun.
Angka kejadian limfoma malignum di Indonesia sampai saat ini belum diketahui
dengan pasti.5
3.3 Etiologi
Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya
tidak diketahui, tetapi sering dikaitkan dengan virus, khususnya virus Epstein Barr
yang ditemukan pada limfoma Burkitt. Terdapat kaitan jelas antara limfoma
Hodgkin dan infeksi virus Epstein Barr. Pada kelompok terinfeksi HIV, insiden
limfoma Hodgkin agak meningkat dibanding masyarakat umum, selain itu
manifestasi klinis limfoma Hodgkin yang terkait HIV sangat kompleks, sering kali
terjadi pada stadium lanjut penyakit, mengenai regio yang jarang ditemukan,
seperti sumsum tulang, kulit, meningen, dan lain-lain.5,6
Infeksi virus dan regulasi abnormal imunitas berkaitan dengan timbulnya
limfoma non Hodgkin, bahkan kedua mekanisme tersebut saling berinteraksi.
Virus RNA, HTLV-1 berkaitan dengan leukemia sel T dewasa, virus
imunodefisiensi humanus (HIV) yang menyebabkan AIDS, defek imunitas yang
diakibatkan berkaitan dengan timbulnya keganasan limfoma sel B yang tinggi,

9
virus hepatitis C (HCV) berkaitan dengan timbulnya limfoma sel B indolen. Gen
dari virus DNA, virus Epstein Barr (EBV) telah ditemukan terdapat di dalam
genom sel limfoma Burkitt Afrika. Infeksi kronis Helicobacter pylori berkaitan
jelas dengan timbulnya limfoma lambung, terapi eliminasi H. Pylori dapat
menghasilkan remisi pada 1/3 lebih kasus limfoma lambung. Defek imunitas dan
menurunnya regulasi imunitas berkaitan dengan timbulnya limfoma non Hodgkin,
termasuk AIDS, reseptor cangkok organ, sindrom defek imunitas kronis, penyakit
autoimun.5,6
3.4 Manifestasi Klinis
Gejala umum penderita limfoma non-Hodgkin yaitu :
1. Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit
2. Demam
3. Keringat malam
4. Rasa lelah yang dirasakan terus menerus
5. Gangguan pencernaan dan nyeri perut
6. Hilangnya nafsu makan
7. Nyeri tulang
8. Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang
terkena.
9. Limphadenopati

Tabel 1. Gejala dan Penyebab dari Limfoma Non Hodgkin4,5,6,8


Gejala Penyebab Kemungkinan
timbulnya
gejala

10
Gangguan pernafasan Pembesaran kelenjar getah 20-30%
Pembengkakan wajah bening di dada
Hilang nafsu makan Pembesaran kelenjar getah 30-40%
Sembelit berat bening di perut
Nyeri perut atau perut
kembung
Pembengkakan tungkai Penyumbatan pembuluh getah 10%
bening di selangkangan atau
perut
Penurunan berat badan Penyebaran limfoma ke usus 10%>
Diare halus
Malabsorbsi
Pengumpulan cairan di Penyumbatan pembuluh getah 20-30%
sekitar paru-paru bening di dalam dada
(efusi pleura)

Daerah kehitaman dan Penyebaran limfoma ke kulit 10-20%


menebal di kulit yang
terasa gatal
Penurunan berat badan Penyebaran limfoma ke seluruh 50-60%
Demam tubuh
Keringat di malam hari
Anemia Perdarahan ke dalam saluran 30%, pada
(berkurangnya jumlah sel pencernaan akhirnya bisa
darah merah) Penghancuran sel darah merah mencapai 100%
oleh limpa yang membesar &
terlalu aktif
Penghancuran sel darah merah
oleh antibodi abnormal (anemia
hemolitik)
Penghancuran sumsum tulang
karena penyebaran limfoma
Ketidakmampuan sumsum tulang
untuk menghasilkan sejumlah sel
darah merah karena obat atau
terapi penyinaran
Mudah terinfeksi oleh Penyebaran ke sumsum tulang 20-30%
bakteri dan kelenjar getah bening,
menyebabkan berkurangnya
pembentukan antibodi

3.5 Patofisiologi
Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat
terjadinya mutasi gen pada salah satu gen pada salah satu sel dari sekelompok sel

11
limfosit tua yang tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas
(terjadi akibat adanya rangsangan imunogen). Beberapa perubahan yang terjadi
pada limfosit tua antara lain: 1.) Uurannya semakin besar, 2). Kromatin inti
menjadi lebih halus, 3) Nukleolinya terlihat, 4) Protein permukaan sel mengalami
perubahan.7
Beberapa faktor resiko yang diperkirakan dapat menyebabkan terjadinya
limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin seperti infeksi virus-virus seperti virus
Epstein-Berg, Sitomegalovirus, HIV, HHV-6, defisiensi imun, bahan kimia,
mutasi spontan, radiasi awalnya menyerang sel limfosit yang ada di kelenjar getah
bening sehingga sel-sel limfosit tersebut membelah secara abnormal atau terlalu
cepat dan membentuk tumor/benjolan. Tumor dapat mulai di kelenjar getah
bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal). Proliferasi
abnormal tumor tersebut dapat memberi kerusakan penekanan atau penyumbatan
organ tubuh yang diserang. Apabila sel tersebut menyerang Kelenjar limfe maka
akan terjadi Limfadenophati Dampak dari proliferasi sel darah putih yang tidak
terkendali, sel darah merah akan terdesak, jumlah sel eritrosit menurun dibawah
normal yang disebut anemia. Selain itu populasi limfoblast yang sangat tinggi
juga akan menekan jumlah sel trombosit dibawah normal yang disebut
trombositopenia. Bila kedua keadaan terjadi bersamaan, hal itu akan disebut
bisitopenia yang menjadi salah satu tanda kanker darah.7
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening
di suatu tempat (misalnya leher atau selangkangan)atau di seluruh tubuh. Kelenjar
membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Kadang
pembesaran kelenjar getah bening di tonsil (amandel) menyebabkan gangguan
menelan.7
Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam dada atau perut bisa
menekan berbagai organ dan menyebabkan: gangguan pernafasan, berkurangnya
nafsu makan, sembelit berat, nyeri perut, pembengkakan tungkai.7
Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukimia. Limfoma
non hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum tulang, saluran pencernaan dan
kulit. Pada anakanak, gejala awalnya adalah masuknya selsel limfoma ke dalam
sumsum tulang, darah, kulit, usus, otak, dan tulang belekang; bukan pembesaran

12
kelenjar getah bening. Masuknya sel limfoma ini menyebabkan anemia, ruam
kulit dan gejala neurologis (misalnya delirium, penurunan kesadaran).7
Secara kasat mata penderita tampak pucat, badan seringkali hangat dan
merasa lemah tidak berdaya, selera makan hilang, berat badan menurun disertai
pembengkakan seluruh kelenjar getah bening: leher, ketiak, lipat paha, dan lain-
lain.7

3.6 Klasifikasi
Ada 2 klasifikasi besar penyakit ini yaitu:
1. Limfoma non Hodgkin agresif
Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai limfoma non
Hodgkin tumbuh cepat atau level tinggi. Karena sesuai dengan namanya,
limfoma non Hodgkin agresif ini tumbuh dengan cepat. Meskipun nama
agresif kedengarannya sangat menakutkan, limfoma ini sering memberikan
respon sangat baik terhadap pengobatan. Meskipun pasien yang penyakitnya
tidak berespon baik terhadap standar pengobatan lini pertama, sering berhasil
baik dengan kemoterapi dan transplantasi sel induk. Pada kenyataannya,
limfoma non Hodgkin agresif lebih mungkin mengalami kesembuhan total
daripada limfoma non Hodgkin indolen.8
2. Limfoma non Hodgkin indolen
Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai
limfoma non Hodgkin tumbuh lambat atau level rendah. Sesuai dengan
namanya, limfoma non Hodgkin indolen tumbuh hanya sangat lambat. Secara
tipikal ia pada awalnya tidak menimbulkan gejala, dan mereka sering tetap
tidak terditeksi untuk beberapa saat. Tentunya, mereka sering ditemukan secara
kebetulan, seperti ketika pasien mengunjungi dokter untuk sebab lainnya.
Dalam hal ini, dokter mungkin menemukan pembesaran kelenjar getah bening
pada pemeriksaan fisik rutin. Kadangkala, suatu pemeriksaan, seperti
pemeriksaan darah, atau suatu sinar-X, dada, mungkin menunjukkan sesuatu
yang abnormal, kemudian diperiksa lebih lanjut dan ditemukan terjadi akibat
limfoma non Hodgkin. Gejala yang paling sering adalah pembesaran kelenjar
getah bening, yang kelihatan sebagai benjolan, biasanya di leher, ketiak dan

13
lipat paha. Pada saat diagnosis pasien juga mungkin mempunyai gejala lain
dari limfoma non Hodgkin. Karena limfoma non Hodgkin indolen tumbuh
lambat dan sering tanpa menyebabkan stadium banyak diantaranya sudah
dalam stadium lanjut saat pertama terdiagnosis.8

3.7 Pemeriksaan Diagnostik


Anamnesis dan pemeriksaan fisik : ada tumor sistem limfoid, febris
keringat malam, penurunan berat badan, limfadenopati dan
hepatosplenomegali.
1. Pemeriksaan laboratorium : Hb, leukosit, LED, hapusan darah, faal hepar,
faal ginjal, LDH.
2. Pemeriksaan Ideal
3. Limfografi, IVP, Arteriografi. Foto organ yang diserang, bone scan, CT
scan, biopsi sunsum tulang, biopsi hepar, USG, endoskopi
4. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan
histopatologi. Untuk LH memakai krioteria lukes dan butler (4 jenis).
Untuk LNH memakai kriteria internasional working formulation (IWF)
menjadi derajat keganasan rendah, sedang dan tinggi
5. Penentuan tingkat/stadium penyakit (staging)
6. Stadium ditentukan menurut kriteria Ann Arbor (I, II, III, IV, A, B, E)
7. Ada 2 macam stage: Clinical stage dan pathological stage

3.8 Penatalaksaan
Terapi NHL tergantung histologi, stage, dan immunophenotype. Untuk
anak dengan stage I dan II NHL diberikan multi agen khemoterapi (doxorubicin,
vincristine, cyclophospamide, dan prednison) diikuti 6 bulan daily oral 6 MP dan
metotrexate setiap minggu dengan long term free survival 90 %. Tidak ada
perbedaan bermakna dengan lokal irradiasi.9 Penderita limfoma tingkat rendah
mungkin tidak memerlukan pengobatan segera, tetapi harus menjalani
pemeriksaan sesering mungkin untuk meyakinkan bahwa penyakitnya tidak
menyebabkan komplikasi yang serius.8
Kemoterapi dilakukan pada penderita limfoma tingkat menengah.
Penderita limfoma tingkat tinggi memerlukan kemoterapi intensif segera karena

14
penyakit ini tumbuh dengan cepat.8 Jika dimulai sesegera mungkin, pemberian
kemoterapi dengan atau tanpa terapi penyinaran pada limfoma tingkat menengah
dan tingkat tinggi, bisa menyembuhkan lebih dari separuh penderitanya. Sebagian
besar penderita sudah mencapai stadium lanjut (stadium III dan IV) pada saat
penyakitnya terdiagnosis.7 Terapi penyinaran pada limfoma tingkat menengah
biasanya akan memperpanjang harapan hidup penderita sampai 2-5 tahun,
sedangkan pada limfoma tingkat tinggi hanya 6 bulan sampai 1 tahun. 8
Radioterapi secara umum jarang digunakan kecuali untuk beberapa pasien dengan
penyakit lokal yang residual setelah terapi induksi. Pasien dengan refractory atau
relapse NHL juga diterapi dengan kemoterapi dosis tinggi yang diikuti dengan
autologus atau allogenic bone marrow transplantation (BMT). 5,6
Terapi untuk stadium IV dengan dosis tinggi arabinoide-C (ara-C) dan
dosis intermediate metotrexate memperbaiki survival sampai 50 %. Anak-anak
dengan penyakit yang lanjut memerlukan profilaksis CNS dengan intrathecal
metotrexate atau radiasi cranial atau keduanya dan memerlukan terapi dengan
durasi yang lebih lama. VP-16 (epipodophyllotoxin) dan ara-C bermanfaat untuk
menangani NHL yang relapse. 5
Hanya pada pasien dengan tumor kepala dan leher diberikan terapi
intrathecal sebagai profilaksis. Untuk anak dengan LBLs lanjut (stage III)
diberikan 10 drug program (LSA2L2) dengan hasil 76 % relapse free survival.
Regimen ini tidak efektif untuk tumor sel B limfoma. (28 % relapse free survival).
Penggunaan COMP (cyclophospamide, vincristine, netotrexate dan prednisone),
dimana tidak efektif untuk LBL, memperbaiki relapse free survival pada limfoma
cell B sampai 57 %.8
Tersedia beberapa sediaan kemoterapi yang sangat efektif. Obat
kemoterapi bisa diberikan tunggal (untuk limfoma tingkat rendah) atau dalam
bentuk kombinasi (untuk limfoma tingkat menengah dan tingkat tinggi).
Pemberian kemoterapi disertai faktor pertumbuhan dan pencangkokan sumsum
tulang masih dalam tahap penelitian. 9
Pengobatan baru yang masih dalam penelitian adalah antibodi monoklonal
yang telah digabungkan dengan racun, yang memiliki bahan racun (misalnya
senyawa radioaktif atau protein tanaman yang disebut risin), yang menempel di

15
antibodi tersebut. Antibodi ini secara khusus akan menempel pada sel-sel limfoma
dan melepaskan bahan racunnya, yang selanjutnya akan membunuh sel-sel
limfoma tersebut. 9
Kemoterapi dengan menggunakan protokol COMP terdiri dari :
Fase induksi :
1. Siklofosfamid 1,2 g/m2 iv (hari ke-1)
2. Vinkristin 2 mg/m2 iv (hari ke-3, 10, 18, 26)
3. Metotreksat 300 mg/m2 iv (hari ke-12)
4. Metotreksat 6,25 mg/m2 it (hari ke-4, 30, 34)
5. Prednison 60 mg/m2 po (hari ke-3 sampai 30 kemudian diturunkan bertahap
sampai hari ke-40. 10

Fase rumatan :
1. Siklofosfamid 1,0 g/m2 iv (minggu ke-0, 4, 8, 12, 16, 20)
2. Vinkristin 1,5 mg/m2 iv (minggu ke-0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20)
3. Metotreksat 300 mg/m2 iv (minggu ke-2, 6, 10, 14, 18)
4. Metotreksat 6,25 mg/m2 it (minggu ke-4, 8, 12, 16, 20)
5. Prednison 60 mg/m2 po selama 5 hari (minggu ke-0, 4, 8, 12, 16, 20)
Selama kemoterapi dilakukan pemeriksaan fungsi hati, ginjal tiap bulan.10

Tabel 2. Sediaan kombinasi kemoterapi pada Limfoma Non-Hodgkin. 5,7


Sediaan Obat Keterangan
Obat Klorambusil Digunakan pada limfoma tingkat rendah
tunggal Siklofosfamid untuk mengurangi ukuran kelenjar getah
bening & untuk mengurangi gejala

16
CVP (COP) Siklofosfamid Digunakan pada limfoma tingkat rendah
Vinkristin (onkovin) & beberapa limfoma tingkat menengah
Prednison untuk mengurangi ukuran kelenjar getah
bening & untuk mengurangi gejala
Memberikan respon yang lebih cepat
dibandingkan dengan obat tunggal
CHOP Siklofosfamid Digunakan pada limfoma tingkat
Doksorubisin (adriamisin) menengah & beberapa limfoma tingkat
Vinkristin (onkovin) tinggi
Prednison
C-MOPP Siklofosfamid Digunakan pada limfoma tingkat
Vinkristin (onkovin) menengah & beberapa limfoma tingkat
Prokarbazin tinggi Juga digunakan pada penderita
Prednison yang memiliki kelainan jantung & tidak
dapat mentoleransi Doksorubisin
M-BACOD Metotreksat Memiliki efek racun yg lebih besar dari
Bleomisin CHOP & memerlukan pemantauan ketat
Doksorubisin (adriamisin) terhadap fungsi paru-paru & ginjal
Siklofosfamid Kelebihan lainnya menyerupai CHOP
Vinkristin (onkovin)
Deksametason
ProMACE/ Prokarbazin Sediaan ProMACE bergantian dengan
CytaBOM Metotreksat CytaBOM
Doksorubisin (adriamisin) Kelebihan lainnya menyerupai CHOP
Siklofosfamid
Etoposid
Sitarabin
Bleomisin
Vinkristin (onkovin)
Metotreksat
MACOP-B Metotreksat Kelebihan utama adalah waktu
Doksorubisin (adriamisin) pengobatan (hanya 12 minggu)
Siklofosfamid Kelebihan lainnya menyerupai CHOP
Vinkristin (onkovin)
Prednison
Bleomisin

17
3.8 Prognosis
LNH dapat dibagi kedalam 2 kelompok prognostik: Indolent
Lymphoma dan Agresif Lymphoma. LNH memiliki prognosis yang relatif
baik, dengan median survival 10 tahun, tetapi biasanya tidak dapat
disembuhkan pada stadium lanjut. Sebagian besar tipe Indolen adalah noduler
atau folikuler. Tipe limfoma agresif memiliki perjalanan alamiah yang lebih
pendek, namun lebih dapat disembuhkan secara signifikan dengan kemoterapi
kombinasi intensif. Resiko kambuh lebih tinggi pada pasien dengan gambaran
histologik divergen baik pada kelompok Indolen maupun Agresif.
Derajat keganasan rendah: tidak dapat sembuh namun dapat hidup
lama. Derajat keganasan menengah: sebagian dapat disembuhkan. Derajat
keganasan tinggi: dapat disembuhkan, cepat meninggal apabila tidak diobati.

3.9 Komplikasi
Akibat langsung penyakitnya
a. Penekanan terhadap organ khususnya jalan nafas, usus dan saraf
b. Mudah terjadi infeksi, bisa fatal
Akibat efek samping pengobatan
a. Aplasia sumsum tulang
b. Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin
c. Gagal ginjal oleh obat sisplatinum
d. Neuritis oleh obat vinkristin

18
BAB 4
PEMBAHASAN

Dilaporkan kasus seorang anak berusia 8,6 tahun dengan berat badan 19
kg datang ke IGD dengan rujukan dari Rumah Sakit Umum Daerah Pangkalan
Bun dengan keluhan utama benjolan dileher sebelah kiri. Dari hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didiagnosa sebagai Limfoma Non
Hodgkin, KEP, Sepsis Tanpa Kultur, dan Hiponatremia.
1. Limfoma Non Hodgkin
a. Anamnesis
Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan pasien adanya benjolan dileher
sebelah kiri sejak 2 bulan yang lalu. Benjolan yang dirasakan semakin membesar.
Tetapi pasien tidak merasakan nyeri pada benjolan tersebut. Hal ini sesuai
berdasarkan teori bahwa gejala klinis yang paling sering dari Limfoma Non
Hodgkin adalah pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit. Selain
itu, ukuran yang semakin membesar pada benjolan pada leher pasien ini
merupakan perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma yang merupakan
akibat terjadinya mutasi gen pada salah satu gen dari sekelompok sel limfosit tua
yang tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat
adanya rangsangan imunogen), dimana perubahan yang terjadi pada limfosit tua
antara lain : 1.) ukurannya semakin besar, 2.) kromatin inti menjadi lebih halus,
3.) nukleolinya terlihat, 4.) protein permukaan sel mengalami perubahan.
b. Pemeriksaan Fisik
pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di leher sebelah kiri sejak 2
bulan yang lalu. Benjolan berukuran 6x8 cm, tidak ada nyeri tekan, immobile,
konsistensi keras, tidak ada tanda radang pada benjolan, dan permukaan tidak rata.
Berdasarkan teori bahwa gejala klinis yang paling sering dari Limfoma Non
Hodgkin adalah pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit. Selain
itu, ukuran yang semakin membesar pada benjolan pada leher pasien ini
merupakan perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma yang merupakan
akibat terjadinya mutasi gen pada salah satu gen dari sekelompok sel limfosit tua
yang tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat

19
adanya rangsangan imunogen), dimana perubahan yang terjadi pada limfosit tua
antara lain : 1) ukurannya semakin besar, 2) kromatin inti menjadi lebih halus, 3)
nukleolinya terlihat, 4) protein permukaan sel mengalami perubahan.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang hasil laboratorium didapatkan leukositosis
dan hasil MDT yaitu leukositosis dengan neutrofilia dan aktivasi neutrophil +
monositosis dengan DD infeksi berat dan infeksi bakterial. Hal ini sesuai
berdasarkan teori pada penderita Limfoma Non Hodgkin penyebab leukositosis
atau mudahnya terinfeksi oleh bakteri karena penyebaran ke sumsum tulang dan
kelenjar getah bening dimana hal ini menyebabkan berkurangnya pembentukan
antibodi. Sistem limfatik adalah suatu bagian penting dari sistem kekebalan
tubuh, membentengi tubuh terhadap infeksi dan berbagai penyakit, termasuk
kanker. Suatu cairan yang disebut getah bening bersirkulasi melalui pembuluh
limfatik, dan membawa limfosit (sel darah putih) mengelilingi tubuh. Pembuluh
limfatik melewati kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening berisi sejumlah
besar limfosit dan bertindak seperti penyaring, menangkap organisme yang
menyebabkan infeksi seperti bakteri dan virus.
Seperti jenis sel darah lainnya, limfosit dibentuk dalam sumsum tulang.
Kehidupannya dimulai dari sel imatur yang disebut sel induk. Pada awal masa
kanak-kanak, sebagian limfosit bermigrasi ke timus, suatu organ di puncak dada,
dimana mereka menjadi matur menjadi sel T. Sisanya tetap tinggal di sumsum
tulang dan menjadi matur disana sebagai sel B. Sel T dan sel B keduanya berperan
penting dalam mengenali dan menghancurkan organisme penyebab infeksi seperti
bakteri dan virus. Dalam keadaan normal, kebanyakan limfosit yang bersirkulasi
dalam tubuh adalah sel T. Mereka berperan untuk mengenali dan menghancurkan
sel tubuh yang abnormal (sebagai contoh sel yang telah diinfeksi oleh virus).3
Sel B mengenali sel dan materi asing (sebagai contoh, bakteri yang telah
menginvasi tubuh). Jika sel ini bertemu dengan protein asing (sebagai contoh, di
permukaan bakteri), mereka memproduksi antibodi, yang kemudian melekat
pada permukaan sel asing dan menyebabkan perusakannya.3,7
Limfoma adalah suatu penyakit limfosit. Ia seperti kanker, dimana limfosit
yang terserang berhenti beregulasi secara normal. Dengan kata lain, limfosit dapat

20
membelah secara abnormal atau terlalu cepat, dan atau tidak mati dengan cara
sebagaimana biasanya. Limfosit abnormal sering terkumpul di kelenjar getah
bening, sebagai akibatnya kelenjar getah bening ini akan membengkak.7
Karena limfosit bersirkulasi ke seluruh tubuh, limfoma (kumpulan limfosit
abnormal) juga dapat terbentuk di bagian tubuh lainnya selain di kelenjar getah
bening. Limpa dan sumsum tulang adalah tempat pembentukan limfoma di luar
kelenjar getah bening yang sering, tetapi pada beberapa orang limfoma terbentuk
di perut, hati atau yang jarang sekali di otak. Bahkan, suatu limfoma dapat
terbentuk di mana saja. Seringkali lebih dari satu bagian tubuh terserang oleh
penyakit ini.
Berdasarkan hasil laboratorium didapatkan bahwa pasien mengalami
anemia dengan hasil HB 11,4 g/dl dan HB 11,1 g/dl. Berdasarkan teori bahwa
anemia atau berkurangnya jumlah sel darah merah disebabkan pendarahan ke
dalam saluran pencernaan. Penghancuran sel darah merah oleh limpa yang
membesar dan terlalu aktif. Penghancuran sel darah merah oleh antibodi abnormal
(anemia hemolitik). Penghancuran sumsum tulang karena penyebaran limfoma.
Ketidakmampuan sumsum tulang untuk menghasilkan sejumlah sel darah merah
karena obat atau terapi penyinaran.
Berdasarkan hasil pemeriksaan biopsi adalah Diffuse Non Hodgkin
Limfoma Maligna, large cell type, hal ini sesuai dengan teori dimana pada Difuse
Large B Cell Lymphoma merupakan lymphoma yang agresif. Biasa terjadi
pada dekade kelima, tetapi memiliki rentang usia yang luas termasuk anak-anak
dan dewasa muda. Biasanya dijumpai pasien dengan pembesaran yang cepat,
sering simptomatik, massa pada satu nodus atau ekstranodal. Sering dijumpai
pada cincin Waldeyers jaringan limfoid orofaring termasuk tonsil dan adenoid.
Pada ekstranodal dapat dijumpai di traktus gastrointestinal, kulit, tulang, otak dan
jaringan lainnya. Berhubungan dengan defisiensi imun dan virus Ebstein Barr.
Walaupun agresif, namun dapat sembuh dengan multiagen, kemoterapi dosis

2
tinggi.

21
Gambar 1. Large cell Lymphoma

Benign equivalent- large replicating B cells dari germinal center


dan paracortex. Infiltrasi Difus pada lymph node, sering nekrosis dengan
peningkatan mitotic rate. Secara sitologi sel oval dengan inti cleaved kromatin
vesicular dan 1-3 nukleoli, inti besar dengan reactive macrophage.
Immunophenotype ditandai dengan monoclonal light chain, CD19 terekspresi
dengan berbagai B cell associated antigens.6

2. KEP
Dalam menentukan asuhan nutrisi pediatrik, hal yang perlu dilakukan
adalah assasement, assasement didapatkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
1. Anamnesis
Berdasarkan anamnesis dari ibu pasien didapatkan pasien mengalami
penurunan nafsu makan. Pasien hanya makan sedikit sekitar 2-3 sendok nasi dan
makan kue sekitar 1 potong. Tetapi untuk minum pasien mau minum banyak
sekitar 5-6 gelas aqua perhari. Nafsu makan yang menurun disebabkan karena
penyakit yang mendasari pasien tersebut, yaitu penyakit keganasan berupa
limfoma non hodgkin.
KEP atau malnutrisi yaitu suatu keadaan kekurangan gizi yang disebabkan
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak

22
memenuhi Angka Kecukupan Gizi. Berdasarkan etiologi, KEP dibedakan menjadi
KEP primer dan KEP sekunder. KEP primer disebabkan oleh kurangnya konsumsi
dan tidak tersedianya bahan makanan, sedangkan KEP sekunder disebabkan oleh
penyakit seperti ginjal, hati, jantung, paru, keganasan dan lain-lain.13
2. Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan keadaan umum
tampak kurus dan tampak cengeng. Pengukuran antropometri didapatkan berat
badan 19 kg dan tinggi badan 135 cm.

Berdasarkan kurva CDC, didapatkan berat badan ideal berdasarkan tinggi


yaitu 26 kg.
Jadi, status gizi pada pasien yaitu

23
Status Gizi = BB aktual = 19 = 73% (gizi kurang)
BB Ideal 26

Pada pemeriksaan fisik pada kulit ditemukan kulit terlihat kering,


mengendor dan lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit berkurang.
Selain itu vena superfisialis tampak terlihat jelas. Kemudian pemeriksaan fisik
pada kepala bagian rambut terlihat tipis, dimana untuk tanda dan gejalanya adalah
pertumbuhan yang berkurang atau berhenti, terlihat kurus, penampilan wajah
seperti orangtua, cengeng, kulit kering, dingin, mengendor, keriput, pada lemak
subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang, otot atrofi sehingga kontur
tulang terlihat jelas, vena superfisialis tampak jelas, tulang pipi dan dagu kelihatan
menonjol, mata tampak besar dan dalam, kadang terdapat bradikardi.
Selain itu hubungan dari KEP dengan Limfoma Non Hodgkin yang
ditunjukkan dari pasien ini yaitu pasien mengalami kurang nafsu makan dan nyeri
perut. Hal ini sesuai sesuai pada teori dimana gejala yang dialami pada Limfoma
Non Hodgkin adalah penurunan nafsu makan yang terjadinya karena pembesaran
kelenjar getah bening di daerah perut. Pembesaran kelenjar getah bening yang
jauh didalam dada atau perut bisa menekan berbagai organ dan menyebabkan
seperti gangguan pernafasan, berkurangnya nafsu makan, sembelit, nyeri perut
dan pembengkakan tungkai.1,2,8

3. Sepsis Tanpa Kultur


1. Anamnesis
Berdasarkan pada anamnesis didapatkan pasien mengeluh demam yang
naik turun, mual dan muntah. Hal ini sesuai berdasarkan teori dari definisi sepsis
yaitu respon inflamasi terhadap infeksi berupa suatu sindrom radang sistemik
yang ditandai dengan gejala-gejala demam atau hipotermi, menggigil, takipnea,
takikardia, hipotensi, nadi cepat dan lema serta gangguan mental yang disebabkan
oleh mikroorganisme dan berdasarkan teori dari gejala sepsis yaitu demam akut,
nyeri kepala, mual, muntah, kesadaran menurun mulai dari somnolen sampai
koma, defisit neurologik fokal biasanya jarang terjadi, pada keadaan yang berat

24
dapat ditemukan gangguan gerakan okuler, gangguan refleks pupil, nafas
cheynestoke.
2. Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium pada pasien ini didapatkan jumlah
leukosit dari awal masuk pada tanggal 06-01-2017 yaitu 23.590/uL dan pada
pemeriksaan leukosit selanjutnya pada tanggal 11-01-2017 yaitu 34.070/uL. Hal
ini sesuai pada teori dari sepsis dikatakan jumlah leukosit lebih dari 12.000/uL.
Pada pasien ini tidak dilakukan kultur sehingga didiagnosa sepsis tanpa
kultur.

4. Hiponatremia
1. Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan pasien mengalami muntah-muntah. Hal ini
sesuai berdasarkan teori pada gejala dari hiponetremia yaitu muntah, sakit kepala,
kebingungan, dan kelemahan otot.
2. Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan hasil pemeriksaan elektrolit pada pasien ini didapatkan hasil
natrium pada tanggal 09-01-2017 adalah 122 mmol/L dan pada tanggal 12-01-
2017 adalah 121 mmol/L. Hal ini sesuai pada teori hiponatremia yang
didefinisikan sebagai kadar natrium plasma <135 mmol/L, merupakan gangguan
keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit. Selain itu teori lain juga mengatakan
hiponatremia sedang dikatakan kadar natrium plasma antara 125 dan 129 mmol/L
yang diukur dengan ion elektroda khusus.

5. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Limfoma Non Hodgkin
Penatalaksanan awal pada pasien ini diberikan infus D5 NS 15 tpm dan
Injeksi Cefotaxime 3 x 650 mg. Pada penatalaksanaan hari pertama atau
selanjutnya terapi masih sama tetapi ditambahkan dengan diet 3x nasi biasa TKTP
dan pasien dikonsulkan dengan dokter spesialis bedah ongkolongi. Pada hari
kedua, terapi yang diberikan infus D5 NS 15 tpm, Injeksi Cefotaxime 3 x 650
mg, injeksi ranitidin 2x20 mg, injeksi Ondancetron 3 x 2 mg, injeksi ketorolac 3 x

25
10 mg, dan diet 3x nasi biasa TKTP. Pada terapi hari ketiga, masih lanjut seperti
terapi hari kedua, tetapi pada diet ditambahkan susu 5x100cc. Pada hari keempat,
terapi yang diberikan masih sama. Pada hari kelima masih terapi lanjut. Pada hari
keenam terapi masih lanjut. Pada hari ketujuh masih terapi lanjut.
Berdasarkan penatalaksanaan atau terapi yang diberikan pada pasien
belum sesuai dengan teori karena pada pasien ini tidak sampai pada tahap
kemoterapi. Terapi NHL tergantung histologi, stage, dan immunophenotype.
Untuk anak dengan stage I dan II NHL diberikan multi agen khemoterapi
(doxorubicin, vincristine, cyclophospamide, dan prednison) diikuti 6 bulan daily
oral 6 MP dan metotrexate setiap minggu dengan long term free survival 90 %.
Tidak ada perbedaan bermakna dengan lokal irradiasi.9
Penderita limfoma tingkat rendah mungkin tidak memerlukan pengobatan
segera, tetapi harus menjalani pemeriksaan sesering mungkin untuk meyakinkan
bahwa penyakitnya tidak menyebabkan komplikasi yang serius.8
Kemoterapi dilakukan pada penderita limfoma tingkat menengah.
Penderita limfoma tingkat tinggi memerlukan kemoterapi intensif segera karena
penyakit ini tumbuh dengan cepat. 8
Jika dimulai sesegera mungkin, pemberian kemoterapi dengan atau tanpa
terapi penyinaran pada limfoma tingkat menengah dan tingkat tinggi, bisa
menyembuhkan lebih dari separuh penderitanya. Sebagian besar penderita sudah
mencapai stadium lanjut (stadium III dan IV) pada saat penyakitnya terdiagnosis.7
Terapi penyinaran pada limfoma tingkat menengah biasanya akan
memperpanjang harapan hidup penderita sampai 2-5 tahun, sedangkan pada
limfoma tingkat tinggi hanya 6 bulan sampai 1 tahun. 8
Radioterapi secara umum jarang digunakan kecuali untuk beberapa pasien
dengan penyakit lokal yang residual setelah terapi induksi. Pasien dengan
refractory atau relapse NHL juga diterapi dengan kemoterapi dosis tinggi yang
diikuti dengan autologus atau allogenic bone marrow transplantation (BMT). 5,6
Terapi untuk stadium IV dengan dosis tinggi arabinoide-C (ara-C) dan
dosis intermediate metotrexate memperbaiki survival sampai 50 %. Anak-anak
dengan penyakit yang lanjut memerlukan profilaksis CNS dengan intrathecal
metotrexate atau radiasi cranial atau keduanya dan memerlukan terapi dengan

26
durasi yang lebih lama. VP-16 (epipodophyllotoxin) dan ara-C bermanfaat untuk
menangani NHL yang relapse. 5
Hanya pada pasien dengan tumor kepala dan leher diberikan terapi
intrathecal sebagai profilaksis. Untuk anak dengan LBLs lanjut (stage III)
diberikan 10 drug program (LSA2L2) dengan hasil 76 % relapse free survival.
Regimen ini tidak efektif untuk tumor sel B limfoma. (28 % relapse free survival).
Penggunaan COMP (cyclophospamide, vincristine, netotrexate dan prednisone),
dimana tidak efektif untuk LBL, memperbaiki relapse free survival pada limfoma
cell B sampai 57 %.8
Tersedia beberapa sediaan kemoterapi yang sangat efektif. Obat
kemoterapi bisa diberikan tunggal (untuk limfoma tingkat rendah) atau dalam
bentuk kombinasi (untuk limfoma tingkat menengah dan tingkat tinggi).
Pemberian kemoterapi disertai faktor pertumbuhan dan pencangkokan sumsum
tulang masih dalam tahap penelitian. 9
Pengobatan baru yang masih dalam penelitian adalah antibodi monoklonal
yang telah digabungkan dengan racun, yang memiliki bahan racun (misalnya
senyawa radioaktif atau protein tanaman yang disebut risin), yang menempel di
antibodi tersebut. Antibodi ini secara khusus akan menempel pada sel-sel limfoma
dan melepaskan bahan racunnya, yang selanjutnya akan membunuh sel-sel
limfoma tersebut. 9
Pada pencangkokan sumsum tulang, sumsum tulang diangkat dari
penderita (dan sel limfomanya dibuang) atau dari donor yang sesuai dan
dicangkokkan ke penderita. Prosedur ini memungkinkan dilakukannya hitung
jenis darah, yang berkurang karena kemoterapi dosis tinggi, sehingga
penyembuhan berlangsung lebih cepat. Tetapi pencangkokan sumsum tulang
memiliki resiko, sekitar 5% penderita meninggal karena infeksi pada minggu
pertama, sebelum sumsum tulang membaik dan bisa menghasilkan sel darah putih
yang cukup untuk melawan infeksi. Pencangkokan sumsum tulang juga sedang
dicoba dilakukan pada penderita yang pada awalnya memberikan respon yang
baik terhadap kemoterapi tetapi memiliki resiko tinggi terjadinya kekambuhan. 7
Tabel 4. Sediaan kombinasi kemoterapi pada Limfoma Non-Hodgkin yang
digunakan di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Zainoel Abidin. 5,7

27
Sediaan Obat Keterangan

Digunakan pada limfoma tingkat rendah


Obat Klorambusil
untuk mengurangi ukuran kelenjar getah
tunggal Siklofosfamid
bening & untuk mengurangi gejala

Digunakan pada limfoma tingkat rendah &


beberapa limfoma tingkat menengah untuk
Siklofosfamid
CVP mengurangi ukuran kelenjar getah bening
Vinkristin (onkovin)
(COP) dan untuk mengurangi gejala
Prednison
Memberikan respon yang lebih cepat
dibandingkan dengan obat tunggal

Siklofosfamid
Doksorubisin
Digunakan pada limfoma tingkat menengah
CHOP (adriamisin)
& beberapa limfoma tingkat tinggi
Vinkristin (onkovin)
Prednison

Digunakan pada limfoma tingkat menengah


Siklofosfamid
& beberapa limfoma tingkat tinggi Juga
Vinkristin (onkovin)
C-MOPP digunakan pada penderita yang memiliki
Prokarbazin
kelainan jantung & tidak dapat mentoleransi
Prednison
Doksorubisin

Metotreksat
Bleomisin
Memiliki efek racun yg lebih besar dari
Doksorubisin
M- CHOP & memerlukan pemantauan ketat
(adriamisin)
BACOD terhadap fungsi paru-paru & ginjal
Siklofosfamid
Kelebihan lainnya menyerupai CHOP
Vinkristin (onkovin)
Deksametason

Prokarbazin
Metotreksat
Doksorubisin
(adriamisin)
ProMAC Sediaan ProMACE bergantian dengan
Siklofosfamid
E/CytaB CytaBOM
Etoposid
OM Kelebihan lainnya menyerupai CHOP
Sitarabin
Bleomisin
Vinkristin (onkovin)
Metotreksat

Metotreksat
Doksorubisin
(adriamisin) Kelebihan utama adalah waktu pengobatan
MACOP-
Siklofosfamid (hanya 12 minggu)
B
Vinkristin (onkovin) Kelebihan lainnya menyerupai CHOP
Prednison
Bleomisin 28
Kemoterapi dengan menggunakan protokol COMP terdiri dari :
Fase induksi :
a. Siklofosfamid 1,2 g/m2 iv (hari ke-1)
b. Vinkristin 2 mg/m2 iv (hari ke-3, 10, 18, 26)
c. Metotreksat 300 mg/m2 iv (hari ke-12)
d. Metotreksat 6,25 mg/m2 it (hari ke-4, 30, 34)
e. Prednison 60 mg/m2 po (hari ke-3 sampai 30 kemudian diturunkan bertahap
sampai hari ke-40. 10
Fase rumatan :
a. Siklofosfamid 1,0 g/m2 iv (minggu ke-0, 4, 8, 12, 16, 20)
b. Vinkristin 1,5 mg/m2 iv (minggu ke-0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20)
c. Me/totreksat 300 mg/m2 iv (minggu ke-2, 6, 10, 14, 18)
d. Metotreksat 6,25 mg/m2 it (minggu ke-4, 8, 12, 16, 20)
e. Prednison 60 mg/m2 po selama 5 hari (minggu ke-0, 4, 8, 12, 16, 20)
Selama kemoterapi dilakukan pemeriksaan fungsi hati, ginjal tiap bulan.10

2. Penatalaksanaan KEP (Kurang Energi Protein)


Dalam tatalaksanan KEP, yang perlu dilakukan adalah menentukan
assasement, yaitu melakukan penentuan status gizi, selanjutnya menentukan
kebutuhan berdasarkan kondisi sakit kritis (critical illness) atau kondisi tidak
sakit kritis (non critical illness), setelah melakukan jumlah kebutuhan yang harus
diberikan, kemudian menentukan jenis makanan, selanjutnya melakukan
pemantauan dan evaluasi.
Penatalaksanaan KEP pada pasien ini dikonsulkan pada ahli gizi yaitu :
An. M berusia 8 tahun 6 bulan dengan berat badan 20,3 kg dan tinggi badan 127
cm. untuk berat badan ideal 27,6 kg dengan IMT 12,59.
Status gizi : kurus (IMT/U : - 2,07 SD)
Kebutuhan energi : 27,6 x 68,5 = 1890,6 kkal/hari
Kebutuhan protein : 27,6 x 1,8 = 49,68 gr/hari
Saat ini diberikan diet nasi biasa TKTP 3x + F100 5x100cc

6. Prognosis

29
Prognosis dari kasus ini derajat tinggi, dimana dapat disembuhkan, tetapi
cepat meninggal apabila tidak diobati. Hal sesuai pada teori dari prognosis
Limfoma Non Hodgkin yaitu LNH dapat dibagi kedalam 2 kelompok
prognostik: Indolent Lymphoma dan Agresif Lymphoma. LNH memiliki
prognosis yang relatif baik, dengan median survival 10 tahun, tetapi biasanya
tidak dapat disembuhkan pada stadium lanjut. Sebagian besar tipe Indolen adalah
noduler atau folikuler. Tipe limfoma agresif memiliki perjalanan alamiah yang
lebih pendek, namun lebih dapat disembuhkan secara signifikan dengan
kemoterapi kombinasi intensif. Resiko kambuh lebih tinggi pada pasien dengan
gambaran histologik divergen baik pada kelompok Indolen maupun Agresif.
Derajat keganasan rendah: tidak dapat sembuh namun dapat hidup
lama. Derajat keganasan menengah: sebagian dapat disembuhkan. Derajat
keganasan tinggi: dapat disembuhkan, cepat meninggal apabila tidak diobati.

7. Komplikasi
Pada pasien ini ditemukan komplikasi akibat limfoma non hodgkin ini
yaitu penekan terhadap organ khususnya bagian pencernaan atau usus, dimana hal
ini mengakibatkan penurunan nafsu makan. Selain itu juga mengakibatkan mudah
terjadi infeksi yang ditunjukkan pada hasil laboratorium dari jumlah leukosit
adalah 34.070/uL.
Hal ini sesuai berdasarkan teori bahwa komplikasi dari limfoma Non
Hodgkin mengalami akibat langsung pada penyakitnya yaitu penekanan terhadap
organ khususnya jalan nafas, usus dan saraf dan mudah terjadi infeksi bahkan bisa
fatal. Sedangkan akibat efek samping pengobatan yaitu aplasia sumsum tulang,
gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin, gagal ginjal oleh obat sisplatinum
dan Neuritis oleh obat vinkristin

30
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Limfoma Non-Hodgkin, adalah keganasan yang paling umum ketiga terjadi
pada masa kanak-kanak, dan jumlah penderita Limfoma non-Hodgkin (Non
Hodgkin Lymphoma/NHL) sekitar 7% dari kanker pada anak kurang dari 20
tahun. Kejadian ini kira-kira sepuluh kasus per 1.000.000 orang per tahun. NHL
terjadi paling sering pada dekade kedua kehidupan, dan terjadi lebih sering pada
anak kurang dari 3 tahun. Gejala klinis berupa pembengkakan kelenjar getah
bening dan menyebabkan beberapa keluhan sesuai dengan terjadinya
pembengkakan, yaitu gangguan pernafasan, hilang nafsu makan, sembelit, nyeri
perut, pembengkakan tungkai, diare, malabsorbsi, efusi pleura, demam, keringat
malam, anemia, dan mudah terinfeksi. Kenyataannya bahwa NHL adalah penyakit
yang heterogen yang ditangani secara berbeda maka sangat mutlak dilakukan
biopsi untuk pemeriksaan histopatologis, immunophenotyping, dan pemeriksaan
sitogenetik untuk menegakkannya. Sistem Ann Arbor staging digunakan pada
NHL, tetapi memberikan perbedaan prognosa buruk yang berbeda. Pengobatan
pada penderita NHL berupa kemoterapi, radioterapi, antibodi monoclonal, dan
cangkok sumsum tulang.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Quade, G., Treatment statement for Health professionals,


Childhood Non-Hodgkin Lymphoma Treatment, The National
Cancer Institute, available at: file:///cancer.gov/index.html, last
update at: February 25, 2011.

2. Anonymous. Childhood Non-Hodgkin Lymphoma, The National


Cancer Institute, available at: file:///cancer.gov/index.html,
update at: November 02, 2003.

3. Anonymous, Kelenjar Getah Bening (KGB), in Nucleus Precise


Newsletter Magazine 65th edition, Jakarta, 2010.

4. Quade, G., Treatment statement for Health professionals,


Childhood Non-Hodgkin Lymphoma Treatment, The National
Cancer Institute, available at: file:///cancer.gov/index.html, last
update at: February 25, 2011.

5. ____, Childhood Non-Hodgkin Lymphoma, The National Cancer


Institute, available at: file:///cancer.gov/index.html, update at:
November 02, 2003.

6. Anonymous, Kelenjar Getah Bening (KGB), in Nucleus Precise


Newsletter Magazine 65th edition, Jakarta, 2010.

32
7. Nelson, B., Arvin K., Buku Ilmu Kesehatan Anak vol. 3 edisi 15,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2000.

8. Herdata, H.N., Limfoma Non Hodgkin, Bag/SMF Ilmu


Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas
Syiah Kuala, Banda Aceh, 2008.

9. Indriani, E.V., Non-Hodgkins Lymphoma, available at: Error!


Hyperlink reference not valid., update at: January 12, 2009.

10. Anonymous, Limfoma Non Hodgkin, in medicastores.com,


available at:
http://medicastore.com/penyakit/308/Limfoma_Non-
Hodgkin.html, update at: June 20, 2009.

11. Reksodiputro, A.H., Penyakit Kanker Limfoma Non Hodgkin,


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Dr
Cipto Mangunkusumo, Jakarta, 2009.

12. Anonymous, Limfoma Non Hodgkin, available at: Error!


Hyperlink reference not valid., update at: Februari 20, 2011.

13. Permono, B., Limfoma Non Hodgkin, in Pedriatik.com,


Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran
UNAIR, Surabaya, 2009.

33

Вам также может понравиться