Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
WAWASAN KEMARITIMAN
OLEH:
KELOMPOK I
Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
kami kesehatan, serta limpahan nikmat, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini. Tidak lupa kami panjatkan puja dan puji syukur kita atas kehadiran
sehingga dapat memberikan informasi bagi pembaca makalah ini. Tidak lupa,
penyusunan makalah ini. Kami harapkan makalah ini dapat bermanfaat untuk
semua pihak. Bila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini, tolong di maafkan.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................
D. Manfaat Penulisan................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan...........................................................................................17
B. Saran......................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
1
3. Mengapa nelayan tradisional terpinggirkan?
4. Bagaimana ekonomi maritime yang dikuasai oleh Negara asing?
5. Menapa sistem logistik masih lemah?
C. TUJUAN PENULISAN
D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat yang dapat dipetik dalam makalah ini yaitu, dapat memberikan
wawasan lebih kepada pembaca tentang kemaritiman, terkhusus di Indonesia.
Dimana kita ketahui Indonesia merupakan Negara yang kaya akan potensi alam.
Selain itu, mendorong kesadaran kita bahwa kita merupakan generasi berikutnya
yang harus melanjutkan perjuangan para tokoh terdahulu yang memperjuangkan
wilayah maritime.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Konsekuensi menyandang predikat sebagai negara maritim adalah
Indonesia harus mengembangkan aktifitas pelayarannya, hal ini karena salah satu
penunjang perekonomian Indonesia adalah sektor pelayaran, ini juga didukung
oleh letak strategis Negara Indonesia yang berada di daerah persilangan dunia
yang juga membuat indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam
mengembangkan laut.
Dalam mengolah dan membangun sumberdaya maritim tersebut
diperlukan adanya kearifan lokal. Disini kearifan lokal diartikan sebagai
kebijaksanaan atau pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat alam rangka
mengelola lingkungan, yaitu pengetahuan yang melahirkan perilaku hasil adaptasi
mereka terhadap lingkungan, yang implikasinya adalah kelestarian dan
kelangsungan lingkungan untuk jangka panjang.
Dalam kearifan lokal terkandung pula kebudayaan lokal, hal ini
menyebabkan pembangunan pada daerah-daerah tidak boleh menghilangkan unsur
budaya dari daerah tersebut. Seharusnya pembangunan di suatu daerah harus
melihat terlebih dahulu kondisi sosial-budayanya, sehingga dapat mengolah
sumber daya dengan baik tanpa merugikan penduduk yang pada akhirnya akan
memajukan perekonomian daerah dan nasional.
Indonesia seperti yang telah dijelaskan merupakan negara kemaritiman,
dimana kondisi Indonesia yang lebih banyak daerah perairan dari pada daerah
daratan. Kondisi inilah yang membentuk budaya indonesia menjadi budaya yang
lebih merujuk pada budaya kemaritiman, yang masyarakat lebih banyak
berprofesi sebagai nelayan pada daerah pesisir.
Budaya Indonesia sebagai budaya kemaritiman, maka pembangunan yang
dilaksanakan di indonesia haruslah berparadigma kemaritiman, dimana maritim
menjadi pusat pembangunan bangsa. Hal ini dapat diwujudkan melalui
pembangunan berkelanjutan kemaritiman yang dirancang oleh pemerintahan
seperti; penangkapan ikan alami; pelestarian daerah pesisir, pengolahan energi
alam di bawah laut menggunakan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan), dan penangkaran/ pelestarian biota laut yang dianggap punah, dan
membangun pariwisata bahari.
4
Namun pada kenyataannya banyak penelitian yang mengungkapkan
perilaku penangkapan ikan pada zaman modern lebih senang menangkap ikan
menggunakan peralatan yang dapat menyebabkan kerusakan pada kelestarian
biota laut, seperti contohnya Bom yang digunakan oleh para nelayan memiliki
efek destruktif pada kehidupan bawah laut, hal ini disebabkan bom tersebut
mengandung zat kimia yang dapat melumpuhkan biota-biota laut.
5
kerajaan Majapahit dan Demak rakyat Jawa telah menjadi manusia daratan
belaka yang mengabaikan lautan yang ada di sekitar pulaunya. Titik berat
kehidupan adalah sebagai petani tanpa ada perimbangan sebagai pelaut. Juga
dalam konsumsi makanannya ikan dan hasil laut lainnya tidak mempunyai
peran penting. Gambaran rakyat Jawa itu juga terlihat pada keseluruhan
rakyat Indonesia, yaitu orientasi ke daratan jauh lebih besar ketimbang ke
lautan. Gambaran keadaan umum rakyat Indonesia amat bertentangan dengan
kenyataan bahwa luas daratan nasional adalah sekitar 1,9 juta kilometer
persegi, sedangkan wilayah perairan adalah sekitar 3 juta kilometer persegi.
Apalagi kalau ditambah dengan zone ekonomi eksklusif yang masuk
wewenang Indonesia. Selama pandangan mayoritas rakyat Indonesia terhadap
lautan belum berubah, bagian amat besar dari potensi nasional tidak terjamah
dan karena itu kurang sekali berperan untuk meningkatkan kesejahteraan
bangsa. Malahan yang lebih banyak memanfaatkan adalah bangsa lain yang
memasuki wilayah lautan Indonesia untuk mengambil kekayaannya.
3. Kurangnya pemanfaatan ruang angkasa di atas wilayah Nusantara untuk
kepentingan nasional, khususnya pemantapan kebudayaan nasional.
Mayoritas rakyat Indonesia belum cukup menyadari perubahan besar yang
terjadi dalam umat manusia sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Perubahan besar itu terutama menyangkut teknologi angkutan
dan komunikasi. Khususnya komunikasi elektronika sekarang memungkinkan
manusia berhubungan dengan cepat dan tepat melalui telpon, televisi,
komputer yang menghasilkan E-Mail dan Internet. Letak kepulauan
Nusantara sepanjang khatulistiwa amat menguntungkan untuk penempatan
satelit yang memungkinkan komunikasi yang makin canggih dengan
memanfaatkan ruang angkasa yang terbentang di atas wilayah Nusantara.. Ini
sangat penting untuk pembangunan dan pemantapan kebudayaan nasional,
khususnya melalui televisi. Namun untuk itu diperlukan biaya yang memadai.
Pembangunan maritim memerlukan sistem pengelolaan terpadu wilayah
pesisir dan lautan. Dalam pengelolaan ini berbagai masalah akan muncul,
berbagai konflik akan terjadi yang disebabkan oleh adanya degradasi mutu dan
6
fungsi lingkungan hidup yang antara lain disebabkan karena musnahnya hutan
bakau, rusaknya terumbu karang, abrasi pantai, intrusi air lautm pencemaran
lingkungan pesisir dan laut serta perubahan iklim global. Berbagai masalah
berakar dari:
1. Masing masing pelaku pembangunan dalam menyusun perencanaan sangat
terikat pada sektornya sendiri tanpa adanya sistem koordinasi baku lintas
sektor.
2. Belum adanya lembaga yang berwenang penuh baik di pusat maupun di
daerah yang mempunyai wewenang penentu dalam pembangunan maritim
secara utuh
3. Belum lengkapnya peraturan perundang-undangan yang mengatur
kewenangan pengelolaan sumberdaya maritim.
4. Belum lengkapnya tataruang yang mencakup wilayah pesisir dan laut
nasional yang dapat dijadikan sebagai induk perencanaan bagi daerah.
Untuk dapat menjamin efektifitas pembangunan maritim, berbagai
masalah tersebut harus dapat diatasi secara tuntas, paling tidak yang terkait
dengan:
a. Penataaan peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan pembangunan
maritim yang bersifat lintas sektoral
b. Pembentukan wadah untuk penyusunan dan penerapan mekanisme
perencanaan dan pengawasan terpadu, pengelolaan yang dikoordinasikan
serta pengendalian yang sinkron
c. Penciptaan dan peningkatan sumberdaya maritim handal dan profesional.
d. Penataan peraturan perundang- undangan disertai upaya penegakan peraturan
hukum yang konsisten
e. Penetapan tata ruang maritim disertai pola pengelolaan, pemanfaatan dan
pendaya gunaannya.
f. Sistem pengumpulan dan pengelolaan informasi maritim yang dapat diakses
secara luas.
g. Memperbesar kemampuan pengadaan sumber dana yang dapat diserap dalam
upaya pembangunan maritim dengan kemudahannya
B. Kondisi Masyarakat Pesisir
7
nelayan kita sangat jauh berbeda dengan potensi sumberdaya alamnya. Hal ini
dibuktikan dengan masih rendahnya sumbangan sektor kelautan selama Pelita VI
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional yaitu 12,1% dengan laju
pertumbuhan 3,8% jauh di bawah laju pertumbuhan rata-rata seluruh sektor
sebesar 7,4% (Waspada, 18 Maret 2000).
Nelayan adalah suatu fenomena sosial yang sampai saat ini masih
merupakan tema yang sangat menarik untuk didiskusikan.Membicarakan nelayan
hampir pasti isu yang selalu muncul adalah masyarakat yang marjinal, miskin dan
menjadi sasaran eksploitasi penguasa baik secara ekonomi maupun politik.
Kemiskinan yang selalu menjadi trade mark bagi nelayan dalam beberapa hal
dapat dibenarkan dengan beberapa fakta seperti kondisi pemukiman yang kumuh,
tingkat pendapatan dan pendidikan yang rendah, rentannya mereka terhadap
perubahan-perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang melanda, dan
ketidakberdayaan mereka terhadap intervensi pemodal, dan penguasa yang
datang.
Menurut Mubyarto dkk, kemiskinan nelayan lebih banyak disebabkan oleh
adanya tekanan struktur, yaitu nelayan kaya/penguasa yang menekan nelayan
miskin. Hampir sama dengan asumsi yang dibangun oleh Mubyarto tentang
pengaruh struktur, Resusun (1985) juga menemukan data bahwa nelayan di Pulau
Sembilan, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, ada satu kelompok nelayan yang
hidupnya tidak berkecukupan, yaitu nelayan yang tidak punya modal (nelayan
kecil), dan mereka selalu diekspoitasi oleh nelayan yang punya modal (punggawa)
dan pedagang (pabilolo) yaitu sawi bagang atau Pabagang atau pembantu
utama punggawa dalam menangani kegiatan operasi penangkapan ikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Resusun di atas juga menunjukkan adanya struktur
hubungan sosial yang khas pada masyarakat nelayan.Hubungan itu adalah adanya
ketidak seimbangan antara yang mempunyai modal usaha dan para pekerjanya.
Hubungan itu adalah antara punggawasawi/pabagang yang bersifat timbal balik
(reprocity). Walaupun sawi perlu sang punggawa sebagai sumber lapangan kerja,
punggawa juga memerlukan tenaga sawi. Seorang punggawa akan berusaha
supaya sawi yang dipercayai menetap diusahanya. Akibatnya terjadi hubungan
8
yang selalu merugikan sawi. Karena seringkali kerelaan punggawa untuk
meminjamkan uang kepada sawi berdasarkan motivasi agar sawi tetap berada di
lingkaran setan. Hutang yang tidak bisa dilunasi seringkali harus dibalas dengan
jasa yang sangat berlebihan.
Mata pencaharian penduduk yang berlokasi di kawasan pantai biasanya
tidak seluruhnya merupakan nelayan.Sebagian lagi masih memiliki keterkaitan
dengan nelayan, sedangkan sebagian lagi berbeda dengan profesi
nelayan.Kombinasi antara kegiatan kenelayanan dan kegiatan non kenelayanan
dalam rumah tangga identik dikenal dengan kegiatan multiple emplyoment/ pluri-
activity.
Menurut Fuller dan Brun (1990:149) multiple employment atau pluri-
activity bisa dijabarkan sebagai berbagai kegiatan dalam suatu rumah tangga
nelayan yang mendukung penambahan penghasilan dari usaha kenelayanan.
Aktivitas-aktivitas tersebut meliputi :
1. Pekerjaan yang masih pada bidang kenelayanan, misalnya sebagai anak buah
perahu orang lain;
2. Kegiatan-kegiatan yang masih terkait dengan hasil kenelayanan seperti
pemindangan ikan, pembuatan ikan asin dan ikan asap dan lainlain;
3. Kegiatan-kegiatan lain yang non-kenelayanan tetapi masih terkait dengan
kenelayanan misalnya mengantar turis dengan perahunya, warung makanan,
toko kelontong;
4. Kegiatan-kegiatan yang sama sekali di luar kegiatan kenelayanan seperti
buruh bangunan, guru dan lain-lain.
Oleh karena perjalanan historis yang telah diceritakan di atas yang
menyebabkan budaya mereka cenderung bukan budaya maritim, penduduk
setempat tidak begitu kaya pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan dengan laut,
hanya menggunakan teknologi yang sederhana dan terbatas aktivitas-aktivitas
yang berkaitan dengan laut.Apalagi menjadi prinsip umum di kalangan
masyarakat di propinsi ini bahwa laut bersifat open access.Laut tidak dimiliki oleh
mereka, semua orang memiliki kawasan laut, semua perahu boleh melintasi laut di
wilayah Kelurahan Bahari.
9
Saat ini banyak program pemberdayaan yang menklaim sebagai program
yang berdasar kepada keinginan dan kebutuhan masyarakat (bottom up), tapi
ironisnya masyarakat tetap saja tidak merasa memiliki akan program-program
tersebut sehingga tidak aneh banyak program yang hanya seumur masa proyek
dan berakhir tanpa dampak berarti bagi kehidupan masyarakat. Memberdayakan
masyarakat pesisir berarti menciptakan peluang bagi masyarakat pesisir untuk
menentukan kebutuhannya, merencanakan dan melaksanakan kegiatannya, yang
akhirnya menciptakan kemandirian permanen dalam kehidupan masyarakat itu
sendiri. Memberdayakan masyarakat pesisir tidaklah seperti memberdayakan
kelompok-kelompok masyarakat lainnya, karena didalam habitat pesisir terdapat
banyak kelompok kehidupan masayarakat diantaranya:
1. Masyarakat nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir yang mata
pencaharian utamanya adalah menangkap ikan dilaut. Kelompok ini dibagi
lagi dalam dua kelompok besar, yaitu nelayan tangkap modern dan nelayan
tangkap tradisional. Keduanya kelompok ini dapat dibedakan dari jenis
kapal/peralatan yang digunakan dan jangkauan wilayah tangkapannya.
2. Masyarakat nelayan pengumpul/bakul, adalah kelompok masyarakt pesisir
yang bekerja disekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan. Mereka akan
mengumpulkan ikan-ikan hasil tangkapan baik melalui pelelangan maupun
dari sisa ikan yang tidak terlelang yang selanjutnya dijual ke masyarakat
sekitarnya atau dibawah ke pasar-pasar lokal. Umumnya yang menjadi
pengumpul ini adalah kelompok masyarakat pesisir perempuan.
3. Masayarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan yang
paling banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri dari mereka
dapat terlihat dari kemiskinan yang selalu membelenggu kehidupan mereka,
mereka tidak memiliki modal atau peralatan yang memadai untuk usaha
produktif. Umumnya mereka bekerja sebagai buruh/anak buah kapal (ABK)
pada kapal-kapal juragan dengan penghasilan yang minim.
4. Masyarakat nelayan tambak, masyarakat nelayan pengolah, dan kelompok
masyarakat nelayan buruh.
10
Sampai saat ini keberdaan nelayan tradisional semakin terpinggirkan
dengan banyaknya nelayan tangkap yang menggunakan kapal dan peralatan yang
lebih canggih. Hal seperti ini semakin parah karena tidak adanya
ketidakberpihakan pemerintah terhadap nelayan tradisional. Sandra berharap, ke
depan keadaan seperti ini, pemerintah harus mengambil langkah-langkah yang
pasti untuk membela dan memberdayakan nelayan tradisional ini. Masalah-
masalah seperti, kurangnya bahan bakar bersubsidi untuk nelayan tradisional bisa
diselesaikan dengan bekerjasama dengan Dinas Perikanan di setiap daerah
kabupaten atau provinsi. Masalah lain yang dihadapi nelayan tradisional adalah
cuaca dan kerasnya kehidupan di laut. Mereka hanya nelayan dan akan selamanya
menjadi nelayan. Selain itu, nelayan kerap tertangkap polisi laut negeri tetangga.
Ini merupakan ketidaktahuan para nelayan tentang batas laut Indonesia.
Sejak dahulu kala, di negeri maritim Indonesia ini, Para pelaut
menggantungkan hidupnya pada luasnya samudera. Akan tetapi, bayangan tentang
pelaut yang pulang dengan membawa setumpuk hasil laut mampu membuat
makmur keluarganya, semakin samar. Kehidupan nelayan tradisional saat ini tidak
hanya menghadapi tantangan dengan banyaknya kapal ikan berukuran besar yang
menggunakan alat tangkap canggih, namun nasib mereka juga memprihatinkan
akibat berkurangnya hasil tangkapan. Imbasnya adalah kehidupan keluarga yang
kian hari kian tidak menentu.
Dari penelitian ini beberapa temuan pokoknya adalah sebagi berikut.
Pertama, nelayan tradisional di daerah pantai yang berada di wilayah
perkotaan, ternyata karakteristik sosial ekonomi tidak berbeda dengan nelayan di
daerahpedesaan, yaitu umumnya berpendidikan rendah, sedikit memiliki
ketrampilan diluar sektor perikanan, miskin dan memiliki modal yang sedikit
dalam mengembangkan kegiatan disektor perikanan.
Kedua, tekanan struktural yang dialami oleh nelayan tradisional
diperkotaan, lebih banyak berkait dengan ketidakmampuan menghadapi nelayan
yang menggunakan teknologi modern.
Karena nelayan yang modern bisa mendapatkan hasil yang lebih banyak,
karena daya jangkaun pencarian ikan lebih jauh, sementara nelayan tradisional
11
terbatas wilayahnya. Hal ini berakibat nelayan tradisional tidak memiliki posisi
tawar-menawar (bargaining position) dalam menentukan harga ikan.
Ketiga, kendala-kendala yang dialami oleh nelayan tradional untuk
meningkatkan
Kesejahteraan hidupnya: (1) kondisi internal, yang dicirikan dengan
nelayan yang tidak mempunyai modal, teknologi dan ketrampilan untuk
meningkatkan nilai tambah pada hasil tangkapan ikannya; (2) kondisi eskternal,
yang dicirikan dengan munculnya nelayan-nelayan yang memiliki teknologi dan
modalnya yang besar, bahkan ada beberapa orang lain yang berasal dari luar
komunitas nelayan yang menguasai kehidupan para nelayan, dengan memiliki
kapal besar dengan teknologi yang lebih modern, sementara nelayan setempat
hanya sebagai buruh dari pemilik kapal tersebut.
Di sisi lain pemerintah kota tidak serius untuk meningkatkan kesejahteraan
para nelayan tradisional, misalnya tidak tersedia kredit lunak bagi nelayan
tradisional, dan minimnya pelatihan bagi nelayan tradisional untuk pengembangan
usaha di sektor perikanan.
12
Ltd,masing-masing sebesar L2,5 persen. Meski bukan Pemegang saham mayoritas,
selama ini blok West Madura dikelola Kodeco, perusahaan minyak asal Korea
Selatan.
Sikap pemerintah yang berpihak pada kepentingan perusahaan asing
terlihat dari beberapa kebijakannya. Pertama, Pertamina sejak Mei 2008 telah lima
kali meminta kepada pemerintah'agar blok West Madura sepenuhnya dikelola
BUMN. Sayang, hingga kini pemerintah belum mengabulkan permintaan tersebut.
Di sisi lain proses pengalihan saharn dari Kodeco dan CNOOC ke PT Sinergindo
Citra Harapan (SCH) dan Pure Link Investment Ltd (PLI) hanya berlangsung
dalam beberapa hari saja. Itupun tanpa tender yang transparan.
Kedua, porsi saham Pertamina diWest Madura adalah yang paling besar.
Namun pada kenyataannya yang menjadi pengelola adalah Kodeco dengan
kemampuan produksi hanya berada pada level 13-14 ribu bph. Di sisi lain,
Pertamina menyatakan sanggup menyedot minyak di ladang itu hingga 30 ribu
barel per hari.
Ketiga, potensi cadangan blok tersebut menurut Federasi Serikat Pekerja
Pertamina Bersatu (FSPPB) cukup besar, yaitu 22,22 juta barel minyak dan gas
sebesar 219,8 BCFG. Jika diasumsikan harga minyak mentah 100 dolar AS per
barrel dan gas 4 dolar AS per MMbtu, maka nilai potensi migas blok tersebut
dapat mencapai Rp28 triliun.
Jika blok tersebut dapat diproduksi 30 ribu barel migas perhari, cadangan
tersebut baru habis selama enam tahun. Setelah dipotongcost recoaery 10 dolar AS
perbarel, kekayaan yang dapat diraup sekitar Rp4 triliun pertahun. Menyerahkan
pengelolaan kepada Kodeco, Pertamina sebagai BUMN tidak mendapat
keuntungans ebagai operator.
Inilah ironi negara yang kaya migas namun pengelolaannya justru
didominasi pihak asing. Padahal Pertamina sebagai satu-satunya BUMN di bidang
migas memiliki kemampuan yang tak kalah hebatnya dibanding perusahaan asing.
Kondisi ini terjadi karena terpasung regulasi yang kapitalistis, khususnya UU
Migas No2212001,, Pertamina disejajarkan dengan perusahaan-perusahan swasta
termasuk asing. Dalam praktiknya bahkan cenderung dianaktirikan. Alhasil
13
kekayaan negara ini tidak dapat dikuasai dan dimanfaatkan secara optimal untuk
kepentingan rakyat.
Dari aspek sumber daya alam, Indonesia merupakan negara kaya. Tanah
subur kaya mineral, lautan kaya ikan, berbagai barang tambang strategis, minyak
dan gas tertimbun di perut bumi Indonesia. Namun jika dicermati satu-persaht
intervensi dan penguasaan oleh asing masih begitu besar dalam pemanfaatan
sumberdaya alat tersebut.
Berdasarkan data Indonesia Energy Statistic 2009, yang dikeluarkan
Kementerian ESDIvI, total cadangan minyak Indonesia Mencapai 2998 MMSTB
(million standard tanker barrel). Jumlah ini menempatkan Indonesia sebagai
negara penghasil minyak terbesar ke-29 di dunia. Sementara cadangan gas
mencapai 159,63 TSCF (triliun standard cubic feet) atau terbesar ke-LL dunia.
Indonesia merupakan produsen batu bara terbesar ke-15 dunia.Per 2009
cadangan batubara mencapai 126 miliar ton. Indonesiajuga kaya dengan
energi.panas bumi (geotermal) yang tersebar diberbagai penjuru nusantara,
potensinya mencapai 28,1 GW. Barang tambang seperti nikel, emas, perak, timah,
tembaga dan biji besi jugajumlahnya sangat melimpah. Bahkan Indonesia
diketahui memiliki kualitas nikel terbaik di dunia.
Namun, kekayataan alam tersebut justru lebih banyak dinikmati negara
lain ketimbang penduduk Indonesia. Berdasarkan Neraca Energi 2009 dari 346
juta barel minyak mentah yang diproduksi di dalam negeri, 38 persen diekspor ke
luar negeri. Ironisnya pada saat yang sama Indonesia harus mengimpor minyak
mentah 129 juta BOE, atau 35 persen dari total produksi dalarn negeri terjadi
karena 85 persen produksi minyak Indonesia dikuasai swasta termasuk asing. Di sisi
lain, rakyat terus dibuat sengsara akibat harga minyak dinaikkan agar sesuai
dengan standar intenasional.
Demikian pula dengan gas alam Indonesia. Produksinya Dimonopoli
swasta asing. Sebagian besar hasilnya dijual ke luar negeri dengan kontrak-
kontrak jangka paniang. Dari total produksi 459 juta BOE(banel of oil equfualent)
pada2009, hampir 60 persen diekspor ke luar negeri yang terdiri dari gas alam (12
14
persen) dan dalam bentuk LNG48 persen. Sisanya dibagi-bagi untuk industri (19
persen), PLN (10persen) dan lain-lain.
Padahal dengan jumlah tersebut, kebutuhan domestik sangat tidak memadai.
Seiumlah industri menjerit-jerit kekurangan pasokan gas. Hal yang sama juga
dialami PLN. Akibat kekurangan gas, PLN terpaksa menggunakan minyak yang
biaya produksinya jauh lebih mahal. Negeri ini amat kaya, namun perut
penduduknya kelaparan. Ibarat anak ayam mati di lumbung padi.
15
Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini, menristek berharap keberhasilan dan
implementasi sislognas akan berdampak pada efisiensi di bidang logistik sehingga
dapat memperbaiki daya saing ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Kepala LIPI Lukman Hakim menjelaskan biaya logistik Indonesia
tertinggi di ASEAN yakni sebesar 25-30 persen dari Produk Domestik Bruto
(PDB). Padahal dengan kondisi geografi Indonesia, idealnya biaya logistik tidak
lebih 15 persen dari PDB. "Sistem logistik nasional yang masih kurang baik
terlihat dari biaya pengiriman yang tinggi. Distribusi barang antar wilayah
maupun antar pulau menjadi tantangan tersendiri karena harga barang di Pulau
Jawa lebih tinggi," ungkapnya.
Lukman mencontohkan, harga beras di satu provinsi bisa mencapai 64
persen lebih tinggi dibanding provinsi lainnya. Bahkan harga satu kantong semen
di wilayah Papua bisa 20 kali lipatnya. Menurutnya selain arus barang dan uang,
aliran informasi harus dikelola secara hati-hati karena merupakan pendukung
dalam sistem logistik nasional. Senada dengan itu, Kepala Bidang Mekatronik
LIPI Estiko Rijanto mengungkapkan teknologi juga perlu diperhitungkan dalam
sislognas. Misalnya saja sistem robotic di pelabuhan. Sistem teknologi pada
robotic bisa menciptakan sistem logistik lebih efisien dan efektif. "China sudah
memakai dan mengembangkan teknologi itu. Kita memang belum punya sistem
teknologi untuk logistik seperti itu, tapi bisa kita siapkan," ujarnya.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
17
logistik yang kompetitif merupakan kunci sukses dalam ekonomi global.
Bahkan komoditas impor bisa jauh lebih murah daripada produk lokal.
B. Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
GESAMP, 1978. Report and Studies. Joint Group of Experts on the Scientific
Aspec of Marine Pollution. IMCO/I-AO/UNESCO-WHO/IAEA/UN
/UNDP/10.