Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Pendahuluan
1
Usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kecurangan akademik,
terutama plagiarisme, sudah banyak dilakukan. Kita dapat temukan
pembahasan dan peringatan tentang plagiarisme di internet tahun 2011
lebih dari 24 juta entri. Itu mengindikasikan adanya kesadaran tentang
pentingnya mencegah plagiarisme di tengah kemudahan memperoleh
informasi, sekaligus juga memberi peringatan kepada kita tentang
meningkatnya kecenderungan kecurangan akademik. Usaha lain untuk
mencegah dan mendeteksi plagiarisme adalah meningkatnya pembuatan
software untuk deteksi plagiarisme, tetapi terbatas di perguruan tinggi
negara tertentu sebab belum semua perguruan tinggi memiliki
kemampuan menyediakan dan menggunakan software itu.
2
Dalam situasi yang ditandai oleh meningkatnya kemungkinan dan
kemudahan untuk melakukan kecurangan akademik, pembahasan
tentang kejujuran (juga ketidakjujuran) akademik menjadi satu agenda
penting dan genting saat ini. Usaha-usaha untuk mempromosikan
kejujuran akademik dan mencegah ketidakjujuran akademik perlu
dilakukan oleh perguruan tinggi. Usaha-usaha itu perlu dilakukan sejak
awal mahasiswa memasuki perguruan tinggi. Mahasiswa baru sejak awal
perlu disadarkan dan diberi pemahaman tentang pentingnya kejujuran
akademik dalam pengembangan ilmu pengetahuan, dan lebih jauh lagi
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Peraturan, rambu-rambu
dan prosedur penanganan ketidakjujuran akademik perlu disosialisasikan
sejak mahasiswa pertama kali memasuki perguruan tinggi. Kuliah umum
ini merupakan salah satu dari usaha itu.
3
Untuk dapat memperoleh data yang mewakili gejala perlu dilakukan
pengenalan (melalui observasi, wawancara, pengukuran, dan
sebagainya), pencatatan dan pelaporan yang tepat dan sesuai dengan
kenyataannya. Lebih jauh lagi, diperlukan analisis dan penafsiran data
yang memadai agar penjelasan tentang gejala melalui data yang
diperoleh dapat dilakukan secara optimal sehingga sesuai dengan
kenyataan gejala yang diteliti. Di sini kejujuran menjadi faktor penting,
bahkan penentu, dari perolehan data dan hasil penelitian.
4
Kejujuran Akademik sebagai Kekuatan Karakter
5
pemahaman dan riset tentang kekuatan ini masih kurang. Belum ada
database memadai yang dapat menjelaskan kejujuran. Salah satu sebab
kekurangan itu adalah kompleksnya gejala kejujuran. Menurut Peterson
dan Seligman (2004), secara prosedural, cara termudah bagi peneliti
untuk mengenali kejujuran adalah dengan mendefinisikan kekuatan ini
dalam istilah obyektif (misalnya, mengatakan sesuatu secara jelas dan
apa adanya sehingga tidak mengandung ketaksaan) dan melakukan
pengukuran terhadapnya berdasarkan istilah itu. Tetapi cara ini belum
dapat memberikan penjelasan yang memadai tentang kejujuran sebagai
kekuatan manusia. Cara ini memberikan hasil hanya sejauh jika ada
sebuah jawaban benar yang digunakan sebagai patokan untuk menguji
apa yang dikatakan atau diperbuat seseorang. Contoh, Saya ke rumah
kamu tadi malam jam 7:30, tetapi tak ada yang orang di sana dapat
dinilai benar atau salah. Tetapi benar-salahnya pernyataan ini tidak
mencerminkan jujur-tidaknya seseorang. Pengukuran kejujuran sebagai
kekuatan karakter jauh melampaui kebenaran pernyataan seperti ini.
6
bagaimana seseorang mengelola perasaan dan menjaga apa yang
dikerjakannya agar sesuai dengan apa yang sudah dipilihnya. Kejujuran
adalah menampilkan diri sesuai dengan adanya (genuine, tidak dibuat-
buat) dan bertindak secara tulus, tanpa kepura-puraan, dan mengambil
tanggungjawab atas perasaan dan tindakan sendiri.
7
bersembunyi di balik perasaan tidak suka kepada pelajaran dan dosennya.
Integritas mahasiswa ini rendah. Begitu juga mahasiswa yang menjiplak
karya orang lain. Ia menampilkan ketidakjujuran. Jika ia bertanggungjawab
atas tugasnya untuk belajar, maka ia semestinya mengerjakan tugasnya
dengan baik, lepas dari apakah dosennya akan sungguh-sungguh
memeriksanya atau tidak. Kedua mahasiswa itu tidak otentik. Lalu, dosen
yang kehilangan semangat mengajar itu pun menampilkan ketidakjujuran
sebab ia tidak bertanggungjawab atas pilihannya menjadi dosen, tidak
otentik menampilkan diri sebagai dosen, dan integritasnya diragukan.
8
Keberlangsungan profesi mereka ditunjang oleh hasil-hasil ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu mereka juga terkena kewajiban akademik,
serta perlu ikut mengindahkan nilai dan norma akademik. Kejujuran
akademik juga diharapkan ada pada mereka dalam menjalankan
perannya sebagai orang dengan profesi tertentu.
9
kecenderungan ini, orang-orang dalam empat contoh yang saya sebutkan
tadi bisa jadi dinilai sebagai orang yang jujur karena mereka menampilkan
diri apa adanya. Tetapi, seperti yang sudah saya kemukakan, justru itu
semua mengindikasikan ketidakjujuran; ketidakmampuan
mempertahankan komitmen menjalankan peran yang sudah dipilih.
10
harapan-harapan itu. Orang dapat memilih perannya dalam masyarakat
tetapi ia juga memiliki tanggungjawab untuk menjalankan peran itu
secara baik. Di sisi lain, dalam diri individu kejujuran adalah kekuatan
yang menjaganya untuk menjalankan peran secara baik. Harapan dan
tuntutan terhadap orang dengan peran tertentu menjadi realistik dan
masuk akal karena orang dapat memiliki kejujuran sebagai kekuatan
karakter. Seorang akademikus diharapkan dan dituntut untuk
menjalankan perannya secara baik karena ia dapat memiliki kejujuran
sebagai kekuatan dirinya.
11
menjadi semakin pintar dan saya berusaha untuk memiliki kemampuan
mengajar itu, maka saya tidak berpura-pura menjadi dosen yang mampu
mengajar. Meski pada awalnya saya belum memiliki kemampuan
mengajar secara baik, saya berusaha terus-menerus meningkatkan
kemampuan saya sehingga dapat mengajar lebih baik. Pada awalnya saya
mengakui bahwa kemampuan mengajar saya belum baik. Ini berbeda
dengan jika saya berpura-pura menjadi dosen yang mampu mengajar.
Dalam berpura-pura itu, saya mengaku mampu mengajar dan menolak
penilaian orang lain bahwa saya tidak mampu mengajar padahal saya
tahu saya tak bisa mengajar dan tak ingin menjadi dosen yang mampu
mengajar secara baik. Kepura-puraan saya tidak mendorong saya untuk
belajar meningkatkan kemampuan mengajar saya. Berbeda dengan
kepura-puraan, kehendak untuk menjadi dosen yang baik mendorong
saya untuk belajar lebih banyak agar dapat menjadi dosen yang mampu
mengajar secara baik.
Pada akhirnya peran dan kepribadian menjadi bagian dari diri, ikut
membentuk diri yang otentik dan berkesatuan, ikut membentuk pribadi
yang berintegritas. Ini berlaku pada peran akademikus. Orang memilih
peran sebagai akademikus pada awalnya tidak langsung dapat
menjalankan perannya secara optimal. Secara bertahap ia menyesuaikan
diri, belajar menguasai keterampilan dan membentuk sifat-sifat akademik,
hingga akhirnya sunguh-sunguh memiliki keterampilan dan sifat-sifat
akademik; menjadi akademikus. Pada awalnya akademikus merupakan
maksud eksistensial atau cita-cita untuk mencapai citra diri ideal
seseorang. Dengan usaha yang sungguh-sungguh, kemauan untuk
menerima konsekuensi, implikasi dan risiko peran akademikus, kemudian
akademikus menjadi bagian dari kepribadian orang itu. Lalu, peran
akademikus bukan lagi topeng yang menutupi siapa pribadi
sesungguhnya, melainkan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
pribadi sesungguhnya. Peran akademikus ikut mendefinisikan orang yang
menjalaninya secara sungguh-sungguh. Kejujuran akademik sebagai
kekuatan karakter akademik memampukan orang untuk menjadi
akademikus.
12
Kejujuran akademik merupakan syarat dan konsekuensi dari peran
akademik. Ketika orang memutuskan untuk mengambil peran dalam
masyarakat akademik, maka ia perlu melengkapi dirinya dengan kejujuran
akademik. Tanpa kejujuran akademik, perannya di masyarakat akademik
tidak dapat dijalankan dengan baik. Seorang dosen tak dapat
menjalankan perannya sebagai dosen tanpa kejujuran akademik. Begitu
pula seorang mahasiswa tak dapat menjalankan perannya sebagai
mahasiswa tanpa kejujuran akademik. Peran dalam masyarakat akademik
juga mengandung konsekuensi kejujuran akademik. Seorang dosen akan
dituntut untuk menampilkan kejujuran akademik dalam menjalankan
perannya. Begitu pula seorang mahasiswa akan dituntut untuk
menampilkan kejujuran akademik selama ia belajar di perguruan tinggi,
bahkan setelah ia lulus dan bekerja. Jika kejujuran akademik diabaikan
oleh dosen atau mahasiswa, akan ada sanksi buat mereka, paling tidak
mereka dikeluarkan dari masyarakat akademik dan tidak memiliki
wewenang akademik.
13
riset yang menekankan determinasi tingkahlaku oleh hadir atau tidak
hadirnya proses-proses otomatis.
Lebih juga lagi dapat disimpulkan bahwa orang jujur adalah orang
yang terbiasa membebaskan dirinya dari godaan. Berbagai hal yang
umumnya dianggap sebagai godaan, bagi orang jujur bukan hal yang
signifikan sehingga tidak menggoda mereka untuk tidak jujur, setidaknya
mereka tidak mudah tergoda. Dengan kata lain, jujur sudah menjadi sifat
dari mereka; sudah menjadi bagian dari kepribadiaan. Green dan Paxton
tidak menjelaskan bagaimana orang dapat sampai pada keadaan mental
yang tak bisa atau tak mudah tergoda sehingga mereka bisa tetap jujur.
Tetapi kita dapat merujuk ke Allport (1937), yang menjelaskan bagaimana
sifat (trait) kepribadian terbentuk. Perlu ditegaskan juga di sini, kekuatan
karakter adalah sifat. Kejujuran sebagai kekuatan karakter ada sifat yang
memampukan orang yang memilikinya untuk tetap berlaku jujur dan
mampu mengabaikan godaan. Absennya godaan pada orang-orang jujur
dalam pengertian Green dan Paxton, dalam hemat saya, bukan berarti
14
orang yang jujur adalah orang yang terisolasi dari hal-hal yang mungkin
menggodanya, melainkan dapat memaknai hal-hal yang mungkin menjadi
godaan sebagai hal yang tak penting sehingga hal-hal itu diabaikan saja
tau tak perlu diberi perhatian.
15
itu, pembentukan sifat pada diri seseorang terkait dengan proses
adaptasinya dengan lingkungan.
16
kecurangan. Kejujuran akademik akan bertahan terus jika para anggota
masyarakat akademik mencintainya.
17
pengenalan dan perhatian individual. Mereka bukan obyek atau
sumberdaya yang dipergunakan untuk kepentingan lain. Mereka
memiliki kepentingan dan tujuannya sendiri sejalan dengan tujuan
masyarakat akademik.
18
itu, penilaian yang adil dan relevan menjadi keharusan di
universitas.
19
menggunakan nilai bersama yang dibutuhkan untuk menjaga
integritas akademik dan menjadikan universitas sebagai komunitas
akademik yang sesungguhnya.
20
Pelibatan sanksi yang kreatif: pemberian sanksi secara kreatif yang
mempertimbangkan pemberian hukuman yang memberi efek jera
dipadukan dengan sanksi yang mendidik.
21
mahasiswa adalah pendidik utama dan direkrut dari mereka yang
dikenal baik, punya kepemimpinan kuat dan dihormati karena
kebaikannya;
Penutup
22
diri orang yang hendak memilikinya. Lebih jauh lagi, kejujuran akademik
harus menjadi hasrat atau dambaan dari insan akademik, harus dincintai.
Daftar Pustaka
23
Hannabuss, S. (2001). Contested texts: issues of plagiarism. Library
Management, 22(6/7), 311-316.
Irvine, C.A. (1996). What is Academic Dishonesty. Dalam Teaching
resources guide 1996-1997(pp. 77-78). California:
Instructional Resources Center, University of California.
Kohut, H. (1971). Analysis of the self. Chicago: University of Chicago Press.
Marsden, H., Carroll, M., & Neill, J.T. (2005). Who cheats at university? A
self-report study of dishonest academic behaviours in a
sample of Australian university students. Australian Journal of
Psychology, 57(1), 1-10.
McCabe, D.L. & Pavela, G. (1997). Ten Principles of academic integrity,
The Journal of College and University Law, No. 1, 117-118.
McFall, L. (1992). Integrity, dalam Ethichs and personalit, disunting oleh
John Deigh. Chicago: The University of Chicago Press.
Newstead, S., Franklyn-Stokes, A., & Armstead, P. (1996). Individual
differences in student cheating. Journal of Educational
Psychology, 88, 229-241.
Peterson, C. & Seligman, M.E.P. (2004). Character strengths and virtues: A
handbook and classification.. Oxford: Oxford University Press.
Rhoten, S. (1999). Academic Dishonesty, Dalam Teaching Nuggets 1999
(p. 75). Los Angeles: Center for Excellence in Teaching,
University of Southern California.
Sullivan, H.S. (1953d) Beginnings of the Self-System. Chapter 10 in Helen
Swick Perry and Mary Ladd Gawels (eds), The Collected Work
of harry Stack Sullivan. New York: Norton, 158-171.
24