Вы находитесь на странице: 1из 27

BAB 1

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam perkembangan dan kehidupan setiap manusia sangat mungkin timbul berbagai

permasalahan. Baik yang dialami secara individual, kelompok, dalam keluarga, lembaga

tertentu atau bahkan bagian masyarakat secara lebih luas. Untuk itu ditentukan adanya

bimbingan sebagai suatu usaha pemberian bantuan yang diberikan baik kepada individu

maupun kelompok dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi. Salah satu hal penting

yang perlu diperhatikan alam memberikan bimbingan adalah memahami individu (dalam hal

ini peserta didik) secara keseluruhan, baik masalah yang dihadapinya maupun latar

belakangnya. Sehingga peserta didik diharapakan dapat memperoleh bimbingan yang tepat

dan terarah

Pelaksanaan bimbingan dan konseling bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak

adanya aturan baku (perundang-undangan) atau ketentuan dari atas, namun yang lebih

penting adalah menyangkut penanganan kasus. Penanganan kasus merupakan bentuk nyata

dari pelakasanaan bimbingan konseling. Selain itu, hal yang juga penting adalah upaya

memfasilitasi siswa, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas

perkembangannya. Tugas perkembangan itu menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual,

sosial, dan moral-spiritual.

Siswa sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang atau

menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian mereka

selalu melakukan interaksi sosial. Untuk mencapai kematangan tersebut, siswa memerlukan

bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya

dan lingkungan sosialnya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya.

Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan siswa tidak selalu
berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan

itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan

nilai-nilai yang dianut.

Perkembangan siswa tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun

sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam

lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat. Apabila

perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan

melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku siswa, seperti terjadinya stagnasi

(kemandegan) perkembangan, masalah-masalah , sosial atau penyimpangan perilaku.

Bimbingan dan konseling -sosial adalah upaya yang dilakukan untuk memberikan

bantuan kepada individu untuk mengembangkan dirinya melalui pemahaman dan

pengembangan seluruh potensi diri serta kompetensi-kompetensi -sosial yang dimiliki,

sehingga individu memperoleh keselarasan dalam menjalani hidup baik dalam dimensi

(intrapersonal) maupun antar (interpersonal).

Berangkat dari konsep bahwa perkembangan siswa dipengaruhi oleh berbagai hal

diatas, maka sebelum bimbingan diadakan, perlu dilakukan sebuah diagnosis dalam

bimbingan konseling. Hal ini bertujuan untuk membedahlebih dalam masalah serta

dinamika yang terjadi di sana. Selain itu juga untuk menentukan langkah serta strategi yang

tepat dan sesuai dalam pelaksanaan bimbingan tersebut.

Beranjak dari hal diatas, disini penulis hendak lebih dalam mengkaji tentang strategi

diagnosa, prediksi, dan penggunaan tes dalam konseling

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana proses diagnosis dalam konseling diadakan ?
2. Bagaimana memprediksi dalam konseling ?
3. Bagaimana dan kapankan penggunaan tes dalam konseling dan apa manfaat nya ?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui proses diagnosis dalam konseling
2. Dapat mengetahui dan melakukan prediksi dalam konseling
3. Mengetahui waktu dan proses yang tepat tentang penggunaan tes dalam konseling

BAB II
DIAGNOSIS, PREDIKSI DAN PENGGUNAAN
TES DALAM KONSELING
PROSES DIAGNOSTIK DALAM KONSELING
Diagnosis merupakan Suatu Proses untuk menetapkan hakikat masalah yang dihadapi
klien beserta sebab-sebabnya dengan membuat perkiraan atau dugaan, kemungkinan yang
akan dihadapi klien berkaitan dengan masalahnya.
Salah satu sumber tertua dan menghasilkan kesepakatan pada pertanyaan apakah
konseling perkembangan itu untuk mendiagnosa atau tidak untuk mendiagnosa. Bagian dari
perselisihan mungkin berasal dari kenyataan bahwa, sebagai suatu istilah, kata "diagnosa"
diambil dari kedokteran dan memiliki konotasi kuat medis.
Diagnosa dalam pengobatan dan diagnosa dalam konseling tidak sama, meskipun
proses dasarnya serupa. Untuk dokter, proses diagnosa ditujukan untuk menemukan penyakit
tertentu kemudian dokter dapat meresepkan terapi atau pengobatan khusus yang berbeda.
Diagnosa dalam pengertian ini menyangkut ilmu tentang gejala, penggunaan tes laboratorium
untuk mengidentifikasi penyakit, dan sebagainya. Diagnosa harus dilakukan sebelum proses
pengobatan.
Bahkan dalam pengaturan medis, upaya untuk menerapkan jenis proses diagnosa
untuk masalah-masalah perilaku manusia yang disebut "penyakit mental" belum berhasil.
Sifat nyata pada penyakit fungsional belum terbukti sama dalam tipe patologi yang basa
organik yang positif dapat dibentuk.
Bukti mengenai rendahnya keandalan diagnosa psikiater mandiri bahkan dalam hal
masalah psikis mendasar seperti neurosis, psikosis, kecemasan, depresi dll disarankan
eysenck bahwa gagasan seluruh entitas penyakit di bidang kelainan mental yang fungsional
perlu dibuang. Menninger juga memiliki metode tradisional usulan tentang diagnosis
berdasarkan ilusi entitas penyakit digantikan oleh apa yang disebutnya "kesatuan" sistem
diagnosis.
Untuk konselor, masalah penyakit yang sesungguhnya tidak sama dengan
permasalahan dalam hal psikologi. Sejumlah usaha telah dibuat dalam konseling untuk
membangun sistem mendiagnosa masalah dari umum ke khusus. Sistem seperti ini belum
banyak terbukti kegunaannya untuk praktik konseling, untuk alasan dasar yang sama bahwa
konsep mendiagnosa penyakit yang sesungguhnya belum membantu psikiater. Sayangnya,
klien tidak mau bekerjasama untuk masuk ke dalam pemecahan masalah yang disediakan
oleh psikiater. Perilaku manusia sering terlalu kompleks dan efek interaksi antara faktor
penentu berbagai perilaku terlalu rumit untuk satu set konstruksi diagnosa sederhana terikat
pada faktor-faktor kausal yang memadai.
Untuk konselor, proses diagnosa ditujukan kepada orang-orang yang mengalami
hambatan-hambatan dalam proses perkembangannya. Konselor sebaiknya melakukan
diagnosa terlebih dahulu kepada kliennya sebelum melakukan proses konseling.

A. TINGKAT EFEKTIVITAS
Untuk konselor perkembangan, dapat mengembangkan satu jenis diagnosa yang
mungkin berguna. Hal ini didasarkan pada dimensi vertikal dan berfungsi tidak terikat pada
setiap himpunan yang diduga penyebab utama. Konsep ini adalah tingkat efektivitas manusia
di mana seorang individu berfungsi pada waktu tertentu.
Menninger menunjukkan, pada dasarnya tingkat efektivitas ini adalah sebuah konsep
kesatuan diagnosa. Dimensi efektivitas manusia sebagian besar dipengaruhi oleh tingkat
kontrol individu tersebut. Tingkat kontrol yang rendah dapat menyebabkan seseorang bunuh
diri. Lima tingkat efektivitas manusia dijelaskan di bawah ini :

1. Panik
Tingkat terendah efektivitas manusia adalah tepat digambarkan dengan istilah
"panik." tingkat ini ditandai dengan rendahnya kontrol individu atas respon afektif dan
kehilangan kendali yang signifikan atas lingkungan baik dalam jangka pendek . Dalam situasi
panik yang ekstrim individu mungkin memerlukan rawat inap atau pengawasan hati-hati
untuk perlindungan sendiri.
Individu biasanya cenderung berusaha untuk melindungi dirinya dan orang lain.
Individu mungkin memiliki perasaan di luar kendali, seperti rasa belas kasihan, saling
bermusuhan, dan emosi yang tidak terkontrol/terkendali. Dia mungkin melakukan upaya
bunuh diri atau mungkin menjadi agresif atau kasar dan menunjukkan perilaku ekstrim. Panic
dapat disertai dengan menangis, marah, atau dengan gejala fisik yang intens, seperti
hiperventilasi, nadi cepat, tekanan darah meningkat, frekuensi buang air kecil, berkeringat,
dan gemetar.

2. Apatis ( sikap tidak peduli / masa bodoh )


Tingkat kedua efektivitas manusia dapat disebut "sikap apatis." pada tingkat ini
individu dalam cengkeraman apatis cenderung untuk menghindari atau mengabaikan
tuntutan dari lingkungan. Karena penekanannya pada menghindari hukuman langsung
atau mencegah kegagalan yang jelas, individu memiliki kesulitan besar dalam
mengikuti bahkan rencana yang paling hati-hati terstruktur dan dalam menerima
tanggung jawab atas perilaku sendiri dan konsekuensinya. Orang lain akan disalahkan
dan berbagai macam alasan akan ditemukan untuk merasionalisasi kehilangan atau
kegagalan. Biasanya, individu pada tingkat ini sudah sangat rendah diri dan sering
merasa perlu belas kasihan nasib atau keberuntungan, sehingga dalam hubungan
interpersonal mereka cenderung untuk menunjukkan ketidakpercayaan dan
ketidakpedulian.

3. Berjuang
di tingkat ini, individu memiliki beberapa tingkat kontrol jangka panjang dan aspek
lebih luas dari lingkungan dan secara aktif mencari nilai lebih.ia memiliki kemauan yang
berlebihan,diantara harapan, keyakinan, perasaan pengunduran diri, dan putus
asa.perilakunya penuh rencana dan berorientasi pada tujuan sampai tingkat yang terbatas,
tetapi kehidupan individu cenderung terdiri dari serangkaian krisis dan keadaan darurat
yang dapat dicegah jika perencanaan dan organisasi lebih efektif.

4. Mengatasi
Pada tingkat ini, ada kontrol dari segmen besar jangka panjang lingkungan dan atas
komponen utama dari perilaku termasuk respon emosional. Perilakunya penuh rencana
dan sangat besar berorientasi pada tujuan. Individu bereaksi untuk hidup sebagai
tantangan bukan dengan sikap mengalah. Kecemasan yang cukup besar mungkin ada dan
datang dari ego yang melibatkan peristiwa dari luar. Namun, kecemasan ini tidak
menyurutkan perilaku yang penuh risiko.

5. Penguasaan
Tingkat ini merupakan tingkat tertinggi efektivitas manusia. Individu memiliki
kontrol yang besar dan peduli terhadap lingkungan. Ia memiliki perasaan berkecukupan,
penguasaan, dan nyaman di sebagian besar peran-perannya. Ia menemukan kehidupan
yang penuh semangat dan makna. Ia merasa terlibat dan berkomitmen terhadap nilai-nilai
dan proyek-proyek yang melampaui eksistensi sendiri.
Lima konstruksi yang tercantum di atas akan berguna untuk konselor
perkembangan karena beberapa alasan. Hal tersebut menawarkan beberapa petunjuk yang
digunakan untuk menetapkan tujuan yang sesuai untuk perkembangan penciptaan kontrak
dengan klien. Klien yang masih berada pada tahap kelambanan mungkin tidak segera
menunjukkan perkembangan dalam menemukan nilai-nilai yang lebih besar dalam hidup.
Jenis kontrak yang layak disepakati bersama dan klien diberi motivasi.
Sifat perilaku konselor yang tepat, juga dapat tergantung pada klien. Tingkat
tanggung jawab klien yang terstruktur, tingkat respon konselor untuk faktor emosional
dibandingkan intelektual yang berguna, dan tingkat ambiguitas yang tepat bergantung
pada klien.
Misalnya, mungkin cukup tepat untuk memulai kontak dengan klien ditingkat
kelambanan dengan memintanya untuk bebas bercerita, atau dengan memberinya
informasi. Pendekatan tersebut sesuai untuk klien ditingkat kelambanan agar bergerak
dari tingkat mengatasi ke tingkat penguasaan.
Konstruksi yang digunakan dalam sistem ini benar-benar terikat dengan cara di
mana klien merasakan dunianya dan berhubungan sendiri untuk dunianya itu. Jika
perilaku konselor tidak didasarkan pada beberapa pemahaman ini, ia akan sulit untuk
membantu.
Dalam konseling, seluruh konsep diagnosa adalah pesanan khusus. Dalam
konseling, diagnosa mengacu pada proses melalui mana konselor datang untuk
memahami klien, dunia klien, dan interaksi dengan dunia klien. Pertanyaan "untuk
mendiagnosa atau tidak untuk mendiagnosa" tidak akan ada jika konselor menyatakan
bahwa upayanya serius untuk memahami kliennya. Sejauh mana konselor akan
menggunakan proses untuk mengembangkan diagnosa klien untuk menetapkan kategori
untuk perawatan yang berbeda yang dianggap tepat akan tergantung pada orientasi teoritis
tertentu dari konselor.
Penelitian tentang sifat dari proses diagnosa dalam konseling oleh koester,
mcarthur, parker, dan lainnya menunjukkan bahwa diagnosa akan efektif jika terus-
menerus, dicoba, dan diuji. Dalam konseling, diagnosa bukanlah tahap yang berbeda dari
prosedur konseling. Itu adalah proses yang berkesinambungan yang menembus seluruh
proses konseling. Proses diagnosa yang sedang berlangsung berkaitan dengan revisi dan
modifikasi terus menerus. Pepinskys menyatakan bahwa diagnosa terdiri dari
mengembangkan sebuah anggapan dasar "klien". Model klien ini dibangun dari
pengamatan bahwa konselor membuat perilaku "nyata" klien.
Karena ini pengamatan diatur dan dikembangkan dari kesimpulan yang ditarik
dari mereka, sehingga anggapan dasar klien muncul. Inilah anggapan dasar klien yang
melengkapi dasar sebenarnya untuk tanggapan konselor. Konselor selalu merespon klien
"nyata" seolah-olah klien seperti model hipotetis yang hanya ada dalam pikiran konselor.
Konselor harus selalu menyadari bahwa model hipotetis hanya itu dan karena itu
bersifat sementara. Sebagai contoh perilaku baru yang diamati dan kesimpulan yang baru
dirumuskan, model hipotetis tumbuh dan berubah. Idealnya, menjadi lebih kaya dan lebih
beragam dalam karakteristik. Sebagai contoh perilaku baru muncul yang menggeser
simpulan sebelumnya. Jika model ini pernah tidak berhasil, model ini dapat menjadi
sangat berbeda dari klien dan keturunannya.
Metode konselor berusaha untuk menjaga kesesuaian antara model hipotetis dan
klien nyatanya adalah salah satu pengujian hipotesis. Kesimpulan yang diambil dari
pengamatan harus dibingkai sebagai hipotesis dapat diuji dan diverifikasi melalui
pengamatan berikutnya sebelum klien diizinkan untuk menjadi bagian dari model
hipotetis. Agar dapat diuji, hipotesis harus dibingkai dalam hal proses yang ketat. Dengan
kata lain, hipotesis harus mampu dari konversi menjadi prediksi yang dapat diverifikasi
atau ditolak. Prediksi ini dapat diverifikasi melalui perilaku wawancara berikutnya atau
melalui pengamatan seperti hasil tes dan pengamatan orang lain.
Salah satu bahaya terbesar dalam proses diagnosa adalah bahwa hipotesis tidak
dirumuskan secara cukup ketat sehingga bukti negatif dapat dikenali. Sering dalam
pengujian hipotesis pada saat wawancara, konselor tidak sadar memilih bukti-bukti yang
mendukung hipotesis sebelum terbentuk atau memanipulasi situasi, sehingga ada
kesempatan untuk "umpan balik". Sangat mudah menguji hipotesis yaitu harus dikonversi
menjadi bentuk "ramalan pribadi". Misalnya, konselor yang yakin bahwa klien yang
memiliki masalah seksual dapat dimanipulasi saat wawancara.

B. PERKEMBANGAN DIAGNOSA
Jika konsep-konsep dasar terkait dengan perkembangan manusia yang memiliki nilai
nyata dalam konseling, konselor harus berguna dalam menetapkan tujuan yang sesuai dengan
pendekatan untuk klien tertentu. Seperti telah kita lihat, banyak label yang berasal dari
psikologi abnormal tidak memiliki banyak kegunaan di daerah konseling. Psikologi
perkembangan sebagai disiplin ilmu yang tumbuh dari kesadaran bahwa anak-anak bukan
miniatur orang dewasa atau embrio pasif yang menunggu untuk menjadi orang, tetapi
tumbuh, aktif, calon manusia dengan kebutuhan khusus, dan memiliki berbagai masalah yang
mengubah seluruh kehidupan.
Dalam bab 4 kita telah menelusuri pendekatan kronologis perkembangan berdasarkan
pada delapan tahap erikson, dan dalam bab 5, kita melihat sebuah sistem hirarki yang
dikembangkan oleh maslow untuk mengikuti pertumbuhan manusia yang penuh aktualisasi
diri. Seperti yang kita memanfaatkan konstruksi perkembangan seperti ini, kita dapat
mengidentifikasi tiga set dasar variabel yang dapat dipekerjakan untuk pemahaman atau
"mendiagnosis" klien.

1. Faktor tahap kehidupan


Faktor tahap kehidupan adalah mereka yang sebagian besar terkait erat dengan
usia kronologis. Dalam banyak interaksi dari setiap manusia dengan unsur-unsur penting
dalam lingkungannya (keluarga, sekolah, kerja, santai, dll) dipengaruhi oleh usia.
Kegunaan dari konsep tahap kehidupan terletak pada kemampuannya untuk fokus pada
interaksi antara kapasitas kematangan individu atau keterbatasan dan harapan sosial atau
budaya yang didirikan baginya.
Implikasi untuk konseling yang tumbuh dari pemahaman faktor tahap kehidupan
mungkin dapat dikomunikasikan menjadi baik melalui contoh. Dua anak, satu di sd satu
di sma, konselor menyebut mereka sebagai klien yang memiliki "masalah yang sama".
Dalam kedua kasus laporan guru merujuk bahwa anak laki-laki mengganggu di kelas
dengan berbicara, tertawa, dan lainnya disebut "perilaku yang mengganggu". Dari sudut
pandang anak muda, masalahnya berasal dari cara guru bereaksi terhadap perilakunya.
Kedua anak laki-laki telah menerima ketidaksetujuan lisan yang kuat, nilai rendah, dan
pengurangan hak istimewa sebagai hasil dari situasi.
Dalam kedua kasus konselor meninjau catatan kumulatif, menghubungi orangtua,
dan memeriksa sejarah perkembangan siswa. Johnny, delapan tahun siswa kelas tiga.
Orang tuanya melaporkan bahwa perilakunya di rumah tampak normal. Ayahnya berpikir
johnny adalah "anak semua" (all boy) dan ibunya berharap kamarnya akan tetap rapi.
Mereka berharap anaknya untuk melanjutkan kuliah dan khawatir tentang hal ini
"masalah di sekolah". Pemeriksaan catatan medis dan pengamatan guru menunjukkan
bahwa perkembangan fisiologis normal.
Hasil dari sejarah kasus paul, tujuh belas tahun siswa smp tampaknya sangat
mirip. Perkembangan fisiologis muncul normal. Prestasi sekolah sebelumnya
memuaskan. Orang tua melaporkan bahwa ia populer diantara teman sebaya, terlibat
dalam rekreasi sehat dan kegiatan sekolah. Orang tua jarang melihat dia saat mereka ingin
bertemu dan sesekali memiliki masalah dalam komunikasi dengannya, tetapi melihat ini
sebagai bagian pertumbuhan yang normal. Mereka juga berharap anak mereka untuk
melanjutkan ke perguruan tinggi dan prihatin tentang masalah ini.
Di sini kita harus menyajikan masalah yang tampaknya sama, dan kondisi sosial
dan keluarga sama. Konselor perkembangan, tidak melanjutkan dengan cara yang sama
dengan dua klien pada tahap kehidupan yang sangat berbeda? Tujuannya baik atau
pendekatan yang sama.
Jika kita melihat grafik dalam bab 4, halaman 84-85, kita menemukan beberapa
jawaban. Dimasa kanak-kanak pada usia delapan tahun, tahap di mana tugas
perkembangan utama adalah inisiatif dan industri yaitu belajar menunda kepuasan,
mengendalikan reaksi emosi, dan mengembangkan kebiasaan kerja yang positif dan
sikap. Perilaku mengatasi termasuk peran seks yang sesuai dan berorientasi pada prestasi
perilaku.
Konselor mengingat tugas-tugas perkembangan dan tahap perilaku untuk
mengatasi, karya pertama dengan guru, berbagi pemahamannya tentang perkembangan
manusia. Ia menunjukkan bahwa situasi ini salah satu yang penting, dan baik
mengabaikan atau bereaksi mungkin memiliki konsekuensi serius bagi perkembangan
masa depan johnny. Masalah perkembangan utama pada tahap ini adalah pengembangan
dari perasaan malu atau rendah diri.penggunaan cemoohan atau penghinaan prestasi
mungkin memiliki konsekuensi yang sangat negatif bagi pertumbuhan masa depan
johnny.
Konselor berkonsultasi dengan guru johnny untuk membangun sebuah rencana
dimana prestasi atau perilaku berorientasi kerja dapat dihargai. Dalam wawancara dengan
johnny dan gurunya, satu set penghargaan diterima dan sejumlah situasi tertentu di mana
perilaku yang mengganggu dicatat. Guru belajar untuk mengidentifikasi situasi ini,
mengenali peluang untuk perilaku konstruktif, dan penghargaan perilaku yang tepat.
Johnny juga menjadi sadar dan belajar untuk mendapatkan pengakuan, perhatian, dan
persetujuan dengan konselor. Di mana klien (harus diperlakukan sebagai mitra yang dapat
memahami dan berpartisipasi dalam proses yang dirancang untuk membantunya tumbuh.
Pendekatan serupa yang paling tepat untuk paul, tujuh belas tahun, ketika kita
melihat tabel perkembangan (halaman 84), kemudian kita menemukan bahwa tugas-tugas
perkembangan penting melibatkan peran dari teman yang didominasi hubungan dengan
melibatkan tanggung jawab individu, autonomi, dan produktivitas. Kunci mengatasi
perilaku yang timbal balik dan kooperatif adalah di alam.
Pendekatan yang serupa ketika kita melihat tabel perkembangan remaja kemudian
kita menemukan bahwa tugas-tugas perkembangan didominasi hubungan yang
melibatkan tanggung jawab individu, autonomi, dan produktivitas.
Dalam situasi ini konselor melihat sifat dasar dari hubungan interpersonal paul
sebagai titik fokus. Konselor mulai bekerja secara langsung dengan klien dan mencoba
untuk membangun hubungan yang hangat, empatik, dan percaya. Hubungan ini
berkembang menjadi jelas bahwa paul sering bingung antara kebutuhan persetujuan dari
rekan-rekan untuk kembali, kadang-kadang melalui perilaku bahwa ia mengakui sebagai
belum matang dan tidak tepat, dan kebutuhan untuk merasa independen, produktif, dan
kompeten.
Selama hubungan mereka berlangsung, paul dan konselor menyepakati kontrak
perkembangan dengan tujuan berfokus pada pencapaian gaya matang dan terintegrasi
pada perilaku antar pribadi yang dapat dimanfaatkan dalam hubungan dengan kedua
orang tua dan remaja lainnya.
Kita lihat kemudian, dua kasus serupa tapi mewakili situasi tahap kehidupan yang
berbeda dapat ditangani cukup berbeda oleh konselor perkembangan.

2. Faktor ruang kehidupan


Faktor ruang kehidupan terkait erat dengan kronologis dan peran sosial terkait. Set
kedua faktor juga harus dimasukkan dalam "perkembangan diagnosis" disebut faktor ruang
kehidupan. Ruang fisik dan psikologis setiap manusia mendefinisikan realitas dunianya. Ini
merupakan ruang kehidupan dalam arti struktur peluang perjuangan untuk tumbuh harus
terjadi. Konselor perkembangan tidak mampu untuk mengabaikan perbedaan ruang
kehidupan yang luar biasa diwakili dalam lingkungan klien yang berbeda.
Ada sejumlah cara dimana lingkungan individu dapat membatasi ruang kehidupan
perkembangannya, misalnya anak gadis yang memiliki kesulitan berhubungan dengan guru
laki-laki mungkin berasal dari rumah dimana tidak ada ayah. Gadis yang berasal dari sebuah
desa yang relatif terisolasi untuk tinggal di kota besar tampaknya menjadi pemalu dan takut.
Gadis kampus dari pinggiran kota kelas menengah yang makmur tampaknya naif dan
overprotektif untuk penasihat mahasiswa baru dan ia bertanya-tanya bagaimana dia akan
menanggapi lingkungan lebih heterogen dari sebuah universitas perkotaan.
Untuk masing-masing contoh di atas seperangkat hipotesis dapat dibentuk tentang
faktor ruang kehidupan dan bagaimana mereka akan bertindak pada pertumbuhan masa
depan. Hipotesis tersebut disempurnakan dan dikembangkan dengan cara hati-hati
mendengarkan dan mengamatinya, tujuan dan pendekatan tersebut dirancang untuk
meningkatkan pertumbuhan untuk masa depan klien. Seringkali tujuan dan pendekatan
tersebut melibatkan diskontinuitas yang menjembatani antara keterbatasan yang dikenakan
oleh faktor ruang kehidupan masa lampau dan kesempatan yang tersedia dalam lingkungan
belajar ini.
Jika kita memeriksa sejarah dan situasi ini, misalnya anak dari subkultur tertindas,
kita sering menemukan bahwa mereka memiliki pengalaman pahit saat berada dilingkungan
yang dikendalikan oleh budaya kelas menengah yang dominan. Misalnya, mereka harus
menggunakan dua bahasa, bahasa yang telah mereka pelajari di rumah tidak dialek standar
dari bahasa di lingkungan kelas menengah. Mungkin ada kelemahan dalam ketidakmampuan
anak untuk memanipulasi objek atau ide-ide yang dianggap begitu penting oleh subkultur
dominan yang diperkenalkan kepada mereka pada awal kehidupan anak kelas menengah.
Apakah manipulasi melibatkan isi dari sebuah buku atau sebuah gagasan tentang peran
inisiatif individu dari pada nasib, anak yang belum terbiasa dengan objek atau ide dapat
dirugikan dalam subkultur yang dominan. Dalam banyak kasus ruang kehidupan anak kelas
menengah juga memiliki banyak masalah stratifikasi sosial dalam masyarakat pinggiran
kota.
Jika kita menganalisis ruang kehidupan itu, terutama kita prihatin dengan
mendefinisikan struktur peluang. Oleh struktur peluang berarti unsur-unsur dalam lingkungan
kita yang menawarkan kemungkinan untuk pertumbuhan masa depan dan pengembangan.
Struktur peluang diwakili oleh hubungan membantu tersedia, program pendidikan kontak
rekan, kemungkinan pekerjaan, keuangan, moral, dan dukungan psikologis, dll yang hadir
dan tersedia di lingkungan.
Kita sering gagal memahami aspek psikologis dari lingkungan, khususnya dalam hal
struktur kesempatan tersebut. Dimasa lalu cenderung untuk melihat motivasi sebagai
kuantitas yang lebih atau kurang yang berada dalam individu, bukan sebagai respon belajar
untuk beberapa situasi lingkungan yang diberikan.
Formulasi terakhir telah dilihat motivasi sebagai suatu konstruksi yang lebih
kompleks. Pandangan seperti itu cenderung fokus pada tingkat stimulasi yang ada dalam
suatu lingkungan tertentu dan untuk menilai tingkat motivasi dalam hal pendekatan perilaku
penarikan. Konstruksi ini melihat manusia sebagai organisme penuh rangsangan dan
membutuhkan setidaknya tingkat minimal stimulasi untuk perkembangan normal. Konsep
"kelaparan stimulus" menambahkan dimensi baru untuk kebutuhan manusia. Heisler telah
menunjukkan bahwa ketika tingkat rangsangan menjadi terlalu tinggi, organisme cenderung
mundur atau menarik diri ke dalam situasi yang dapat mengatasi menuju tingkat yang lebih
nyaman. Stimulasi pada anak, misalnya dapat terlibat dan mengatasi secara memadai
merupakan fungsi dari pengalaman belajar dimasa lalunya. Anak yang over protective atau
anak-anak dari latar belakang budaya yang berbeda dapat menarik diri dari tingkat
rangsangan dalam kelas yang menantang dan intrik lain. Anak dengan diet stimulus yang
sangat kaya akan bosan dan berusaha untuk meningkatkan tingkat stimulus dikelas yang
sama.
Sayangnya, kita tahu terlalu sedikit tentang sifat dari kondisi stimulus yang
menghasilkan stres dalam satu anak dan membangkitkan rasa heran dan kegembiraan di
tempat lain. Bagaimanapun, setidaknya empat elemen dalam situasi stimulus yang diketahui
terkait dengan efek mereka pada pendekatan penarikan perilaku atau motivasi.
Yang paling jelas elemen-elemen ini adalah intensitas. Kompor panas, suara keras,
kejutan listrik jelas permusuhan stimulus dalam banyak situasi. Bahkan di sini perbedaan
individu yang luas dalam reaksi dengan intensitas stimulus ada, seperti yang ditunjukkan oleh
keberhasilan band rock,psikedelik menampilkan, atau bahkan hobi seperti parasut melompat.
Banyak individu termotivasi untuk mencari yang sangat tinggi dari tingkat
intensitas stimulus dan bahkan menggunakan obat atau kimia lainnya sebagai sarana
untuk meningkatkan intensitas pengalaman.
Unsur lain stimulus yang jelas adalah kebaruan. Elemen stimulus baru cenderung
memiliki nilai yang lebih tinggi dalam tingkat rangsangan dari meningkatnya melakukan
satu lebih akrab. Anak-anak dan orang dewasa cenderung mencari stimulasi yang lebih tinggi
melalui pengalaman baru, tetapi mereka mungkin menarik diri dari situasi dan reaksi dan
mengalami stres ketika intensitas dan sesuatu yang baru keduanya tinggi.
Elemen ketiga yang meningkatkan tingkat rangsangan dalam situasi kompleksitas.
Permainan, teka-teki, karya seni, sastra, dan semua musik bervariasi dalam kompleksitas dan
menarik atau menolak penonton diberikan sebagai konsekuensi.
Unsur keempat yang beroperasi dalam cara yang mirip dengan kompleksitas
ambiguitas. Penelitian psikologi sosial yang cukup besar telah menunjukkan adanya
perbedaan toleransi terhadap ambiguitas, mengurangi pertahanan sebagai penyederhanaan
yang berlebihan atau penutupan prematur.
Seperti kita menganalisis ruang kehidupan individu, kita perlu menilaitingkat stres
dan rangsangan yang ada di lingkungan sekitarnya sebagai fungsi dari tentunya atau salah
pertandingan yang ada antara kapasitasnya yang dipelajari sebelumnya untuk mengatasi
dengan elemen seperti intensitas, kebaruan, kompleksitas, dan ambiguitas.
Konselor sering diminta untuk membantu lembaga yang dianggap sebagai batasan
dalam ruang kehidupan individu. Respon konselor terhadap permintaan kelembagaan dapat
bervariasi. Konselor mungkin mencoba melakukan perubahan dalam lingkungan yang besar,
mendapatkan kerjasama keluarga untuk "big brother" atau pelatihan guru laki-laki untuk
suatu pendekatan terhadap anak yatim yang diterima sebagai anak sendiri. Ia mungkin
mengembangkan hubungan dengan gadis pemalu atau terlindung mempersiapkan dirinya
untuk pengalaman kelompok di mana perasaan pribadi atau hubungan interpersonal yang
dibahas. Dia mungkin merancang program pembelajaran untuk anak yang membawanya
berhasil melalui serangkaian studi atau latihan keterampilan membaca. Dalam setiap kasus,
konselor harus melihat dengan seksama pada ruang kehidupan individu untuk melihat
peluang apa yang dibutuhkan dalam ruang kehidupan orang-orang dan belajar sejarah, dan
bagaimana struktur peluang dapat ditata kembali dan diperluas untuk merangsang
pertumbuhan penghasil motivasi.

3. Faktor gaya hidup


Gaya hidup yang berhubungan menurut adler untuk frase "gaya hidup". Namun, kita
tidak berpikir sebagai adler melakukan dari variabel tunggal seperti berjuang untuk
superioritas yang melingkupi semua perilaku individu. Gaya hidup dapat dilihat meliputi
semua perilaku yang merupakan ciri khas dari seseorang, dan yang telah membuatnya
dimengerti dan anggota masyarakat diprediksi. Termasuk pendekatan karakteristik seseorang
secara umum seperti bergerak mendekati atau menjauhkan dari orang lain serta pendekatan
yang bermotif untuk situasi tertentu. Gaya hidup adalah kualitas yang lebih istimewa dari
tahap kehidupan atau ruang kehidupan. Variabel gaya hidup seringkali sangat tergantung pada
pandangan subjektif seseorang tentang dirinya sendiri. Beberapa contoh akan membantu
untuk menentukan kedua gaya hidup dan pendekatan yang sesuai dengan karakteristik
tertentu dari gaya hidup individu.
Pendekatan guru dan konselor sma untuk membantu dengan masalah. Pak andrews
merasa bahwa usia muridnya tumbuh lebih banyak dan lebih jauh darinya. Ia dan konselor
terus bicara dan konselor membantu pak andrews untuk merumuskan keprihatinannya lebih
eksplisit. Ia takut bahwa ia telah kehilangan kontak dengan keahliannya dalam
membentuk hubungan memuaskan dengan muridnya. Konselor mengeksplorasi perasaan pak
andrews tentang situasi dan setuju bahwa ketakutannya yang berbasis dikenyataan dan dalam
jenis peran dan pendekatan perilaku yang mencirikan kelasnya. Konselor menawarkan garis
besar pendekatan yang berbeda dan pak andrews memutuskan untuk terlibat dalam program
yang pasti untuk mempelajari teknik-teknik pendekatan itu. Dalam serangkaian sesi di
manamodel konselor teknik menghadiri apa yang dikatakan mahasiswa dan menanggapi
langsung ke perasaan mereka dan pernyataan, pak andrews kemudian memutuskan untuk
memasukkan kelompok guru yang terlibat dalam pembelajaran efektivitas komunikasi lebih
terbuka. Ia mulai mencoba teknik-teknik yang telah dipelajari dari konselor dan kelompok
dengan murid-muridnya, kadang-kadang merekam mereka untuk penilaian konselor. Setelah
beberapa saat pak andrews menemukan bahwa siswa mengatakan bahwa dia dan teman-
temannya merasa lebih dekat dan lebih nyaman dengan pak andrews. Ia dan konselor
mengatur untuk tetap berhubungan sesekali, tetapi setuju bahwa pak andrews telah
berkembang dalam kemampuannya untuk berhubungan dengan siswa.
Guru telah bekerja pada karakteristik gaya hidup yang cukup umum. Dalam kasus
lain, kita dapat mempelajari faktor yang lebih spesifik. Seorang konselor di sebuah pusat
konseling perguruan didekati oleh seorang mahasiswa, nilai mahasiswa rendah dibandingkan
dengan prestasi sebelumnya. Ia tidak baik pada saat ujian tetapi telah mengembangkan
kecemasan ketika mengambil tes. Sebagai gary dan penasihatnya bicara, menjadi jelas
bahwa ia benar-benar melakukan cukup baik kecuali untuk masalah khusus
ini. Dia berkencan dengan gembira, menikmati hidup di rumah persaudaraan, bermain di
tim tenis, dan menikmati ski. Gary merasa bahwa ia belajar di sekolah dan studinya relevan
dengan rencana kejuruannya. Puas bahwa kecemasan tersebut asli dan terfokus
pada situasi pengujian, konselor menunjukkan teknik yang
disebut desensitisasi. Siswa belajar untuk bersantai di bawah instruksi konselor dan
ketika benar-benar santai, disajikan dengan serangkaian gambar yang gary
dan konselor telah dibuat menjadi urutan hirarkis berjalan dari gambar situasi yang
menyebabkan kecemasan sediki torang yang memprovokasi besar kecemasan,
seperti menunggu untuk tesuntuk diserahkan di ruang pengujian. Jika siswa
telah menyelesaikan hirarki gambar dan tetap penuh santai, ia tes "desensitisasi dengan
situasi pengujian"nya pada kenyataannya.
Kita telah melihat bagaimana tiga set faktor kehidupan tahap perkembangan, ruang
kehidupan, dan gaya hidup dapat dimanfaatkan secara terpisah untuk mengembangkan
hipotesis dari mana tujuan konseling perkembangan dan pendekatan dapat
muncul. Jelas, dalam situasi konseling yang nyata tiga set faktor yang terintegrasi dalam
rangka untuk menyediakan satu set filter melalui mana pertanyaan yang penting dan dapat
dirumuskan hipotesis. Kita catat sebelumnya bahwa proses ini harus terus
menerus,tentatif, dan diuji.
Dalam kerangka perkembangan kita dapat menetapkan peta kognitif yang membantu
kita untuk mengeksplorasi wilayah yang tidak diketahui dan diwakili dalam setiap
perkembangan klien. Kita tidak mencari satu set label untuk menggantung kepadanya, kotak
kategoris untuk menempatkan dia masuk konstruksi diagnostik kami terbuka, berakhir lalu
menghasilkan hipotesis, pertanyaan, dan kemungkinan dari yang kita dapat mengembangkan
dan menyempurnakan kita sesuai tujuan dan pendekatan. Mereka mengarah ke pengayaan
bertahap dan perluasan tingkat pemahaman kita atau dengan kata lain, diagnosis
perkembangan kita dari orang yang tumbuh.

C. PREDIKSI
Konselor tertarik dalam masalah prediksi untuk dua alasan . Pertama, ia tertarik dalam
pengujian pemahaman tentang klien dan dengan kecukupan teori konseling pribadinya.
Konselor pada dasarnya beroperasi sebagai seorang ilmuwan dalam menggunakan fitur
koreksi diri dari sistem hipotetiko-deduktif untuk meningkatkan efektivitas psikologisnya
sendiri. Dalam banyak kasus, prediksi menjadi alat penting untuk membantu klien sendiri.
Klien mungkin ingin memprediksi tentang kesuksesannya di perguruan tinggi, ketekunan
dalam pekerjaan, atau situasi lainnya.
Masalah prediksi terlibat dalam dua kategori yang agak berbeda. Dalam kasus dimana
prediksi terjadi terutama untuk tujuan pengujian dan pemurnian teori konselor atau
pemahaman, proses prediksi melibatkan istilah "prediksi klinis".prediksi klinis hanyalah satu
di mana sulit atau tidak mungkin untuk memisahkan prediktor dari prediksi.
Misalnya, konselor x mewawancarai seorang gadis sma mengenai rencana kuliah. Catatannya
sangat baik dan dia menyatakan ketertarikan yang tinggi di bidang akademik. Setelah
beberapa kali wawancara,konselor x memprediksi bahwa klien ini akan drop out
dari kuliah dalam waktu dua tahun untuk menikah. Prediksi ini muncul bukan dari data tes
objektif, tetapi keluar dari proses yang sangat subyektif dalam pikiran
konselor. Prediksi benar-benar diverifikasi. Klien akan drop out dari kuliah dalam waktu dua
tahun untuk menikah atau dia tidak akan melanjutkan kuliah. Tindak lanjut akan
memverifikasi atau menolak prediksi tersebut. Pengujian prediksi ini pada dasarnya akan
menjadi ujian bagi pemahaman konselor atau sistem teoritis, dari padatantangan dari
sistem tujuan prediksi.
Dari pada menggunakan metode klinis prediksi, konselor mungkin memilih
menggunakan metode aktuarial. Ia mungkin mendapatkan satu set nilai tes bakat kuliah untuk
klien, masukkan ini ke dalam sebuah meja harapan, dan membuat prediksi berdasarkan
pengalaman dari sekelompok individu lain dengan skor serupa dengan kliennya. Dari prediksi
aktuaria, konselor dapat menentukan tingkat kemungkinan ketekunan di perguruan tinggi
untuk orang dengan skor tes seperti klien ini. Dalam kasus ini, prediksi aktuaria ketekunan
perguruan tinggi dan prediksi klinis mungkin memberikan hasil yang berlawanan.
Penelitian yang membandingkan efisiensi metode aktuarial dan klinis dari prediksi
dalam situasi di mana keduanya sama-sama berlaku biasanya memberikan hasil yang sangat
mendukung metode aktuaria. Pilihan metode tidak mudah, bahkan di dalam data ini.
Konselor perlu terus membuat dan menguji prediksi klinis untuk menyempurnakan teori
pribadinya. Dia tidak perlu memberikan prediksi kepada kliennya kecuali jika ia memiliki
alasan untuk percaya, bahwa mereka akan
lebih berguna daripada prediksi smiliar dibuat dari data aktuaria. Dalam situasi dimana data
aktuaria yang tersedia, konselor perlu untuk membandingkan efisiensi prediksinya dengan
metode aktuarial dan untuk digunakan dengan klien metode yang paling efisien.
Dalam banyak situasi, metode aktuaria hanya tidak tersedia. Dalam memprediksi
berbagai jenis perilaku, tujuan tabel pengalaman tidak tercatat, dan konselor harus resor
ke"tabel pengalaman" subyektif bahwa ia membawa di kepalanya. Dalam situasi lain
bahkan di mana tabel aktuaria ada, ada keraguan yang cukup besar apakah klien benar-benar
cocok ke dalam sel dalam tabel harapan. Misalnya, dalam memprediksi keberhasilan
perguruan tinggi untuk anak dengan latar belakang budaya atau bahasa yang sangat berbeda
dari kelompok diwakili dalam tabel harapan, apakah tepat untuk memasukkan nilai klien
dalam tabel dan menerima prediksi yang diberikan.
Faktor lain yang rumit di prediksi adalah tarif dasar masalah. Konselor y beroperasi
disebuah sma di mana 90 persen dari lulusan memasuki perguruan tinggi. Menindaklanjuti
informasi yang menunjukkan 80 persen dari lulusan bertahan di perguruan tinggi setelah satu
tahun. Sederhana "dasar tingkat prediksi" dari ketekunan dalam perguruan tinggi setelah satu
tahun akan cenderung untuk menjadi benar empat kali untuk lulusan sma ini. Dalam beberapa
situasi, penggunaan data uji aktuaria berdasarkan kelompok di seluruh negara bagian dengan
tingkat dasar yang sangat berbeda sebenarnya dapat mengurangi efisiensi prediktif diperoleh
dari tarif dasar saja.
Secara umum, konselor perlu lebih sistematis untuk membuat dan menguji prediksi
klinis untuk memastikan pertumbuhan profesional mereka sendiri. Mereka juga perlu untuk
mengumpulkan data yang aktuaria ke dalam tabel harapan bila memungkinkan. Dalam
membuat prediksi untuk klien, konselor perlu menggunakan metode prediksi yang dikenal
paling efisien untuk masalah tertentu yang terlibat.

D. PENGGUNAAN TES DALAM KONSELING


Mungkin ada kesalahpaham dalam sirkulasi tentang penggunaan dan penyalahgunaan
tes dalam konseling daripada masalah yang lainnya di lapangan. Berbagai pendapat telah
banyak diungkapkan dengan efek bahwa tes yang baik, buruk, tidak bermoral. Tidak
adil, bukan orang amerika, tidak berguna, sempurna, dll. Kenyataannya adalah, tentu saja
dalam tes itu sendiri tidak ada hal-hal ini. Tes psikologi hanyalah sebuah contoh dari perilaku
yang diambil di bawah kondisi standar dari mana kita menyimpulkan perilaku lainnya.
Memberikan atau menggunakan uji dalam konseling tidak lebih menunjukkan sikap
"diagnosa" dari jenis lain membuat pengamatan dan menggambar jenis lain kesimpulan. Tes
sendiri adalah perangkat hanya untuk melakukan pengamatan. Hanya ketika pengguna
informasi tes mulai membuat kesimpulan dari ini observasi bahwa kemungkinan yang tidak
adil, bias, atau hanya salah datang ke dalam bermain.
Salah satu sumber yang paling sering penyalahgunaan tes melibatkan kesalahpahaman
dari asumsi dasar dan konstruksi yang mendasari tes menggunakan tertentu. Salah satu yang
paling sering disalahpahami seperangkat asumsi adalah bahwa yang terlibat dalam
penggunaan tes bakat. Bakat adalah membangun psikologis yang kita adakan untuk
menjelaskan perbedaan individu dalam kinerja. Ketika kita menyaksikan kinerjaluar biasa
dalam kegiatan tertentu, kita biasanya menjelaskan hal ini dalam hal menganggap kepada
pelaksana bakat bakat yang tidak biasa.
Bakat kemudian dapat pernah diukur secara langsung. Hanya pertunjukan dapat
langsung diamati. Dalam merancang tes bakat disebut, karena itu, kami berusaha untuk
mengamati kinerja yang selalu belajar atau dicapai, dan kami kemudian menyimpulkan bakat.
Kami mengukur prestasi dan bakat menyimpulkan. Ketika kita bergerak melampaui observasi
untuk menyimpulkan membangun psikologis, asumsi kunci tertentu harus dibuat. Sangat
sering sifat dari asumsi terlupakan.
Karena kita tidak bisa mengukur bakat, tetapi harus menyimpulkan dari kinerja
belajar, kita harus mengasumsikan bahwa perbedaan individu dalam kinerja karena perbedaan
dalam membangun mendasari kecerdasan yang kami bermaksud untuk menyimpulkan.
Inferensi ini hanya masuk akal sama sekali jika kita bersedia untuk membuat asumsi bahwa
semua mata pelajaran pada siapa pengamatan yang dibuat memiliki kesempatan yang sama
untuk belajar atau mencapai kinerja diukur.
Asumsi ini mungkin masuk akal benar jika kita membandingkan kinerja dari subjek
yang telah memiliki sejarah yang relatif homogen belajar, latar belakang keluarga,
pengalaman budaya, dan sebagainya. Ketika perbandingan yang dibuat untuk kelompok atau
individu tanpa latar belakang homogen, asumsi kesempatan yang sama dalam membatalkan
segera.
Maka dari ini bahwa kita dapat mengukur perbedaan dalam prestasi atau kinerja lebih
mudah. Hal ini menjadi cukup sulit untuk membuat kesimpulan yang aman yang menjelaskan
perbedaan-perbedaan ini. Semua tes yang kita gunakan hanya mengukur prestasi. Tidak ada
tes sekarang tersedia dapat mengukur bakat secara langsung. Jika tes tersebut pernah datang
ke dalam keberadaan, mereka akan hampir pasti menjadi fisiologis bukan psikologis, dan
tampaknya kriteria berguna. Sampai hal tidak mungkin bahwa kita dapat melampirkan
galvanometer ke telinga subyek dan mengukur debit listrik antara mereka, konselor akan
melakukannya dengan baik untuk mengingat bahwa konstruksi seperti "kecerdasan" atau
"bakat skolastik" atau "kemampuan perguruan tinggi" yang sangat tergantung pada keliru
kesimpulan yang jauh melampaui sifat pengamatan aktual yang mereka didasarkan.
Sumber lain penyalahgunaan informasi tes berasal dari pemikiran yang longgar
tentang sifat konstruksi yang mendasari disimpulkan seperti intelijen. Selama bertahun-tahun,
upaya telah dilakukan untuk mengembangkan tes budaya yang disebut bebas dariintelijen.
Beberapa pertanyaan tentang kecerdasan adalah "kemampuan secara keseluruhan untuk
beradaptasi dengan lingkungan." sifat perilaku cerdas didefinisikan oleh lingkungan atau
budaya. Para dosen yang khas dilemparkan sendiri di hutan mungkin kurang pas untuk
beradaptasi dari pemain sepak bola yang dia gagal dalam matematika dan menganggap
bodoh.
Sifat tuntutan lingkungan menentukan sifat dari perilaku yang akan dianggap cerdas.
Istilah "cerdas" hanyalah sebuah kata nilai yang diterapkan pada perilaku. Selama ada
perbedaan individu dan kelompok antara manusia, mungkin akan ada orang untuk
menerapkan penilaian nilai perbedaan-perbedaan dalam hal baik dan buruk, cerdas dan
bodoh, superior atau inferior.
Berburu dalam mempelajari fakta-fakta akumulasi dalam kajian mendalam bukti dari
berbagai penelitian yang relevan menyimpulkan bahwa asumsi dari intelijen, tetap genetik
ditentukan hanya tidak kompatibel dengan bukti. Sebaliknya, ia menyimpulkan bahwa
perkembangan intelektual dan membangun jelas, kecerdasan, tumbuh dari interaksi anak
dengan lingkungannya. Dalam konteks ini, peran konselorperkembangan tidak menggunakan
tes untuk mencoba untuk mengukur beberapa setdidefinisikan batas-batas artifisial pada
pengembangan, tetapi untuk membantu menentukan jenis lingkungan. Pertemuan yang
terbaik akan memfasilitasi pengembangan yang optimal.
Schwebel menjelaskan posisi ini ketika ia mengatakan: fungsi mental manusia
berkembang dalam proses pembelajaran. Sementara menguasai pengalaman manusia sistem
otak terbentuk.
Pendidikan anak dimulai pada masa bayi. Lima atau enam tahun kemudian mereka
yang masuk sekolah dengan fungsi serebral yang tidak cukup dibentuk atau berbentuk
memerlukan langkah-langkah diagnosa dan korektif. Mereka harus dibantu untuk
memperoleh fungsi-fungsi ini melalui tindakan-tindakan yang direncanakan guru yang tidak
hanya menunggu sekitar untuk beberapa potensi pra ditentukan untuk berkembang.
Konselor perkembangan membantu untuk memastikan bahwa tes digunakan dalam
pengaturan pendidikan untuk memfasilitasi pengembangan, daripada untuk merasionalisasi
kegagalan untuk melakukannya.
Tujuan tes adalah pengujian dapat digunakan dalam konseling untuk dua tujuan
umum. Kekhawatiran pertama pengujian hipotesis konselor dan telah ditangani dengan di
halaman sebelumnya. Penggunaan kedua melibatkan interpretasi informasi tes untuk
memberikan klien informasi yang lebih memadai yang bersifat deskriptif atau prediktif
tentang diri mereka sendiri dan kemungkinan mereka.
Mungkin faktor yang paling penting untuk diingat dalam interpretasi tes adalah bahwa
informasi tes tidak pernah merupakan tujuan itu sendiri, tetapi hanya merupakan alat yang
akan digunakan untuk memfasilitasi beberapa tujuan konseling yang lebih penting. Uji
interpretasi harus selalu diintegrasikan ke dalam konteks wawancara konseling dengan cara
yang berarti maksimum tidak aman untuk klien dalam hal situasi klien tertentu. Uji
interpretasi harus selalu melibatkan klien dalam cukup aktif makna dari informasi tes
kepadanya.
Interpretasi hasil tes untuk klien melibatkan setidaknya pemahaman minimal dari
beberapa konsep pengukuran penting. Yang pertama dan paling penting dari validitas
tersebut.
Sebelum kita lolos ke pertanyaan teknis yang terlibat dalam pengujian psikologis, kita
harus menegaskan kembali pentingnya pemahaman yang sangat dasar.penyalahgunaan tes
psikologi mungkin telah terhubung dengan tragedi kemanusiaan lebih dari setiap aspek ilmu
perilaku modern. Penindasan sistematis dan diskriminasi terhadap jutaan anak-anak minoritas
dan orang dewasa telah sering sebagian sanksi dengan menggunakan tes.
Pembaca segera diminta untuk membaca sangat hati-hati pembacaan
direkomendasikan pada pengujian anggota minoritas. Sebuah pemahaman menyeluruh dari
literatur ini adalah hampir suatu keharusan etis dan moral bagi perkembangan konselor.

1. Validitas (keabsahan)
Validitas melibatkan sejauh mana instrumen yang diberikan langkah-langkah apa
yang dimaksudkan untuk mengukur. Sejumlah konsep yang terlibat dalam diskusi tentang
validitas. Setidaknya empat aspek validitas telah diidentifikasi. Ini termasuk validitas
prediktif, validitas konkuren, validitas isi, dan validitas konstruk.
Jenis validitas yang biasanya lebih bersangkutan dengan konselor adalah validitas
prediktif. Validitas prediktif ( prediksi )adalah kemampuan suatu instrumen untuk
memprediksi beberapa kejadian masa depan, misalnya, rata-rata grade point dari
sekelompok anak sma setelah satu tahun kuliah. Validitas prediktif biasanya
diperoleh dengan membandingkan koefisien korelasi antara distribusi skor tes yang
diperoleh pada waktu sebelumnya terhadap distribusi nilai pada beberapa
ukuran kriteria kemudian.
Validitas konkuren (bersamaan ) berbeda dari validitas prediktif dalam faktor
waktu. Hal ini biasanya diukur dengan perhitungan koefisien korelasi antara
distribusi skor tes dan beberapa kriteria mengukur secara bersamaan . Sebagai contoh,
validitas konkuren untuk tes standar dalam sejarah amerika mungkin diperoleh dengan
mengga bungkan satu set skor tes pada siswa dengan nilai mereka saat ini dalam sejarah.
Faktor penting dalam kedua konsep ini adalah bahwa mereka tidak dapat
dipertukarkan. Kemampuan tes untuk memprediksi kejadian masa depan tidak dapat
ditunjukkan oleh korelasi dengan ukuran kriteria bersamaan.
Aspek ketiga dari validitas adalah validitas konten( isi ) . Dalam berbagai
jenis tes, terutama tes prestasi di bidang materi pelajaran, penting untuk
menunjukkan bahwa barang uji adalah wakil dari alam semesta, item yang cukup
komprehensif untuk mewakili tujuan dianggap bidang konten. Validitas isi berbeda
dari validitas prediktif dan bersamaan dalam bahwa pada dasarnya ditentukan oleh
proses melalui mana item yang dipilih.sebagai contoh, sebuah penerbit
tes bisa mendapatkan semesta beberapa ribu item yang dikembangkan oleh
kesebelas guru kelas sejarah amerika untuk mengukur tujuanprogram mereka. Item ini
mungkin berkurang beberapa ratus dengan menghilangkan konten yang tumpang tindih.
Dari kolam ini, tes seratus item mungkin ditarik oleh random sampling acak
atau bertingkat. Tes ini kemudian bisa mengklaim validitas konten atas dasar bahwa itu
adalah wakil dari alam semesta item yang dianggap oleh para ahli untuk menentukan
konten yang relevan sejarah amerika pada tingkat tertentu.
Aspek keempat dan yang paling membingungkan dari validitas adalah validitas
konstruk (membangun). Validitas konstruk bagi konselor tidak perhatian besar bagi
konselor berlatih paling.validitas konstruk adalah konsep yang berguna dalam
penelitian di daerah di mana tahu birai sangat terbatas sehingga jenis ukuran kriteria nilai
kecil. Sebagai contoh, psikolog yang tertarik
menyelidiki fenomena "kecemasan" kemungkinan untuk menemukan sejumlah
tindakan kecemasan ada, tetapi tidak satupun benar-benar mewakili ukuran komprehensif
membangun seperti yang disimpulkan dari teori kepribadian. Ia merencanakan suatu
instrumen dalam hal berapa banyak hasil yang diperoleh sesuai dengan hasil yang
diperoleh sesuai dengan formulasi teoritis yang disandang di
bawah perkembangannya. Jika hasil yang relevan dengan dasar teoritis dan
membantu untuk mengembangkan atau menjelaskan teori, tes dapat dikatakan
memiliki validitas konstruk.
Harus diingat bahwa konselor tidak perlu berlatih terkesan dengan klaim validitas
konstruk untuk tes yang akan ditafsirkan untuk klien. Kecuali tes dapat menunjukkan
prediksi, bersamaan, atau validitas isi, biasanya nilai yang kecil untuk menafsirkanmereka
kepada klien. Tes biasanya ditafsirkan kepada klien dalam rangka untuk membantu
mereka memahami lebih baik kemungkinan peristiwa masa depan
(validitas prediktif), bagaimana mereka membandingkan dengan beberapa kelompok
yang relevan (validitas konkuren), atau bagaimana benar-benar mereka telah
menguasai beberapa bidang pengetahuan (validitas isi).
Lain konsep validitas yang sering keliru dipahami adalah validitas wajah. Validitas
wajah adalah sejauh mana item dari tes muncul untuk mengukur sesuatu. Validitas wajah,
tentu saja, tidak ada validitas sama sekali dalam pengertian empiris. Sebagai contoh, sebuah
tes yang tampaknya untuk mengukur kemampuan mekanik dan penuh dengan item tentang
roda gigi, puli vekto, dll mungkin tidak memiliki validitas empiris apapun. Lain tes
kepribadian, misalnya, yang terdiri dari banyak "halus" item yang tidak memiliki relevansi
nyata dapat memiliki validitas empiris substansial.
Tabel jenis tindakan validitas dan kriteria yang relevan

Jenis validitas Jenis kriteria

Prediksi Korelasi set sekarang nilai dengan satu set kejadian masa
depan
Bersamaan Korelasi set nilai sekarang dengan beberapa lainnya
pengamatan perilaku ini

Konten Keterwakilan dari beberapa item isi alam semesta


yang didefinisikan

Membangun Kesesuaian hasil dengan model hipotetis yang


sama theorically berasal

2. Keandalan
Konsep lain utama yang terlibat dalam menggunakan tes adalah
kehandala. Keandalan mengacu pada konsistensi pengukuran dari waktu ke waktu,
yang biasanya ditentukan oleh kehandalan tes ulang uji. Dan konsistensi antara dua
pengukuran yang serupa, yang biasanya disebut "bentuk paralel" atau "split setengah"
kehandalan. Aspek ini dua dari keandalan tidak sama sejak jenis konsistensi yang
diukur cukup berbeda.
Uji reliabilitas tes ulang adalah jenis reliabilitas di mana konselor biasanya
paling tertarik. Hal ini biasanya dihitung dengan menghitung koefisien korelasi antara
dua distribusi skor tes yang diperoleh pada dua waktu yang berbeda pada populasi
yang sama. Interval waktu antara administrasi adalah faktor yang relevan dalam
mengevaluasi konsistensi tes. Sebagai contoh, tes mungkin memiliki uji reliabilitas tes
ulang dari 90 untuk dua administrasi satu bulan terpisah. Hal ini memberikan ukuran
bermakna kehandalan dari waktu ke waktu.
Uji reliabilitas tes ulang jelas mahal dan sulit diperoleh. Karena kenyataan ini,
penerbit uji dapat menggunakan ukuran konsistensi internal di tempat reliabilitas tes
ulang uji. Sebagai contoh, pembangun tes mungkin mengambil satu set item tes dan
membaginya dalam dua bagian melalui beberapa metode acak seperti item bernomor
ganjil dan genap. Dia mungkin mengkorelasikan skor yang diperoleh dari setiap
setengah atau bentuk tes untuk mendapatkan ukuran yang disebut "setengah split"
atau kadang-kadang "paralel bentuk" kehandalan. Langkah ini hanya memberitahu
pengguna sejauh mana dua bagian atau bentuk dari instrumen melakukan dalam cara
yang sama atau pada intinya, mengukur hal yang sama. Ini tidak mengukur
konsistensi pengukuran dari waktu ke waktu dengan cara apapun.
Kadang-kadang, sifat mengembangkan akan diukur seperti yang uji reliabilitas
tes ulang yang tinggi tidak diinginkan. Misalnya, "mood skala" dimaksudkan untuk
mengukur fluktuasi dalam reaksi emosional tidak akan diharapkan memiliki
kehandalan dari waktu ke waktu karena mendasari mengembangkan tidak dianggap
stabil dari waktu ke waktu. Prestasi tes atau uji "usia mental" atau waktu lainnya
terkait konstruksi tidak akan diharapkan untuk memiliki keandalan yang besar atas
jangka waktu yang lama. Di sisi lain, konstruksi seperti bakat biasanya dianggap
relatif stabil sepanjang waktu meskipun bukti untuk ini adalah jauh dari meyakinkan.
Karena hampir semua tes psikologi, seperti jenis lain pengukuran, tidak
sempurna dapat diandalkan, tingkat ketidaktepatan yang disebabkan oleh fector ini
harus dipertimbangkan dalam setiap penggunaan atau penafsiran nilai dalam
menggunakan tes psikologi, ketidaktelitian ini diperhitungkan dalam apa yang sering
disebut sebuah "jarak interpretasi". Sebuah penafsiran jarak di kontras dengan
"interpretasi titik" mengakui kenyataan bahwa, karena pengukuran tidak dapat
diandalkan , nilai tertentu tidak akan mungkin akan berulang pada suatu administrasi
tes berikutnya. Sebaliknya, dengan mengubah koefisien reliabilitas ke dalam apa yang
disebut "kesalahan standar pengukuran", kita dapat menghitung lebar dari jarak di
mana angka berikutnya dapat diharapkan untuk jatuh pada beberapa tingkat
probabilitas --- dalam kasus ini, sekitar dua atau tiga kali.
Sebagai contoh, jika kesalahan standar pengukuran tes tertentu adalah plus
atau minus lima poin skor baku dan kami memiliki skor mentah diperoleh dari 85,
kita dapat berharap bahwa, pada pengujian ulang, sekitar dua-pertiga dari nilai waktu
akan jatuh antara 80 dan 90.
Sebuah perintah yang relatif sederhana lain mengenai penggunaan tes perlu
diingat oleh konselor. Beberapa tercantum di bawah ini:
1. Nilai tes harus selalu ditafsirkan dalam konteks semua informasi yang tersedia
mengenai klien. Informasi mengenai latar belakang budaya, kesehatan, motivasi, dan
keterampilan pendidikan klien, antara variabel lainnya, merupakan faktor penting
dalam menempatkan arti skor tes dalam perspektif.
2. Prediksi dari nilai tes yang diperoleh melalui tabel "harapan" aktuaria atau selalu
untuk kelompok, tidak untuk individu. Prediksi harus selalu dibuat dalam bentuk
jamak orang ketiga; "untuk orang dengan skor seperti ini. . . "
3. Sukses di hampir setiap upaya ditentukan oleh faktor-faktor kompleks yang pasti
meliputi motivasi dan kontrol diri serta kemampuan. Kemampuan mungkin menjadi
faktor yang diperlukan tapi tidak selalu suatu kondisi yang cukup untuk sukses.

Tes adalah instrumen yang berguna untuk membuat observasi dan beberapa
kasus prediksi tentang perilaku manusia. Sifat kesimpulan yang dapat ditarik dari data
sah uji terbatas. Hal ini sangat tidak mungkin bahwa klien dapat secara memadai
dijelaskan oleh data uji ini sendiri. Data tersebut, ketika terampil dikombinasikan
dengan pengamatan lain, dapat berguna untuk konselor. Jika dengan menggunakan
tes sebagai bagian penting dari set-nya teknik profesional seorang konselor, ia harus
menjadi ahli dalam penggunaannya. Kemahiran diperoleh melalui studi intensif dan
pengalaman yang luas dengan instrumen yang akan digunakan.E. KONSELOR
PERLU MELAKUKAN KEGIATAN DIAGNOSIS, PREDIKSI DAN
PENGGUNAAN TES DALAM KONSELING.
1. Perlunya melakukan diagnosis adalah sebagai usaha konselor dalam menemukan
keberadaan ciri suatu masalah yang timbul pada diri klien, konselor dapat
mengkonseptualisasikan level-level fungsi klien tanpa harus melibatan kaitannya
dengan penyakit, serta untuk mengevaluasi usaha pencegahan dan peningkatan
pertumbuhan pribadi. Proses diagnosis dalam konseling akan efektif apabila
diagnosisnya bersifat kontinu, tentatif, dan teruji.
2. Prediksi cenderung meminimalkan penggunaan kesimpulan yang tidak dapat
dioperasionalkan. Namun, pada waktu penilaian bahkan perilaku mungkin
berhubungan dengan apa yang disebut "respons-respons internal," atau dengan
konstruksi sebagai motivasi. Oleh karena itu, bahkan ketika melakukan penilaian
perilaku, perintah untuk membuat prosedur penilaian berkelanjutan, tentatif, dan diuji
harus selalu diingat. Kita dapat membentuk seperangkat prediksi tentang tingkah laku
konseli dan selanjutnya secara terus-menerus menguji prediksi itu untuk menentukan
keakuratannya.
3. Penggunaan tes dalam konseling dalam beberapa situasi tes dapat berguna. Namun
kesimpulan yang sah tentang konseli dapat dibuat dari data tersebut. Hal ini sangat
unik bahwa setiap konseli dapat secara memadai dijelaskan atau dipahami melalui
penggunaan data tersebut saja. Tes dan persediaan paling bermanfaat ketika informasi
dikombinasikan secara terampil dan hati-hati dengan jenis lain dari data dalam proses
total diagnosis yang terus menerus dan sementara dapat diuji.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Tingkat fungsi klien dan efektivitas dan mengusulkan sebuah model lima-tingkat
kesatuan fungsi klien yang diimplikasikan untuk konseling dan karakteristik proses
diagnostik yang efektif dibahas. Pandangan diambil bahwa proses tersebut harus terus
menerus, tentatif, dan dapat diuji. Ada lima level efektivitas manusia (level of human
effectiveness): panik (panic), apatis (apathy),berjuang/usaha (striving), penanggulangan/meng
atasi (coping), penguasaan (mastery).
Proses diagnosis dalam konseling yang paling efektif adalah ketika terjadi secara terus
menerus, tentatif, teruji. Karena proses diagnosis menembus dan meliputi seluruh proseanggs
konseling, diagnosis adalah proses yang berkelanjutan terus-menerus modifikasi pelayanan
konselor dan persepsi klien.
Prediksi dapat di jelaskan hasil pengukuran psikologis dapat membantu dalam
memprediksi keberhasilan atau ke tingkat keberhasilan tertentu, yaitu individu
memungkinkan memiliki harapan dalam bidang studi tertentu, pekerjaan, jabatan atau karier
tertentu, ataupun dalam suatu bidang usaha yang lainnya. Dalam kategori ini tes psikologis
acap digunakan dalam rangka pemilihan (seleksi) atau menjaring orang-orang tertentu untuk
dikerjakan atau ditempatkan dalam suatu pekerjaan atau jabatan tertentu.
Mungkin ada yang lebih umum beredar informasi yang salah mengenai penyalahgunaan
digunakan dalam pengujian konseling dari pada keluar subjek apapun dilapangan. Berbagai
pendapat telah diungkapkan secara luas efek tes yang baik, buruk, tidak bermoral, tidak adil,
amerika tidak berguna, sempurna, dan lain-lain kenyataannya, tentu saja bahwa tes itu sendiri
tidak ada hal-hal lain. Tes psikologi hanyalah sebuah sampel perilaku yang diambil dibawah
kondisi standar dari mana kita menyimpulkan perilaku lain.

B. Saran
Seyogyanya guru bk atau konselor bijak dalam melakukan diagnosis, prediksi dan
penggunaan tes dalam konseling agar klien atau peserta didik akan mencapai kehidupan
efektif sehari-hari.

Вам также может понравиться