Вы находитесь на странице: 1из 6

PENYAJIAN INFORMASI LINGKUNGAN MENGGUNAKAN

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Sejak jaman dahulu manusia berusaha mengetahui dan mempelajari bumi


beserta isinya. Informasi rupa atau kenampakan bumi juga diusahakan agar dapat
disajikan dalam suatu media yang dapat dimengerti oleh pihak yang memerlukan.
Media penyaji informasi tersebut berkembang mulai dari peta yang berbuat dari bahan
yang sederhana, sampai pada penggunaan teknologi komputer.
Sistem Informasi Geografis (disingkat SIG) yang lebih dikenal dengan
Geographic Information Systems merupakan perkembangan dan penggabungan
beberapa disiplin ilmu. SIG merupakan suatu sistem yang berbasis komputer.
Perkembangan teknologi komputer yang pesat dan dukungan beberapa bidang ilmu
yang berkaitan menjadi andalan dari sistem ini. Bidang-bidang ilmu yang terkait
tersebut antara lain adalah pemetaan geografis, kartografi tematik, teknik sipil, geografi,
studi matematis dari variasi keruangan, ilmu tanah, teknik geodesi, geologi,
perencanaan desa dan perkotaan, perencanaan sarana dan prasarana umum, dan teknik
penginderaan jauh.
SIG adalah sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan,
memanipulasi, dan menganalisis informasi geografis. Teknologi ini berkembang pesat
sejalan dengan perkembangan teknologi informatika atau teknologi komputer.
Informasi permukaan bumi telah berabad-abad disajikan dalam bentuk peta.
Peta yang mulai dibuat dari kulit hewan, sampai peta yang dibuat dari kertas, semuanya
menyajikan data geografis dalam bentuk gambar-gambar ataupun coretan-soretan. Peta-
peta umum (general purpose) menggambarkan topografi suatu daerah ataupun batas-
batas administratif suatu wilayah atau negara. Sedangkan peta tematik (spatial
distribution) kenampakan-kenampakan seperti geologi, geomorfologi, tanah, vegetasi
atau sumber daya alam.
Apa yang tersaji pada sebuah peta, tidak lain adalah data atau informasi tentang
permukaan bumi. Namun demikian, suatu peta juga dapat menggambarkan distribusi
sosial ekonomi suatu masyarakat, seperti misalnya peta desa tertinggal, peta
kependudukan dan sebagainya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa peta memuat
atau mengandung data yang mengacu pada bumi (geo-referenced data). Yang diacu
tidak lain adalah posisi koordinat di bumi, baik yang menggunakan sistem bujur/lintang,
atau sistem UTM (Universal Transverse Mercator).
Teknologi komputer yang mampu menangani basis data (data base) dan
menampilkan suatu gambar (grafik), merupakan salah satu alternatif yang dipilih untuk
menyajikan suatu peta. Walaupun demikian, sistem informasi geografis tidak boleh
hanya dipandang sebagai pemindahan peta konvensional (tradisional) ke bentuk peta
digital. Sebab dengan kemampuannya memanipulasi data, komputer dengan sistem
informasi geografisnya dapat menghasilkan suatu informasi berharga yang lain yang
diperoleh dari hasil analisis yang diprogramkan padanya.
Kebutuhan data keruangan dan analisisnya tidak hanya dibutuhkan oleh
ilmuwan kebumian saja. Para perencana kota juga memerlukan informasi tentang
distribusi penggunaan lahan. Insinyur sipil juga membutuhkan informasi permukaan
bumi untuk merencanakan dan membangun jalan, jembatan, atau bendungan.
Pemerintah daerah dalam membuat rencana pengembangan wilayah dan menentukan
kebijakan juga memerlukan informasi keruangan seperti misalnya distribusi perumahan,
daerah industri, daerah perdagangan, sarana transportasi dan fasilitas umum, dan
sebagainya. Selain itu bagi perencana dan pemerhati lingkungan, informasi mengenai
keberadaan sumber daya alam serta potensi untuk pelestarian dan kemungkinan
pemanfaatannya sangat diperlukan untuk mendapatkan perencanaan pemanfaatan
sumber daya alam yang tidak mengurangi potensi lestari sumber daya alam tersebut.
Sehingga informasi yang diperoleh dari bumi (real world) tersebut, diambil, diolah dan
akhirnya dihasilkan informasi yang berguna bagi para pengguna (misalnya: perencana,
penentu kebijakan, atau pengambil keputusan) untuk mengelola bumi tersebut.
Informasi geografis yang disajikan pada peta konvensional (pada kertas atau
film) bisa jadi merupakan informasi yang murah dari segi harganya. Namun demikian,
perlu juga diingat bahwa data yang digunakan pada peta tersebut merupakan data yang
telah digeneralisasi (data telah sedikit dimanipulasi, sehingga tidak menunjukkan
kenampakan aslinya, dan menjadi kurang rinci) untuk memudahkan pembacaan.
Sebagai contoh, lebar jalan, sungai, atau luas suatu kota, disajikan tidak sesuai dengan
skala aslinya, walaupun hal ini lebih informatif bagi pengguna.
Untuk suatu wilayah yang perkembangannya cukup pesat, informasi geografis
yang ada juga harus ikut berubah. Namun untuk memproduksi kembali suatu peta yang
telah diperbaharui (update) memerlukan proses yang tidak sebentar. Diperlukan
penggambaran ulang yang memakan banyak waktu. Dan mungkin pula pada saat peta
yang baru ini selesai, informasinya sudah tidak sesuai lagi dengan kenyataan di
lapangan. Oleh karena itu, peta tercetak seperti demikian itu bisa disebut peta atau
dokumen yang relatif statis.
SIG menyimpan data seperti apa adanya, sesuai skala aslinya. Data keruangan
yang dimiliki oleh SIG ini disimpan dalam bentuk digital. Data dalam bentuk digital ini
dapat memakan memori karena banyaknya. Namun dengan kemajuan teknologi
komputer, media penyimpan data digital dengan kapasitas besar mulai banyak tersedia
dengan harga yang makin lama makin murah. Dengan tersedianya komputer dengan
kecepatan tinggi, akses dan manipulasi data dapat dilakukan dengan cepat.
Perubahan pada data keruangan yang tersimpan pada memori komputer juga
secara cepat dapat dilakukan. Hal ini membuat informasi geografis tersebut relatif
cukup dinamis. Dengan kemampuan manipulasi dan analisis data, model-model suatu
peta dapat dengan mudah diperoleh dan bisa dikatakan murah, sebab yang dilakukan
hanya mengubah rumus analisisnya dan tidak mengubah data asli yang ada.
SIG memerlukan data masukan agar dapat berfungsi dan memberikan informasi
lain termasuk hasil analisisnya. Data masukan tersebut dapat diperoleh dari tiga
sumber, yaitu lapangan, peta, dan citra penginderaan jauh.
1. Data lapangan; data ini diperoleh langsung dari pengukuran lapangan secara
langsung, seperti misalnya pH tanah, salinitas air, kualitas air, curah hujan suatu
wilayah, dan sebagainya.
2. Data peta; informasi yang telah terekam pada peta kertas atau film,
dikonversikan ke dalam bentuk digital. Misalnya, peta geologi, peta tanah, dan
sebagainya. Apabila data sudah terekam dalam bentuk peta, tidak lagi
diperlukan data lapangan, kecuali untuk pengecekan kebenarannya.
3. Data citra penginderaan jauh; citra penginderaan jauh berupa foto udara atau
radar yang dapat diinterpretasikan terlebih dahulu sebelum dikonversi ke dalam
bentuk digital. Sedangkan citra yang diperoleh dari satelit yang sudah dalam
bentuk digital dapat langsung digunakan setelah diadakan koreksi seperlunya.
Ketiga sumber data tersebut saling mendukung satu terhadap yang lain. Data
lapangan dapat digunakan untuk membuat peta fisis, sedangkan data penginderaan jauh
juga memerlukan data lapangan untuk lebih memastikan kebenaran data itu. Jadi ketiga
data tersebut saling berkaitan, melengkapi dan mendukung, sehingga tidak boleh ada
yang diabaikan.
Data geografis sebagai data keruangan (spatial data) dapat disajikan pada peta
kertas atau pada sistem informasi geografis, baik sebagai titik (point), garis (line),
maupun bidang (area). Titik digunakan untuk menunjukkan posisi atau lokasi
kenampakan geografis, seperti contohnya lokasi sekolah, lokasi sumur gali, dan
sebagainya. Garis yang merupakan kumpulan titik-titik dapat digunakan untuk
menyajikan jalan aspal antar kota, sungai, garis pantai, dan lain-lain. Sedangkan bidang
yang merupakan daerah tertutup (terbatasi) garis dapat digunakan untuk
menggambarkan suatu wilayah, waduk atau danau, dan sebagainya. Bidang ini sering
disajikan dalam bentuk poligon, yaitu kumpulan penggalan (segmen) garis yang
tertutup.
Ada empat komponen yang dapat diperolah dari informasi geografis, yaitu:
posisi geografis, atribut, hubungan keruangan (spatial relationships), dan waktu.
Komponen ini juga dapat dinyatakan dalam bentuk sederhana, yaitu: dimana, apa,
bagaimana, dan kapan.
Posisi geografis dapat dinyatakan dalam sistem koordinat lintang/bujur
(Latitude/Longitude) atau sistem UTM (Universal Transverse Mercator). Sistem-sistem
koordinat ini dapat dengan mudah dikonversikan, sehingga pengguna lebih leluasa
menentukan sistem yang disukai.
Atribut menjelaskan informasi yang menerangkan yang ada di daerah tersebut.
Contoh atribut antara lain: hutan, sawah atau tegalan, kota, dan lain-lain. Atribut ini
sering memiliki informasi tambahan, seperti misalnya pada hutan, informasi
tambahannya adalah jenis spesies dan tinggi pohon.
Hubungan keruangan ini sangat kompleks, dan tidak mungkin semuanya
disimpan dalam basis data. Yang perlu disimpan hanya hubungan keruangan yang
khusus, sedangkan yang sederhana tidak perlu disimpan.
Waktu, perlu juga diperhatikan terutama untuk menangani suatu informasi
geografis yang sangat dipengaruhi waktu. Suatu garis pantai dapat berubah dalam
waktu beberapa tahun karena terjadinya erosi atau abrasi, jalan-jalan yang dapat
bertambah karena tuntutan perkembangan kota, dan sebagainya.
Dengan demikian SSIG yang mudah direvisi/diperbaiki akan sangat membantu
sebagai bahan pertimbangan dalam menunjang kegiatan perencanaan maupun
pengambilan keputusan, sehingga keputusan yang diambil lebih tepat sasaran demi
keberlanjutan pembangunan dan kelestarian lingkungan di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Aronoff, S., 1989, Geographic Information System A Management Perspective, WDL
Publication, Ottawa, Canada
Bolstad, P.V, and Gatrell, A.C., 1995, Wetland and Environmental Application for GIS,
Lyon, J.G. and McCarthy, J., New York.
Burrough, P.A. 1986, Principles of Geographical Information Systems for Land
Resources Assesment, Clarendon Press, Oxford.
Lillesand, T.M., and Kiefer, R.W., 1987, Remote Sensing And Image Interpretation,
Second Edition, John Willey & Sons, Toronto.
McGee, V.E., Makidakis, S., Wheelwright, S.C., 1993, Metoda dan Aplikasi Peramalan,
Second Edition, Erlangga, Jakarta.
Paryono, Petrus, 1994, Sistem Informasi Geografis, Andi Offset, Yogyakarta
Wardsworth, R., & Treweek, J., 1999, Geograpical Information Systems for Ecology:
An Introduction, Addison Wesley Longman Limited, England.
PENYAJIAN INFORMASI LINGKUNGAN MENGGUNAKAN
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Penyusun :

Ir. HARY PRADIKO, MT

Dosen Jurusan Teknik Lingkungan


Fakultas Teknik
Universitas Pasundan

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2006

Вам также может понравиться