PT. Aneka Tambang merupakan salah satu perusahaan BUMN yang bergerak dalam bidang pertambangan yang berorientasi ekspor. PT. Antam mulai berdiri sejak tahun 1968 yang melakukan merjer dengan beberapa perusahaan pertambangan nasional yang memproduksi komoditas tunggal. PT. Antam memiliki 5 unit bisnis pertambangan (UBP) yaitu, UBP emas di Pongkor (Bogor), UBP nikel di Pomala (Sulawesi Tenggara), UBP logam mulia di Pulogadung (Jakarta), UBP Bauksit Kijang (Kepulauan Riau), UBP Geomin di Pulogadung (Jakarta). Tujuan PT. Antam adalah menciptakan nilai bagi pemegang saham dengan menjadi perusahaan yang lebih besar dengan strategi mendapatkan nilai sebanyak mungkin dari cadangan perusahaan dengan bergerak ke bidang hilir (pengolahan). Keberadaan PT. Antam yang cukup lama menjadi salah satu BUMN di Indonesia mengalami dinamika perkembangan, sehingga perlu dilakukan evaluasi mengenai kinerja keuangan PT. Antam tersebut.
3.2 Kinerja keuangan
Kinerja keuangan merupakan prospek atau pertumbuhan potensi perkembangan yang baik bagi perusahaan, informasi kinerja keuangan diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan dan untuk memprediksi kapasitas produksi dari sumber daya yang ada (Barlian, 2003). Adanya laporan keuangan diperlukan sebagai alat pengambil keputusan untuk masa yang mendatang. Evaluasi kinerja keuangan dapat dilakukan dengan menggunakan analisis rasio keuangan. Analisis rasio keuangan yang dilakukan untuk menilai kinerja PT. Antam adalah rasio liquiditas, rasio solvabilitas, rasio aktivitas dan rasio profitabilitas. A. Rasio likuiditas Rasio likuiditas menunjukkan bahwa perusahaan memiliki likuiditas keuangan yang baik dengan mampu mampu membayar kewajiban-kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo seperti hutang usaha, hutang pajak, dan biaya yang masih harus dibayar dengan menggunakan harta ataupun kekayaan yang ada pada perusahaan seperti kas. Indikator yang menunjukkan tingkat likuiditas adalah current ratio, quick ratio, dan cash ratio. Current ratio dipengaruhi oleh aktiva lancar dan hutang lancar. Quick ratio dihitung dari jumlah kas dan bank, persediaan, dan hutang lancar. Cash Ratio dihitung dari kas dan hutang lancar. 3.3 Tabel 2. 1 Hasil Rasio Indikator Rasio Likuiditas Indikator Rasio Rasio Tahun Rasio Tahun Rasio Tahun Rasio Tahun Rasio Tahun Likuiditas 2007 2008 2009 2010 2011 Current Ratio 442% 801% 710% 381% 1064% Quick Ratio 188% 260% 214% 154% 35% Cash Ratio 260% 452% 371% 216% 658% Sumber: Hasil Analisis (2015) Berdasarkan Tabel 2.1 menunjukkan bahwa current ratio mengalami kenanikan tinggi pada Tahun 2007 ke 2008 sebesar 359% yang menunjukkan adanya eningkatan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang lancar terhadap aktiva lancar. Quick Ratio pada Tahun 2010 ke 2011 mengalami penurunan sebesar 119% yang menunjukkan penurunan kemampuan perusahaan dalam membayar hutang lancar. Cash Ratio pada tahun 2010 ke 2011 mengalami peningkatan sebesar 442% yang menunjukkan peningkatan kemampuan perusahaan dalam membayar hutang berlangsung lancar. B. Rasio Solvabilitas Rasio solvabilitas yaitu untuk mengukur sejauh mana aktivitas perusahaan dibiayai oleh hutang (Martono,2007). Rasio solvabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menjamin hutang terhadap modal sendiri. 3.4 Tabel 2. 2 Hasil Rasio Indikator Rasio Solvabilitas Rasio Rasio 2007 2008 2009 2010 2011 Solvabilitas Total Debt to Total Equity 37% 26% 21% 28% 41% Ratio Total Debt to 27% 20% 17% 22% 29% Total Assets Ratio Long Term Debt 16% 17% 12% 7% 33% to Equity Ratio Sumber: Hasil Analisis (2015) Tabel 2.2 menunjukkan bahwa Total Debt to Total Equity Ratio pada tahun 2010 ke 2011 meningkat sehingga kemampuan perusahaan dalam menjamin total hutang terhadap modal sendiri dapat berlangsung. Total debt to total asset ratio menunjukkan nilai rasionya pada tahun 2007 sampai tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 7%, artinya bahwa adanya penurunan kemampuan perusahaan dalam menjamin hutang lancar terhadap total aktiva. Long Term Debt to Equity Ratio pada Tahun 2011 menunjukkan adanya peningkatan sebesar 26% yang menunjukkan bahwa adanya penurunan kemampuan perusahaan dalam menjamin hutang jangka panjang terhadap modal sendiri. C. Rasio Aktivitas Rasio aktivitas merupakan rasio yang mengukur efisiensi dalam menggunakan assetassetnya (Martono, 2007). Rasio aktivitas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan penjualan terhadap jumlah aktiva. 3.5 Tabel 2. 3 Hasil Rasio Indikator Rasio Aktivitas Rasio Aktivitas Rasio 2007 2008 2009 2010 2011 Total Asset Turn 99 kali 93 kali 87 kali 71 kali 68 kali Over Working Capital 192% 188% 190% 156% 125% Turn Over Sumber: Hasil Analisis (2015) Tabel 2.3 menunjukkan bahwa Total Asset Turn Over tertinggi terjadi pada tahun 2007 dan mengalami penurunan setiap tahunnya, hal ini berarti ada penurunan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan penjualan terhadap jumlah aktiva. Working Capital Turn Over mengalami fluktuasi, rasio tertinggi pada tahun 2007 yang mengindikasikan adanya penurunan pendapatan bersamaan dengan menurunnya modal kerja yang relatif besar sehingga perputaran uangnya berkurang. D. Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas, yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari penggunaan modalnya (Martono, 2007). 3.6 Tabel 2. 4 Hasil Rasio Indikator Rasio Profitabilitas Rasio Rasio 2007 2008 2009 2010 2011 Profitabilitas Gross Profit 61% 27% 13% 33% 29% Margin Operating Income 56% 15% 6% 22% 19% Ratio Net Profit Margin 42% 14% 6% 19% 18% Rate Return 56% 14% 5% 15% 13% toTotal Asset Net Earning Power Ratio 42% 13% 6% 13% 12% (ROI) Rate of Return for 58% 16% 7% 17% 17% The Owners Sumber: Hasil Analisis (2015) Tabel 2.4 menunjukkan bahwa Gross Profit Margin tertinggi pada Tahun 2007 sebesar 61% yang artinya jumlah laba bersih yang dicapai oleh perusahaan sebesar 61% dari volume penjualan. Operating income ratio pada tahun 2010 sampai tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 3%, hal ini menujukkan jika terjadi kenaikan berarti bahwa penjualan bersih yang dilakukan perusahaan menghasilkan laba operasi yang meningkat sedangkan jika terjadi penurunan berarti menunjukkan bahwa penjualan bersih yang dilakukan oleh perusahaan menghasilkan laba operasi menurun. Pada Tahun 2010 sampai tahun 2011 Net Earning Power Ratio (ROI) mengalami penurunan sebesar 1%, hal ini menunjukkan jika terjadi kenaikan berarti kemampuan perusahaan mengalami peningkatan dalam penjualan yang menghasilkan laba bersih, sedangkan jika terjadi penurunan menunjukkan kemampuan perusahaan menurun dalam menghasilkan laba bersih. Pada tahun 2010 sampai tahun 2011 Rate of Return for The Owners menunjukkan penurunan sebesar 2%, hal ini menyimpulkan jika ada kenaikan berarti menunjukkan peningkatan perusahaan dalam menggunakan modal untuk menghasilkan laba untuk setiap investor, sedangkan bila terjadi penurunan berarti menunjukkan rendahnya kemampuan perusahaan dalam mengggunakan modal untuk menghasilkan laba.