Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun Oleh:
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling
sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan
bagian atas kemudian disusul infeksi saluran pencernaan (Ngastiyah, 1997).
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah
menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-
laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita
didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki
(Sumijati, 2000).
Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan
pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat
diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan
bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut
untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu
memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang
meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan
berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh
secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada kejang
demam adalah mencegah atau mengendalikan aktivitas kejang, melindungi
pasien dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri
yang positif, memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit,
prognosis dan kebutuhan penanganannya. Berdasarkan hal-hal tersebut di
atas, penulis tertarik membuat laporan pendahuluan dengan judul Kejang
Demam Pada Anak.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Kejang demam adalah kejang yang dihubungkan dengan suatu
penyakit yang dicirikan dengan demam tinggi (suhu 38,9 o40,0oC). Kejang
demam berlangsung kurang dari 15 menit, generalisata, dan terjadi pada
anak-anak tanpa kecacatan neurologik. (Muscari, 2005)
Kejang demam juga dapat diartikan sebagai suatu kejang yang terjadi
pada usia antara 3 bulan hingga 5 tahun yang berkaitan dengan demam
namun tanpa adanya tanda-tanda infeksi intrakranial atau penyebab yang
jelas. (Meadow, 2005)
Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang dapat terjadi karena
peningkatan suhu akibat proses ekstrakranium dengan ciri terjadi antara usia
6 bulan - 4 tahun, lamanya kurang dari 15 menit dapat bersifat umum dan
dapat terjadi 16 jam setelah timbulnya demam. (Hidayat, 2008)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kejang
demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu
tubuh sebagai akibat proses ekstrakranium (pajanan dari suatu penyakit yang
dicirikan dengan demam tinggi dimana suhunya berkisar antara 38,9 o
40,0oC) namun tanpa adanya tanda-tanda infeksi intrakranial atau penyebab
yang jelas. Kejang demam ini lebih sering terjadi pada anak usia 6 bulan 5
tahun, dengan lama kejang kurang dari 15 menit dapat bersifat umum dan
dapat terjadi 16 jam setelah timbulnya demam.
B. KLASIFIKASI KEJANG
1 Kejang Parsial (Fokal, Lokal)
a Kejang Parsial Sederhana
Kesadaran tidak terganggu, dapat meliputi satu atau kombinasi dari
hal-hal berikut :
1 Tanda motorik kedutan pada wajah, tangan, atau suatu bagian
tubuh, biasanya gerakan yang sama terjadi pada setiap kejang,
dan dapat menjadi merata.
2 Tanda dan gejala otomatis muntah, berkeringat, wajah merah,
dilatasi pupil.
3 Gejala-gejala somatosensori atau sensori khusus mendengar
suara musaik, merasa jatuh dalam suatu ruang, parestesia.
4 Gejala-gejala fisik dj vu (sepertiga siaga), ketakutan,
penglihatan panoramik. (Betz, 2009)
b Kejang Parsial Kompleks
1 Gangguan kesadaran, walaupun kejang dapat dimulai sebagai
suatu kejang parsial sederhana.
2 Dapat melibatkan gerakan otomatisme atau otomatis bibir
mengecap, mengunyah, mengorek berulang, atau gerakan tangan
lainnya.
3 Dapat tanpa otomatisme tatapan terpaku. (Betz, 2009)
2 Kejang Menyeluruh (Konvulsif atau Nonkonvulsif)
a Kejang Lena
1 Gangguan kesadaran dan keresponsifan.
2 Dicirikan dengan tatapan terpaku yang biasanya berakhir kurang
dari 15 detik.
3 Awitan dan akhir yang mendadak, setelah anak sadar dan
mempunyai perhatian penuh.
4 Biasanya dimulai antara usia 4 dan 14 tahun dan sering hilang
pada usia 18 tahun. (Betz, 2009)
b Kejang Mioklonik
1 Hentakan otot atau kelompok otot yang mendadak dan
involunter.
2 Sering terlihat pada orang sehat saat mulai tidur, tetapi bila
patologis melibatkan hentakan leher, bahu, lengan atas, dan
tungkai secara sinkron.
3 Biasanya berakhir kurang dari 5 detik dan terjadi berkelompok.
4 Biasanya tidak ada atau hanya terjadi perubahan tingkat
kesadaran singkat. (Betz, 2009)
c Kejang Tonik-klonik (grand mal)
1 Dimulai dengan kehilangan kesadaran dan bagian tonik, kaku
otot ekstremitas, tubuh, dan wajah secara keseluruhan yang
berakhir kurang dari satu meit, sering didahuluioleh suatu aura.
2 Kemungkinan kehilangan kendali kandung kemih dan usus.
3 Tidak ada respirasi dan sianosis.
4 Bagian tonik yang diikuti dengan gerakan klonik ekstremitas
atas dan bawah.
5 Letargi, konfusi, dan tidur pada fase postictal. (Betz, 2009)
d Kejang Atonik
1 Kehilangan tonus tiba-tiba yang dapat mengakibatkan turunnya
kelopak mata, kepala terkulai, atau orang tersebut jatuh ke
tanah.
2 Singkat dan terjadi tanpa peringatan. (Betz, 2009)
e Status Epileptikus
1 Biasanya kejang tonik-klonik, menyeluruh yang berulang.
2 Kesadaran antara kejang tidak didapat.
3 Potensial depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia.
4 Memerlukan penanganan medis darurat segera. (Betz, 2009)
C. ETIOLOGI
Penyebab kejang demam sampai saat ini masih belum diketahui secara jelas.
Kejang demam biasanya dikaitkan dengan infeksi saluran pernapasan atas,
infeksi saluran kemih dan roseola. Kejang ini merupakan kejang umum
dengan pergerakan klonik selama kurang dari 10 menit. SSP normal dan tidak
ada tanda-tanda defisit neurologis pada saat serangan telah menghilang.
Sekitar sepertiga akan mengalami kejang demam kembali jika terjadi demam,
tetapi sangat jarang yang mengalami kejang setelah usia 6 tahun. Kejang yang
lama, fokal, atau berulang, atau gambaran EEG yang abnormal 2 minggu
setelah kejang, menunjukkan diagnosis epilepsi (kejang nondemam
berulang). (Meadow, 2005)
Menurut Lumban Tobing & Mansjoer (2005), faktor yang berperan dalam
menyebabkan kejang demam antara lain :
1. Demam itu sendiri
2. Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap
otak).
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit.
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak
diketahui atau ensekalopati toksik sepintas.
6. Gabungan semua faktor tersebut di atas.
D. MANIFESTASI KLINIS
a Sebagian besar aktivitas kejang berhenti pada saat anak
mendapatkan pertolongan medis, tetapi anak mungkin dalam
keadaan tidak sadar. (Muscari, 2005)
b Orang tua atau pemberi asuhan akan menggambarkan manifestasi
kejang tonik-tonik (yi., tonikkontraksi otot, ekstensi ekstremitas,
kehilangan kontrol defekasi dan kandung kemih, sianosis, dan
kehilangan kesadaran; klonikkontraksi dan relaksasi ekstremitas
yang teratur (ritmik); fase postiktal dikarakteristikkan dengan
ketidaksadaran persisten). (Muscari, 2005)
c Sering ditemukan adanya riwayat keluarga dengan kejang demam.
(Muscari, 2005)
d Suhu tubuh mencapai 39oC. (Dewanto, 2009)
e Kepala anak seperti terlempar ke atas, mata mendelik, tungkai dan
lengan mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang, gejala
kejang bergantung pada jenis kejang. (Dewanto, 2009)
f Kulit pucat dan mungkin menjadi biru. (Dewanto, 2009)
E. PATOFISIOLOGI
Pada anak mudah sekali untuk terinfeksi bakteri, virus dan parasit
yang mengakibatkan reaksi inflamasi dan terjadinya proses demam sehingga
menjadi hipotermi maka terjadi demam. Demam akan menimbulkan proses
peradangan maka anak akan mengalami anoreksi maka akan muncul diagnosa
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang
disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang yang dapat mengakibatkan
resiko cedera. Kejang dengan frekuensi lebih dari 15 menit akan
menyebabkan perubahan suplay darah ke otak sehinnga terjadi hipoksia
kemudian permeabilitas kapiler meningkat akan mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak.
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat
keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
potensial membran dari neuron.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
1 Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2 Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya
3 Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat
20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran
sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang
demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya
aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
F. PATHWAY
Infeksi bakteri
Reaksi inflamasi
G. Proses demam
Hipertermi
Proses
Demam Keringat meningkat
peradangan Kekurangan
Ketidakseimbangan
volume cairan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Mengubah keseimbangan Gangguan pemenuhan cairan
Anoreksi membran sel neuron
Resiko cedera
I. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Bila kejang berhenti dengan algoritma tata laksana kejang, maka dilanjutkan
Dengan terapi profilaksis intermiten atau rumatan pada saat demam berupa :
1 Antipiretik : parasetamol 10-15 mg/kg/hari setiap 4-6 jam atau ibuprofen
5-10 mg/kg/hari tiap 4-6 jam.
2 Antikejang : diazepam oral 0,3 mg/kg/dosis tiap 8 jam saat demam atau
diazepam rektal 0,5 mg/kg/hari setiap 12 jam saat demam.
3 Pengobatan jangka panjang selama 1 tahun dapat dipertimbangkan pada
kasus kejang demam kompleks dengan faktor risiko. Obat yang
digunakan adalah fenobarbital 3-5 mg/kg/hari atau asam valproat 15-20
mg/kg/hari. (Dewanto, 2009)
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Data Fokus
a) Badan terasa panas
b) Adanya mual dan muntah
c) Adanya kesulitan saat bernafas
d) Adanya aktivitas kejang berulang, pergerakan otot tidak terkoordinasi,
kelemahan
e) Merasa tidak nyaman, gerah.
f) Adanya kekhawatiran orang tua.
g) Membran mukosa / kulit kering
h) Perubahan tonus/kekuatan otot, gerakan involunter/ kontraksi sekelompok
otot.
i) Penurunan kesadaran
j) Tingkah laku distraksi/gelisah.
k) Saliva keluar berlebih.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan ketidakefektifan regulasi suhu sekunder
terhadap infeksi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan masukan oral.
4. Risiko terjadinya kejang berulang berhubungan dengan hipertermi.
5. Risiko terhadap cidera berhubungan dengan gerakan tonik/klonik sekunder
akibat kejang.
6. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan dengan kurangnya informasi
mengenai penyakit dan perawatan.
8. Risiko terhadap perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan
dengan kejang berulang.
Intervensi :
a) Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur
yang rendah.
Rasional : Meminimalkan injuri saat kejang.
b) Jangan tinggalkan klien selama fase kejang.
Rasional : Meningkatkan keamanan pasien.
c) Beri tongue spatel antara gigi dan lidah.
Rasional : Menurunkan resiko trauma pada mulut.
d) Letakkan klien pada tempat tidur yang lembut.
Rasional : Membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstremitas
ketika kontrol otot volunter berkurang.
e) Setelah kejang berikan klien posisi miring, bila tidak memungkinkan
angkat dagunya ke atas dan ke depan dengan kepala mendongak ke
belakang.
Rasional : Mencegah penutupan jalan nafas.
f) Kendurkan pakaian pasien.
Rasional : Mengurangi tekanan pada jalan nafas.
g) Catat tipe dan frekuensi kejang.
Rasional : Membantu menurunkan lokasi area cereberal yang
terganggu.
h) Catat tanda-tanda vital setelah fase kejang.
Rasional : Mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal.
7. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
mengenai penyakit dan perawatan.
Tujuan : Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya
Intervensi :
a) Kaji tingkat pengetahuan keluarga.
Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki
keluarga dan kebenaran informasi yang didapat.
b) Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam.
Rasional : Penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu
menambah wawasan keluarga.
c) Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan
mencegah kejang demam.
Rasional : Agar keluarga mengetahui cara menolong anak kejang dan
rnencegah kejang demam.
d) Jelaskan setiap tindakan keperawatan yang dilakukan.
Rasional : Agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan
perawatan.
8. Risiko terhadap perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan
dengan kejang berulang.
Tujuan : Pertumbuhan dan perkembangan tidak mengalami gangguan.
Intervensi :
a) Cegah terjadinya kejang berulang.
Rasional : dengan tidak terjadinya kejang berulang dapat mencegah
terjadinya kerusakan motorik dan sensorik.
b) Konsul dengan ahli terapi untuk mengevaluasi obat sesuai indikasi.
Rasional : Pengobatan yang teratur akan dapat mencegah terjadinya
gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
c) Berikan anak latihan dan kesempatam meningkatkan hubungan sosial.
Rasional : Latihan dan hubungan sosial dengan orang lain dapat
membantu pertumbuhan dan perkembangan.
d) Berikan nutrisi yang cukup/memenuhi kebutuhan tubuh.
Rasional : Nutrisi akan dapat memperbaiki pertumbuhan dan
perkembangan.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily Lynn. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Ed. 5. Jakarta : EGC
Dewanto, George dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana
EGC