Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
I. Pengantar
Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari 17.508 pulau, di mana 6.000
pulau di antaranya tidak berpenghuni. Posisi geografis dan lokasinya yang berada di salah
satu daerah bencana paling aktif di dunia, maka Indonesia terpapar sejumlah besar ancaman
seperti ancaman bencana banjir, tsunami, tanah longsor, gempa bumi dan letusan gunung
berapi. Kondisi yang kompleks ini juga memberikan tantangan bagi pengembangan dan
penyelenggaraan sektor pendidikan. Dampak terburuk dari sebuah bencana adalah hilangnya
nyawa maupun terjadinya cedera parah di sekolah. Terdapat banyak konsekuensi lain yang
dapat secara permanen mempengaruhi masa depan anak-anak seperti sekolah yang tidak
bisa digunakan karena rusak, sekolah yang tidak bisa digunakan karena digunakan sebagai
tempat pengungsian, sekolah yang sudah tidak dapat diakses, hilangnya peralatan sekolah
dan materi pendidikan juga guru tidak bisa mengajar.
Menurut Perka BNPB No. 4/2012, sekitar 75% sekolah berlokasi di area rawan
bencana, sehingga berpotensi menimbulkan korban jiwa dan kerugian aset sekolah. Bahkan
30% lebih waktu anak dihabiskan sekolah. Sebagai contoh, pada priode 2OO4-2O14 ribuan
anak dan sekolah telah terdampak, di antaranya: Gempa & Tsunami Aceh 2OO4, ada
120.000 orang meninggal, 93.088 hilang, 4.632 luka-luka, dan 2.000 gedung sekolah
hancur. Lalu pada Gempa Yogyakarta 2006, ada 5.558 orang meninggal, 26.013 luka-luka,
serta sekitar 2900 sekolah runtuh. Secara keseluruhan, dalam dasawarsa terakhir lebih dari
300.000 jiwa meninggal dan lebih dari 10.000 sekolah terkena dampak bencana, baik itu
rusak berat atau runtuh.
Pendidikan kebencanaan secara implisit telah dituangkan dalam UU No. 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 32 tentang Pendidikan Layanan
Khusus. Layanan yang bermutu menjadi kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah yang
secara luas dapat diartikan termasuk memberikan layanan pendidikan pengurangan risiko
bencana. Terkait dengan upaya untuk melindungi warga negaranya terhadap bencana,
Pemerintah Indonesia telah memberlakukan UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana. UU tersebut secara jelas menyatakan bahwa setiap orang berhap mendapatkan
pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan keterampilan dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana, baik dalam situasi tidak terjadi bencana maupun situasi terdapat
potensi bencana.
1
Pada pertemuan pertama Safe School Leader di Istanbul, Turki, pada bulan Oktober
2014, para delegasi termasuk dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Kebudayaan RI
menyepakati bahwa Sekolah Aman bukan hanya sebagai prioritas pembangunan nasional,
melainkan kewajiban negara melalui komitmen politik dan pembiayaan. The Global Alliance
for Disaster Risk Reduction and Resilience in the Education Sector (GADRRRES) menegaskan
komitmen mereka terhadap inisiatif seluruh dunia untuk sekolah aman dan menawarkan
keahlian teknis untuk menarik pemerintah menerapkan tiga pilar keamanan sekolah yang
komprehensif.
Salah satu keberhasilan Indonesia dalam implementasi Sekolah Aman ialah
penghargaan ketiga pada di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Jejeran Bantul DIY pada ajang
Southeast Asian Ministers of Education Organization [SEAMEO] Japan Education for
Sustainable Development (ESD) Award 2012 dengan tema Pendidikan untuk Pengurangan
Risiko Bencana. Penghargaan ini diselenggarakan oleh Organisasi Kementerian Pendidikan
Asia Tenggara.
Pada UN-WCDRR ke-3 di Sendai, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan menyatakan komitmen politik bahwa Indonesia berkomitmen
menyelenggarakan pendidikan PRB berbasis 3 pilar pendekatan komprehensif yang tertuang
dalam RPJMN 2015-2019. Menyebutkan bahwa mitigasi bencana dan adaptasi perubahan
iklim secara khusus menjadi arah kebijakan pembangunan nasional, yaitu: (1) Memperkuat
kapasitas kelembagaan mitigasi bencana alam untuk mengurangi risiko bencana; (2)
Mempercepat rehabilitasi daerah terkena bencana; (3) Memperkuat kapasitas mitigasi dan
adaptasi perubahan iklim.
Pendidikan sadar bencana diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kecakapan hidup dalam mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian dan langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna1.
Sekolah merupakan lembaga tempat berbagi pengetahuan dan keterampilan, sehingga
harapan bahwa sekolah menjadi panutan dalam melakukan pencegahan bencana menjadi
tinggi. Keberhasilan mitigasi bencana merupakan salah satu ujian utama terhadap
keberhasilan pendidikan yang diberikan dari generasi ke generasi.
Sejak 2OO6, telah dilakukan berbagai upaya menuju sekolah aman, baik oleh
pemerintah dan lembaga non pemerintah, di antaranya: berbagai kampanye dan pertemuan
sekolah aman, baik dalam level daerah, nasional dan internasional; pemerintah mulai
melakukan rehab sekolah; menjadikan Pendidikan Bencana menjadi salah satu prioritas
dalam Rencana Aksi Nasional Pengurangan Resiko Bencana (2010-2012); penulisan buku
pengayaan pengintegrasian materi pengurangan resiko bencana; adanya Surat Edaran
No.70a/2010 untuk pengarusutamaan pengurangan resiko bencana di sekolah;
pemantauan yang diintegrasikan dengan data Sekolah Aman dan Sistem Informasi dan
Manajemen Pendidikan (EMIS); adanya pemetaan sekolah yang didukung oleh Bank Dunia
berdasarkan permintaan dari Kemendiknas di mana hasilnya 75% sekolah berlokasi di
daerah rawan bencana; terbentuknya sekretariat nasional sekolah aman; penyusunan modul
standar Sekolah Aman yang Komprehensif yang merefleksikan ketiga pilar Sekolah Aman
yang Komprehensif; serta pelaksanaan kegiatan sekolah aman, baik untuk fisik dan non fisik
diberbagai daerah di Indonesia.
1
Naskah Akademik Konsorsium Pendidikan Bencana (KPB) 2009
2
Tiga Pilar Sekolah Aman yang Komprehensif
Sekolah Aman yang komprehensif dapat dicapai melalui kebijakan dan perencanaan
yang sejalan dengan manajemen bencana di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota dan
di tingkat sekolah. Sekolah Aman yang komprehensif ini ditopang oleh tiga pilar sebagai
berikut:
1. Fasilitas Sekolah Aman
3
V. Isu dan Tantangan Sekolah Aman
Paradigma penanggulangan bencana sudah beralih dari paradigma bantuan darurat
menuju ke paradigma preventif/pengurangan risiko bencana dan sekaligus juga paradigma
pembangunan, karena setiap upaya pencegahan dan mitigasi hingga rehabilitasi dan
rekonstruksinya telah diintegrasikan dalam program-program pembangunan di berbagai
sektor. Dalam paradigma sekarang, pengurangan risiko bencana merupakan rencana terpadu
yang bersifat lintas sektor dan lintas wilayah serta meliputi aspek sosial, ekonomi dan
lingkungan. Dalam implementasinya, kegiatan pengurangan risiko bencana nasional akan
disesuaikan dengan rencana pengurangan risiko bencana pada tingkat regional dan
internasional, agar bisa selaras.
Ada beberapa tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini, di antaranya: kondisi
geografis yang telah menimbulkan banyak bencana; bagaimana realisasi komitmen
Pemerintah Indonesia, sebagai safe school leader yang telah disampaikan dalam WCDRR
21O5, agar Indonesia bisa menjadi role model dalam implementasi sekolah aman di dunia;
belum maksimalnya pemerintah dalam mengimplementasikan pelaksanaan pengunaan
anggaran pendidikan sebesar 2O% untuk memperbaiki sarana dan prasarana sekolah yang
rusak, serta belum adanya suatu standar mengenai sekolah aman, sehingga dibutuhkan
standar nasional Indonesia [SNI] untuk penilaian dan implementasi sekolah aman sehingga
setiap pelaku bisa merujuk kepada standar tersebut.
Di sisi lain, tantangan dalam mengintegrasikan upaya-upaya pengurangan risiko
bencana ke dalam sistem pendidikan seperti: 1) Beratnya beban kurikulum siswa; 2)
Kurangnya pemahaman guru mengenai bencana; 3) Kurangnya kapasitas dan keahlian guru
dalam integrasi PRB kedalam kurikulum; 4) Minimnya panduan, silabus dan materi ajar yang
terdistribusi dan dapat diakses oleh guru; 5) Terbatasnya sumberdaya (tenaga, biaya dan
sarana); 6) Kondisi bangunan fisik sekolah, sarana dan prasarana pada umumnya
memprihatinkan, tidak berorientasi pada analisis masalah dampak lingkungan [AMDAL] dan
konstruksi aman; serta 7) Belum tersedianya institusi dan peraturan daerah [perda]
mengenai pengelolaan bencana ditingkat kabupaten.2
VI. Rekomendasi
Berdasarkan tantangan di atas, maka pemerintah Indonesia berkomitmen untuk
mengimplementasikan Sekolah Aman secara terpadu, komprehensif, dan berkelanjutan, di
antaranya dengan:
1. Penyebarluasan paradigma baru penanggulangan bencana secara umum dan secara
khusus tentang konsep dan praktik sekolah/madrasah aman yang telah dinyatakan dalam
Worldwide Initiative of Safe School serta mengacu kapada hasil Sendai Framework for
Disaster Risk Reduction 2015-2030.
2. Komitmen programing, budgeting, implementation, serta monitoring and evaluation yang
terstruktur, terukur, berdayaguna dalam Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Kerja
(Renja) Kemdikbud selaku sekretariat sekolah/madrasah aman dari bencana dalam
implementasi Sekolah Aman. Komitmen ini sebagai upaya penguatan kelembagaan
sekolah dalam pelaksanaan 3 pilar Sekolah Aman yang komprehensif.
2
Naskah Akademis Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan
Nasional KPB 2009
4
3. Perlunya strategi untuk mengoptimalkan sumberdaya yang ada dalam upaya integrasi
pengurangan risiko bencana kedalam sistem pendidikan. Dalam hal ini, diperlukan
pengembangan kurikulum sekolah, agar pelaksanaan pendidikan kebencanaan dapat
berjalan efektif dan efisien.
4. Koordinasi dalam situasi pra, saat (tanggap darurat) dan pasca bencana lintas sektor
diharapkan berjalan dengan adanya kluster pendidikan Indonesia, di mana Kemdikbud
menjadi leading sector education cluster.