Вы находитесь на странице: 1из 12

FISIOLOGI (FAAL) ANTI DIURETIC HORMONE (ADH)

Fungsi Fisiologis ADH

Penyunyikan sejumlah ADH yang sangat sedikit sebesar 2 nanogram dapat menyebabkan
berkurangnya ekskresi air oleh ginjal (antidiuresis). Singkatnya, bila hormon ADH ini tidak
ada, maka tubulus dan duktus koligentes hampir tidak permeabel terhadap air, sehingga
mencegah reabsorbsi air dalam jumlah yang signifikan dan karena itu mempermudah
keluarnya air yang sangat banyak ke dalam urin, yang juga menyebabkan urin menjadi sangat
encer. Sebaliknya, bila ada ADH, maka permeabilitas tubulus dan duktus koligentes terhadap
air sangat meningkat dan menyebabkan sebagian besar air direabsorbsi sewaktu cairan
tubulus melewati duktus koligentes, sehingga air yang disimpan dalam tubuh akan lebih
banyak dan menghasilkan urin yang sangat pekat.

Mekanisme yang tepat mengenai kerja ADH pada duktus untuk meningkatkan permeabilitas
duktus koligentes hanya diketahui sebagian. Tanpa ADH, membran luminal sel epitel tubulus
pada duktus koligentes hampir tidak permeabel terhadap air. Akan tetapi, di dalam membran
sel, terdapat sejumlah besar vesikel khusus yang mempunyai pori-pori yang sangat permeabel
terhadap air, yang disebut aquaporin. Bila ADH bekerja pada sel, ADH mula-mula akan
bergabung dengan reseptor membran yang mengaktifkan adenilil siklase dan menyebabkan
pembentukan cAMP di dalam sitoplasma sel tubulus. cAMP ini menyebabkan fosforilasi
elemen di dalam vesikel khusus, yang kemudian menyebabkan vesikel masuk ke dalam
membran sel apikal, sehingga menyediakan banyak daerah yang bersifat permeabel terhadap
air. Semua proses ini terjadi dalam waktu 5 sampai 10 menit. Kemudian, bila tidak ada ADH,
seluruh proses berbalik dalam waktu 5 sampai 10 menit berikutnya. Jadi, proses ini secara
sementara menyediakan banyak pori baru yang mempermudah difusi bebas air dari cairan
tubulus melewati sel epitel tubulus dan masuk ke dalam cairan interstisial ginjal. Kemudian
air diabsorbsi dari tubulus dan duktus koligentes dengan cara osmosis.
Pengaturan produksi ADH

Pengaturan osmosis

Bila larutan elektrolit yang pekat disuntikan ke dalam arteri yang menyuplai hipotalamus,
neuron ADH yang terdapat di dalam nukleus supraoptik dan paraventrikular segera
menjalarkan impuls ke kelenjar hipofisis posterior agar melepaskan banyak ADH ke dalam
sirkulasi darah, kadang-kadang peningkatan sekresi ADH dapat mencapai 20 kali dari
normal. Sebalikanya, penyuntikan larutan encer ke dalam arteri akan menyebabkan
penghentian impuls sehingga sekresi ADH hampir terhenti sama sekali. Jadi, dalam waktu
beberapa menit saja, konsentrasi ADH dalam cairan tubuh dapat berubah dari sedikit menjadi
banyak atau sebaliknya.

Cara pengaturan sekresi ADH oleh konsentrasi osmotik cairan ekstrasel masih belum
diketahui secara tepat. Namun, di suatu tempat di hipotalamus atau di dekat hipotalamus,
terdapat reseptor neuron yang sudah dimodifikasi yang disebut osmoreseptor. Bila cairan
ekstrasel menjadi terlalu pekat, cairan akan ditarik dengan cara osmosis keluar dari sel
osmoreseptor, sehingga ukurannya berkurang dan menimbulkan sinyal saraf yang tepat di
dalam hipotalamus agar menghasilkan sekresi ADH tambahan. Sebaliknya, bila cairan
ekstrasel menjadi terlalu encer, air bergerak dengan cara osmosis ke arah yang berlawanan,
yaitu masuk ke dalam sel, dan menurunkan sinyal untuk sekresi ADH. Walaupun beberapa
peneliti meyakini letak osmoreseptor di dalam hipotalamus itu sendiri (bahkan mungkin di
dalam nukleus supraoptik sendiri), peneliti lainnya meyakini bahwa osmoreseptor terletak di
organum vaskulosum, suatu struktur kaya pembuluh darah yang terletak di ventrikel ketiga
pada dinding anteroventralnya.

Tanpa menghiraukan mekanismenya, cairan tubuh yang pekat akan merangsang nukleus
supraoptik, sedangkan cairan tubuh yang encer akan menghambatnya, terdapat sistem
pengaturan umpan balik yang dapat mengatur tekanan osmotik total cairan tubuh.

Zat Vasokonstriktor

Vasopressin yang juga disebut hormone antidiuretik, bahkan lebih kuat daripada angiotensin
II sebagai vasokonstriktor, sehingga menjadikannya sebagai salah satu zat vasokonstriktor
terkuat tubuh. Zat ini dibentuk di sel saraf di dalam hipotalamus otak namun kemudian
diangkut ke bawah oleh akson saraf ke kelenjar hipofise posterior tempat zat tersebut berada
yang akhirnya disekresi ke dalam darah.

Jelaslah bahwa vasopressin dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap fungsi
sirkulasi. Namun, dalam keadaan normal, hanya sejumlah kecil vasopressin yang
disekresikan, sehingga banyak ahli faal menganggap bahwa vasopressin berperan kecil dalam
pengaturan vascular. Akan tetapi, beberapa percobaan telah memperlihatkan bahwa
konsentrasi vasopressin dalam sirkulasi darah setelah terjadinya perdarahan hebat dapat
meningkat cukup tinggi untuk meningkatkan tekanan arteri sebanyak 60 mmHg. Dalam
banyak keadaan, hal tersebut dapat mengembalikan tekanan arteri mendekati normal.

Vasopressin memiliki fungsi utama meningkatkan reabsorbsi air dari tubulus renal kembali ke
dalam darah, dan karena itu akan membantu mengatur volume cairan tubuh. Hal tersebut
merupakan alas an vasopressin mendapat sebutan lain sebagai hormone antidiuretik.

Efek vasokonstriktor dan penekan dari ADH, dan peningkatan sekresi ADH yang disebabkan
oleh volume darah yang rendah

Karena dengan konsentrasi ADH yang sangat kecil saja dapat menyebabkan peningkatan
penahanan air oleh ginjal, konsentrasi ADH yang lebih tinggi mempunyai efek yang kuat
untuk menyebabkan konstriksi arteriol di seluruh tubuh sehingga meningkatkan tekanan
arteri. Karena alasan inilah, ADH mempunyai nama lain, yaitu vasopressin.

Salah satu rangsangan yang menyebabkan sekresi ADH menjadi kuat adalah penurunan
volume darah. Keadaan ini terjadi secara hebat terutama saat volume darah turun 15 sampai
25 persen, atau lebih; kecepatan sekresi kadang-kadang meningkat sampai 50 kali dari
normal. Penyebabnya adalah sebagai berikut.

Atrium mempunyai reseptor regangan yang dieksitasi oleh pengisian yang berlebihan. Bila
reseptor regangan ini tereksitasi, reseptor akan mengirimkan sinyal ke otak agar menghambat
sekresi ADH. Sebaliknya, bila reseptor tidak tereksitasi akibat pengisian yang tidak penuh,
akan terjadi proses yang berlawanan, yaitu peningkatan sekresi ADH yang sangat besar.
Penurunan regangan baroreseptor di daerah karotis, aorta, dan paru juga merangsang sekresi
ADH.
Sel interkalatus banyak menyekresi ion hidrogen serta mereabsorbsi ion bikarbonat dan
kalium

Ion hidrogen yang disekresi oleh sel interkalatus diperantai oleh mekanisme transpor
hidrogen-ATPase. Hidrogen dihasilkan dalam sel-sel ini melalui kerja karbonik anhidrase
terhadap air dan karbon dioksida untuk membentuk asam karbonat, yang kemudian
berdisosiasi menjadi ion hidrogen dan ion bikarbonat. Ion hidrogen kemudian disekresikan ke
dalam lumen tubulus, dan untuk setiap ion hidrogen yang disekresikan, tersedia sebuat ion
bikarbonat untuk diresorbsi melewati membran basolateral. Sel interkalatus juga
mereabsorbsi ion kalium.

Karakteristik fungsional dari bagian akhir tubulus distal dan tubulus koligentes dapat
diringkas sebagai berikut :

membran tubulus kedua segmen hampir seluruhnya impermeabel terhadap ureum, mirip
dengan segmen pengencer pada bagian awal tubulus distal; jadi, hampir semua ureum yang
memasuki segmen-segmen ini berjalan melewati dan masuk ke dalam duktus koligentes
untuk diekskresikan dalam urin, walaupun beberapa reabsorbsi ureum terjadi di dalam duktus
koligentes bagian medula.

tubulus distal bagian akhir dan segmen tubulus koligentes kortikalis mereabsorbsi ion
natrium dan kecepatan reabsorbsi ini dikontrol oleh hormon, terutama aldosteron. Pada waktu
yang bersamaan, segmen ini menyekresikan ion kalium dari darah kapiler peritubulus ke
dalam lumen tubulusm suatu proses yang juga dikontrol oleh aldosteron dan faktor-faktor lain
seperti konsentrasi ion kalium dalam cairan tubuh.

sel interkalatus dari segmen-segmen nefron ini banyak menyekresikan ion hidrogen melalui
mekanisme hidrogen-ATPase aktif. Proses ini berbeda dengan sekresi aktif sekunder ion
hidrogen melalui tubulus proksimal, karena proses ini mampu menyekresikan ion hidrogen
melawan gradien konsentrasi yang besar, sebesar 1000 terhadap 1. Hal ini kebalikan dedngan
gradien ion hidrogen yang relatif kecil (4 sampai 10 kali) yang dapat dicapai melalui sekresi
aktif sekunder di dalam tubulus proksimal. Jadi, sel interkalatus memainkan peranan kunci
dalam regulasi asam-basa cairan tubuh.

permeabilitas tubulus distal bagian akhir dan duktus koligentes kortikalis terhadap air
dikontrol oleh konsentrasi ADH, yang juga disebut vasopressin. Dengan kadar ADH yang
tinggi, segmen-segmen ini sesungguhnya impermeabel terhadap air. Karakteristik yang
khusus ini menyediakan suatu mekanisme penting untuk pengaturan derajat pengenceran atau
pemekatan urin.

ADH meningkatkan reabsorbsi air

Kerja ADH ginjal yang paling penting adalah meningkatkan permeabilitas air pada tubulus
distal, tubulus koligentes, dan epitel duktus koligentes. Hal ini membantu tubuh untuk
menyimpan air dalam keadaan seperti dehidrasi. Bila tidak ada ADH, permeabilitas tubulus
distal dan duktus koligentes terhadap air menjadi rendah, menyebabkan ginjal mengeksrkresi
sejumlah besar urin yang encer. Jadi, kerja ADH memegang peranan penting dalam
mengontrol derajat pengenceran atau pemekatan urin.

ADH berikatan dengan reseptor V2 spesifik di bagian akhir tubulus distal, tubulus koligentes
dan duktus koligentes, yang meningkatkan pembentukan cAMP dan mengaktivasi protein
kinase. Kemudia kedua hal tersebut merangsang pergerakan suatu protein intrasel, yang
disebut aquaporin-2 (AQP-2), ke sisi luminal membran sel.molekul-molekul AQP-2
berkelompok dan bergabung dengan membran sel melalui eksositosis untuk membentuk
kanal air yang menyebabkan difusi air secara cepat melalui sel. Juga terdapat aquaporin
lainnya, AQP-3 dam AQP-4. di sisi basolatera; dari membran sel yang menyediakan suatu
jalur bagi air untuk keluar dari sel secara cepat, walaupun hal ini tidak diyakini diatur oleh
ADH. Peningkatan kadar ADH secara kronis juga meningkatkan pembentukan AQP-2 di sel
tubulus ginjal dengan merangsang transkripsi gen AQP-2. bila konsentrasi ADH menurun,
molekul AQP-2 berpindah kembali ke sitoplasma sel, dengan demikian memindahkan kanal
air dari membran luminal dan menurunkan permeabilitas air.

Hormon ADH mengatur konsentrasi urin

Ada suatu sistem umpan balik yang kuat untuk mengatur osmolaritas plasma dan konsentrasi
natrium, yang bekerja dengan cara mengubah ekskresi air oleh ginjal dan tidak bergantung
pada kecepatan ekskresi zat terlarut. Pelaku utama dari sistem umpan balik ini adalah hormon
antidiuretik (ADH), yang juga disebut vasopressin.

Bila osmolaritas cairan tubuh meningkat di atas normal (yaitu, zat terlarut dalam cairan tubuh
menjadi terlalu pekat), kelenjar hipofisis posterior akan menyekresi lebih banyak ADH, yang
meningkatkan permeabilitas tubulus distal dan tubulus koligentes terhadap air. Keadaan ini
memungkinkan terjadinya reabsorbsi air dalam jumlah besar dan penurunan volume urin,
tetapi tidak mengubah kecepatan ekskresi zat terlarut oleh ginjal secara nyata.

Bila terdapat kelebihan air di dalam tubuh dan osmolaritas cairan extrasel menurun, sekresi
ADH oleh hipofisis posterior akan menurun. Oleh sebab itu, permeabilitas tubulus distal dan
tubulus koligentes terhadap air akan menurun, yang menghasilkan sejumlah besar urin encer.
Jadi, kecepatan sekresi ADH sangat menentukan encer atau pekatnya urin yang akan
dikeluarkan oleh ginjal.

Sistem umpan balik osmoreseptor-ADH

Bila osmolaritas (konsentrasi natrium plasma) meningkat di atas normal akibat kekurangan
air, sistem umpan balik ini akan bekerja sebagai berikut :

Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (yang secara praktis berarti peningkatan konsentrasi
natrium plasma) menyebabkan sel saraf khusus yang disebut sel osmoreseptor, yang terletak
di hipotalamus anterior dekat nukleus supraoptik, mengkerut

Pengkerutan sel osmoreseptor menyebabkan sel tersebut terangsang, yang akan mengirimkan
sinyal saraf ke sel saraf tambahan di nukleus supraoptik, yang kemudian meneruskan sinyal
ini menyusuri tangkai kelenjar hipofise ke hipofisis posterior.

Potensial aksi yang disalurkan ke hipofisis posterior akan merangsang pelepasan ADH, yang
disimpan dalam granula sekretorik (atau vesikel) di ujung saraf.

ADH memasuki aliran darah dan ditranspor ke ginjal, tempat ADH meningkatkan
permeabilitas di bagian akhir tubulus distal, tubulus koligentes kortikalis dan duktus
koligentes medula.

Peningkatan permeabilitas air di segmen nefron distal menyebabkan peningkatan reabsorbsi


air dan ekskresi sejumlah kecil urin yang pekat.

Jadi, air disimpan dalam tubuh sedangkan natrium dan zat terlarut lainnya terus dikeluarkan
dalam urin. Hal ini menyebabkan pengenceran zat terlarut dalam cairan ekstrasel, yang akan
memperbaiki kepekatan cairan ekstrasel mula-mula yang berlebihan.
Terjadi serangkaian kejadian yang berlawanan saat cairan ekstrasel menjadi terlalu encer
(hipo-osmotik). Contohnya, pada asupan air yang berlebihan dan penurunan osmolaritas
cairan ekstrasel, lebih sedikit ADH yang terbentuk, lalu tubulus ginjal mengurangi
permeabilitasnya terhadap air, sehingga lebih sedikit air yang direabsorbsi, dan sejumlah
besar urin encer dibentuk. Hal tersebut kemudian memekatkan cairan tubuh dan
mengembalikan osmolaritas plasma kembali ke nilai normal.

Sintesis ADH di nukleus supraoptik dan nukleus paraventrikular hipotalamus dan


pelepasan ADH dari hipofisis posterior

Hipotalamus terdiri dari 2 jenis neuron-neuron magnosel (besar) yang mengsintesis ADH di
nukleus supraoptik dan nukleus paraventrikular hipotalamus, kira-kira sebanyak lima
perenam di nukleus supraoptik dan seperenam di nukleus paraventrikular. Kedua nukleus ini
mempunyai perpanjangan akson sampai ke hipofisis posterior. Setelah disintesis, ADH
ditranspor melalui akson-akson neuron ke bagian ujungnya, yang berakhir di kelenjar
hipofisis posterior. Bila nukleus supraoptik dan nukleus paraventrikular dirangsang oleh
peningkatan osmolaritas atau faktor lain, impuls saraf berjalan ke bagian ujung saraf ini, yang
akan mengubah permeabilitas membrannya dan meningkatkan pemasukan kalsium. ADH
yang disimpan dalam granula sekretorik (juga disebut vesikel) pada ujung-ujung saraf
dilepaskan sebagai respons terhadap peningkatan pemasukan kalsium. ADH yang dilepaskan
kemudian dibawa dalam kapiler darah hipofisis posterior ke dalam sirkulasi sistemik.

Sekresi ADH sebagai respons terhadap rangsangan osmotik sifatnya cepat, sehingga kadar
ADH plasma dapat meningkat beberapa kali lipat dalam beberapa menit. Oleh sebab itu,
sekresi ADH merupakan suatu cara cepat untuk menghambat ekskresi air oleh ginjal.

Area neuronal kedua yang penting dalam mengontrol osmolaritas dan sekresi ADH terletak di
sepanjang regio anteroventral ketiga, yang disebut regio AV3V. Pada bagian atas regio ini
terdapat suatu struktur yang disebut organ subfornikal, dan pada bagian inferior terdapat
struktur lain yang disebut organum vaskulosum lamuna terminalis. Di antara kedua organ ini
terdapat nukleus preoptik median, yang mempunyai banyak sambungan saraf dengan kedua
organ sebagaimana halnya dengan nukleus supraoptik dan pusat pengaturan tekanan darah di
medula otak. Lesi pada regio AV3V menyebabkan berbagai defisit dalam pengontrolan
sekresi ADH, rasa haus, keinginan natrium (sodium appetite), dan tekanan darah. Rangsangan
listrik pada daerah ini atau rangsangan oleh angiotensin II dapat mengubah sekresi ADH, rasa
haus, dan rangsangan natrium.

Di sekitar daerah AV3V dan nukleus supraoptik terdapat sel-sel neuronal yang dirangsang
oleh sedikit peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel; oleh sebab itu, istilah osmoreseptor
telah digunakan untuk menjelaskan neuron-neuron ini. Sel-sel ini mengirim sinyal saraf ke
nukleus supraoptik untuk mengontrol perangsangannya dan sekresi ADH. Sel-sel tersebut
agaknya juga menginduksi rasa haus sebagai respons terhadap peningkatan osmolaritas cairan
ekstrasel.

Organ subfornikal dan organum vaskulosum lamina terminalis memiliki pembuluh darah
yang tidak memiliki sawar darah otak, yang menghalangi difusi sebagaina besar ion dari
darah ke dalam jaringan otak. Hal ini membuat ion dan zat terlarut lainnya dapat melintas
antara darah dan cairan interstisial setempat di sekitar daerah ini. Akibatnya, osmoreseptor
dengan cepat berespons terhadap perubahan osmolaritas cairan ekstrasel, yang memberi
pengaruh besar terhadap sekresi ADH dan rasa haus.

Stimulasi refleks kardiovaskular terhadap pelepasan ADH dengan menurunkan


tekanan arteri dan/atau menurunkan volume darah

Pelepasan ADH juga dikontrol oleh refleks-refleks kardiovaskular yang berespons terhadap
penurunan tekenan darah dan/atau volume darah, meliputi refleks baroreseptor arterial dan
refleks kardiopulmonal. Jalur refleks ini berasal dari daerah sirkulasi bertekanan tinggi,
seperti arkus aorta dan sinus karotikus, dan dari daerah bertekanan rendah, terutama di atrium
jantung. Rangsangan aferen dibawa oleh nervus vagus dan nervus glosofaringeus dengan
sinaps-sinaps di nukleus traktus solitarius. Tonjolan dari nukleus ini meneruskan sinyal ke
nukleus hipotalamik yang mengatur sintesis dan sekresi ADH.

Jadi, selain untuk meningkatkan osmolaritas, 2 stimulus berikut dapat meningkatkan sekresi
ADH yaitu penurunan tekanan arteri dan penurunan volume darah. Kapanpun tekanan darah
dan volume darah berkurang, seperti yang terjadi selama perdarahan, peningkatan sekresi
ADH akan menyebabkan peningkatan reabsorbsi cairan oleh ginjal, yang membantu
mengembalikan tekanan darah dan volume darah ke keadaan normal.
Stimulasi lain untuk sekresi ADH

Sekresi ADH dapat juga ditingkatkan atau diturunkan oleh stimulus lain terhadap sistem saraf
pusat dan oleh berbagai obat dan hormon. Misalnya nausea adalah stimulus yang kuat untuk
pelepasan ADH, yang dapat meningkat sampai sebanyak 100 kali normal setelah muntah.
Juga, obat-obatan seperti nikotin dan morfin merangsang pelepasan ADH, sedangkan
beberapa obat, seperti alkohol, menghambat pelepasan ADH. Diuresis berat yang terjadi
setelah meminum alkohol sebagian diakibatkan oleh hambatan pelepasan ADH.

Peranan rasa haus dalam mengatur osmolaritas cairan ekstrasel dan konsentrasi
natrium

Ginjal meminimalkan kehilangan cairan selama terjadi kekurangan air, melalui sistem umpan
balik osmoreseptor-ADH. Akan tetapi, asupan cairan yang adekuat diperlukan untuk
mengimbangi kehilangan cairan yang terjadi melalui keringat dan napas serta melalui saluran
pencernaan. Asupan cairan diatur oleh mekanisme rasa haus, yang, bersama dengan
mekanisme osmoreseptor-ADH, mempertahankan kontrol osmolaritas cairan ekstrasel dan
konsentrasi natrium secara tepat.

Banyak faktor yang sama yang merangsang sekresi ADH juga akan meningkatkan rasa haus,
yang didefinisikan sebagai keinginan sadar terhadap air.

Pusat rasa haus di sistem saraf pusat

Daerah yang sama di sepanjang dinding anteroventral dari ventrikel ketiga yang
meningkatkan pelepasan ADH juga merangsang rasa haus. Terdapat suatu daerah kecil yang
terletak anterolateral dari nukleus preoptik, yang bila distimulasi secara listrik, menyebabkan
kegiatan minum dengan segera dan berlanjut selama rangsangan berlangsung. Semua daerah
ini bersama-sama disebut pusat rasa haus.

Neuron-neuron di pusat rasa haus memberi respon terhadap penyuntikan larutan garam
hipertonik dengan cara merangsang perilaku minum. Sel-sel ini hampir berfungsi sebagai
osmoreseptor untuk mengaktivasi mekanisme rasa haus, dengan cara yang sama saat
osmoreseptor merangsang pelepasan ADH.
Peningkatan osmolaritas cairan serebrospinal di ventrikel ketiga memberi pengaruh yang
pada dasarnya sama, yaitu menimbulkan keinginan untuk minum. Organum vaskulosum
lamina terminalis yang terletak tepat di bawah permukaan ventrikel pada ujung inferior
daerah AV3V, agaknya ikut memperantarai respons tersebut.

Stimulus terhadap rasa haus

Salah satu yang terpenting beberapa stimulus rasa haus yang diketahui adalah peningkatan
osmolaritas cairan ekstrasel, yang menyebabkan dehidrasi intrasel di pusat rasa haus, yang
akan merangsang sensasi rasa haus. Kegunaan respon ini sangat jelas : membantu
mengencerkan cairan ekstrasel dan mengembalikan osmolaritas ke keadaan normal.

Penurunan volume cairan ekstrasel dan tekanan arteri juga merangsang rasa haus melalui
suatu jalur yang tidak bergantung pada jalur yang distimulasi oleh peningkatan osmolaritas
plasma. Jadi, kehilangan volume darah melalui perdarahan akan merangsang rasa haus
walaupun mungkin tidak terjadi perubahan osmolaritas plasma. Hal ini mungkin terjadi
akibat input netral dari baroreseptor kardiopulmonal dan baroreseptor arteri sistemik di
sirkulasi.

Stimulus rasa haus ketiga yang penting adalah angiotensin II. Penelitian terhadap binatang
telah menunjukkan bahwa angiotensin II bekerja pada organ subfornikal dan pada organum
vaskulosum lamina terminalis. Daerah-daerah ini berada di sisi luar sawar otak, dan peptida-
peptida seperti angiotensin II berdifusi ke dalam jaringan. Karena angiotensin II juga
distimulasi oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan hipovolemia dan tekanan darah
rendah, pengaruhnya pada rasa haus membantu memulihkan volume darah dan tekanan darah
kembali normal, bersama dengan kerja lain dari angiotensin II pada ginjal untuk menurunkan
ekskresi cairan.

Kekeringan pada mulut dan membran mukosa eksofagus dapat mendatangkan sensasi rasa
haus. Akibatnya, seseorang yang kehausan dapat segera melepaskan dahaganya setelah dia
minum air, walaupun air tersebut belum diabsorbsi dari saluran pencernaan dan belum
memberi efek terhadap osmolaritas cairan ekstrasel.

Stimulus gastrointestinal dan faring memengaruhi timbulnya rasa haus. Contohnya, pada
binatang yang memiliki esofagus ke arah eksterior, sehingga air tidak pernah diabsorbsi ke
dalam darah, kelegaan yang terjadi setelah minum hanya bersifat sebagian, walaupun
kelegaan itu bersifat sementara. Distensi saluran pencernaan juga dapat sedikit mengurangi
rasa haus; contohnya, peniupan sebuah balon dalam lambung dapat menghilangkan rasa haus.
Akan tetapi, penurunan sensasi rasa haus melalui mekanisme gastrointestinal atau faringeal
hanya bertahan singkat; keinginan untuk minum hanya dapat dipuaskan sepenuhnya bila
osmolaritas plasma dan/atau volume darah kembali normal.

Kemampuan binatang dan manusia untuk mengukur asupan cairan sangat penting karena
dapat mencegah hidrasi yang berlebihan. Setelah seseorang minum air, mungkin dibutuhkan
waktu 30 sampai 60 menit agar air direabsorbsi dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Bila
sensasi rasa haus tidak hilang sebagian setelah minum air, orang tersebut akan terus minum
lebih banyak lagi, yang akhirnya menimbulkan hidrasi dan pengenceran cairan tubuh yang
berlebihan. Penelitian dan percobaan yang berulang kali menunjukan bahwa binatang
meminum jumlah air yang hampir sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan untuk
mengembalikan osmolaritas dan volume plasma ke keadaan normal.

Respon osmoreseptor-ADH dan mekanisme rasa haus yang terintegrasi dalam


pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel dan konsentrasi natrium

Pada seseorang yang sehat, mekanisme osmoreseptor-ADH dan rasa haus bekerja secara
paralel untuk mengatur osmolaritas cairan ekstrasel dan konsentrasi natrium dengan tepat,
walaupun rangsangan dehidrasi bersifat konstan. Bahkan dengan perangsangan tambahan,
seperti konsumsi garam tinggi, sistem umpan balik ini mampu mempertahankan osmolaritas
plasma agar tetap konstan. Peningkatan asupan natrium sampai setinggi 6 x normal hanya
memberi sedikit pengaruh terhadap konsentrasi natrium plasma selama mekanisme rasa haus
dan ADH berfungsi normal.

Bila mekanisme ADH atau mekanisme rasa haus gagal, mekanisme yang lain biasanya masih
dapat mengatur osmolaritas ekstrasel dan konsentrasi natrium dengan efektivitas yang
memadai, selama tersedia asupan cairan yang cukup untuk mengimbangi volume urin harian
dan kehilangan air melalui pernapasan, keringat atau saluran pencernaan. Akan tetapi, bila
mekanisme ADH dan rasa haus gagal secara bersamaan, konsentrasi natrium dan osmolaritas
plasma tidak dapat dikontrol dengan baik; jadi, bila asupan natrium meningkat setelah
menghambat sistem ADH-rasa haus, terjadi perubahan konsentrasi natrium plasma yang
relatif besar, dalam keadaan tidak adanya mekanisme ADH-rasa haus, tidak ada mekanisme
umpan balik lain yang mampu mengatur konsentrasi natrium dan osmolaritas plasma secara
adekuat.

Вам также может понравиться

  • Family Assesment Tools
    Family Assesment Tools
    Документ17 страниц
    Family Assesment Tools
    Diana Astria
    100% (1)
  • Family Assesment Tools
    Family Assesment Tools
    Документ17 страниц
    Family Assesment Tools
    Diana Astria
    100% (1)
  • PERTANYAAN Presentasi Kasus
    PERTANYAAN Presentasi Kasus
    Документ11 страниц
    PERTANYAAN Presentasi Kasus
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • PERTANYAAN Tambahan
    PERTANYAAN Tambahan
    Документ16 страниц
    PERTANYAAN Tambahan
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • Tinjauan Pustaka
    Tinjauan Pustaka
    Документ15 страниц
    Tinjauan Pustaka
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • Kelainan Kongenital
    Kelainan Kongenital
    Документ64 страницы
    Kelainan Kongenital
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • BAB I Pendahuluan HNP
    BAB I Pendahuluan HNP
    Документ2 страницы
    BAB I Pendahuluan HNP
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • Tinjauan Pustaka
    Tinjauan Pustaka
    Документ15 страниц
    Tinjauan Pustaka
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • Case Kelainan Kongenital
    Case Kelainan Kongenital
    Документ54 страницы
    Case Kelainan Kongenital
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • Case Syok Hemoragik Grade III Ec HAP Ec PPT + Anemia Perdarahan REVISI 2
    Case Syok Hemoragik Grade III Ec HAP Ec PPT + Anemia Perdarahan REVISI 2
    Документ44 страницы
    Case Syok Hemoragik Grade III Ec HAP Ec PPT + Anemia Perdarahan REVISI 2
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • Metabolisme Laktat
    Metabolisme Laktat
    Документ6 страниц
    Metabolisme Laktat
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • Status Pasien By. Ny. Wulandari
    Status Pasien By. Ny. Wulandari
    Документ11 страниц
    Status Pasien By. Ny. Wulandari
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • Tinjauan Pustaka
    Tinjauan Pustaka
    Документ15 страниц
    Tinjauan Pustaka
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • Novel Coronavirus
    Novel Coronavirus
    Документ14 страниц
    Novel Coronavirus
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • Dislokasi Bahu
    Dislokasi Bahu
    Документ32 страницы
    Dislokasi Bahu
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • Tugas Ujian Kasus Diana Astria
    Tugas Ujian Kasus Diana Astria
    Документ17 страниц
    Tugas Ujian Kasus Diana Astria
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • Dislokasi Sendi Bahu
    Dislokasi Sendi Bahu
    Документ33 страницы
    Dislokasi Sendi Bahu
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • Dislokasi Sendi Bahu
    Dislokasi Sendi Bahu
    Документ33 страницы
    Dislokasi Sendi Bahu
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • CRITICAL APPRAISAL THERAPY STUDY
    CRITICAL APPRAISAL THERAPY STUDY
    Документ3 страницы
    CRITICAL APPRAISAL THERAPY STUDY
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • Anestesi Case
    Anestesi Case
    Документ39 страниц
    Anestesi Case
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • TINJAUAN PUSTAKA
    TINJAUAN PUSTAKA
    Документ60 страниц
    TINJAUAN PUSTAKA
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Документ1 страница
    Daftar Pustaka
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • Translate Jurnal
    Translate Jurnal
    Документ3 страницы
    Translate Jurnal
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • PERTANYAAN Tambahan
    PERTANYAAN Tambahan
    Документ17 страниц
    PERTANYAAN Tambahan
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • Akakkakakakaa
    Akakkakakakaa
    Документ2 страницы
    Akakkakakakaa
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • Anatomi Nasofaring
    Anatomi Nasofaring
    Документ3 страницы
    Anatomi Nasofaring
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • BAB I Dry Eye Syndrome
    BAB I Dry Eye Syndrome
    Документ1 страница
    BAB I Dry Eye Syndrome
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • Analisis Masalah A Blok 27
    Analisis Masalah A Blok 27
    Документ3 страницы
    Analisis Masalah A Blok 27
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • DISLIPIDEMIA
    DISLIPIDEMIA
    Документ8 страниц
    DISLIPIDEMIA
    Diana Astria
    Оценок пока нет
  • Diabetes Mellitus
    Diabetes Mellitus
    Документ5 страниц
    Diabetes Mellitus
    Diana Astria
    Оценок пока нет