Вы находитесь на странице: 1из 49

Laporan Akhir pH Control

Praktikum Proses Operasi Teknik 2


BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pengendalian merupakan sebuah salah satu proses yang ada di dalam suatu sistem. Di
dalam setiap sistem diperlukan adanya sebuah pengontrol. Dengan adanya pengontrol, sistem
tersebut dapat berjalan dengan baik dan dengan stabil. Pengontrol dibutuhkan karena adanya
ketidakstabilan di dalam sistem yang disebabkan oleh gangguan ataupun perubahan yang
dikenakan terhadap sistem.

Salah satu contoh sistem pengendalian alami yang ada adalah sistem hormonal dalam
tubuh manusia. Sistem hormon akan mengeluarkan hormon apabila terjadi
ketidakseimbangan kinerja dalam tubuh manusia. Contoh nya adalah kinerja hormon
adrenalin dan insulin yang saling berlawanan, namun memiliki tujuan yang sama yaitu untuk
mengatur kadar gula darah. Adrenalin dan insulin merupakan sistem pengendalian dalam
tubuh manusia untuk menstabilkan kadar gula darah agar selalu berada pada batas yang
normal.

Pengendalian proses di dalam tubuh manusia tersebut juga diadaptasi oleh dunia
industri. Salah satu contohnya adalah pengontrolan tekanan dari vessel untuk menghindari
overbalance yang dapat mengakibatkan keadaan berbahaya. Pengendalian proses menangani
sistem yang akan dikontrol agar mempunyai kemampuan untuk menjadi stabil dengan
otomatis, sehingga hasil pengontrolannya akan selalu berada pada kondisi stabil.
Secara umum, terdapat tujuh tujuan utama dari pengendalian proses, yakni: (1)
keamanan dan keselamatan kerja (safety); (2) perlindungan lingkungan (environmental
protection); (3) perlindungan alat (equipment protection); (4) operasi yang mulus dan laju
produksi yang tinggi (smooth operation and production rate); (5) kualitas produk (product
quality); (6) keuntungan (profit); (7) monitoring dan diagnosis.
Di dalam sebuah industri biasanya sudah terdapat peralatan kontrol sehingga
karakteristik dinamis dan statis dari suatu proses perlu untuk dibuat agar pengontrolan laju
alir dapat dilakukan. Karena karakteristik respon dinamis dari perubahan laju alir memiliki
hubungan terhadap waktu dan faktor-faktor lainnya, maka pengaturan laju alir tidak bisa
dilakukan secara sederhana (ON-OFF Control), melainkan harus dengan algoritma tertentu,
misalnya PID (Proportional, Integral, Derivative).

1
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
Salah satu pengendalian proses yang dilakukan di industri adalah pengontrolan kadar
pH dari keluaran limbah atau air hasil dari proses industri. Limbah atau air yang dibuang,
harus memenuhi spesifikasi tertentu sehingga tidak membahayakan apabila dibuang ke
lingkungan luar. Pengendalian yang dilakukan dapat secara manual, ataupun otomatis
menggunakan kontroller P,PI atau PID. Sistem pengendalian penetralan pH
dirancang untuk mengontrol pH keluaran dari aliran sehingga mendekati
atau sama dengan setpoint yang diinginkan (setpoint = 7). Oleh sebab itu,
sebagai calon sarjana Teknik Kimia yang akan sangat berperan dalam proses water treatment
tersebut, penting bagi kita untuk melakukan percobaan mengenai control pH ini untuk
mengetahui kinerja sistem pengendalian dan pengenalan akan alat-alat yang berperan dalam
sistem kendali tersebut.
Praktikum pengendalian pH ini dilakukan secara sederhana di dalam laboratorium
pengendalian proses DTK-FTUI yaitu dengan menggunakan air (diasumsikan sebagai air
limbah) yang bersifat asam (diasamkan dengan larutan H2SO4 97%) dinetralkan dengan air
bersifat basa (dibasakan dengan larutan NaOH) untuk mencapai keluaran air yang memiliki
pH sekitar 7 sehingga aman untuk dibuang. Dalam praktikum ini, ingin dikendalikan pH dari
air asam yang akan dibuang agar tidak melebihi dari 7 (tidak terlalu asam dan tidak terlalu
basa). Pengendalian yang dilakukan dilakukan secara manual dan otomatis.

I.2 Tujuan Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk membandingkan metode-metode tuning


yang sudah ada dan sering digunakan untuk diteliti manakah diantara
metode-metode tersebut yang lebih baik digunakan dalam pengontrolan
pH. Metode yang dilakukan dalam percobaan ini adalah metode manual
dan metode otomatis dengan kontroller P, PI, dan PID. Kemudian hasilnya
dibandingkan dengan menggunakan metode apakah pengendalian pH
dapat dilakukan dalam waktu yang cepat dan hasilnya sesuai dengan set
poin yang diinginkan.

2
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2

BAB II

TEORI DASAR

II.1 Sistem Pengendalian


Suatu sistem pengendalian merupakan suatu sistem yang dirancang dan dibuat dengan
tujuan untuk dapat memantau dan mengambil suatu tindakan yang harus dilakukan ketika
variabel-variabel proses yang kita tinjau sudah mencapai titik maksimalnya ataupun minimal
ataupun juga telah sampai pada kondisi yang telah kita tetapkan sehingga kita dapat
menyesuaikan variabel-variabel tersebut pada kondisi yang stabil seperti yang seharusnya.

II.2 Jenis-Jenis Sistem Kontrol


II.2.1 Closed Loop Control System (Sistem Kontrol Loop Tertutup)

Gambar 1. Diagram Blok Closed Loop Control System (Sistem Kontrol Loop Tertutup)
Merupakan suatu sistem kontrol (seperti pada gambar di atas) dengan kondisi dimana
kontroler terhubung dengan proses, dan kontroler melakukan perbadingan set point terhadap
variabel yang dikontrol dan adanya aksi untuk melakukan koreksi. Dan secara umum, sistem
loop tertutup ini terbagi atas sistem kontrol berumpan balik, sistem kontrol inferensial, dan
sistem kontrol berumpan maju.

II.2.1 Open Loop Control System (Sistem Kontrol Loop Terbuka)

Kontroler Proses
INPUT OUTPUT

3
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
Gambar 2. Diagram Blok Open Loop Control System (Sistem Kontrol Loop Terbuka)
Merupakan suatu sistem kontrol yang keluarannya tidak berpengaruh terhadap aksi
pengontrolan. Dengan demikian pada sistem kontrol ini, nilai keluaran tidak di umpan-
balikkan ke parameter pengendalian. Pada suatu pengontrolan dalam sistem kontrol, variabel
yang dikontrol dapat berubah dari set point yang ditetapkan karena adanya gangguan.
Regulatory Control merupakan suatu sistem yang didesain untuk mengkompensasi terjadinya
gangguan.
Set point itu sendiri, bisa juga berubah karena memang diinginkan setpointnya
berubah. Servo Control merupakan suatu sistem yang didesain untuk tujuan diman set point
diubah sebagai fubgsi waktu sehingga variabel yang dikontrol harus mengikuti set point
tersebut.

II.3 Komponen-komponen Dasar dalam Sistem Kontrol


II.3.1 Sensor-transmitter
Sensor berfungsi untuk mengukur (measuring) CV dan menghasilkan sinyal mV yang
sesuai, sensor sering juga disebut sebagai elemen primer. Sedangkan transmitter menguatkan
sinyal ke tingkat voltase V(t) dan mengirimkan ke kontroler. Transmiter sering disebut
sebagai elemen sekunder.

II.3.2 Controller
Controler merupakan otak dari sistem kontrol dan membuat keputusan (decision).
Pembuatan keputusan dilakukan dengan cara :
merubah set point ke tegangan VR
menghitung error e(t) = VR V(t)
menghitung daya yang diperlukan dan mengirim sinyalnya yang sesuai p(t) ke final
element
Secara umum, aksi kontroler terbagi dalam dua jenis, yaitu:
Aksi berlawanan (reverse action), bila harga output naik maka kontroler akan
mengurangi sinyal outputnya
Aksi searah (direct action ), bila harga output naik maka kontroler akan meningkatkan
sinyal outputnya
Fungsi kontroler adalah menggenerasi sinyal output atau variabel yang dimanipulasi,
pada basis error (kesalahan) atau perbedaan dari hasil pengikuran dan set point. Pada

4
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
pressure control dalam percobaan hasil pengukuran tekanan di tangki dengan tekanan yang
diset untuk tangki pada kontroler.

Jika ada perbedaan antara tekanan yang diukur pada tangki dengan tekanan pada set
point ( input) maka kontroler akan memutuskan apakah akan memperbesar atau
memperkecil bukaan valve ( output). Seberapa banyak output variabel akan akan berubah

perunit perubahan pada input variabel pada suatu sisstem kontrol ditunjukkan sebagai
Gain. Maka gain dari sistem kontrol :

(1)

Dimana perubahan kecil dari tekanan berasal dari perubahan set point.

Gain berhubungan dengan personality suatu proses yang dikontrol. Nilai gain suatu
proses bergantung pada sifat fisik proses dan parameter operasinya. Penentuan gain
digunakan untuk melakukan karakteristik statik dari suatu process, saat melakukan
karakteristik statik dapat dilihat kestabilan sistem.

Selain gain, parameter kunci lainnya dalam suatu permodelan dinamik adalah
konstantsta waktu,. Konstanta waktu, menunjukkan sebarapa cepat respon dari suatu proses.
Semakin lambat respon suatu proses maka nilai konstanta waktu akan semakin besar dan
sebaliknya. Satuan dari konstanta waktu biasanya sekon.

II.3.3 Proses
II.3.4 Final Element

Sebagai respon sinyal masukan p(t), final element merubah sinyal p(t) ke arus yang
menghasilkan daya yang sesuai. Final elemen biasanya berupa control valve. Ada 2 jenis
kontrol valve berdasarkan suplai udara yaitu :

Fail Open (FO) atau Air to Close(AC); control valveakan terbuka jika tidak
ada suplai udara maka katup. Untuk menutup katup diperlukan suplai udara

Fail Close (FC) atau Air to Open (AO); control valve akan tertutup jika ada
suplai udara. Untuk membuka katup tersebut diperlukan suplai udara.

II.3.5 Recoder

5
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
Recoder merupakan sistem pencatatan dari perubahan yang ada dan recoder tidak diikutkan
dalam perhitungan. Gambar secara keseluruhan mengenai diagram blok alir komponen dasar
dalam sistem pengendalian pada dasarnya sama seperti gambar 1.1 yang terdapat pada
subbab 1 sebelumnya.

II.4 Tipe-Tipe Kontroler

II.4.1 Kontroler Aksi Proporsional


Aksi kontrol proporsional memiliki karakteristik dimana besar output unit control P
selalu sebanding dengan besarnya input. Bentuk transfer function dari aksi pengendalian
proporsional sbb :
Output = Gain * Input

Gambar 3. Aksi Kendali Proporsional


Gain control proporsional dapat berupa bilangan bulat, bilangan pecahan, positif atau
juga negatif. Dengan syarat besarnya tetap, linier di semua daerah kerja dan tidak bergantung
pada fungsi waktu. Pengertian gain disini dapat berbentuk bilangan pecahan bahkan negatif,
sehingga nilai output dapat lebih kecil dari input bahkan negatif. Oleh karena itu, istilah gain
jarang dipakai dan yang lazim dipakai adalah istilah proporsional band. Fungsi transfer dari
proporsional band (Pb)adalah sbb :

6
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2

Gambar 4. Kriteria respon sistem menggunakan kontroller P

II.4.2 Kontroler Aksi Integral


Berfungsi untuk menghilangkan offset sebagai hasil dari reset yang dapat menghasilkan
output walaupun tidak terdapat input, sehingga dibutuhkan suatu pengendali yang dapat
menghasilkan output lebih besar atau lebih kecil pada saat error = 0.
II.4.3 Kontroler Aksi Derivatif
Memiliki karakteristik cenderung untuk mendahului atau bisa disebut anti pasif
controlling. Oleh karena itu aksi kontrol ini sering diterapkan pada sistem yang memiliki
inersia tinggi yang bersifat lagging.
Karakteristik:

Disebut juga anticipatory/rate kontrol


Aksi kontrol didasarkan pada m,ode derivatif yang terjadi hanya saat error berubah.
Efeknya mirip dengan proporsional dengan gain yang tinggi.
Respon sangat cepat.
Overshoot sangat rendah
Ada offset tapi lebih kecil.

Gain:
II.4.4 Kontroler Aksi Proporsional + Integral
Pada pengontrolan proporsional dapat menimbulkan offset pada keluaran pengendali.
Untuk proses-proses dimana offset tidak dapat ditolerir maka perlu ditambahkan aksi
pengontrolan integral. Aksi kontrol integral dapat menghilangkan perbedaan pengukuran dan

7
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
titik acuan yang dapat mengakibatkan keluaran pengendali berubah sampai dengan perubahan
tersebut berharga nol.

Karakteristik :

Disebut juga anticipatory/rate kontrol


Aksi kontrol didasarkan pada m,ode derivatif yang terjadi hanya saat error berubah.
Efeknya mirip dengan proporsional dengan gain yang tinggi.
Respon sangat cepat.
Overshoot sangat rendah
Ada offset tapi lebih kecil.

Gain:

Gambar 5. Kriteria respon sistem menggunakan kontroller PI


II.4.5 Kontroler Aksi Proporsional + Integral + Derivatif
Sistem pengontrolan derivatif merupakan pengontrolan dengan proses umpan balik
yang berlawanan dengan cara pengendalian integral. Penambahan aksi derivatif pada
pengendalian proporsional + integral bertujuan untuk meningkatkan kestabilan pengontrolan
dan mempercepat tanggapan dari sistem, peningkatan kestabilan sistem kontrol diperoleh dari
penurunan overshoot.
Jika terjadi perubahan sinyal pengukuran maka keluaran pengontrol dengan
proporsional bellow tidak terhubung langsung tetapi katup yang akan memperkecil aliran ke

8
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2

arah proporsional bellow. Gain: bentuk asal : dan bentuk aktual dengan

lag dengan = 0.05-0.1

Gambar 6. Kriteria respon sistem menggunakan kontroller PID


II.5 Elemen Sistem Pengendalian pH
Konsep pH dapat dipahami sebagai konsentrasi ion H+ yang terkandung di dalam
suatu larutan. Nilai pH sama dengan negatif dari logaritma konsentrasi ion H + dan dapat
ditulis dalam persamaan berikut :
H+


pH=log

OH


pOH=log

Apabila nilai pH < 7, berarti zat tersebut bersifat asam, pH = 7 bersifat netral dan pH > 7 zat
bersifat basa. Nilai pH berada dalam rentang skala 1 14. Untuk mengukur nilai pH ini,
dapat digunakan larutan PP atau MM, kertas pH, dan alat elektronik dengan menggunakan
elektrode gelas. Dengan menggunakan elektrode gelas, perubahan konsentrasi ion hidrogen
akan diubah menjadi output listrik oleh elektrode gelas pH.
Seperti yang sudah disebutkan diatas, secara umum pengendalian pH dapat dibagi
menjadi dua yaitu loop tertutup dan loop terbuka. Sistem pengendalian loop terbuka
pengendaliannya bersifat tidak bergantung pada hasil keluaran namun

9
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
pada loop tertutup diperlukan adanya suatu kontroler. Dengan adanya
kontroller, kita perlu menentukan dan menginput parameter kontrol
untuk mencapai kestabilan sistem. Elemen-elemen dasar sistem
pengendalian pH adalah sensor pH, sistem kontroller, dan aktuator yang
dikontrol oleh kontroller. Aktuator yang biasa digunakan adalah control
valve.

II.6 Water Treatment Process


Water Treatment merupakan proses pengolahan air yang
merupakan pengolahan air yang tidak layak pakai menjadi air bersih yang
layak higienis dan terbebas dari unsur-unsur berlebih dari segi fisika
maupun kimia. Kegiatan water treatment dibutuhkan untuk mengolah air
sisa industri yang ingin dibuang ke lingkungan agar air tersebut memiliki
spesifikasi yang layak dan tidak akan membahayakan ketika dibuang ke
lingkungan.
Metode fisika, kimia, dan iologi digunakan untuk menghilangkan
kontaminan dari air limbah. Dalam rangka untuk menghasilkan
pembuangan kontaminan dalam tingkatan yang berbeda, prosedur waste
water treatment dikombinasikan ke dalam sistem yang berbeda-beda,
diklasifikasikan sebagai waste water treatment primer, sekunder dan
tersier. Perlakuan yang lebih teliti lagi dari waste water treatment yaitu
termasuk pembuangan dari kontaminan spesifik dan kontrol kandungan
nutrisi dari air limbah tersebut. Sistem alami juga digunakan untuk
perlakuan air limbah ini di dalam aplikasi land based. Sludge yang
dihasilkan dari operasi waste water treatment di olah lagi dengan
berbagai macam metode untuk mengurangi kandungan air dan bahan
organiknya.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa metode waste
water treatment dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu proses fisika, kimia
dan biologi. Berikut adalah daftar unit operasi yang termasuk dalam
kategori yang telah disebutkan di atas :

10
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2

Gambar 7. Unit operasi dan Proses yang digunakan dalam Waste Water
Treatment

II.6.1 Unit Operasi Fisika


Diantara perlakuan di atas, yang biasa digunakan saat ini adalah
metode fisika melalui gaya fisika untuk menghilangkan kontaminannya.
Beberapa contoh dari metode fisika diantaranya :
Screening
Proses screening merupakan salah satu dari metode tertua yang
digunakan untuk pengolahan air limbah, menghilangkan polutan
berat dari aliran limbah untuk melindungi peralatan downstream
dari kerusakan, mencegah interferensi dengan operasi pabrik dan
mencegah terjadinya material floating saat memasuki tangki
pengendapan primer. Contoh proses screening dapat dilihat dalam
gambar dibawah ini :

11
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2

Gambar 8. Jenis Operasi Screening

Sedimentasi
Sedimentasi merupakan unit operasi dasar dan paling banyak digunakan dalam
pengolahan air limbah, melibatkan pengendapan secara gravitasi dari partikel berat
yang terendapkan di dalam campuran. Proses ini digunakan untuk penghilangan dari
pasir/kerikil yang halus, materi partikulat di tangki pengendapan primer, flok biologi
dalam tangki pengendapan sludge teraktivasi dan aliran bahan kimia saat proses
koagulasi kimia digunakan. Ada 3 jenis sedimentasi berdasarkan tempat terjadinya
sedimentasi yang dikenal sebagai clarifier (tangki pengendapan) yaitu : horizontal
flow, solid-contact clarifiers, inclined surface basins.Berikut contoh gambar tangki
pengendapan dengan aliran horizontal :

12
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2

Gambar 9. Tangki pengendapan sedimentasi dengan horizontal flow

Flotasi
Flotasi merupakan unit operasi yang digunakan untuk menghilangkan partikel padat
atau cair dari fasa liquid dengan memasukkan gas murni, biasanya gelembung udara.
Gelembung udara terjebak di dalam struktur partikel padat yang terendapkan,
meningkatkan gaya apung dari kombinasi partikel padat dan gelembung udara yang
terjebak. Partikel yang memiliki densitas lebih tinggi dari air, akan membuatnya
terangkat. Dalam pengolahan air limbah, flotasi digunakan terutama untuk
menghilangkan materi terendapkan dan untuk memadatkan sludge biologi.
Keuntungan dari flotasi dibandingkan dengan sedimentasi adalah partikel yang ringan
dan sangat kecil dapat dihilangkan dengan sempurna dan dalam waktu singkat.
Contoh metode flotasi dan salah satu unit flotasi dapat dilihat dari gambar berikut :

13
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2

Gambar 10. Contoh tipe Flotasi

Gambar 11. Contoh salah satu unit flotasi

II.6.2 Unit Operasi Kimia

Proses kimia digunakan dalam pengolahan air limbah didesain untuk menghasilkan
beberapa perubahan dengan menggunakan reaksi kimia. Proses kimia biasanya selalu
digunakan secara konjungsi dengan unit operasi fisika dan unit operasi biologi. Secara umum,
unit operasi kimia memiliki kerugian jika dibandingkan dengan unti operasi fisika dalam hal
aditif yang ditambahkan, dapat mengotori air limbah pula jadi meningkatkan partikel terlarut
dalam air limbah. Namun, tanpa melihat kerugian itu saat ini juga digunakan cukup banyak
unit operasi kimia untuk pengolahan air limbah, beberapa diantaranya sebagai berikut :

Chemical Precipitation
Koagulasi kimia dari air limbah sebelum sedimentasi meningkatkan flokulasi dari
padatan yang terendapkan menjadi flok yang lebih mudah diendapkan, sehingga dapat

14
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
meningkatkan efisiensi dari pengendapan padatan, BOD, dan penghilangan fosfor jika
dibandingkan dengan sedimentasi biasa tanpa koagulasi.

Gambar 12. Perbandingan efisiensi antara sedimentasi dengan koagulasi dan tanpa koagulasi

Pemilihan koagulan untuk meningkatkan operasi sedimentasi berdasarkan


performansinya, tahan uji dan efektifitas dari koagulan. Koagulan kimia yang biasa
digunakan untuk pengolahan air limbah biasanya adalah alum (Al 2(SO4)3.14.3H2O),
hidrat besi klorida (FeCl3.6H2O), besi sulfat (Fe2(SO4)3), hidrat besi sulfat
(FeSO4.7H2O) dan batu kapur (Ca(OH)2). Keuntungan dari koagulasi ini adalah
efisiensi penghilangan kontaminan tinggi, dapat digunakan untuk laju alir tinggi, dan
performansi yang konsisten. Berikut adalah gambar proses koagulasi :

Gambar 13. Sistem Proses Koagulasi

Adsorpsi dengan karbon teraktivasi


Adsorpsi merupakan proses untuk mengumpulkan substansi terlarut di dalam larutan
pada interface. Karbon aktif yang biasa diginakan adalah granular activated carbon
(GAC) dan powdered activated carbon (PAC). Sebuah kolom fixed-bed sering
digunakan untuk mengalirkan air limbah berkontak dengan GAC. Air, dimasukkan
melalui atas dan keluar di bagian bawah, melewati karbon aktif yang disusun rapat di
dalam kolom adsoprsi. Untuk mencegah headloss, digunakan backwashing atau
surface washing. Untuk mencegah terjadinya headloss ini dikembangkanlah kontaktor

15
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
menggunakan expanded-bed dan moving-bed. Berikut adalah contoh kontaktor
GAC :

Gambar 14. Contoh skematik dari kontaktor Grancular Activated Carbon (GAC)

Pengolahan air limbah menggunakan PAC melibatkan penambahan bubuk secara


langsung ke dalam air pembuangan proses pengolahan biologi atau proses pengolahan
fisiokimia. PAC biasanya ditambahakan ke dalam air limbah di dalam tangki kontak
dalam jangka waktu tertentu. Kemudian endapan akan terbawa ke bawah tangki dan
dapat dihilangkan.

16
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2

II.6.3 Unit Operasi Biologi

Unit operasi biologi digunakan untuk mengubah materi organik yang terendapkan di
dalam air lombah menjadi endapan flok organik dan padatan inorganik. Dalam prosesnya
mikroorganisme (biasanya bakteri) mengubah materi organik koloid dan terlarut yang
mengandung karbon menjadi macam-macam gas dan menjadi jaringan sel dan kemudian
dihilangkan dalam tangki sedimentasi. Proses biologi biasanya digunakan secara konjungsi
dengan proses fisika dan kimia, dengan tujuan utama untuk menghilangkan kandungan
organik (terukur seperti BOD, TOC, atau COD) dan kandungan nutrien (nitrogen dan fosfor)
dari air limbah. Proses biologi yang digunakan untuk pengolahan air limbah dapat dibagi
menjadi 5 macam proses, yaitu : aerobik, anoxic, anaerobic, combined dan pond process.
Proses-proses diatas kemudian dibagi-bagi lagi berdasarkan tempat terjadinya pengolahan
limbah. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :

Activated Sludge Process


Proses ini merupakan proses aerobik, menggunakan aliran kontinyu dari sejumlah
sistem mikroorganisme aktif yang mampu untuk menstabilisasi materi organik. Proses
terdiri dari membawa air limbah yang sudah murni, setelah pengendapan primer
menuju tangki aerasi dimana disitu terjadi pencampuran dengan sejumlah
mikroorganisme aktif, terutama bakteri dan protozoa yang dapat mendegradasi materi
organik secara aerobik menjadi karbondioksida, air, jaringan baru dan produk akhir
lainnya. Diagram alir dari activated sludge process adalah sebagai berikut :

Gambar 15. Diagram Alir Activated Sludge Process

17
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
Pengendalian dari proses ini sangat penting untuk menjaga performansi pada tingkat
tertinggi dibawah kondisi operasi yang lebar. Prinsip dari pengendaliannya adalah : a)
menjaga level oksigen terlarut dalam tangki aerasi, b) pengaturan dari jumlah
activated sludgei yang kembali, c) mengendalikan limbah activated sludge.

Rotating Biological Contactors


RBC (rotating biological contactors) merupakan alat yang ditambahkan proses
pertumbuhan biologis (ditambahkan bakteri) yang terdiri dari satu atau lebih
baskom/tangki yang tertutup ruangnya oleh piringan secara sirkular yang dapat
berotasi secara perlahan melalui air limbah. Piringan yang terbuat dari polistiren atau
PVC berdensitas tinggi yang terendam sebagian di dalam air limbah sehingga bakteri
dapat membentuk semacam lapisan di permukaan RBC yang basah. Saat piringan
berotasi, bakteri yang terkena air limbah akan men-adsorb materi organik dan oksigen
dari udara. Gerakan memutar juga membuat bakteri yang berlebih untuk dihilangkan
dari permukaan RBC dan menjaga suspensi dari padatan biologi. Sebuah clarifier
akan diperlukan untuk menghilangkan padatan tersebut. RBC parsial digunakan untuk
penghilangan BOD, kombinasi oksidasi karbon dan nitrifikasi, serta nitrifikasi dari
buangan sekunder. Sedangkan RBC yang terendam seluruhnya (complete RBC)
digunakan untuk denitrifikasi. Berikut dibawah ini adalah konfigurasi sistem dari
RBC :

Gambar 16. Konfigurasi sisem dari Rotating Biological Contactors (RBC)

Stabilization Ponds
Kolam stabilisasi merupakan daerah perairan dangkal yang mengandung air limbah
yang menggunakan proses pencampuran (mixing) biologis lengkap tanpa adanya
pengembalian bahan padatan. Pencampuran bisa secara natural (angin, panas atau
fermentasi) atau terinduksi (mekanis atau difusi aerasi). Kolam stabilisasi biasanya

18
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
diklasifikasikan berdasarkan kealamian aktivitas biologi yang terjadi, yaitu secara
aerobik atau anaerobik. Kolam aerobik digunakan secara primer untuk pengolahan
dari limbah organik terlarut dan buangan dari plant pengolahan air limbah. Kolam
aerobik-anaerobik (fakultatif) adalah tipe yang paling sering digunakan. Kolam
anaerobik secara khusus lebih efektif untuk memberikan stabilisasi secara cepat untuk
konsentrasi kuat dari limbah organik. Populasi bakteri di dalam kolam, mengoksidasi
bahan organik, memproduksi amonia, karbondioksida, sulfat, air dan produk akhir
yang dapat digunakan oleh alga pada siang hari untuk menghasilkan oksigen. Berikut
adalah diagram alir dari stabilization ponds system dan tipe serta aplikasi dari
stabilization ponds :

Gambar 17. Diagram alir dari Stabilization Ponds

19
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2

Gambar 18. Tipe dan Aplikasi dari macam-macam Stabilization Ponds

BAB III

PROSEDUR PERCOBAAN DAN SKEMA ALAT

III.1 Persiapan Larutan Asam-Basa

a. Persiapan yang dilakukan untuk membuat larutan asam adalah :

20
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
1. Menyiapkan air pada tangki T52 sampai garis level batas yang ada pada bagian
tangki sejumlah 70L
2. Mengambil dan mengukur sekitar 20 mL larutan H2SO4 98% pada gelas ukur 50
ml
3. Menuang secara perlahan larutan H2SO4 kedalam tangki T52 sambil diaduk
hingga merata.Dengan ini kita mendapatkan larutan asam H 2SO4 dengan
konsentrasi sekitar 0,01 N
b. Persiapan yang dilakukan untuk membuat larutan basa adalah :
1. Menyiapkan air pada tangki T51 sampai garis level batasa yang ada pada bagian
tangki sejumlah 70 L
2. Mengambil dan menimbang sekitar 30 gram NaOH 99% yang berbentuk granula
98% pada wadah 1 atau 2 L dan menggunakan air pada tangki T51 yang sudah
diukur sebanyak 70 L
3. Menuangkan secara perlahan larutan NaOH pada wadah tersebut kedalam tangki
T51 semabil diaduk hingga merata. Dengan ini kita mendapatkan larutan basa
NaOH dengan konsentrasi 0,01 N

III.2 Persiapa Tinta dan Kertas Recorder


Tinta dan kertas recorder disipakan dengan memasukkan kertas dan tinta pada unit PLC
yang tersedia di mini plant W921. Kertas dan tinta dimasukkan dan disiapkan oleh
asisten.
III.3 Percobaan Proses Control pH
Pada percobaan pH control ini dilakukan secara linier control yang meliputi
metoda manual (open loop) dan otomatis (closed loop) dengan cara S dan L, namun
pada percobaan ini untuk metode otomatis hanya dilakukan dengan cara S saja. Cara S
merupakan cara kontrol dimana aliran asam dan basa dari tangki pompa asam (P52) dan
pompa basa (P51) langsung dimasukkan ke wadah sensor (W53) tanpa melalui tangki
proses (T53), konfigurasi ini akan menghasilkan proses pH dengan dead time dan time
constant yang singkat. Cara S ini dilakukan dengan membuka manual valve 2 dan 3
adn menutupi manual valve 1 dan 4.
Sebaliknya cara L merupakan cara kontrol dimana aliran asam dan basa
dilewatkan terlebih dahulu ke tangki proses (T53) sebelum dimasukkan ke wadah
sensor (W53), konfigurasi ini akan menghasilkan proses pH dengan dead time dan time
constant yang panjang. Cara L ini dilakukan dengan membuka manual valve 1 serta 4
dan menutup manual valve 2 serta 3. Perbedaan kedua cara S dan L ini sebetulnya
hanya terletak pada penempatan sensornya. Pada cara S, sensor ditempatkan sebelum

21
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
tangki proses, sedangkan pada cara L, sensor ditempatkan sesudag tangki proses.
Berikut prosedur percobaan pH control :
A. Metode Manual (Open Loop)
1. Memastikan kontroller pHlC51 dalam manual mode
2. Mengatur SV = 7, dan PV sekitar nilai pH 7 (misal sekitar 6.5 7.5)
3. Menaikkan/menurunkan nilai MV kira-kira 10%-20% dari nilai MV saat stabil
4. Mengamati respon perubahan pH di kertas recorder
5. Menghentikan percobaan jika perubahan pH tidak terjadi lagi dengan
penambahan/pengurangan basa
B. Metode Automatic (Closed Loop, Controller P)
1. Men-set hingga mencapai keadaan awal (pH sekitar 7) dengan mengaturnya
dalam keadaan manual. Untuk melakukan pengesetan dapat mengubah-ubah
nilai MV atau menyalakan/mematikan tombol pompa asam/pompa basa.
2. Sambil mengatur hingga pH sekitar 7, memasukkan nilai Pb = 25%, Ti = 9999
detik dan Td = 0 detik.
3. Setelah tercapai keadaan awal dan nilai Pb, Ti, Td, SV telah dimasukkan,
kemudian mengganti mode kontroller pHlC51 dalam automatic mode.
4. Men-set nilai SV = 8 kemudian mengamati respon perubahan pH di kertas
recorder.
5. Menghentikan percobaan jika perubahan pH tidak terjadi lagi dengan
penambahan/pengurangan basa (mencapai keadaan stabil)
C. Metode Automatic (Closed Loop, Controller PI)
1. Men-set hingga mencapai keadaan awal (pH sekitar 7) dengan mengaturnya
dalam keadaan manual. Untuk melakukan pengesetan dapat mengubah-ubah
nilai MV atau menyalakan/mematikan tombol pompa asam/pompa basa.
2. Sambil mengatur hingga pH sekitar 7, memasukkan nilai Pb = 25%, Ti = 40
detik dan Td = 0 detik.
3. Setelah tercapai keadaan awal dan nilai Pb, Ti, Td, SV telah dimasukkan,
kemudian mengganti mode kontroller pHlC51 dalam automatic mode.
4. Men-set nilai SV = 8 kemudian mengamati respon perubahan pH di kertas
recorder.
5. Menghentikan percobaan jika perubahan pH tidak terjadi lagi dengan
penambahan/pengurangan basa (mencapai keadaan stabil)
D. Metode Automatic (Closed Loop, Controller PID)
1. Men-set hingga mencapai keadaan awal (pH sekitar 7) dengan mengaturnya
dalam keadaan manual. Untuk melakukan pengesetan dapat mengubah-ubah
nilai MV atau menyalakan/mematikan tombol pompa asam/pompa basa.
2. Sambil mengatur hingga pH sekitar 7, memasukkan nilai Pb = 25%, Ti = 40
detik dan Td = 10 detik.
3. Setelah tercapai keadaan awal dan nilai Pb, Ti, Td, SV telah dimasukkan,
kemudian mengganti mode kontroller pHlC51 dalam automatic mode.

22
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
4. Men-set nilai SV = 8 kemudian mengamati respon perubahan pH di kertas
recorder.
5. Menghentikan percobaan jika perubahan pH tidak terjadi lagi dengan
penambahan/pengurangan basa (mencapai keadaan stabil)

III.4 Skema Alat

23
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
Gambar 19. Tampak depan Unit Mini Plant WA921
Unit Mini Plant WA921 dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu :
1. Alat proses yaitu WA92 yang terdiri dari :
a. Tangki T52 berisi larutan encer asam sulfat (H2SO4) . Tangki ini menggambarkan
sebagai larutan asam buangan. Secara manual, atur laju pompa P52, jumlah
buangan dapat diatur. Ini dilakukan secara manual dengan cara merubah langkah
stroke 0-100% pada tombol bulat penghubung pompa P52.
b. Tangki T51 mengandung larutan encer NaOH. Ini menggambarkan sebagai larutan
penetral asam buangan yang akan dibuang. Laju alir dapat dimanipulasi melalui
signal 4-20 mA dari controller pHIC51, dengan cara mengatur jumlah stroke per
menit (spm) pompa pengukur P51.
c. Tangki T53 yang dapat digunakan sebagai tangki reaksi dalam loop pengendalian
pH atau untuk memperlancar bagian bawah diluar loop pengendalian pH. Isi
tangki T53 hanya bisa dibuang jika nilai pH berada pada batas yang diijinkan (6
sampai 8 atau 8,5) dengan cara mengatur controller ON/OFF pH pHIC51, yang
secara otomatis membuka solenoid valve pHSV51, yang kemudian mengalirkan
udara untuk membuka katup pengendali (control valve) pHCV51 untuk
melakukan pembuangan.
d. Tangki T54 untuk menerima buangan dari tangki T53. Selain itu di tangki T54
juga dilakukan pengukuran konduktivitas dan pengendalian konduktivitas.
e. Tangki T55 untuk menerima buangan berlebih dari tangki T54.
2. Sistem Instrumen dan Kontrol WA 921
a. Panel control yang berfungsi sebagai pusat kontrol operator dipasang pada
flatform bersama-sama dengan alat proses.
b. Ruang kecil tempat sistem listrik juga disediakan untuk mendistribusikan
kebutuhan listrik ke bermacam-macam instrumen dan alat proses.
c. Jika DCS (distributed control sistem) diperlukan untuk direct digital control
(DDC), sebuah panel/DDC selektor switch disediakan untuk mengubah semua
signal hard-wiring ke DCS melalui panel instrumen kontrol. Kemudian DCS
mengganti kontrol panel sebagai pusat pengendalian.
Instrumentasi
Berikut ini adalah daftar instrumen yang digunakan dalam WA921

- Sensor
a. pHE51 : Elemen sensor pH, dibenamkan dalam wadah pengukur W53.
b. CE51 : Elemen sensor konduktivitas, dibenamkan dalam tangki T54.
c. DOE51 : Elemen sensor oksigen terlarut, dibenamkan dalam tangki T54.

24
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
d. ORPE51 : Elemen sensor potensial oksidasi-reduksi (atau redoks), dibenamkan
dalam wadah pengukur W53.

- Indikator-Transmitter
a. pHIT51 : Transmitter menunjukkan pH, keluaran 4-20 mA, terpasang di panel
b. CIT51 : Transmitter menunjukkan konduktivitas, keluaran 4-20 mA,
terpasang di panel
c. DOIT51 : Transmitter menunjukkan oksigen terlarut, keluaran 4-20 mA,
terpasang di panel
d. ORPIT51: Transmitter menunjukkan ORP, keluaran 4-20 mA, terpasang di
panel.

- Kontrol
Satu unit panel controller pHIC51/CIC51 disusun dengan sebuah PID dan dua
buah ON/OFF controller, pHIC51 (PID), PHIC511 (ON/OFF) dan CIC51
(ON/OFF), sebagai berikut:

Pengontrol pH Keasaman/Kebasahan
a. pHIC: Pengontrol pH, PID
b.pHIC511: Pengontrol pH, ON/OFF
c. CIC51: Pengontrol konduktivitas kandungan ion atau total padatan terlarut,
kelebihan asam/basa. Pengontrol konduktivitas bekerja dengan ON/OFF. Besar
nilai setpoint konduktivitas diatur pada CIC51.
- Pencatat
pHCR51: Terdapat tiga buah pen sebagai pencatat. Kedua pH dan konduktivitas,
variabel proses kunci dicatat. ORP atau oksigen terlarut dapat dipilih untuk
pencatatan. Alat pencatat memiliki multiple chart speed. Kecepatan kerja
diperlukan untuk latihan controller PID
- Elemen Pengontrol Akhir
a. P51 : Pompa pengukur/dosis. Diatur melalui keluaran 4-20 mA dari controller
pHIC51 untuk PID pengontrol pH.
b. pHSV51 : Valve electric solenoid, Normally Closed (NC), berfungsi untuk :
mengatur OPEN/CLOSE dengan controller ON/OFF pHIC51, mengontrol
kebutuhan udara untuk mengoperasikan katup pengendali pHCV51
c. pHCV51 : Kontrol valve pneumatic, OPEN/CLOSE melalui udara dari
pHSV51.

25
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
d. CSV51 : Valve electric seleniod, Normally Open (NO), berfungsi untuk :
mengatur OPEN/CLOSE dengan ON/OFF controller konduktivitas CIC51 ,
mengontrol kebutuhan udara untuk mengoperasikan katub pengendali CSV51
e. CCV51 : Kontrol valve pneumatic, OPEN/CLOSE malalui udara dari CSV51
f. CSV52 : Valve electric solenoid, Normally Closed (NC), berfungsi untuk :
mengatur OPEN/CLOSE dengan controller konduktivitas CIC51
g. P54A : Pompa beroperasi dengan udara. Beroperasi ketika udara masuk dari
CSV52.

- Lain-Lain
a. AR : Pengatur udara, diatur sesuai dengan tekanan yang ditunjukan
2. Sistem Annunciator
Berikut ini adalah annunciator yang dipasang pada panel kontrol:
a. pHAH51: pH ketika W53 melebihi saat batas high alarm
b. pHAL51: pH ketika W53 dibawah saat batas low alarm
c. CAH51 : Konduktivitas ketika T54 melebihi batas high alarm
d. LAL51 : Level di T51 dibawah batas low. Jika level terus turun ke batas low-low,
pompa P51 akan berhenti secara otomatis.
e. LAL52 : Level di T52 dibawah batas low. Jika level terus turun ke batas low-low,
pompa P52 akan berhenti secara otomatis.
Jika terdapat batas alarm melebihi (seperti proses variabel meningkat diatas batas atas
atau proses variabel turun dibawah batas bawah) layar annnunciator (lampu) akan
berkedip-kedip dan sirene akan berbunyi. Sirene akan tetap hidup sampai tombol
penjawab ditekan. Hal ini untuk memastikan bahwa ada operator yang mengetahui
dan melakukan tindakan. Layar yang berkedip-kedip akan tetap berkedip selama
proses variabel dalam keadaan proses peringatan, dan akan dimatikan secara otomatis
hanya jika proses variabel dikembalikan ke keadaan normal.

26
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2

BAB IV

PENGOLAHAN DATA
IV.1 Manual Controller
Pada percobaan pertama, didapatkan hasil data pengamat

Gambar 20. Grafik Hasil Percobaan 1 secara Manual


dengan data sebagai berikut
Tabel 1. Kondisi Awal dan Akhir dari Percobaan 1

27
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
Kondisi Awal Kondisi Akhir
PV 7,03 8,02
SV 7 7
MV 35 50
Dari data tersebut kemudian diolah agar didapatkan PIDnya. Untuk mencari PID,
langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut
1. Menghitung delta ()
PV akhir PV awal
=
= 8,02 7,03 = 0,99

2. Menghitung Kp (K)

Kp=
MV akhir MV awal

0,99
Kp= =0,066
5035

3. Menghitung
=1,5 ( t 63 t 28 )

Nilai t63% dan t28% diperoleh dari grafik dimana kecepatan dari kertas tersebut adalah
500 mm/jam. Berikut gambar perhitungan nilai t63% dan t28%

t28% = 72 sekon
t63% = 165,6 sekon sekon

Gambar 21. Perhitungan Nilai t63% dan t28% pada Grafik PRC
maka
=1,5 ( 165,672 )

= 140,4 sekon

28
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
4. Menghitung (o)
=t 63

=165,6140,4

= 25,2 sekon
Maka FOPDTnya adalah
0,066 e25,2 s
FOPDT =
140,4 s+1

PID dihitung dengan menggunakan metode Ziegler Nichlos dengan persamaan

Tabel 2. Persamaan PID dengan metode Ziegler Nichlos

Dengan menggunakan persamaan di atas, didapatkan nilai-nilai Kc, I


dan D untuk PID sebagai berikut:
a. Nilai Kc
1
1,2 t 0 1,2 25,2 1
K () = (
0,066 140,4 )
=101,299

dan nilai Pbnya adalah


100 100
Pb= = =0,987=98,7
Kc 101,299

b. Nilai I
2t 0=2 x 25,2=50,4 sekon

c. Nilai D
1 1
t 0 = 25,2=12,6 sekon
2 2

29
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2

IV.2 Proportional-Intergral-Derivatif (PID) Controller


Dari gambar berikut ini, akan dicari 6 karakteristik dari kontroler PID berupa overshoot, rise
time, time to first peak, settling time, decay ratio, dan period of oscillation.

Gambar 22. PID Controller Graph


Keterangan : (b) (a) a/b = overshoot
Rise time Time to first peak Period of oscillation

Settling time 5

Tabel 3. Kondisi Awal dan Akhir Percobaan menggunakan Kontroller PID

Parameter Kondisi Awal Kondisi Akhir


PV 7 8
SV 7 8
MV 40,4% 54%
Pb 25%
i 40

30
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
D 10

Time to
Jenis Overshoo Rise Decay Settling Period of Offse
First
Kontroler t Time Ratio Time Oscillation t
Peak
PID 0,15 57,6 s 0 144 s 277,2 s 432 s 0

IV.3 Proportional Integral (PI) Controller


Sebelum dilakukan percobaan ini, sistem di setting default dulu yaitu pada PV= 7; MV= 30,5
dan SV= 7 . Pada percobaan ini, setting sistem kendali adalah automatic. Dalam percobaan
ini akan dilakukan perbedaan nilai karakteristik P, I, dan D, Data yang didapatkan pada
percobaan ini adalah sebagai berikut :

Tabel 4. kondisi awal dan akhir kontroller PI

Parameter Kondisi awal Kondisi akhir


PV 7 8
SV 7 8
MV 30,5 45,4
Pb 25%
Ti 40
Td 0
Grafik yang didapatkan melalui mesin recorder adalah sebagai berikut

daerah PI

Gambar 23. Grafik hasil percobaan ketika P = 25%, I = 40, D = 0, SV = 8

31
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
Overshoot 1/10 = 0,1
Decay Ratio 0
Settling time 504 s = 8,4 menit
Rise time 50,4 s
Offset Mendekati 0
Tabel 5. Hasil Pengolahan Data
Time to first peak 144 s
Persobaan PI Period of oscillation 396 s

IV.4 Proportional (P) Controller

Sebelum dilakukan percobaan ini, sistem di setting default dulu yaitu pada PV= 7,14; MV=
33,5 dan SV= 7. Pada percobaan ini, setting sistem kendali adalah automatic. Dalam
percobaan ini akan dilakukan perbedaan nilai karakteristik P, I, dan D, Data yang didapatkan
pada percobaan ini adalah sebagai berikut :

Tabel 6. kondisi awal dan akhir kontroller P


Parameter Kondisi awal Kondisi akhir
PV 7,14 7,82
SV 7 8
MV 33,5 46,5
Pb 25%
Ti 9999
Td 0

dari data tabel di atas, maka didapatkan grafik PRC untuk sistemkontroller P seperti berikut:

32
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2

daerah P

Gambar 24. Grafik hasil percobaan ketika P = 25%, I = 9999, D = 0, SV = 8

Berikut adalah tabel hasil pengolahan data percobaan dengan kontroller Proportional :

Tabel 7. Hasil Pengolahan Data Persobaan P

33
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2

Overshoot -
Berikut adalah Decay Ratio - tabel hasil
pengolahan data Settling time keseluruhan dari
Rise time 0,55
percobaan pengendalian
Offset 2 mm
otomatis dengan Time to first peak - menggunakan
Period of oscillation -
kontroller P, PI, dan PID.
Tabel 8 Hasil Pengolahan Data Kontroller Mode Automatic
Time to
Jenis Overshoo Rise Decay Settling Period of Offse
First
Kontroler t Time Ratio Time Oscillation t
Peak
PID 0,15 57,6 s 0 144 s 277,2 s 432 s 0
PI 0,1 50,4 S 0 144 s - 396 s 0
P - 0,55 - - - - 2 mm

BAB V
ANALISIS
V.1 Analisis Percobaan
Dalam percobaan pH control ini bertujuan untuk mengatahui perbedaan antara
respon dinamik dari sistem proses control pada pengolahan air yang dikendalikan secara
manual dan otomatis, apakah air buangan yang dihasilkan memenuhi baku mutu air atau tidak
(pH sekitar 7) serta untuk mendapatkan gambaran tentang unjuk kerja sistem proses control
pada unit ini plant melalui serangkaian percobaan proses control. Percobaan yang dilakukan
dimulai dari membuat larutan asam dan basa, persiapan tinta dan kertas rekorder kemudian
setelah siap semua dimulai percobaan pengendalian manual dilanjutkan dengan pengendalian
otomatis.

34
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
Untuk mempersiapkan larutan asam-basa dimulai dengan melarutkan sekitar 30 mL
larutan H2SO4 pekat (98%) dan 1 liter larutan NaOH pekat 99% untuk dilarutkan ke dalam
tangki yang sudah diisi air sampai batas yang telah ditetapkan.

Batas
pengisian air

Gambar 25. Batas Pengisian Air pada Tangki Asam/Basa dan T53
Hal ini bertujuan untuk menghasilkan larutan asam dan basa berkonsentrasi 0,01 N. Larutan
basa dan asam dibuat sebagai simulasi untuk penetralan keasaman air limbah ( larutan
asam) oleh suatu agen penetral ( larutan basa ) sehingga nantinya air limbah yang bersifat
asam dapat dikurangi keasamannya sehingga mencapai pH sekitar 7 (netral) dan aman untuk
dibuang di lingkungan.
Kemudian setelah dimasukkan, diaduk dengan menggunakan pengaduk untuk
meratakan konsentrasi asam atau basa di tangki. Tangki T53, diisi dengan air dari kran
sampai batas untuk agen penetral kadar keasaman larutan asam juga nantinya, apabila larutan
asam yang sudah dinetralkan dengan larutan basa spesifikasi nya masih kurang cukup aman
untuk dibuang. Reaksi penetralan terjadi di kolam W53 karena percobaan yang kami lakukan
adalah metode S, yang lebih mudah dilakukan pengendaliannya, dengan time constant dan
dead time yang lebih singkat. Sebenarnya, tangki T53 juga dapat digunakan sebagai tempat
untuk penetralan larutan asam oleh larutan basa yang dilakukan pada metode L. Namun
dengan metode L ini, membutuhkan pengendalian yang lebih sulit, dan time constant serta
dead time yang dihasilkan juga lebih lama. Perbedaan antara cara S dan L hanya terletak pada
sensor nya, yaitu pada cara S sensor ditempatkan sebelum tangki proses, sedangkan pada cara
L sensor ditempatkan sesudah tangki proses.

35
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
Setelah sudah siap semua, kemudian menyalakan mini plant W921 dan memulai
percobaan pertama yaitu pengendalian manual. Pada percobaan manual (open loop) alat di-
set manual pada kontroler pHlC51.

Set
Automatic

Set
Manual

Gambar 26. Pengaturan Mode Kontroller pada pHlC51


Setelah di set manual, sebelum memulai percobaan kita mencari keadaan awal yang stabil
dari sistem dahulu, yaitu saat sistem mencapai pH sekitar 7 ( 0,05 dari pH 7). Caranya
adalah dengan mengatur MV secara manual, diturunkan dari set awal (sekitar 90an) untuk
mencapai keadaaan pH = 7. Untuk mencapai pH = 7 dengan cepat, selain mengubah MV
dapat pula dilakukan pengendalian melalui on/off pompa asam/basa. Karena ingin mencapai
pH 7 dengan cepat, sesekali dimatikan pompa asam hingga pH naik dengan cepat. Jika lebih
dari 7, kami sesekali mematikan pompa basa hingga pH akan turun. Sambil
mematikan/menyalakan pompa asam/basa, kami juga mengatur-atur MV hingga sistem
mencapai kestabilan di pH sekitar 7. Setelah mencapai kestabilan di pH = 7, kemudian dicatat
MV, PV dan SV saat kondisi awal tersebut.
Setelah stabil, percobaan dimulai. Percobaan dimulai dengan mengubah-ubah nilai
MV hingga pH mencapai 8 dan stabil. Sebelumnya, ketika mulai diubah-ubah recorder
dinyalakan untuk mencatat proses perubahan yang dihasilkan karena pengubahan MV.
Pengubahan MV akan menghasilkan process reaction curve sebagai bentuk respon dari

36
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
kontroller. Setelah itu, PRC yang dihasilkan dianalisis untuk mengetahui kinerja dari sistem
pengendalian pH dengan metode manual.
Kemudian, setelah itu dilanjutkan dengan percobaan metode otomatis, yaitu dengan
menggunakan kontroller P, PI dan PID. Yang pertama digunakan adalah kontroller P. Sebelum
memulai percobaan dengan menggunakan kontroller P, sistem distabilkan kembali menuju
pH sekitar 7 dengan meng-on/off pompa asam/basa atau dengan mengubah-ubah nilai MV
hingga dicapai kestabilan pada sistem dengan pH 7. Setelah distabilkan, kemudian
memasukkan nilai P ke dalam panel kontroller pHlC51 menjadi 25%, Ti = 9999 detik dan Td
= 0.
Menggunakan kontroller P, berarti hanya mengaktifkan kontroller P yang melakukan
pengendalian prosesnya. Karena hanya menggunakan kontroller P, berarti kontroller I dan D
tidak digunakan. Untuk menon-aktifkan fungsi dari kontroller I, dimasukkan nilai 9999 detik
karena nilai dari kontroller I (Ti) berbanding terbalik dengan fungsi MV nya, sehingga
manipulated variable dari kontroller I nilainya akan sangat kecil sehingga kontroller I tidak
akan memperngaruhi proses pengendalian.

Kemudian, untuk menon-aktifkan fungsi dari


kontroller D, dimasukkan nilai 0 detik karena nilai dari kontroller D (Td) berbanding lurus
dengan fungsi MV nya, sehingga manipulated variable dari kontroller D nilainya akan sangat
kecil sehingga kontroller D tidak akan mempengaruhi proses pengendalian.

Setelah dimasukkan nilai P, Ti, Td nya kemudian sambil dinyalakan rekorder, sistem
diubah ke moed otomatis, dan nilai SV diubah menjadi 8. Kontroller akan mengubah-ubah
nilai MV dari sistem sehingga pH mencapai nilai sesuai dengan set value (SV) yang telah
ditetapkan sebelumnya untuk mendapatkan nilai pH 8. Setelah sistem mencapai kestabilan,
kemudian recorder dimatikan dan selanjutnya sistem diubah kembali ke keadaan awal hingga

37
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
mencapai nilai pH 7. Caranya sama dengan percobaan sebelumnya, yaitu dengan mengubah
mode kontroller menjadi manual kemudian diubah-ubah nilai MV nya atau dengan meng-
on/off kan pompa asam/basa.

Setelah sistem stabil pada pH sekitar 7, kemudian sama dengan percobaan P, untuk
percobaan PI dimasukkan nilai P = 25%, Ti = 40 detik dan Td = 0. Nilai Td = 0 seperti yang
telah disebutkan sebelumnya, agar kontroller D tidak mempengaruhi pengendalian proses
yang terjadi. Setelah dimasukkan nilai nilai parameter kontroller nya, kemudian mengubah
SV = 8, kemudian sambil diubah mode kontroller nya dari manual ke otomatis, rekorder
dinyalakan. Rekorder akan mencatat process reaction curve yang dihasilkan dari sistem
pengendalian yang terjadi.

Kemudian, setelah sistem mencapai kestabilan dengan pH 8, rekorder dimatikan


kembali dan sistem diganti manual. Setelah sistem diganti manual, kemudian diubah kembali
sampai ke keadaan awal dengan pH sekitar 7. Langkahnya sama dengan percobaan
sebelumnya, yaitu dengan mengubah-ubah nilai MV dan meng-on/off pompa asam/basa.
Setelah sistem mencapai nilai pH sekitar 7 dan stabil, kemudian dimasukkan nilai-nilai
parameter dari kontroller nya, dengan nilai P = 25%, Ti = 40 detik dan Td = 10 detik. Setalah
itu, diubah SV nya menjadi 8 kembali kemudian diubah mode kontroller nya menjadi
otomatis sambil dinyalakan recorder nya untuk mencatat process reaction curve nya hingga
pH mencapai nilai sekitar 8.

V.2. Analisis Hasil dan Grafik

V.2.1 Percobaan Manual Controller

Pada percobaan ini merupakan percobaan tuning Ziegler-Nichols secara manual (open
loop) yang dilakukan dengan memberikan step respons pada kontroler. Step respons yang
diberikan terhadap kontroler dengan mengubah nilai manipulated variable (MV) sehingga

38
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
didapatkan hasil berupa suatu grafik atau kurva yang disebut process reaction curve (PRC).
Dari PRC yang didapatkan kemudian dicari nilai PID. PRC yang didapatkan adalah sebagai
berikut

Gambar 27. Grafik PRC Percobaan 1


Dari grafik pada gambar 27 kemudian diolah untuk mendapatkan nilai PID dengan
menggunakan metode Ziegler-Nichols. Sebelum mencari PID pertama-tama mencari FOPDT.
FOPDT didapatkan dengan mencari nilai Kc, (konstanta waktu) dan (dead time). FOPDT
dari grafik PRC diatas adalah sebagai berikut
25,2 s
0,066 e
FOPDT =
140,4 s+1

Pada FOPDT dapat dilihat terdapat dead time atau waktu tunggu sebelum merespon sebesar
25,2 sekon. Selain itu juga terdapat konstanta waktu sebesar 140,4 sekon. Nilai konstanta
waktu relatif kecil, maka dapat dikatakan bahwa respon dinamik terhadap gangguan relatif
cepat. Dari kemudian dapat dicari PID dan didapatkan hasil dari tuning PID adalah sebagai
berikut

Tabel 9. Hasil Tuning PID Ziegler Nichols secara manual

Parameter yang Diamati Nilai


Kc 101,299
Pb 98,7 %
I 50,4 sekon
D 12,6 sekon

39
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
Jika nilai hasil tunning PID Ziegler Nichols secara manual dibandingkan dengan
secara automatic (data yang didapatkan pada percobaan 2) terjadi perbedaan respon yang
berbeda pada nilai PB. Nilai PB yang otomatis adalah 25% sedangkan untuk nilai PB pada
saat dilakukan manual didapatkan hasil 98,7%. Perbedaannya keduanya cukup jauh. Hal ini
disebabkan adanya perbedaan dead time dan time constant. Sementara itu untuk nilai I
pada saat automatic adalah 40 sekon sedangkan pada saat manual 50,4
sekon dan untuk nilai D pada saat automatic adalah 10 sekon sedangkan pada saat
manual 12,6 sekon. Perbedaan jarak antara nilai I dan nilai D tidak terlalu jauh. Dapat
dikatakan pula karena secara automatic data diberikan oleh asisten, maka
data yang diberikan asisten tersebut belum dalam kondisi PID yang
optimum.

V.2.2 Percobaan Proportional (P) Controller dan Proportional-Integral (PI) Controller

Grafik pada gambar 21 dan 22 di atas merupakan grafik P dan PI dari suatu sistem
pengendalian yang memiliki satu sistem kontroler dalam hal ini pH controller. Sistem
kontroller pada gambar 21 adalah sistem orde satusedangkan pada gambar 22 merupakan
sistem berorde 2 ditandai dengan adanya osilasi pada grafik yang membentuk gelombang.
Adanya osilasi dalam process reaction curve di kurva meskipun hanya satu kali bahkan tidak
ada pada gambar 1, disebabkan oleh kinerja kontroller yang bekerja di dalam sistem
pengendalian saat suatu sistem dikenakan perubahan mendadak pada variabel masukkan.
Dalam proses orde dua, ada tiga golongan proses berdasarkan redaman yang terjadi yaitu :

Underdamped ( <1

Critically damped ( =1

Overdamped ( >1

Dengan merupakan rasio redaman. Rasio redaman menunjukkan osilasi yang

terjadi di dalam sistem. Semakin kecil rasio redaman yang terjadi (underdamped, <1) maka
akan semakin banyak osilasi yang terjadi di dalam sistem. Sedangkan semakin rasio redaman
yang terjadi (overdamped, >1) maka tidak ada osilasi yang terjadi namun respon yang terjadi
menjadi di bawah set point yang diinginkan dan menjadi lebih lambat.
Dari grafik pada gambar 2 yang dihasilkan, redaman yang terjadi pada sistem akibat
dari kerja kontroller dapat digolongkan sebagai underdamped karena adanya osilasi pada
sistem. Berarti, rasio redaman yang terjadi di dalam sistem kurang dari satu dan mendekati

40
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
nilai 1 (diperkirakan, 0,5 < < 1) karena osilasi yang terjadi tidak terlalu besar dan

banyak.
Untuk sistem pengendaliannya, secara teori sistem pengendalian proportional (P) akan
menghasilkan respon yang cepat namun overshoot yang terjadi tinggi dan akan terdapat error
karena sistem tidak menghasilkan zero offset. Namun pada grafik yang didapatkan, pada
gambar 1 tidak terjadi overshoot namun pada grafik terdapat overshoot yang cukup jauh dari
set poinnya. Hal ini berarti sebanding dengan teori yang dipaparkan. sedangkan Untuk
karakteristik kontroller integral (I), secara teori sistem akan mencapai zero offset sehingga
error nya nol tapi responnya lebih lambat dibandingkan P, karena error tidak dapat
dihilangkan dengan cepat. Ketika kontroler P dan I digabungkan overshoot yang didapatkan
berdasarkan grafik yang ada tidak terlalu tinggi (gambar 2), ini menandakan bahwa sistem
kontroller berfungsi dengan baik dan juga gangguan yang didapatkan berhasil dengan cepat
distabilkan.
V.2.3 Percobaan Proportional-Integral-Derivatif (PID) Controller

Dari grafik percobaan PID, kesimpulan yang dapat terlihat pertama kali adalah
pengendalian yang dilakukan terhadap perubahan set point pH dari 7 ke 8 oleh kontroler PID
khususnya berjalan dengan sangat baik. Mengapa demikian, hal ini dikarenakan responnya
yang cepat dalam menghadapi perubahan set point yang dilakukan tanpa mengalami toleransi
yang cukup lama menghadapi perubahan yang terjadi. Yang lebih baiknya lagi adalah,
pengendalian dengan kontroler PID adalah zero offset, kembali tepat ke set point yang
diberikan sebelumnya.

Percobaan dengan menggunakan kontroler PID ini pada unit pH


control digunakan untuk melihat set point response (SERVO). Parameter kontroler PID yang
diinput ke dalam sistem adalah PB = 25% i = 40 dan D = 10. Tuning parameter kontroler
optimum tidak dilakukan mengingat waktu yang dibutuhkan dalam percobaan ini terbatas.
Ketiga parameter yang diinput tersebut mengindikasikan banyak hal, terutama terkait dengan
karakteristik dari kontroler PID. Gain controller pada PID dirumuskan sebagai berikut.

Dalam kontroler, parameter Kc seringkali dijumpai dalam bentuk PB, yang nilainya
adalah 100/Kc. Dalam hal ini nilai PB yang digunakan cukup kecil, yang berarti nilai Kc-nya

41
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
adalah besar. Makin besar Kc akan menyebabkan semakin kecilnya error, namun osilasinya
akan semakin besar. Sebab itulah nilai Kc ini harus dibatasi, umumnya dengan melakukan
prosedur tuning. Tetapi, karena prosedur ini tidak dilakukan maka dianggap nilai PB sebesar
25% adalah nilai optimumnya. Selanjutnya adalah parameter i, parameter ini adalah
karakteristik dari adanya aksi integral dalam suatu kontroler. Aksi integral ini berguna untuk
menghilangkan offset pada sistem pengendalian yang dilakukan. Karena i digunakan sebagai
penyebut dalam persamaan untuk gain controller, maka dibutuhkan nilai i yang tidak terlalu
besar untuk melihat pengaruh aksi integral pada kinerja kontroler. Sebab itulah nilai yang
digunakan untuk parameter ini adalah 40. Lain halnya dengan D, parameter ini menunjukkan
adanya aksi derivatif dalam kontroler yang digunakan. Aksi derivatif ini berguna untuk
menurunkan overshoot dan waktu osilasi.
Keberadaan ketiga parameter ini dalam kontroler PID-lah yang menyebabkan
kontroler PID seharusnya memberikan unjuk kerja yang paling baik dibandingkan dengan
kontroler P dan PI. Jika dibandingkan dengan kontroler P, memang terlihat dengan jelas baik
dari grafik maupun hasil pengolahan data, bahwa hampir semua aspek kontroler PID memang
lebih baik dibandingkan dengan kontroler P. IAE (Integral Absolute Error) pada PID lebih
kecil dibandingkan dengan P (terlihat dari grafik tanpa dilakukan perhitungan), PID kembali
ke zero offset sedangkan P tidak, deadtime lebih lama (dari grafik) P lebih lama dibandingkan
PID, settling time pada kontroler P bernilai tak terhingga atau tidak dapat dijumpai karena

adanya offset sehingga tidak kembali ke set point-nya dan akibatnya settling time 5 dari

set point tidak berhasil dicapai. Yang menarik dari kontroler P ini adalah tidak terbentuknya
overshoot, tidak berosilasi, dan grafiknya nyaris serupa dengan PRC (Process Reaction
Curve). Hal ini sedikit berbeda dengan respon yang muncul pada kontrol secara automatic.
Meskipun demikian, seperti halnya karakteristik kontroler P, responnya terjadi lebih lama
untuk menanggapi perubahan set point yang dilakukan yakni perubahan pH. Dengan
demikian, kontroler PID masih memberikan unjuk kerja yang lebih baik dibandingkan
dengan kontroler P.
Jika dibandingkan dengan kontroler PI, PID seharusnya memiliki keunggulan dalam
hal overshoot dan waktu osilasi. Keduanya seharusnya memiliki nilai yang lebih rendah
dibandingkan dengan kontroler PID, karena sifat pengendalian PID yang lebih baik akibat
adanya aksi derivatif. Namun ternyata yang terjadi adalah sebaliknya. Nilai overshoot dan
waktu osilasi pada sistem pengendalian dengan kontoler PID justru lebih besar dibandingkan
dengan kontroler PI. Meskipun nilai perbedaannya cukup kecil, yaitu overshoot PI = 0,1 PID

42
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
= 0,15 dan waktu osilasi PI = 396s PID = 432s, namun ini perlu dianalisis mengingat secara
teoritis PID memiliki performance yang lebih baik dari PI terutama akibat adanya aksi
derivatif yang mampu mengurangi overshoot dan waktu osilasi. Salah satu keunggulan yang
dapat terlihat dari kontroler PID adalah dead time yang singkat yang berarti respon cepat
terjadi ketika dilakukan perubahan set point. Hal ini akan menjadi salah satu pertimbangan
dan data tambahan untuk menganalisa ketidaksesuaian performance PI dan PID secara
teoritis dengan percobaan, yang akan dibahas pada analisa kesalahan.

V.3 Analisis Kesalahan

Performance kontroler P yang ternyata tidak berosilasi dan tidak memiliki overshoot,
seakan-akan mengindikasikan adanya aksi derivatif pada kontroler tersebut yang berperan
jauh lebih baik dibandingkan dengan kontroler PID. Di sisi lain, grafik yang terlihat dari
penggunaan kontroler P terlihat seperti PRC yang pengendaliaannya dikontrol secara manual.
Hal ini dimungkinkan oleh penggunaan kontroler P terjadi pasca pengendalian manual. Efek
dari pengendalian manual masih belum berakhir dan kecepatan perubahan set point yang
dilakukan oleh praktikan sedikit lebih lama dibandingkan dengan kontroler PI dan PID
karena setting automatic sedikit berbeda dengan yang manual. Di sisi lain kontroler P cukup
lambat dalam merespon perubahan yang terjadi, yang semakin menjadi alasan mengapa
terbentuk grafik yang mirip dengan PRC yang pengendaliannya dikontrol secara manual juga
tanpa overshoot dan osilasi. Kesalahan terjadi bukan karena kontroler PID yang lebih buruk
dari P, tetapi karena perlakuan yang berbeda dan kurang sesuai terhadap kontroler yang
digunakan.
Ketidaksesuaian performance PI dan PID secara teoritis dengan percobaan dapat
disebabkan oleh hal berikut ini. Dead time PID yang lebih kecil dibandingkan dengan PI
menyebabkan PID sangat sensitif terhadap perubahan set point yang terjadi. Namun
sayangnya, kecepatan perubahan set point yang dilakukan tidak sama ketika dilakukan sistem
pengendalian dengan kontroler PI dan PID. Karena perubahan set point diubah secara
manual, dan pada saat digunakan kontroler PID kecepatan perubahan set point-nya lebih
lambat ditambah dengan sensitivitas PID yang lebih tinggi, sangat memungkinkan terjadinya
kesalahan tersebut. Terbukti dari nilai overshoot dan waktu osilasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan PI dan perbedaanya ini cukup kecil. Artinya, kesalahan ini bukan
terletak pada kontroler-nya tetapi pada perlakuan terhadap kontroler tersebut.

43
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
Kesalahan lain yang mungkin terjadi yang terdapat selama percobaan berlangsung
adalah pada saat keadaan default setting, seharusnya nilai pH awalnya diset hingga ia berada
pada kondisi yang tetap (pH = 7 tidak berubah-ubah beberapa saat). Namun karena mungkin
praktikan kurang teliti, maka ketika pH-nya sudah mencapai 7, untuk mencegah ia tidak
berubah-ubah, dalam 5-10 detik praktikan langsung mengganti kenilai yang ditentukan oleh
asisten yaitu SV=8. Hal ini tentu akan mempengaruhi grafik yang ada.

BAB VI

44
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari percobaan pH Control ini diantaranya sebagai berikut :

Proses pengendalian pH merupakan suatu proses yang


biasa terdapat di industri yaitu dalam proses water-treatment. Dengan melakukan
pengendalian pH, air limbah yang mungkin bersifat terlalu asam atau basa akan
dikendalikan nilai pH nya berdasarkan prinsip pengendalian proses agar pH air
limbah tersebut bersifat netral (7) sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan.

Pada FOPDT, nilai konstanta gain (Kp) menunjukkan


sensitivitas terhadap gangguan yang diberikan. Konstanta dead time () menunjukkan
waktu yang diperlukan sistem sebelum terjadinya respon. Nilai dead time yang
terkecil adalah yang optimum. Konstanta waktu () menunjukkan kecepatan sistem
untuk merespon gangguan. Semakin besar nilai maka waktu untuk merespon
semakin lambat.

Nilai FOPDT pada percobaan pertama adalah

45
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
25,2 s
0,066 e
FOPDT =
140,4 s+1

Metode Ziegler Nichlos merupakan salah satu metode


untuk mencari parameter-parameter kontroler yang optimum (Kc, I D)

Parameter-parameter kontroler untuk percobaan yang


pertama adalah

Parameter yang Diamati Nilai


Kc 101,299
Pb 98,7 %
I 50,4 sekon
D 12,6 sekon

Kontroler PID memiliki respon yang cepat dalam


menghadapi perubahan set point yang dilakukan tanpa mengalami toleransi yang
cukup lama menghadapi perubahan yang terjadi. Yang lebih baiknya lagi adalah,

46
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
pengendalian dengan kontroler PID adalah zero offset, kembali tepat ke set point yang
diberikan sebelumnya.

Makin besar Kc akan menyebabkan semakin kecilnya


error, namun osilasinya akan semakin besar pula.

Aksi integral berguna untuk menghilangkan offset pada


sistem pengendalian yang dilakukan.

Parameter D menunjukkan adanya aksi derivatif dalam


kontroler yang digunakan. Aksi derivatif ini berguna untuk menurunkan overshoot
dan waktu osilasi.

47
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2

Kontroller P menghasilkan keluaran yang kurang


optimum jika dibandingkan dengan kontroler PI, dibuktikan dengan terdapatnya offset
pada PRC kontroler P sedangkan pada kontroler PI, meskipun terjadi osilasi, ia
kembali stabil menuju set pointnnya meski dalam beberapa saat. sehingga dapat
disimpulkan bahwa karakteristik kontroller PI lebih baik dari kontroller P. Hal ini
dikarenakan kontroler PI memiliki gabungan karakteristik dari kontroler P dan I yang
membuatnya menjadi lebih baik dalam menghasilkan PRC.

Parameter-parameter pengendalian proses dari percobaan


automatic menggunakan controller P, PI, dan PID yang menunjukkan baik atau
tidaknya proses tersebut adalah sebagai berikut :
Time to
Jenis Overshoo Rise Decay Settling Period of Offse
First
Kontroler t Time Ratio Time Oscillation t
Peak
PID 0,15 57,6 s 0 144 s 277,2 s 432 s 0
PI 0,1 50,4 S 0 144 s - 396 s 0
P - 0,55 - - - - 2 mm

48
Laporan Akhir pH Control
Praktikum Proses Operasi Teknik 2

DAFTAR PUSTAKA

Marlin, Thomas E. 2000. Process Control: Designing Processes and Control


Systems for Dynamic Performance 2nd Edition. New York: McGraw-Hill
Companies

49

Вам также может понравиться